LP + Askep REUMATIC ARTRITIS (SITI NUR KHASANAH) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • shana
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN REUMATOID ARTRITIS DI DESA BLANDONGAN KOTA PASURUAN



Disusun Oleh : SITI NUR KHASANAH (202073027)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKes BINA SEHAT PPNI KAB.MOJOKERTO TA.2020-2021



LEMBAR PENGESAHAN Laporan asuhan keperawatan ini diajukan oleh : Nama



: Siti Nur khasanah



NIM



:202073027



Program Studi



: Profesi Ners



Judul Asuhan Keperawatan



:



Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan medikal bedah.



Mojokerto, Pembimbing akademik



(…………………….)



LAPORAN PENDAHULUAN 1.1



Konsep Dasar Reumatoid



1.1.1 Definisi Reumatoid Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2016). Engram (2009) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006) Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.(www.medicastore.com). Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011). 1.1.2



Etiologi Artritis Reumatoid Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa hipotesa



menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGc dan faktor Reumatoid 2. Gangguan Metabolisme 3. Genetik 4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial) Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008). Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah; 1. Jenis Kelamin. Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1. 2. Umur. Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)



3. Riwayat Keluarga. Jika terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka resiko terjadinya penyakit ini lebih tinggi. 4. Merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid. 1.1.3



Tanda Dan Gejala Artritis Reumatoid Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :



1.



Nyeri persendian



2.



Bengkak (Reumatoid nodule)



3.



Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari



4.



Terbatasnya pergerakan



5.



Sendi-sendi terasa panas



6.



Demam (pireksia)



7.



Anemia



8.



Berat badan menurun



9.



Kekuatan berkurang



10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi 11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal 12. Pasien tampak anemik Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti : a)



Gerakan menjadi terbatas



b) Adanya nyeri tekan c)



Deformitas bertambah pembengkakan



d) Kelemahan e)



Depresi



Gejala Extraartikular :       Pada jantung : Reumatoid heard diseasure,  Valvula lesion (gangguan katub), Pericarditis, Myocarditis       Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis       Pada lympa : Lhymphadenopathy       Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis       Pada otot : Mycsitis Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.



1.  Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. 2.  Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang. 3.  Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam. 4.  Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram. 5.  Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi. 6.  Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. 7.  Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : 1) Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan. 2) Stadium destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. 3) Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi.



Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang. 1.1.4



Klasifikasi Artritis Reumatoid Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:



1. Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. 2. Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. 3. Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. 4. Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : 1. Stadium sinovitis, pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan. 2. Stadium destruksi, pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. 3. Stadium deformitas, pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.



1.1.5



PATOFISIOLOGI ARTRITIS REUMATOID Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi



dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzimenzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002). Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi



menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.  Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat. Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).



1.1.6



Pathway Artritis Reumatoid Patway Artritis Rheumatoid



Defisit perawatan diri



1.1.7



Pemeriksaan Penunjang Artritis Reumatoid



1) Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita 2) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. 3) Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium 4) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi 5) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ). 6) Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas. 7) Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).



1.1.8



Penatalaksanaan Artritis Reumatoid



1. Perawat a. Istirahat cukup b. Latihan fisik c. Nutrisi : menjaga pola makan seperti : diet rendah purin d. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi nyeri e. Konsumsi makanan yang tinggi protein dan vitamin f. Lingkungan aman untuk melindungi dari cidera g. Kompres air es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri 2. MEDIS a.  Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml b. Natrium meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapikolin dan asetamenofen obat c.  Obat mengatasianti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan. d.  Garam emas e.  Kortikosteroid Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002). Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.



1.1.9



Komplikasi Artritis Reumatoid



1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule. 2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot. 3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli. 4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku. 5. Terjadi splenomegali. 6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid. Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.



2.1



Konsep Asuhan Keperawatan



2.1.1 Pengkajian 1. Identitas Klien Meliputi : Nama, Alamat, Jenis kelamin (nyeri sendi lebih banyak menyerang wanita daripada pria), Umur (RA dapat terjadi pada usia berapa pun, namun lebih sering terjadi pada usia 40 sampai 60 tahun), Agama, riwayat pendidikan, pekerjaan, dan penanggung jawab (Wahid, 2013). 2. Keluhan Utama Pada RA klien mengeluh nyeri pada persendian yang terkena yaitu, sendi pergelangan tangan, lutut, kaki (sendi diartrosis), sendi siku, bahu, sterno klavikula, panggul dan pergelangan kaki. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan, dan nyeri sendi (Putra dkk, 2013). 3. Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan 4. Riwayat Penyakit Dahulu Seperti riwayat penyakit muskuloskeletal sebelumnya, riwayat penggunaan



obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok. 2.1.2



Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.



1)



B1 (Breathing). Klien reumatoid artritis tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada saat inspeksi. Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.



2)



B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.



3)



B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Kepala dan wajah : ada sianosis Mata



: sklera biasanya tidak ikterik



Leher



: biasanya JVP dalam batas normal



Telinga



: tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. tidak ada lesi atau nyeri tekan.



Hidung



: tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping Cuping hidung



Mulut dan faring



: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi



perdarahan dan mukosa mulut tidak pucat. Status mental: penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami perubahan. Pemeriksaan saraf kranial: Saraf I (Olfaktorius). Biasanya pada klien reumatoid artritis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II (Optikus). Tes ketajaman penglihatan normal Saraf III (Okulomotorius), IV (Troklearis), VI (Trigeminus). Biaanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor. Saraf V (Abdusens). Klien reumatoid artritis umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII (Fasialis). Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris. Saraf VIII (Akustikus). Tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli persepsi.



Saraf IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus). Kemampuan menelan baik. Saraf XI (Aksesoris). Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius Saraf XII (Hipoglosus). Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. 4)



B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.



5)



B5 (Bowel). Umumnya klien reumatoid artritis tidak mengalami gangguan eliminasi. Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses. Frekuensi berkemih, kepekatan urine, warna, bau, dan jumlah urine juga harus dikaji. Gangguan gastrointestinal yang sering adalah mual, nyeri lambung, yang menyebabkan klien tidak nafsu makan,terutama klien yang menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang defekasi.



6)



B6 (Bone) Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal), deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki. Adanya degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi. Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi nyeri bila menggerakkan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari(Muttaqin, 2008).



2.1.4



Analisa Data Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon pasien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap pasien.Menurut Wilkinson (2011), analisa data dari diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik mempunyai data objektif adalah penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balik posisi tubuh, asyik dengan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan, dispnea saat beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan menyentak, keterbatasan kemampuan



untuk melakukan



ketrampilan



motorik



halus, keterbatasan



kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor yang diinduksi oleh pergerakan, ketidakstabilan postur tubuh, melambatnya pergerakan, dan gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.



a.



Data Subyektif Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, kekuatan, kecemasan, frustasi, mual, perasaan malu.



b.



Data Obyektif Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya : frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.



2.1.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan,



  2.1.6



Perencanaan Artritis Reumatoid DIAGNOSA



TUJUAN



INTERVENSI



RASIONAL



KEPERAWATAN Gangguan mobilitas Setelah fisik dengan skeletal,



dilakukan o ). Observasi



berhubungan asuhan



keperawatan



deformitas 2x24jam nyeri, pasien



diharapkan dapat



tetap



- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya - Identifikasi



toleransi



fisik



penurunan, kekuatan mempertahankan



melakukan pergerakan



otot.



pergerakannya,



- Monitor frekuensi jantung dan



dengan kriteria hasil:



tekanan darah sebelum memulai







Menggunakan



mobilisasi



posisi



- Monitor kondisi umum selama



duduk



yang benar 



dapat



memberikan



intervensi



secara tepat o Menentukan batas gerakan yang akan dilakukan o Agar



dapat



memberikan



intervensi



secara tepat o Membantu latihan pergerakan pasien o Agar pasien beserta keluarga dapat



Mempertahank an







melakukan mobilisasi



o Agar



memahami



kekuatan o Terapeutik



dan



mengetahui



alasan



pemberian latihan



otot



- Fasilitasi mobilisasi dengan alat



Mempertahank



bantu



an fleksibilitas



- Libatkan



keluarga



untuk



sendi



membantu



pasien



dalam



o Cedera yg timbul dapat memperburuk



meningkatkan pergerakan



kondisi klien



o Edukasi - Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Ajarkan



mobilisasi



yang harus dilakukan



sederhana



2.1.7 Implementasi Keperawatan Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Implementasi



keperawatan



membutuhkan



fleksibilitas



dan



kreativitas



perawat.Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.Perawat harus yakin bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan tepat, aman serta sesuai dengan kondisi klien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif dan selalu didokumentasikan menurut urutan watu (Doenges, dkk., 2006). 2.1.8 Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah diatasi seluruhnya, hanya sebagian atau belum teratasi semuanya. Evalusi adalah proses yang berkelanjutan yaitu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Doenges, dkk., 2006).  Klien mampu Menggunakan posisi duduk yang benar  Klien mampu Mempertahankan kekuatan otot  Klien mampu Mempertahankan fleksibilitas sendi



ASUHAN KEPERAWATAN I.



II.



III.



Pengkajian a) Identitas pasien Nama : Ny.M Usia : 70 Pekerjaan : Pedagang Agama :Islam Status perkawinan : Sudah menikah Tanggal Pengkajian : 22 November 2020 POLA KESEHATAN FUNGSIONAL 1. POLA PERSEPSI KESEHATAN a) Keluhan utama Pasien mengatakan kedua kakinya tidak bisa digerakkan b) Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan sudah sejak 3 tahun yang lalu kedua kakinya mengalami kelumpuhan karena pernah jatuh dari tangga, pasien mengatakan kakinya seperti mati rasa terkadang kakinya tiba-tiba bengkak dan terasa panas ,pada kedua kakinya nampak bengkak dan nampak kemerahan. c) Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan memang sejak dahulu sudah menderita reumatik sejak 3 tahun yang lalu , dan pernah ada riwayat jatuh 2 tahun yang lalu. d) Riwayat penyakit keluarga Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan ataupun menular e) Riwayat alergi Pasien tidak mempunyai riwayat alergi Pengkajian Sistem Keadaan umum GCS B1 (Breathing) Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada retraksi intercostea, RR 21x/menit Perkusi : Sonor Palpasi : ekspansi paru kanan dan kiri sama, focal fremitus getaran kanan dan kiri sama Auskultasi : tidak terdapat suara nafas tambahan B2 (Blood) Inspeksi : tidak nampak ictus cordis Palpasi : akral teraba hangat Auskultasi : suara jantung s1/s2 normal irama regular, TD : 140/70mmHg , Nadi : 89x/menit



B3 (Brain) GCS : 456 Kesadaran : composmentis Tidak ada kaku kuduk Kelumpuhan pada ekstremitas bawah Mata simetris, tidak ada odem, dan benjolan, terdapat lingkaran hitam disekitar mata, konjungtiva merah muda, sclera normal, reflek pupil pada cahaya baik, penglihatan pasien kabur, pasien menggunakan kacamata. Pendengaran normal, bentuk telinga simetris, tidak ada serumen Pasien mengatakan sulit tidur saat malam hari dan sering terbangun , tidur hanya 4-5 jam/hari. Pasien mengatakan kadang-kadang tidur siang hanya 2 jam/hari B4 (Bladder) Tidak ada keluhan paa perkemihan Pasien BAK menggunakan alat bantu pispot Produksi urin : 300ml/6jam, warna kuning jernih Pasien mengatakan BAK 3-4kali/ hari,pasien BAK di pispot dengan dibantu istrinya Pasien mengatakan bab 1 kali/hari , pasien BAB dibantu oleh istrinya. B5 (Bowel) Inspeksi : tidak ada lesi, bentuk simetris Auskultasi : bising usus 15x/menit Perkusi : tympani Palpasi : tidak ada distensi abdomen, tidak teraba pembesaran hepar Pasien mengatakan makan hanya 2 kali sehari selalu habis dalam 1 porsi, minum ±1liter air/hari , pasien mengatakan tidak makan makanan bersantan . B6 (Bone) Warna kulit : sawo matang Terdapat bekas luka pada bagian ekstremitas atas dan bawah Terdapat luka pada ekstremitas bawah, kaki kanan dan kiri megalami kelemahan otot, odem pada kedua kaki Tonus otot ekstremitas atas kanan 4, kiri 4 Tonus otot ekstremitas bawah kanan 1, kiri 1 Jenis Makan/ minum Berpakaian Mandi Toileting Moblisasi ditempat tidur Berjalan



0



1



2



3 v v v v v



4



v



IV.



Analisa Data Data Ds: pasien mengatakan kedua kakinya tidak dapat



Etiologi Gangguan



Masalah Gangguan mobilitas fisik



muskoloskeletal



digerakkan Do: pasien menggunakan



Tidak mampu beraktifitas



alat bantu Tongkat, terdapat luka pada kedua



Tirah baring yang lama



kaki, nampak odem pada kedua kaki, aktivitas



Kehilangan daya otot



pasien dibantu oleh istri dan anaknya.



Penurunan daya otot



Perubahan system muskoloskeletal



Gangguan mobilitas fisik



V.



Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal



VI.



Intervensi



DIAGNOSA



TUJUAN



INTERVENSI



RASIONAL



KEPERAWATAN Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan o ). Observasi fisik dengan skeletal,



berhubungan keperawatan



deformitas diharapkan pasien dapat nyeri, tetap



mempertahankan



penurunan, kekuatan pergerakannya, otot.



2x24jam



dengan



kriteria hasil: 



- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi kondisi



umum



selama



melakukan



mobilisasi



Mempertahankan



o Agar



dapat



memberikan



intervensi secara tepat o Menentukan



batas



gerakan



yang akan dilakukan o Agar



dapat



memberikan



intervensi secara tepat



duduk



yang benar 



- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan



- Monitor



Menggunakan posisi



- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya



o Membantu latihan pergerakan



o Terapeutik



pasien



- Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu



kekuatan otot 



- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam o Agar pasien beserta keluarga Mempertahankan meningkatkan pergerakan dapat memahami dan fleksibilitas sendi o Edukasi mengetahui alasan pemberian - Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Ajarkan dilakukan



mobilisasi



sederhana



latihan yang



harus o Cedera



yg



timbul



dapat



memperburuk kondisi klien



Waktu



Diagnosa



Implementasi



Keperawatan 22/12/2020



Gangguan



 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya



13.30



Mobilitas Fisik



 Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan  Pasien mengatakan kaki kanannya tidak



berhubungan



 Memonitor



13.45



13.55 14.10



dengan



kondisi



umum



selama



 Pasien mengatakan kaki nyeri saat dilipat



melakukan



bisa digerakkan dan seperti mati rasa  Pasien mengatakan badan terasa sakit



mobilisasi



gangguan



 Mengobservasi tanda-tanda vital



semua karna hanya berbaring/duduk ditempat



muskoloskeletal



 Mengobservasi kekuatan otot



tidur



 Membantu pasien latihan berjalan dengan alat bantu  TD : 140/70mmHg, Nadi: 89x/menit, RR: 21x/menit tongkat  Mengajarkan



mobilisasi



sederhana



yang



harus  Kekuatan otot



dilakukan ( miring kanan miring kiri) 14.20 Anjurkan mela



4



4



1



1



 Pasien tampak kesulitan



23/12/2020



Mengobservasi keadaan umum pasien



 Pasien kooperatif  Keadaan umum : Baik



10.05



 Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan



 Pasien mengatakan kedua kaki tidak bisa



10.10



 Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi



10.20



digerakkan dan seperti mati rasa



Mengobservasi tanda-tanda vital



 Pasien mengatakan badan terasa sakit



Mengobservasi kekuatan otot



semua karna hanya berbaring/duduk ditempat



 Mengajarkan



mobilisasi



sederhana



yang



harus tidur



dilakukan ( miring kanan miring kiri) 10.30



 Membantu pasien latihan berjalan dengan alat bantu 21x/menit tongkat



10.40



 TD: 130/80mmHg, Nadi 86x/menit, RR :



 Membantu klien berpindah dari tempat tidur ke kursi



 Kekuatan otot 4



4



1



1



 Pasien kooperatif  Pasien kooperatif  Pasien kooperatif dan pasien mengatakan merasa lebih nyaman



Evaluasi Waktu



Diagnosa



Evaluasi



Keperawatan 22/12/202



Gangguan



0



Fisik dengan



Mobilitas S : pasien mengatakan kedua kakinya tidak bisa berhubungan



digerakkan seperti mati rasa



gangguan O : Pasien menggunakan alat bantu tongkat, ,



muskoloskeletal



nampak odem pada kedua kaki, aktivitas pasien dibantu oleh suami dan anaknya. TD : 140/70mmHg Nadi : 89x/menit, RR : 21x/menit Kekuatan otot : 4



4



1



1



A : masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi P : lanjutkan intervensi S : Pasien mengatakan kedua kaki tidak bisa 23/12/202 0



digerakkan O : Pasien nampak latihan berjalan dengan dibantu anaknya, pasien mampu makan sendiri, odem sudah berkurang, aktivitas dibantu keluarganya. TD : 130/80mmHg, NAdi : 86x/menit, RR: 21x/menit A : masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi P : lanjutkan intervensi secara Mandiri Berikan edukasi pada keluarga cara miring kanan miring kiri dan melakukan latihan jalan dengan tongkat, dan membantu aktivitas pasien



DAFTAR PUSTAKA



Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1 Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2002. Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7. Jakarta : EGC Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.



Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2. Jakarta: EGC