LP Asfiksia B1-B6 Hasil Revisi Khayatun Fitriyah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA A.Pengertian Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O 2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Asfiksia neonatum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. B. APGAR Score Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan. Observasi dan periksa : A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi. P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari. G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan



reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap. A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut. R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan pernapasannya. TANDA



0



1



2



JUMLAH NILAI



Frekwensi



Tidak ada



Kurang



dari Lebih



jantung Usaha bernafas



Tidak ada



100 x/menit 100 x/menit Lambat, tidak Menangis



Tonus otot



Lumpuh



Refleks



lemas Tidak



Warna



respon Biru / pucat Tubuh:



teratur / Ekstremitas



dari



kuat Gerakan aktif



fleksi sedikit ada Gerakan sedikit Menangis batuk Tubuh



dan



kemerahan,



ekstremitas



ekstremitas:



kemerahan



biru Keterangan : 1) Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa 2) Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada 3) Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. C. Etiologi



Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. 1. Faktor ibu a. Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah. b. Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia. c. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahunGravida empat atau lebih 2. Faktor plasenta a. Plasenta tipis b. Plasenta kecil c. Plasenta tak menempel d. Solusio plasenta e. Perdarahan plasenta 3. Faktor janin / neonatus a. Kompresi umbilikus b. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir d. Prematur e. Gemeli f. Kelainan congenital g. Pemakaian obat anestesi h. Trauma yang terjadi akibat persalinan 4. Faktor persalinan a. Partus lama b. Partus tindakan D. Klasifikasi Asfiksia



1) Asfiksia Ringan (Vigorous Baby) Yaitu : APGAR skore 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa 2) Asfiksia Sedang (Mibel Moderete Asfiksia) Yaitu : APGAR skore 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada 3) Asfiksia Berat Yaitu : APGAR skore 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100x/menit,tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada TANDA



Score



0–3 Frekuensi jantung Tidak ada



4–6 < 100x /menit



7 - 10 > 100x /menit



Pernafasan



Tidak ada



Berobat tidak teratur



Menangis kuat



Tonus otot



Lumpuh



Ekstermitas



Reflek



Tidak ada



fleksi



Gerakan kuat /



Gerakan sedikit



melawan



Warna kulit



Biru / pucat



Seluruh Tubuh



kemerahan, kemerahan



ekstermitas biru



E. Patofisiologi Asfiksia



agak Gerakan aktif



tubuh



Paralisis pusat pernapasan



Persalinan lama, lilitan tali pusat, presentasi janin abnormal



Factor lain : obat – obatan



ASFIKSIA



Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat



Paru – paru terisi cairan



Bersihan jalan napas tidak efektif



Gangguan metabolism dan perubahan asam basa Asidosis respiratorik



Suplai O2 dalam darah menurun



Suplai O2 ke paru menurun Kerusakan otak



Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh Napas cepat



Gangguan perfusi ventilasi Napas cuping hidung, sianosis, hipoksia



Gangguan pertukaran gas Apneu



DJJ dan TD menurun Kematian bayi



Ketidakefektifan pola napas



Janin tidak bereaksi terhadap rangsangan



F. Manisfestasi Klinis Asfiksia



Resiko cedera



Proses keluarga terhenti



Resiko syndrome kematian bayi mendadak



1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat 2. Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru-biruan b. bernafas minimal atau tidak ada c. Hipoksia d. Asidosis metabolik atau respiratori e. Perubahan fungsi jantung f. Kegagalan sistem multiorgan g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis. h. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. G. Komplikasi Asfiksia Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : 1. Edema otak & Perdarahan otak. Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. 2. Anuria atau oliguria. Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya



hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. 3. Kejang. Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. 4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. H. Pemeriksaan Penunjang 1) Hb 15 – 20 gr/dl 2) HCT 43 – 61 % 3) Jumlah sel darah 120 / m 3 neotrofil sampai 23.000 – 24.000 /mm 3 hari pertama setelah lahir 4) Bilirubin total 6 mg/dl hari pertama kehidupan, 8 mg/dl : 1 – 2 hari, 12 mg/dl pada hari ke 3 – 5 5) Destruksi tetes glukosa pertama selama 4 – 6 jam pertama setelah lahir rata – rata 40 – 50 mg/dl meningkat 60 – 70 mg/dl pada hari ke 3



I. Penatalaksanaan a. Mengobservasi bayi yang telah berhasil diresustasi untuk kelompok tanda – tanda berikut : 1) Pernafasan spontan tidak ada 2) Aktivitas kejang pada 12 jam pertama setelah lahir 3) Penurunan atau peningkatan haluaran urine 4) Perubahan metabolic 5) Peningkatan TIK b. Mengurangi stimulus lingkungan yang merigikan



c. Memantau tingkat reaksi, aktivitas, tonus otot dan postur bayi d. Memberi obat – obatan yang diprogramkan, misal obat anti kejang e. Memberi dukungan pernafasan f. Memantau komplikasi 1) Ukur dan catat asupan dan haluaran untuk mengevaluasi fungsi ginjal 2) Periksa setiap berkemih ( darah ) 3) Periksa setiap feses ( darah ) 4) Lakukan penentuan glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemia g. Memberi dan mempertahankan cairan intra vena h. Memberi penyuluhan dukungan emosional J. Pengkajian 1. Anamnesis Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, asuransi kesehatan, riwayat penyakit saat ini. Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi meconium, kesulitan bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit pucat, kemungkinan prematur. Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan kematian neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi, tetani uteri atau malnutrisi, riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok. 2. Pengkajian Psikososial Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien terhadap penyakit bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit, perilaku  orang tua klien/tindakan yang diambil ketika menghadapi penyakitnya. 3. Pemeriksaan Fisik a. Breathing/B1 1) Inspeksi Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha



bernapas yang lambat sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas 2) Palpasi Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat. Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri. 3) Perkusi Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak. 4) Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan lambat. b. Blood/B2 1) Inspeksi Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung. 2) Palpasi Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh. 3) Perkusi Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika. 4) Auskultasi HR < 100 x/menit, asuskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.



Penderita asfiksia neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali. c. Brain/B3 Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala GCS. Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS d. Bladder/B4 Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena dapat menjadi pertanda awal adanya syok. e. Bowel /B5 Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan. f. Bone/ B6 Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan antara bagian kiri dan kanan. 4. Antropometri Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat menjadi faktor resiko pada penderita asfiksia.



K. Asuhan Keperawatan Pada Asfiksia Neonatorum Dengan Gangguan Pertukaran



Gas 1. Pengkajian (Hidayat, 2008) pengkajian yang dilakukan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut: a. Identitas b. Riwayat kesehatan meliputi riwayat kesehatan seperti adanya hipoksia janin, gangguan aliran darah prenatal, hipotensi dan hipertensi selama kehamilan, gangguan plasenta, kehamilan berisiko: primi tua, anemia, ketuban pecah dini, infeksi), riwayat persalinan; lilitan tali pusat, partus lama/macet, trauma lahir, dan prematuritas. c. Pemeriksaan fisik: 1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan. 2) Inspeksi: pergerakan dinding dada, pernapasan cuping hidung, retraksi dan warna kulit (sianosis, pucat, kehitam-hitaman) serta amati diameter dada anteroposterior yang memanjang dapat mengindikasikan udara terperangkap dalam alveoli. 3) Auskultasi: suara napas tambahan dan suara paru. 4) Perkusi: kaji adanya suara tumpul yang menunjukkan bahwa cairan atau jaringan padat telah menggantikan udara. d. Kaji kebutuhan peningkatan oksigen. e. Kaji tekanan darah bayi. f. Pemeriksaan diagnostik meliputi oksimetri nadi dan analisa gas darah. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnose keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas merupakan suatu kondisi dimana terjadinya



kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Dalam Standar Dignosis Keperawatan Indonesia gangguan pertukaran gas masuk kedalam kategori fisiologis dengan subkategori respirasi. Dalam Standar Dignosis Keperawatan Indonesia gangguan pertukaran gas masuk kedalam kategori fisiologis dengan subkategori respirasi. Penyebab dari gangguan pertukaran gas adalah ketidak seimbangan ventilasi perfusi. Gejala dan tanda mayor dari gangguan pertukaran gas adalah subjektif yaitu dispnea, objektif yaitu PCO2 meningkatnya/ menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat / menurun dan bunyi napas tambahan. Gejala dan tanda minor dari gangguan pertukaran gas secara subjektif adalah pusing dan penglihatan kabur. Secara objektif adalah sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal), warna kulit abnormal (misalnya pucat,kebiruan), kesadaran menurun (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).



3. Intervensi No. 1



Diagnosa Perawatan



Tujuan dan Kriteria



Intervensi



Gangguan pemenuhan



Tujuan:



kebutuhan O2



Kebutuhan O2 bayi terpenuhi dengan alas yang data, kepala



sehubungan dengan post Kriteria: asfiksia berat



Letakkan bayi terlentang lurus, dan leher sedikit



- Pernafasan normal 40-60 tengadah/ekstensi dengan kali permenit.



meletakkan bantal atau selimut



- Pernafasan teratur.



diatas bahu bayi sehingga bahu



- Tidak cyanosis.



terangkat 2-3 cm



Wajah dan seluruh tubuh Berwarna kemerahan 2. Bersihkan jalan nafas, (pink variable).



mulut, hidung bila perlu.



- Gas darah normal



Rasional 1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.



2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas



PH = 7,35 – 7,45



yang sempurna.



PCO2 = 35 mm Hg PO2 = 50 – 90 mmHg 3. Observasi gejala kardinal



3. Deteksi dini adanya kelainan.



dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam 4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Menjamin oksigenasi jaringan dalam pemberian O2 dan



yang adekuat terutama untuk



pemeriksaan kadar gas darah



jantung dan otak. Dan peningkatan



arteri



pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi



2.



Resiko terjadinya



Tujuan



1. Letakkan bayi terlentang



1.



Mengurangi kehilangan



hipotermi sehubungan



Tidak terjadi hipotermia



diatas pemancar panas (infant



panas pada suhu lingkungan



dengan adanya roses



Kriteria



warmer)



sehingga meletakkan bayi menjadi



persalinan yang lama



Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C



dengan ditandai akral dingin suhu tubuh



Akral hangat Warna seluruh



dibawah 36° C



kemerahan



hangat



tubuh 2. Singkirkan kain yang sudah 2. dipakai untuk mengeringkan



Mencegah kehilangan



tubuh melalui konduksi.



tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat. Monitor intake dan out put. Beri ASI sesuai kebutuhan



3. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance) 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi



secara adekuat. 5. Lakukan kontrol berat badan 5. Penambahan dan penurunan 3.



setiap hari. berat badan dapat di monito 1. Lakukan observasi BAB dan 1. Deteksi adanya kelainan pada



Gangguan pemenuhan



Tujuan



kebutuhan nutrisi



Kebutuhan nutrisi terpenuhi BAK jumlah dan frekuensi



eliminasi bayi dan segera



sehubungan dengan



Kriteria



mendapat tindakan / perawatan



reflek menghisap



- Bayi



lemah.



pespeen / personde dengan baik.



serta konsistensi. dapat



minum



yang tepat.



- Berat badan tidak turun 2. Monitor turgor dan mukosa 2. Menentukan derajat dehidrasi lebih dari 10%.



mulut.



dari turgor dan mukosa mulut.



Monitor intake dan out put.



3. Mengetahui keseimbangan



Beri ASI sesuai kebutuhan.



cairan tubuh (balance) 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi



- Retensi tidak ada



secara adekuat. 5. Lakukan kontrol berat badan 5. Penambahan dan penurunan 4.



Resiko terjadinya



Tujuan:



infeksi



Selama



setiap hari. berat badan dapat di monitor 1. Lakukan teknik aseptik dan 1. Pada bayi baru lahir daya tahan perawatan



tidak antiseptik dalam memberikan



terjadi komplikasi (infeksi) Kriteria -Tidak



ada



asuhan keperawatan



tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan



infeksi.



tubuhnya kurang / rendah.



sesudah melakukan tindakan.



2. Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.



-Tidak ada gangguan fungsi tubuh. Pakai baju khusus/ short waktu 3. Mencegah masuknya bakteri masuk ruang isolasi (kamar



dari baju petugas ke bayi



bayi) Lakukan perawatan tali pusat



4. Mencegah terjadinya infeksi dan



dengan triple dye 2 kali sehari. memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.



5. Jaga kebersihan (badan,



5. Mengurangi media untuk



pakaian) dan lingkungan bayi. pertumbuhan kuman. 6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan infeksi dan gejala kardinal Hindarkan bayi kontak dengan 7. Mencegah terjadinya penularan sakit. Kolaborasi dengan tim medis



infeksi. 8. Mencegah infeksi dari



untuk pemberian antibiotik. 9. Siapkan pemeriksaan



pneumonia 9. Sebagai pemeriksaan



laboratorat sesuai advis dokter penunjang. yaitu pemeriksaan DL, CRP.



4. Implementasi Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2006). Implementasi keperawatan lebih menekankan pada melakukan suatu tindakan yang sudah direncanakan pada tahap intervensi. Secara garis besar, implementasi yang dilakukan untuk menangani gangguan pertukaran gas pada asfiksia neonatorum yaitu: a. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas b. Memonitor pola napas (seperti takipnea) c. Memonitor adanya sumbatan jalan napas d. Melakukan pemeriksaan auskultasi bunyi napas



e. Memonitor saturasi oksigen f. Memonitor nilai AGD 5. Evaluasi Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang diinginkan. Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S) data objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P) berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses. Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.