LP +askep Fraktur (Rindi Handika) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang diridhoi Allah SWT. Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami tentang Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Integument : Luka Bakar yang akan sangat berguna terutama untuk mahasiswa. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.



Tangerang, 27 April 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi ..............................................................................................2 B. Anatomi Fisiologi ..............................................................................2 C. Klasifikasi ..........................................................................................4 D. Etiologi ..............................................................................................5 E. Manifestasi Klinik .............................................................................6 F. Patofisiologi .......................................................................................7 G. Pathway .............................................................................................9 H. Penatalaksanaan .................................................................................10 I. Komplikasi .........................................................................................11 J. Asuhan Keperawatan Sesuai Teori ....................................................17 BAB III TINJAUAN KASUS : ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian .........................................................................................21 B. Diagnosis Keperawatan .....................................................................27 C. Perencanaan Keperawatan .................................................................27 D. Implementasi .....................................................................................33 E. Evaluasi .............................................................................................36 BAB IV PEMBAHASAN Kesenjangan Antara Teori Dan Praktik ....................................................37 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 39 B. Saran................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... iii



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Fraktur adalah retak atau patah yang utuh. Kebanyakan disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan tidak langsung. Fraktur merupakan suatu kondisi di mana terjadi diintegritas tulang. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakan, baik itu kecelakan kerja, kecelakan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat factor lain seperti proses degenerative dan patologi (Depkes RI, 2005). B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Diharapkan mahasiswa dapat mngetahui tentang fraktur dan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi fraktur b. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi fraktur c. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi fraktur d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dan pathway fraktur e. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik fraktur f. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi fraktur g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur h. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan fraktur i. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan sesuai teori pada pasien dengan fraktur j. Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian pada pasoeng dengan fraktur k. Mahasiswa dpat mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur l. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi pada pasien dengan fraktur m. Mahasiswa dapat mengetahui implementasi pada pasien dengan fraktur n. Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi pada pasien dengan fraktur



1



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan putri, 2013). Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008) Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula. B. Anatomi Fisiologi Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :



3



Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006). a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis. b. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus. c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) c.



Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.



4



d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi. e.



Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.



f.



Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).



C. Klasifikasi fraktur Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah: a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang. b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh. c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi: - Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya -



Grade II



: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang



ekstensif -



Grade III



: luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan



jaringan lunak ekstensif. d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya membengkok. e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang



5



f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring terjadi pada tulang tengkorak dan wajah). j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang). k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor). l. Epifisial fraktur melalui epifisis m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya. Menurut Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut: a. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar yaitu: -



Patah tulang tertutup



-



Patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ketulang yang patah. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya patah tulang.



b. Patah tulang menurut garis fraktur -



Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh cedera terus menerus yang cukup lama seperti juga ditemukan pada retak stres pada struktur logam



-



Patah tulang serong



-



Patah tulang lintang



-



Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat



-



Patah tulang segmental karena cedera hebat



-



Patah tulang dahan hijau : periost tetap utuh



-



Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek atau epifisis tulang pipa



-



Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi



-



Patah tulang impresi



-



Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain.



D. Etiologi



6



Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah : a. Kekerasan langsung



b.



Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. Kekerasan tidak langsung



c.



Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor. Kekerasan akibat tarikan otot



Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang. E. Manifestasi klinis Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local dan perubahan warna. a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b.



Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.



c.



Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).



7



d.



Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.



e.



Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.



F. Patofisiologi Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183). Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolaminkatekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormonhormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan



8



awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005). Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).



9



WOC/Pathway Trauma langsung



Trauma tidak langsung



Kondisi patologis



Fraktur



Diskontinuitas tulang



Pergeseran frakmen tulang



Perubahan jaringan sekitar



Nyeri Akut



Kerusakan frakmen tulang Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler



Pergeseran fragmen tulang



Spasme otot



Deformitas



Peningkatan tekanan kapiler



Gangguan fungsi ekstremitas



Pelepasan histamin



Metabolisme asam lemak



Protein plasma hilang



Bergabung dengan trombosit



Hambatan mobilitas Fisik



Melepaskan katekolamin



Edema Emboli Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh darah



G. Pemeriksaan Penunjang



Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Pemeriksaan frakturKerusakan yaitu: Putus vena /diagnostik arteri integritas kulit a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur b. Perdarahan Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI memperlihatkan fraktur, juga dapat Resiko :infeksi



digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Kehilangan volume cairan c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau Resiko syok (hipovolemik) menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple).



10



e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hari. H. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005). Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu: a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian dirumah sakit. b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur. d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006). Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut:



11



a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa patah tulang. b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah kompikasi c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah: -



Merabah lokasi apakah masih hangat



-



Observasi warna



-



Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler



-



Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera



-



Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri.



-



Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.



d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan e. Mempertahankan kekuatan kulit f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300 gr/hari. g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005): a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom b. Poliferasi



sel



terbentuknya



barang-barang



fibrin



sehingga



terjadi



revaskularisasi c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang yang baru e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang mati dan reorganisai. I. Komplikasi Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :



12



a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali. d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun. g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah ortopedi. h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis iskemia. j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability. J. Asuhan Keperawatan Teoritis Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya secara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy,1995). 1. Pengkajian 13



a. Identifikasi Pasien Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi. b. Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan: - Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri. -



Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.



-



Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.



-



Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.



-



Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari/siang hari.



c. Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan. d. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya. e. Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular. f. Pola Fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK. 2) Pola Nutrisi dan Metabolisme



14



Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien. 3) Pola Eliminasi Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan. 4) Pola Istirahat dan Tidur Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur. 5) Pola Aktivitas dan Latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga. 6) Pola Persepsi dan Konsep Diri Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi. 7) Pola Sensori Kognitif Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan. 8) Pola Hubungan Peran Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri. 9) Pola Penanggulangan Stres Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga. 10) Pola Reproduksi Seksual Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan. 11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan 2.



Diagnosa Keperawatan



15



1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen



tulang,



edema



dan



cedera



pada



jaringan,



alat



traksi/immobilisasi, stress, ansietas. 2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik. 3) Hambatan



mobilitas



fisik



berhubungan



dengan



nyeri/



ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. 4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi



tertekan,



prosedur



invasif



dan



jalur



penusukkan,



luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan. 3. No 1



Intervensi Keperawatan



Tanggal/ Jam



Diangosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas



Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI) Hasil (SLKI) Setelah dilakukan Pain Management tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian selama ...x... jam nyeri secara diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan komprehensif termasuk kriteria hasil: lokasi, karakteristik, Pain control - Mampu mengontrol durasi, frekuensi, nyeri (tahu penyebab



kualitas,



nyeri,



presipitasi.



mampu



dan



faktor



menggunakan teknik - Observasi nonfarmakologi untuk



nonverbal



mengurangi



ketidaknyamanan



nyeri,



mencari bantuan) -



reaksi



Melaporkan nyeri



bahwa berkurang



dengan menggunakan manajemen nyeri.



- Ajarkan



dari teknik



non



farmakologis (relaksasi, distraksi



dll)



untuk



mengetasi nyeri. - Evaluasi



tindakan



16



-



Mampu



mengenali



nyeri



(skala,



intensitas,



dokter



Menyatakan



rasa



nyaman setelah nyeri 2



Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik



berkurang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam diharapkan kerusakan integritas kulit klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: Tissue Integrity : Skin and Mucous - Integritas kulit yang baik



bisa



(sensasi,



elastisitas,



temperatur,



dengan bila



ada



komplain



tentang



pemberian



analgetik



tidak berhasil. Pressure Management - Monitor kulit akan adanya kemerahan - Hindari kerutan pada tempat tidur - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. - Mobilisasi pasien (ubah



dipertahankan hidrasi,



posisi



pasien)



Tidak ada luka/lesi



setiap



dua jam sekali - Oleskan



pigmentasi). -



nyeri.



frekuensi - Kolaborasi



dan tanda nyeri) -



pengurang nyeri/kontrol



lition



atau



minyak/baby oil pada daerah yang tertekan



pada kulit -



Perfusi jaringan baik



-



Menunjukkan pemahaman



- Mandikan



pasien



dengan sabun dan air dalam



hangat.



proses perbaikan kulit dan terjadinya



mencegah cedera



berulang. -



Mampu



melindungi



kulit



dan



mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami. 17



3



Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan



Setelah dilakukan Exercise therapy : tindakan keperawatan ambulantion selama ...x... jam - Monitor vital sign diharapkan klien dapat sebelum / sesudah beraktivitas secara mandiri dengan kriteria latihan dan lihat hasil: respon pasien saat Mobility Level - Klien meningkat latihan dalam aktivitas fisik -



Konsultasikan dengan



Mengerti tujuan dari



terapi



peningkatan mobilitas



rencana



Memverbalisasikan



sesuai



perasaan



kebutuhan



dalam



meningkatan kekuatan



-



-



dan



fisik



tentang ambulasi dengan



Bantu



klien



untuk



menggunakan tongkat



kemampuan



saat



berpindah.



cegah terhadap cedera



Memperagakan



-



berjalan



dan



Ajarkan pasien atau



penggunaan alat bantu



tenaga kesehatan lain



untuk



tentang



mobilisasi



(walker).



teknik



ambulasi -



Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi



-



Latih



pasien



dalam



pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan -



Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan



bantu



penuhi



kebutuhan



ADLs



pasien. -



Berikan alat bantu jika klien memerlukan



18



-



Ajarkan



pasien



bagaimana posisi



merubah



dan



berikan



bantuan 4



jika



diperlukan. Setelah dilakukan Infection Control tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan selama ...x... jam setelah dipakai pasien diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan lain kriteria hasil: - Pertahankan teknik Risk Control - Klien bebas dari tanda isolasi



Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan -



dan gejala infeksi



-



pengunjung



bila perlu



proses



Instruksikan



pada



penyakit, faktor yang



pengunjung



untuk



mempengaruhi



mencuci tangan saat



penularan -



serta



berkunjung



dan



penatalaksanaannnya.



setelah



Menunjukkan



meninggalkan pasien.



kemampuan



-



Batasi



Mendeskripsikan



penularan -



-



untuk -



berkunjung



Gunakan



sabun



mencegah timbulnya



antimikroba



untuk



infeksi



mencuci tangan



Jumlah leukosit dalam -



Cuci tangan setiap dan



batas normal



sesudah



Menunjukkan



tindakan keperawatan



perilaku hidup sehat



-



melakukan



Pertahankan lingkungan selama



aseptik



pemasangan



alat. -



Monitor



tanda



dan



gejala infeksi sistemik dan lokal -



Monitor



kerentanan



19



terhadap infeksi -



Berikan



terapi



antibiotik bila perlu 4.



Implementasi Keperawatan



5.



Salah satu contoh implementasi keperawatan dalam kasus fraktur adalah pada diagnose nyeri akut. Untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan tindakan nonfarmakologis yaitu teknik relaksasi napas dalam dengan cara menarik napas kuat-kuat melalui hidung lalu dikeluarkan melalui mulut dengan perlahan-lahan. Tindakan dilakukan saat nyeri terasa dan dapat dilakukan berulang-ulang Evaluasi 1)



Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas. -



Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)



-



Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.



-



Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)



-



Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang



2) Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik -



Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi).



-



Tidak ada luka/lesi pada kulit



-



Perfusi jaringan baik



-



Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.



20



-



Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.



3) Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. -



Klien meningkat dalam aktivitas fisik



-



Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas



-



Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan kemampuan berpindah.



-



Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).



4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan -



Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi



-



Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannnya.



-



Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi



-



Jumlah leukosit dalam batas normal



21



BAB III TINJAUAN KASUS Kasus Seorang laki-laki berusia 18 tahun dirawat di ruang bedah melalui IGD karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Terdapat fraktur di 1/3 distal tibia kanan. Saat ini, pasien terlihat meringis kesakitan dan adanya hematoma pada area fraktur. Di IGD Pasien telah dilakukan pemasangan bidai sementara dan infus Ringer Lactat 20 tetes/menit. TTV TD 100/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 37°C A. Pengkajian 1. Data dasar Tanggal / jam MRS



: 05 Mei 2020/ 07.00 WIB



Ruang No.Register Tanggal Pengkajian a) Identitas Pasien



: Bedah :: 28 April 2020/ 08.00 WIB



Nama Jenis Kelamin Umur Status Perkawinan Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat Diagnosa Medis Sumber Biaya Sumber Informasi



: An. A : Laki-laki : 18 Tahun : Belum Menikah : Islam : Jawa : SMA : Pelajar : Batu Ceper, Tangerang : Fraktur : Umum : Pasien



b) Identitas Penanggung Jawab Nama Jenis Kelamin Umur Status Perkawinan Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan



: Ny. H : Perempuan : 30 Tahun : Sudah Menikah : Islam : Jawa : SMA : Ibu Rumah Tangga



22



Alamat Hubungan dengan Pasien 2. Riwayat Keperawatan



: Batu Ceper, Tangerang : Ibu Kandung



a) Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri b) Riwayat Kesehatan Sekarang : Sebelum masuk rumah sakit Pasien mengatakan mengalami kecelakaan. Saat masuk rumah sakit pasien mengatakan nyeri pada tungkai kaki bawah sebelah kanan. Saat dikaji pasien terlihat meringis, terdapat bidai sementara pada 1/3 tibia dextra dan terpasang infus RL. Klien mengeluh nyeri akibat benturan, terasa seperti tertindih benda keras, nyeri terasa di tibia dextra, skala nyeri 5, nyeri terjadi secara mendadak c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami sakit parah dan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit d) Riwayat Kesehatan keluarga Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit degeneratife e) Riwayat Psikososial dan Spiritual Interaksi dalam keluarga : baik Persepsi pasien terhadap penyakitnya : pasien mengatakan takut akan penolakan teman temannya Kepercayaan akan kesembuhan dari sakit : pasien percaya bahwa sakitnya akan sembuh Hubungan sosial : keluarga mengatakan sebelum fraktur pasien merupakan orang yang periang, setelah fraktur pasien lebih mengurung diri dan menolak untuk dijenguk oleh teman temannya 3. Pola Fungsi Kesehatan a) Pola Aktivitas dan Latihan 1) Kemampuan perawatan diri Aktivitas Mandi Berpakaian Eliminasi Mobilitas di tempat tidur Berpindah Berjalan Naik tangga Berbelanja



SMRS



MRS



0-4



0-4



0 0 0 0 0 0 0 0



2 2 3 2 2 3 3 4



23



Memasak Pemeliharaan rumah Skor : 27 0 : Mandiri 1 : Alat bantu 2 : Dibantu orang lain 3 : dibantu orang lain & alat 4 : tergantung/tidak mampu Alat bantu :  Selang Kateter 



0 4



4 4



Kruk



2) Kebersihan Diri Keg Mandi Gosok gigi Keramas Potong Kuku



Di Rumah 2x sehaei 2x sehari 2 hari 1x Saat kuku panjang dan kotor



Di Rumah Sakit 1x sehari 1x sehari 4 hari 1x Saat kuku panjang dan kotor



b) Pola Istirahat dan Tidur Di Rumah Tidur 5 jam/hari c) Poa Nutrisi



Di Rumah Sakit Tidur 4 jam/hari



1) Pola Makan Sebelum Sakit Frekuensi 2x sehari Jenis Nasi, sayur dan buah Porsi 1 piring Pantangan Tidak ada Keluhan Tidak ada



Saat Sakit Frekuensi 2x sehari Jenis bubur, sayur Porsi 1 piring Pantangan tidak ada Keluhan tidak ada



2) Pola Minum Sebelum Sakit Frekuensi 5x sehari Jenis : Air putih Jumlah 2000 ml d) Pola Eliminasi



Saat Sakit Frekuensi 3x sehari Jenis: Air putih Jumlah 1500 ml



1) Buang Air Besar Sebelum sakit



Saat sakit



24



Frekuensi 1 hari sekali Konsistensi padat Warna kucing kcoklatan Bau feses normal



Frekuensi 2 hari skali Konsistensi lunak Warna kuning Bau feses normal



2) Buang Air Kecil Sebelum sakit Frekuensi 5 hari sekali Warna kuning jernih Bau urine normal Jumlah 1500 ml 4. Pemeriksaan fisik



Saat sakit Frekuensi 3 hari skali Warna kuning Bau urine normal Jumlah 1100 ml



a. Kulit  Tampak hematoma pada luka fraktur  Terdapat fraktur tertutup pada 1/3 tibia dextra b. Mata 1) Kelengkapan dan Kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris 2) Kelopak mata : Tidak anemis 3) Kornea mata : Jernih 4) Konjungtiva dan sclera : Tidak ada anemia 5) Pupil dan iris : Simetris 6) Ketajaman penglihatan/visus : Tidak dilakukan pemeriksaan 7) Tekanan bola mata : Simetris 8) Kelainan lain : Tidak ada c. Telinga 1) Bentuk telinga : Normal 2) Ukuran telinga : Sedang 3) Ketegangan telinga : Elastis 4) Lubang telinga : Normal 5) Fungsi Pendengaran : Pasien dapat mendengar dengan jelas d. Hidung 1) Cuping hidung : Normal dan simetris 2) Lubang hidung : Bersih 3) Tulang hidung dan septum nasi : Normal dan simetris 4) Fungsi Penciuman : Pasien dapat mencium bau bauan



25



e. Mulut 1) Keadaan bibir : Bibir lembab 2) Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi bersih 3) Keadaan lidah : Lidah bersih 4) Palatum/langit-langit : Normal 5) Fungsi Perasa : Pasien dapat merasakan rasa asin, manis, pahit, dan masam f. Dada 1) Inspeksi :  Bentuk simetris  Pola napas abnormal : 1) Palpasi  Bentuk simestris  Ekspansi normal  Taktil fremitus normal 2) Perkusi  Suara normal  Diafragma menjadi datar dan rendah. 3) Auskultasi  Suara nafas : Normal  Suara ucapan : Jelas  Suara nafas tambahan : g. Ekstermitas atas 1) Kanan  Dapat bergerak bebas 2) Kiri  Dapat bergerak bebas h. Ekstermitas bawah 1) Kanan  Terdapat fraktur pada 1/3 tibia dextra  Nyeri saat bergerak  Gerakan terbatas



26



2) Kiri  Dapat bergerak bebas 5. Tanda-tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan TB BB



: 100/70 mmHg : 90x/ menit : 37°C : 20x/menit : 170 cm : 60 kg



Analisa Data Data Senjang S: Klien mengatakan nyeri P = Nyeri akibat benturan Q = Terasa seperti tertindih benda keras R = Nyeri terasa pada tungkai kaki sebelah kanan S : Skala nyeri 5 T : Nyeri terjadi secara mendadak O : Klien tampak meringis Terpasang bidai sementara pada tibia dextra S: Klien mengatakan nyeri saat menggerakkan kakinya O: Gerakan terbatas Terdapat fraktur pada 1/3 tibia dextra



Penyebab Fraktur



Masalah Nyeri Akut



Pergeseran Fragmen Tulang



Nyeri Akut



Fraktur



Gangguan Mobilitas Fisik



Diskontinuitas Tulang



Perubahan Jaringan Sekitar



Pergeseran Fragmen Tulang



27



Gangguan Fungsi Ekstermitas



Gangguan Mobilitas Fisik Fraktur



S: Klien mengatakan takut akan penolakan dari teman-temannya



Gangguan Citra Tubuh



Penggunakan alat bantu berjalan



O: Klien mengurung diri dan menolak dijenguk oleh temannya



Gangguan Citra Tubuh



B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang 2. Gangguan mobilitas



fisik berhubungan dengan gangguan fungsi



ekstermitas 3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu berjalan C. Intervensi Tangga l /Jam 05 Mei 2020 08:15



Dx 1



Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: Pain control - Mampu mengontrol



nyeri



(tahu



penyebab



nyeri,



mampu



menggunakan teknik nonfarmakologi



Intervensi (SIKI)



Rasional



Manajemen nyeri Observasi a. Identifikasi lokasi, frekuensi,



kualitas, intensitas skala



karakterisitik, frekuensi, kualitas,



nyeri c. Identifikasi respon nyeri non verbal d. Identifikasi



lokasi durasi,



nyeri b. Identifikasi



untuk mengetahui



karakteristik, durasi,



a. Identifikasi



faktor



intensitas,



dan



skala nyeri b. Respon



verbal



dan non verbal



28



untuk mengurangi



yang memperberat



dapat



nyeri,



dan



mengetahui



bantuan) -



-



mencari



memperingan



nyeri



keadaan nyeri



Melaporkan bahwa Terapeutik a. Berikan teknik nyeri berkurang nonfarmakologis dari 5 menjadi 3 untuk mengurangi dengan nyeri menggunakan b. Pertimbangkan manajemen nyeri. jenis dan sumber Menyatakan rasa nyeri dalam nyaman setelah pemilihan strategi nyeri berkurang. meredakan nyeri Edukasi a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu



daktor memperberat dan memperingat nyeri



untuk



mngatasi



nyeri



dengan menghindari hal yang



dapat



memperberat nyeri d. Teknik



nyeri b. Jelaskan



strategi



meredakan nyeri



nonfarmakologis dapat mengurangi



c. Anjurkan memonitor



nyeri



secara mandiri



nyeri e. Strategi meredakan nyeri



d. Anjurkan menggunakan analgetik



secara



harus



tepat



sesuai



dengan



jenis dan sumber



tepat e. Ajarkan



c. Identifikasi



teknik



nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi a. Kolaborasi



nyeri f. Menjelaskan penyebab, periode



dan



pemicu



nyeri



dapat membuat pasien percaya



29



pemberian analgetik, jika perlu



g. Menjelskan strategi meredakan nyeri agar



pasien



mengetahui bahwa



nyeri



berkurang tidak selalu



dengan



terpi farmakologis h. Penggunaan analgetik harus tepat agar tidak memperburuk keadaan pasien i. Mengajarkan teknik nonfarmakologis dalam meredakan nyeri agar



pasien



dapat mengatasi nyeri 2



dengan



mandiri Setelah dilakukan Pembidaian a. Identifikasi tindakan keperawatan Observasi kebutuhan selama 3 x 24 jam a. Identifikasi diharapkan mobilitas dilakukan kebutuhan fisik meningkat pembidaian untuk dengan kriteria hasil : dilakukan a. Pergerakan mengetahui pembidaian ekstermitas apakah pasien (Fraktur) meningkat memerlukan b. Monitor bagian b. Nyeri menurun pembidaian atau distal area cidera c. Gerakan terbatas tidak 30



menurun



c. Monitor



adanya b. Monitor



perdarahan



pada



daerah cidera d. Identifikasi material bidai yang sesuai Terapeutik a. Tutup luka terbuka dengan balutan b. Berikan



bagian



yang



cedera



untuk mengetahui apakah



ada



masalah yang lain c. Monitor jika



terjadi pendarahan



c. Imobilisasi sendi di atas dan dibaah area cidera



d. Material



bidai



harus sesuai agar pasien



d. Tempatkan



merasa



nyaman yang



cidera dalam posisi fungsional



e. Menutup dengan



luka balutan



untuk mencegah



Edukasi a. Anjurkan membatasi



distal



perdarahan



bantalan



pada bidai



ekstermitas



area



bakteri gerak



pada area cedera



masuk



kedalam luka f. Bantalan



pada



bidai



untuk



membuat



klien



nyaman g. Imobilisasi daerah di atas dan di bawah cedera harus dilakukan



tetap untuk



memperlancar aliran darah ke daerah



yang



cedera



31



h. Posisi fungsional pada



cedera



untuk menimalisir gerakan



yang



berlebih i. Pembatasan gerak pada daerah yang cedera



untuk



mempercepat proses 3



penyembuhan Setelah dilakukan Promosi Citra Tubuh a. Identifikasi tindakan keperawatan Observasi harapan citra selama 3 x 24 jam a. Identifikasi harapan diharapkan citra tubuh tubuh harus citra tubuh meningkat sesuai dengan Dengan Kriteria Hasil: berdasarkan tahap a. Verbalisasi perkembangan perkembangan kekhawatiran pasien agar b. Identifikasi budaya, pada penolakan/ tindakan berhasil agama, jenis reaksi orang lain b. Identifikasi kelamin, dan umur menurun budaya, agama terkait citra tubuh b. Respon nonverbal dan umur untuk c. Identifikasi pada perubahan memberikan perubahan citra tubuh membaik tindakan yang tubuh yang c. Hubungan sosial tepat mengakibatkan membaik c. Identifikasi isolasi sosial penyebab pasien d. Monitor frekuensi isolasi sosial pernyataan kritik d. Jika pasien dapat terhadap diri sendiri melihat bagian e. Monitor apakah tubuhnya yang pasien bisa melihat berubah harapan bagian tubuh yang pasien untuk 32



berubah



menerima bagian



Terapeutik a. Diskusikan perubahan



tubuh



dan fungsinya



berubah



lebih



besar dengan



perbedaan



pasien



mengenai



penampilan



fisik



terhadap harga diri c. Diskusi



kondisi



stress



yang



memperngaruhi tubuh



Luka,



penyakit,



d. Diskusikan



cara



dapat



membuat pasien mengeluarkan mengenai tubuhnya



dan



menerimanya dengan baik



harapan citra tubuh secara realisties



f. Mengungkapkan gambaran



e. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga perubahan



citra tubuh



dapat



diri



membuat



pasien



lebih



tenang g. Melatih



Edukasi a. Anjurkan



pasien



dalam mengungkapkan



mengungkapkan diri



terhadap citra tubuh b. Latih pengungkapan kemampuan



tubuhnya



dapat



mengembangkan



gambaran



perubahan



pendapat



(mis.



pembedahan)



tentang



yang



e. Mendiskusikan



b. Diskusikan



citra



tubuhnya



diri



kepada orang lain maupun kelompok



kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok



dapat



membantu pasien dalam menerima keadaannya



33



D. Implementasi Tgl/Ja m 05 Mei 2020 08:15



Dx 1,2,3



Implementasi 1. Mengukur tekanan darah pasien dengan cara



Paraf RINDI



menggunakan stetoscope dan spignomanometer diletakkan pada lengan atas sebelah kanan Respon : hasil pemeriksaan tekanan darah 100/70 mmHg 2. Melakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien dengan menggunakan thermometer digital yang ditembakkan ke dahi pasien Respon : Hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien 37°C 3. Mengukur frekuensi nadi pasien dengan cara meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pergelangan tangan pasien / nadi radialis Respon : Hasil pemeriksaan nadi pasien 90 x/menit 4. Mengukur frekuensi pernapasan pasien dengan cara menghitung ekspirasi dan inspirasi pasien selama satu menit menggunakan jam tangan detik Respon : Hasil pemeriksaan frekuensi pernapasan pasien 20 x/menit 5. Mengukur skala nyeri pasien dengan cara menanyakan kepada pasien diantara nilai 1-10 nyeri yang dirasakan bera pada nilai berapa Respon : Pasien mengatakan skala nyeri yang pasien saat ini rasakan yaitu berada pada nilai 5, pasien tampak meringis 6. Menganjurkan pasien untuk menghindari kegiatan yang dapat memperberat nyeri seperti bergerak terlalu banyak Respon : Pasien mengatakan mengerti 7. Menjelaskan tujuan dan prosedur teknik relaksasi nyeri kepada pasien 34



Respon : Pasien mengatakan mengerti 8. Mengajarkan kepada pasien teknik relaksasi nyeri yaitu teknik relaksasi napas dalam dengan cara menarik napas dalam-dalam saat nyeri terasa lalu hembuskan perlahan Respon : Pasien mengikuti dengan baik 9. Melakukan pemberian analgetik kepada pasien yang sudah dikolaborasikan kepada dokter dan menjelaskan cara penggunaan serta dosis yang digunakan Respon : pasien mengatakan mengerti 10. Menjelaskan tujuan dan prosedur imobilisisai Respon : pasien mengatakan bersedia 11. Membantu pasien melakukan imobilisasi pada sendi di atas dan di bawah cedera dengan cara melakukan abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi dan rotasi Respon : psien mengatakan nyeri saat menggerakkan bagian tubuh yang cedera. Klien hanya bisa tidur di tempat tidur 12. Berdiskusi dengan pasien mengenai perubahan tubuh seperti (fungsi, penampilan fisik, stress, dan persepsi)



06 Mei 2020 08:00



1,2,3



Respon : Pasien mengatakan takut akan penolakan dari teman-temannya, tidak mau dijenguk oleh temannya dan lebih senang sendiri 1. Mengukur tekanan darah pasien



RINDI



Respon : Hasil pemeriksaan tekanan darah pasien 110/80 mmhg 2. Mengukur suhu tunuh pasien Respon : Hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien 37°C 3. Mengukur frekuensi nadi pasien Respon : Hasil pemeriksaan nadi pasien 88 x/menit 4. Mengukur frekuensi pernapasan pasien Respon : Hasil pemeriksaan frekuensi



35



pernapasan pasien 20 x/menit 5. Mengukur skala nyeri pasien Respon : Pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan saat ini adalah 4, meringis berkurang 6. Membantu pasien melakukan imobilisasi Respon : pasien mengatkan nyeri saat bergerak pada bagian yang cedera berkurang, klien sudah bisa duduk bergelantuk di tempat tidur 7. Berdiskusi dengan pasien dan keluarga mengenai perubahan tubuh Respon : pasien mengatakan tidak menyendiri lagi, senang mengobrol dengan orang lain, mengizinkan orang lain menjenguk, tetapi masih takut akan penolakan dari temantemannya 07 Mei 2020 08:00



1. Mengukur tekanan darah pasien



RINDI



Respon : Hasil pemeriksaan tekanan darah pasien 110/80 mmhg 2. Mengukur suhu tunuh pasien Respon : Hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien 37°C 3. Mengukur frekuensi nadi pasien Respon : Hasil pemeriksaan nadi pasien 90 x/menit 4. Mengukur frekuensi pernapasan pasien Respon : Hasil pemeriksaan frekuensi pernapasan pasien 20 x/menit 5. Mengukur skala nyeri pasien Respon : Pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan saat ini adalah 3 dan lebih nyaman. Klien tampak tidak meringis 6. Membantu pasien melakukan imobilisasi Respon : pasien mengatkan nyeri saat bergerak pada bagian yang cedera sudah lebih baik. Pasien sudah bisa ke kamar mandi secara mandiri dengan menggunakan tongkat/kruk 7. Berdiskusi dengan pasien dan keluarga mengenai perubahan tubuh Respon : Pasien tampak ceria, tidak suka menyendiri, menerima pandangan orang lain, dan pasien mengatakan tidak takut akan



36



penolakan dari teman-temannya



E. Evaluasi Tgl/Ja m 08 Mei 2020 08:00



Dx 1



Evaluasi



Paraf



S: Pasien mengatakan mampu negontrol rasa nyeri Merasa lebih nyaman saat nyeri berkurang Skala nyeri 3 O: Pasien tampak tidak meringis



RINDI



A: Tindakan berhasil



2



P: Intervensi dihentikan S: Klien mengatakan nyeri saat bergerak berkurang O: Klien sudah bisa pergi ke kamar mandi sendiri dengan tongkat



RINDI



A: Tindakan berhasil



3



P: Intervensi dihentikan S: Pasien mengatakan sudah tidak penolakan dari teman-temannya O: Pasien tampak lebih ceria Tidak mengurung diri Menerima orang lain untuk menjenguk Senang berbicara dengan orang lain



takut



akan



RINDI



A: Tindakan berhasil P: Intervensi dihentikan



37



BAB IV PEMBAHASAN



Pada bagian ini penulis akan membahas tentang gambaran proses asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem integument : luka bakar dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai bukti ilmiah dan kondudu yang dialami pasien 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah peratama dalam membuat asuhan keperawatan untuk mengumpulkan data tentang pasien dengan metode wawancara, observasi, dan melihat rekam medis pasien. Fokus pada studi ini adalah nyeri Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 05 Mei 2020 pukul 08:00 dengan melakukan wawancara pada pasien dan keluarga, observasi, dan pemeriksaan fisik pasien. Hasil dari pengkajian secara wawancara dan observasi diperoleh data subyektif pasien mengeluh nyeri pada kaki kaki bawah sebelah kanan, nyeri terasa seperti tertekan benda berat, skala nyeri 5, nyeri terjadi secara mendadak. Sedangkan data obyektif yang diperoleh yaitu terdapat fraktur pada tibia dextra, terdapat hematome pada luka frakture dan pasien tampak meringis. Jika ditinjau dari salah satu gambarang klinis pasien dengan fraktur yaitu nyeri pada daerah fraktur, bisa disertai dengan pembengkakan dan pemendekan tulang 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah langkah yang menganalisa data subjektif dan objektif yang telah di dapatkan pada tahap pengkajian guna untuk nenegakkan masalah keperawatan yang muncul dan terjadi pada pasien. Dalam kasus asuhan keperawatan ini, diagnosa yang pertama didapat saat pengkajian yaitu Nyeri akut yang didukung oleh data-data subyektif dan obyektif yaitu pasien mengeluh nyeri dan pasien tampak meringis. Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Nyeri Akut ditandai dengan tanda dan gejala mayor mainor yaitu data subyektif pasien mengeluh nyeri, data obyektif pasien tampak meringis, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola napas berubah dan nafsu makan berubah 3. Intervensi



38



Intervensi keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses asuhan keperawatn dengan membuat suatu rencana tindakan untuk menangani serta mencegah terjadinya komplikasi. Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) intervensi dapat diberikan pada diagnosa nyeri akut adalah management nyeri Dalam asuhan keperawatan yang kami berikan, intervensi yang diberikan pada pasien memiliki kesamaan dengan standar diagnosa keperawatan indonesia yaitu management nyeri 4. Implementasi Implementasi keperwatan adalah langkah ke empat dalam proses asuhan keperawatan dimna tindakan yang di perlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang telah di tentukan. Menurut Bararah (2013), implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan ataupun kolaborasi. Implementasi yang kami berikan pada pasien yaitu teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri dengan cara menarik napas dalam melalui hidung kemudiang dikeluarkan secara perlahan melaului mulut 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan proses akhir dari pemberian asuhan keperawatan yang memuat kriteria hasil dan keberhasilan tindakan dengan melihat tingkat kemajuan kesehatan pasien Evaluasi yang didapat setelah 3x24 jam asuhan keperawatan didapatkan hasil nyeri pada pasien berkurang menjadi 3 dan klien sudah tidak tampak meringis Berdasarkan hasil diatas, didapatkan kesimpulan yaitu asuhan keperawatan menurut teori dan kasus adalah sesuai atau tidak ada kesenjangan dalam pengkajian sampai dengan evaluasi.



39



BAB V PENUTUP



A. Kesimpulan Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak dan pendarahan ke otot serta sendi. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang. B. Saran Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar bermanfaat untulk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya tujuan dari makalah ini dapat memasyarakat dan terimplementasi dengan baik.



40



DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC Brunner dan Suddarth. 2005. Keperawatan medical bedah. EGC Carpetino. 2013. Diagnosa Keperawatan – Aplikasi Pada Praktik Klinis Ed 6 Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, Edisi 2 . Jakarta : EGC Carpenito, L.J. 2000. Hand Book of Nursing Diagnosis Edisi 8 Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E. et.al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Handei, Engram. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Mansjoer, Arief. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 FKUI. Jakarta : EGC Mutaqin, A 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal Rasjad, Chairudin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang Imumpasue Santosa , Budi . Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medik. Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisologi Untuk Mahasiswa Keperawatan . Jakarta : EGC Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah (Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed



iii