LP Batu Ureter [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN BATU URETER ( URETEROLITHIASIS )



A. PENGERTIAN Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih. (Luckman dan Sorensen). Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan bahwa batu saluran kemih adalah adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi ginjal,ureter,kandung kemih dan uretra. Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%). (Prabowo. E dan Pranata, 2014: hal 111) Definisi BSK Batu saluran kemih adalah batu yang terbetuk dari berbagai macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta saluran kemih pada manusia seperti ureter (Pharos, 2012: hal 4) B. ETIOLOGI Menurut (Purnomo, 2011: hal 2) Terbentuknya batu saluran kemih diduga karena ada hubungannya gangguan cairan urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap (idopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang yaitu : 1. Faktor intrinsik: herediter (di duga diturunkan orang tuanya) umur, (paling sering di dapatkan pada usia 30-50 tahun) jenis kelamin, (laki-laki tiga lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan).



2. Faktor ekstrinsik: geografi, iklim dan



temperature, asupan air, diet



pekerjaan. Mineralisasi pada semua system biologi merupakan temuan umum. Tidak terkecuali batu saluran kemih, yang merupakan kumpulan kristal yang terdiri dari



bermacam-macam



Kristal



dan



matrik



organik.



Teori



yang



menjelaskanmengenai penyakit batu saluran kemih kurang lengkap. Proses pembentukan membutuhkan supersaturasi urine. Supersaturasi tergantung pada PH urine, kekuatan ion, konsntrasizat terlarut, dan kompleksasi. (Stoller 2010 : hal 4). Teori Kristal inhibitor menyatakan bahwa batu terbentuk karena konsentrasi inhibitor



alami yang rendah seperti magnesium, sitrat, firofosfat, dan



sejumlah kecil logam. Teori ini tidak absolit karena tidak semua orang yang inhibitor pembentuk kristalnya rendah terkena batu saluran kemih. (Stoller 2010 : hal 5). 1. Komponen Kristal batu terutama terdiri dari komponen Kristal dengan ukuran dan transparansi yang mudah di identifikasi dibawah polarisasi mikroskop. Difraksi X-ray terutama untuk menilai geometris dan arsitektur batu. Banyak tahap yang terkait dalam pembentukan batu. Meliputi nukleasi, perkembangan dan agregasi, nukleasi memulai proses dan di induksi oleh beberapa subtansi sepertimatrik protein, Kristal, zatasing dan partikel-partikel lainnya. (Stoller 2010 : hal 5) 2. Komponen matrik Sejumlah komponen matrik non Kristal dari batu saluran kemih memiliki tipe yang berfariasi. Umumnya antara 2% hingga 10% beratnya terdiri dari protein, dengan sejumlah kecil heksosa dan heksamin. (Stoller, 2010: hal 5).



C. PATOFISIOLOGI Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu. Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.



Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian. D. PATHWAY



E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. 1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta ureter proksimal. a. Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal. b. Nyeri hebat dan ketidaknyamanan. 2. Batu di ginjal a. Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral. b. Hematuri. c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. d. Mual dan muntah. e. Diare. 3.



Batu di ureter a. Nyeri menyebar kepaha dan genitalia. b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar. c. Hematuri akibat abrasi batu. d. Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1 cm.



4.



Batu di kandung kemih a. Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri. b. Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urin.



F. KOMPLIKASI Menurut



(S. Wahap, 2013: hal 168) batu saluran kemih selain memicu



terjadinya renal colic, ada beberapa komplikasi ada beberapa komplikasi yang di waspadai : 1. Pembendungan dan pembengkakan ginjal 2. Kerusakan dan gagal fungsi ginjal, 3. Infeksi saluran kemih 4. Timbulnya batu berulang G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Urinalisa ; warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis. 2. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.



3. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine. 4. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter. 5. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri, abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter). 6. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek obstruksi. 7. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu. H. PENATALAKSANAAN 1. Tujuan: a. Menghilangkan obstruksi b. Mengobati infeksi. c. Mencegah terjadinya gagal ginjal. d. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali). 2. Operasi dilakukan jika: a. Sudah terjadi stasis/bendungan. b. Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan positif harus dilakukan operasi. 3. Therapi a. Analgesik untuk mengatasi nyeri.



b. Allopurinol untuk batu asam urat. c. Antibiotik untuk mengatasi infeksi. 4. Diet Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan. a. Batu kalsium oksalat Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacangkacangngan, kopi, coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah. b. Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan daging. c. Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang. d. Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara teratur. I. ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN



1. WAWANCARA a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan 1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik. 2) Riwayat infeksi saluran kemih. 3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia. 4) Keturunan. 5) Alkoholik, merokok.



6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps, penggunaan kontrasepsi). b. Pola nutrisi metabolik 1) Mual, muntah. 2) Demam. 3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat. 4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum. 5) Distensi abdominal, penurunan bising usus. 6) Alkoholik c. Pola eliminasi 1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output. 2) Hematuri. 3) Rasa terbakar, dorongan berkemih. 4) Riwayat obstruksi. 5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih. d. Pola aktivitas dan latihan 1) Pekerjaan (banyak duduk). 2) Keterbatasan aktivitas. 3) Gaya hidup (olah raga). e. Pola tidur dan istirahat 1) Demam, menggigil. 2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri. f. Pola persepsi kognitif Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi 2. PEMERIKSAAN FISIK a. Inspeksi Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas. Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis.



b. Palpasi Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai dua tangan atau dikenal juga dengan nama tes Ballotement. Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba disebut Ballotement positif. c. Perkusi Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra B. ANALISA DATA Analisa data disebut juga pengolahan data dan penafsiran data. Analisa data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai social, akademis



dan



ilmiah.



Kegiatan



dalam



analisis



data



adalah



:



mengelompokkan data berdasarkan variabel dan enis responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis, langkah terakhir tidak dilakukan.



C. DIAGNOSA KEPERAWATAN TGL



No. DX D.0077



SDKI



SKLI



Nyeri akut b/d infeksi



Setelah dilakukan tindakan “tingkat nyeri ” menurun dengan kriteria hasil : No 1 2 3 4 5 6 7



Inndikator Keluhan nyeri menurun Meringis menurun Sikap protektif menurun Gelisah menurun Kesulitan tidur menurun Frekuensi nadi membaik Fungsi berkemih membaik



SIKI



skala 5 5 5 5 5 5 5



Manajemen eliminasi urine Observasi



 Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan itensitas nyeri  Identifikasi skala nyeri  Identifikasi respon nyeri non verbal  Identifikasi factor yang memperberat dan meringankan nyeri  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri  Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup  Monitor keberhasilan nyeri pada kualitas hidup  Monitor efek samping penggunaan analgesik Terapiutik  Berikan teknik nonfarmokologis untuk mengurangi nyeri  Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur  Pertimbangkan jeni dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri  Jelaskan stategi meredakan nyeri



 Anjurka memonitor nyeri secara mandiri  Anjurkan menggunakan annalgetik secara tepat  Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri Kolaborasi  Kolaborasikan emberian analgetik, jika perlu



D.0040



Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan “eliminasi urine Manajemen eliminasi urine urine b/d infeksi ginjal ” membaik dengan kriteria hasil : Observasi dan saluran kemih No Inndikator skala  Identifikasi tanda dan gejala retensi urine atau 1 Sensasi berkemih ↑ 5 2 Distensi kandung kemih 5 inkontinensia urine menurun  Identifikasi fakto yang menyebabkan retensi urine 3 Dysuria menurun 5 atau inkontinensia urine 4 Frekuensi BAK membaik 5  Monitor iliminasi urine(mis. Frekuensi, konsistensi, 5 Karakteristik urino membaik 5



aroma,volume, dan warna)



Terapiutik  Catat waktu-waktu dan haluan berkemih  Batasi asupan cairan, jika perlu  Ambil sampel urine tengan (midstream) atau kultur Edukasi  Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih  Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluan urine  Ajarkan mengambil specimen urine midstream



 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat berkemih  Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemih  Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi  Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur Kolaborasi  Kolaborasikan pemberian obat supositora uretra, jika perlu D.0036



Resiko ketidakseimbangan cairan dengan factor resiko



Setelah dilakukan tindakan “kesimbangan cairan ” meningkat dengan kriteria hasil : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Inndikator Asupan cairan ↑ Haluaran urine ↑ Kelembaban membrane mukosa ↑ Dehidrasi menurun Tekanan darah membaik Denyut nadi radial membaik Tekanan arteri rata-rata membaik Membrane mukosa membaik Mata cekung membaik Turgor kulit membaik



skala 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5



Manajemen cairan Observasi



 Monitor status hidras (mis. Frekuensi, nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turhgor kulit, tekanan darah)  Monitor berat badan harian  Monitor berat bdan sebelum dansesudah dialysis  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium  Monitor status hemodinamik Terapiutik  Catat intake dan output dan hitung balance cairan 24 jam  Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan  Berikan cairan intravena, jika perlu Kolaborasi



Kolaborasikan pemberian diuretik, jika perlu



D. EVALUASI Tahapan



evaluasi



menentukan



kemajuan



pasien



terhadap



pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap keefktifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan, tahap akhir proses keperawatan. Jika tujuan tidsk tercapai maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi (Tarwono, 2010).



DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical



nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.



Purnomo, B.B., (2011). Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta. Pilasri C., 2007. Epidemiology Study of Urolithiasis in South of Northteast Thailand. DepKes RI, (2002). Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3. Morbiditas dan Mortalitas Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Depkes RI., (2005). Distribusi Penyakit-Penyakit Sistem Kemih Kelamin Pasien Rawat Inap Menurut Golongan Sebab Sakit Indonesia. Hardjoeno., dkk, (20060. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboraturium Patologi Klinik. Indonesia journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, vol 12, No 3, Makasar. Lina N., (2008). Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki- Laki. Tesis Mahasiswa Pasca Sarjana Epidemiologi UNDIP. Prabowo dan Pranata, (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika. Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah. Malang :Universitas Kedokteran Brawijaya .