LP Askep-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS DIRUANG AGUNG WILIS (RBK) RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI



OLEH : FERDIANSYAH DWI PUTRA 2021.04.025



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2021 / 2022



ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS DIRUANG AGUNG WILIS (RBK) RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI



OLEH : FERDIANSYAH DWI PUTRA 2021.04.025



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2021 / 2022



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Pendahuluan Apendisitis ini diajukan sebagai tugas program studi Profesi Ners dan dinyatakan telah mendapat persetujuan pada tanggal



Banyuwangi,



Oktober 2021



Mahasiswa,



FERDIANSYAH DWI PUTRA 202104025



Menyetujui, Pembimbing Institusi



Pembimbing Rumah Sakit



Mengetahui, Kepala Ruangan Agung Wilis



LEMBAR PENGESAHAN Asuhan Keperawatan Apendisitis ini diajukan sebagai tugas program studi Profesi Ners dan dinyatakan telah mendapat persetujuan pada tanggal



Banyuwangi,



Oktober 2021



Mahasiswa,



FERDIANSYAH DWI PUTRA 202104025 Menyetujui, Pembimbing Institusi



Pembimbing Rumah Sakit



Mengetahui, Kepala Ruangan Agung Wilis



LEMBAR KONSULTASI ASKEP Tanggal



Saran



TTD



LEMBAR KONSULTASI LAPORAN PENDAHULUAN Tanggal



Saran



TTD



LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017). Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum (Nurfaridah, 2015). 2. Anatomi Fisiologi 1. Anatomi Usus Besar



Usus besar atau intestinun mayor panjangnya lebih kurang 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses. Usus besar terdiri dari :



a. Sekum Di bawah sekum terdapat apendiks vermivormis yang berbentuk seperti cacing sehingga di sebut umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya di tutupi oleh peritonium mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. b. Apendiks Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal di belakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks beraksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. c. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan , membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah melengkung ke kiri, lengkungan ini di sebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum d. Kolon transversum Panjangnya lebih kurang 38 cm, membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. e. Kolon desendens Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. f. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. g. Rektum Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. ( Syaifuddin, 2006)



2.



Anatomi Apendiks



Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumenya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.



3. Klasifikasi Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut : 1. Apendisitis akut Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di saerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005 dalam Mardalena,Ida 2017) 2. Apendisitis Kronis Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan Craig 2006 dalam Mardalena, Ida 2017). 4. Etiologi Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh 1. Apendikolit 2. tumor apendiks 3. hiperplasia folikel limfoid submucosa 4. fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atau parasit EHistolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin, & kumala sari, 2011). Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan rendah serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan terjadinya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon 5. Manifestasi Klinis Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain sebagai berikut : 1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam. 2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen



3. Mual 4. Muntah 5. Nafsu makan menurun 6. Konstipasi 7. Demam (Mardalena 2017 ; Handaya, 2017) 6. Patofisiologi Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atauparasit E-Histolytica. Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi pembentukan eksudat pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan perietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce, 2009 dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2011). Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Pada proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses, maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2011).



7. Pathway Infeksi akibat bakteri, virus, jamur, feses yang membantu, pola hidup, benda asing Apendisitis



Inflamasi



Edema (berisi pus)



Infeksi



Bakteri flora usus



Obstruksi usus



APENDISITIS



konstipasi



Abses skunder Rangsang syaraf reseptor



nyeri



pelvis



Diafragma



Jumlah leukosit



Hipertermi



Hati



8.



Komplikasi Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya sebagai berikut: 1. Perforasi apendiks Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit. 2. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. 3. Abses Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.



9.



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi 2. Pemeriksaan Radiologi a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu) b. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks c. CT – Scan Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi. d. C – Reactive Protein (CRP) C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011)



10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan 1.



pembedahan/Apendiktomi Pengertian Apendiktomi Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu a. pembedahan secara terbuka/ pembedahan konveksional (laparotomi) b. teknik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif 12 dengan metode terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung, Melva dkk, 2019) Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal yang paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang dipasang melalui umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan Apendiktomi terbuka adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau pada daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



1. PENGKAJIAN 1. Data umum Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu (klien) seperti identitas klien (nama, umur, agama, tempat tinggal, status pendidikan, dll) dan penanggung jawab klien. 2. Kesehatan umum 1) Alasan MRS / Keluhan Utama Pada anamnesis keluhan utama yang lazim di dapatkan adalah keluhan adanya nyeri akibat tindakan pembedahan maupun sebelum pembedahan. Untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien, dapat digunakan metode PQRST (Mutaqqin, 2011). 2) Riwayat penyakit sekarang / riwayat kejadian Didapatkan keluhan nyeri hebat pada abdominal bawah, dan nyeri di daerah sekitar paha dalam maupun testis, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia, serta kelelahan pasca nyeri sering di dapatkan (Mutaqqin, 2011). 3) Riwayat penyakit dahulu Pada riwayat penyakit dahulu yang penting untuk di kaji antara lain penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberculosis, dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif (Mutaqqin, 2011). 3. Pola kesehatan 1) Pola nutrisi dan cairan Klien yang mengalami apendiksitis biasanya mempunyai kebiasaan mual, muntah, anoreksia. 2) Pola aktivitas Pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan inta abdomen seperti bersin, mengangkat beban berat, batuk, mengejan. 4. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi : akan tampak adanya pembekakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). 2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila



tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendiksitis akut. 3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat tinggitinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign). 4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. 5) Suhu tdubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axsila), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu. 6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol. b. Pemeriksaan laboratorium Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000- 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah) c. Pemeriksaan radiologi 1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu). 2) Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendik, sedangkan pada pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari apendik yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%. 3) Computed Tomography Scanning (CT-Scan) CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%. 4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.



8.



DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1. Nyeri akut 2. Hipertermi 3. Risisko infeksi 4. Konstipasi



9.



INTERVENSI KEPERAWATAN N



SDKI



SLKI



SIKI



o 1.



Nyeri akut b.d



Setelah dilakukan



Intervensi Utama: Dukungan



Agen pencedera



asuhan keperawatan



Nyeri Akut: Pemberian



fisiologis (mis,



selama 3 kali 24 jam,



analgesik Observasi 1)



inflamasi, iskemia,



maka diharapkan



Identifikasi karakteristik nyeri



neoplasma)



tingkat nyeri menurun



(mis. pencetus, pereda, kualitas,



dan kontrol nyeri



lokasi, intensitas, frekuensi,



meningkat dengan



durasi) 2) Identifikasi riwayat



kriteria hasil:



alergi obat



1) Tidak mengeluh



3) Identifikasi kesesuaian jenis



nyeri



analgesik (mis. narkotika, non-



2) Tidak meringis



narkotika, atau NSAID) dengan



3) Tidak bersikap



tingkat keparahan nyeri



protektif



4) Monitor tanda-tanda vital



4) Tidak gelisah



sebelum dan sesudah pemberian



5) Tidak mengalami



analgesik



kesulitan tidur



5) Monitor efektifitas analgesik



6) Frekuensi nadi



Terapeutik



membaik



1) Diskusikan jenis analgesik



7) Tekanan darah



yang disukai untuk mencapai



membaik



analgesia optimal



8) Melaporkan nyeri



2) Pertimbangkan pengguanaan



terkontrol



infus kontinu, atau bolus oploid



9) Kemampuan



untuk mempertahankan kadar



mengenali onset nyeri



dalam serum



meningkat



3) Tetapkan target efektifitas



10) Kemampuan



analgesik untuk



mengenali penyebab



mengoptimalkan respons pasien



nyeri meningkat



4) Dokumentasikan respons



11) Kemampuan



terhadap efek analgesik dan



menggunakan teknik



efek yang tidak diinginkan



non-farmakologis



Edukasi 1) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi Dukungan Nyeri Akut: Manajemen Nyeri Observasi 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi respons nyeri non verbal 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9) Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik



1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat dan tidur 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1) Kolaborasi 2.



Hipertermi



Termoregulasi Setelah



pemberian analgetik Intervensi Utama Manajemen



berhubungan



dilakukan asuhan



Hipertermia : 1. Monitor suhu



dengan proses



keperawatan selama 3 x



tubuh. 2. Sediakan lingkungan



penyakit (infeksi



24 jam diharapkan



yang dingin. 3. Longgarkan



bakteri salmonella



termoregulasi membaik,



atau lepaskan pakaian. 4.



typhosa)



dengan kriteria hasil :



Basahi dan kipasi permukaan



1. Menggigil menurun.



tubuh .



2. Kulit merah



5. Berikan cairan oral.



menurun.



6. Anjurkan tirah baring.



3. Pucat menurun.



7. Kolaborasi pemberian cairan



4. Suhu tubuh membaik. dan elektrolit intravena. 5. Suhu kulit membaik.



Regulasi Temperatur :



6. Tekanan darah



1. Monitor tekanan darah,



membaik.



frekuensi pernafasan dan nadi. 2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu. 3. Monitor warna dan suhu kulit. 4. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat. 5. Kolaborasi pemberan



3



Risiko infeksi b.d



Setelah dilakukan



antipiretik, jika perlu. Pencegahan Infeksi (1.14539)



ketidakadekuatan



asuhan keperawatan



Tindakan :



pertahanan tubuh



selama 3 x 2 jam



Observasi :



primer (gangguan



diharapkan resiko



peristaltik).



infeksi dapat berkurang.



 Monitor tanda dan gejala infeksi lokas dan sistemik.



Dengan kriteria hasil



Terapeutik :



sebagai berikut :



 Batasi jumlah pengunjung



1. Mengenali tanda dan



 Berikan perawatan kulit



gejala yang mengindikasikan risiko



pada area edema.  Cuci tangan sebelum dan



dalam penyebaran



sesudah kontak dengan



infeksi



pasien.



2. Mengetahui cara



Edukasi :



mengurangi penularan



 Jelaskan tanda dan gejala



infeksi 3. Mengetahui aktivitas yang dapat



infeksi.  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.



meningkatkan infeksi



 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.  Anjurkan meningkatkan asupan cairan. Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.



4.



Konstipasi



Setelah diberikan



1. Manajemen Eliminasi Fekal



asuhan



Observasi



keperawatanselama2x24 a. Identifikasi masalah usus dan jam diharapkan



penggunaan oobat pencahar



konstipasi dapat



b. Identifikasi pengobatan yang



membaik dengan



berefek



kriteria hasil: Eliminasi



gastrointestinal



Fekal



c. Monitor buang air besar (mis.



1. Kontrol pengeluaran



warna, konsistensi, volume)



feses meningkat



d. Monitor tanda dan gejala



2. Keluhan defekasi



diare, konstipasi, atau impaksi



lama dan sulit menurun



Terapeutik



3. Mengejan saat



a. Berikan air hangat setelah



defekasi menurun



makan b. Jadwalkan waktu



4. Distensi abdomen



defekasi bersama pasien



menurun



c. Sediakan makanan tinggi



5. Teraba massa pada



serat Edukasi



rektal menurun



a. Jelaskan jenis makanan yang



6. Urgency menurun



membantu



7. Nyeri abdomen



keteraturan peristaltik usus



menurun



b. Anjurkan mencatat warna,



8. Kram abdomen



frekuensi, konsistensi, volume



menurun



feses c. Anjurkan meningkatkan



9. Konsistensi feses



aktifitas fisik, sesuai toleransi



membaik



d.



10. Frekuensi defekasi



asupan



pada



kondisi



meningkatkan



Anjurkan



pengurangan



makanan



yang



11. Peristaltik usus



meningkatkan pembentukan gas



membai



e.



Anjurkan



makanan



mengkonsumsi



yang



mengandung



serat f.



Anjurkan



asupan



meningkatkan



cairan,



jika



tidak



terkontraindikasi Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu . Manajemen



Konstipasi



Observasi a. Periksa tanda dan gejala konstipasi b. Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk, volume dan warna) c. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. obat -obatan, tirah baring, dan diet rendah serat) d. Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan/atau periotinitis Terapeutik a. Anjurkan diet tinggi serat b. Lakukan masase abdomen, jika perlu c.



Lakukan



secara



evaluasi



manual,



jika



feses perlu



Edukasi a. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan b.



Anjurkan



peningkatan



asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi c. Latih buang



air besar secara teratur d.



Ajarkan



cara



mengatasi



konstipasi/impaksi Kolaborasi a. Konsultasi dengan tim medis tentang peningkatan



penurunan



/



frekuensi



suara



usus



10. IMPLEMENTASI Implementasi Menurut Potter dan Perry (2014) implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan, setelah intervensi di kembangkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan tindakan keperawatan spesifik yang mencangkup tindakan perawat dan tindakan dokter 11. EVALUASI Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah, ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier et al., 2010). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planning). Adapun komponen SOAP yaitu



1.



S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan,



2.



O (objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan,



3.



A (assesment) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif,



4.



P (planing) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2012). Evaluasi terhadap masalah keperawatan nyeri akut pada pasien apendiktomi



mengacu pada rumusan tujuan dalam rencana keperawatan, yang mencangkup aspek waktu dan kriteria hasil. Aspek waktu menjadi pedoman kapan harus dievaluasi dan aspek kriteria hasil sebagai pedoman apakah tujuan yang direncanakan berhasil atau tidak. Adapun kriteria hasil yang ditetapkan mengacu pada SLKI PPNI (2019) yaitu : a.



Keluhan nyeri menurun



b.



Tampak meringis menurun



c.



Sikap protektif menurun



d.



Gelisah menurun



e.



Kesulitan tidur menurun



f.



Frekuensi nadi membaik



g.



Tekanan darah membaik



h.



Pola napas membaik