13 0 160 KB
LAPORAN PENDAHULUAN SERVISITIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Keperawatan Maternitas
DI SUSUN OLEH DIDIK YULIANTO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO FAKULTAS ILMU KESEHATAN 2020
TINJAUAN TEORI 1.1 Definisi Servisitis adalah infeksi pada serviks uteri. Servisitis yang akut sering dijumpai pada infeksi hubungan seksual sedangkan yang bersifat menahun dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan (Manuaba, 2010). Servisitis (peradangan serviks) pada wanita sering sekali disertai gatal atau rasa seperti terbakar sewaktu berkemih (Corwin, 2009). Servisitis/ Endoservisitis adalah inflamasi mukosa dan kelenjar serviks yangdapat terjadi ketika organisme mencapai akses ke kelenjar servikal setelah hubungan seksual, aborsi, manipulasi intrauterin, atau persalinan (Smeltzer, 2008). 1.2 Klasifikasi 1. Servisitis Akuta a. Pengertian Infeksi ini dapat disebabkan oleh gonokokus (gonorea) sebagai salah satu infeksi hubungan seksual. Pada infeksi setelah keguguran dan persalinan disebabkan oleh stafilokokus dan streptokokus. b. Gejala Gejala infeksi ini adalah pembengkakan mulut rahim, pengeluaran cairan bernanah, adanya rasa nyeri yang dapat menjalar ke sekitarnya. c. Pengobatan Pengobatan pada infeksi ini dengan memberi antibiotika dosis tepat dan menjaga kebersihan daerah kemaluan (Manuaba, 2010). 2. Servisitis Kronika (Menahun) a. Pengertian Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endoserviks dan
kelenjar-kelenjarnya,
(Sarwono, 2010).
lalu
menyebabkan
infeksi
menahun
b. Gejala Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan saat hubungan seks (Manuaba, 2010). c. Pengobatan Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal disembuhkan dengan cairan al-butil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura, dibakar dengan pisaulistrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas (Manuaba, 2010). 1.3 Etiologi Servisitis dapat disebabkan oleh infeksi khusus seperti gonokokus, chlamydia, trichomonas vaginalis, candida dan mycoplasma atau disebabkan mikroorganisme endogen vagina yang bersifat aerob dan anaerob termasuk streptokokus, enterokokus, escherichia coli serta stapilokokus (servisitis non spesifik) (Robbins & Cotran, 2009). Servisitis dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi dan lain-lain (Fauziyah, 2012). Penyebab servisitis gonore adalah kuman Neisseria gonorrhoeae. Kuman ini sering koinfeksi dengan kuman non spesifik lainnya, yang paling sering adalah Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, dan Mycoplasma hominis (Depkes RI, 2011). Servisitis dapat terjadi sebagai akibat dari : 1. Sisa kotoran yang tertinggal karena pembasuhan buang air besar yang kurang sempurna. 2. Kesehatan umum rendah 3. Kurangnya kebersihan alat kelamin, terutama saat haid. 4. Perkawinan pada usia terlalu muda dan berganti-ganti pasangan. 5. Hubungan seksual dengan penderita infeksi. 6. Perlukaan pada saat keguguran, melahirkan atau perkosaan.
7. Kegagalan pelayanan kesehatan dalam sterilisasi alat dan bahan dalam melakukan
pemeriksaan
/
tindakan
disekitar
saluran
reproduksi
(Widyastuti, dkk, 2009). Sejumlah faktor risiko yang didasarkan pada situasi demografis dan perilaku, sering kali dapat dikaitkan dengan infeksi serviks (Depkes, 2011), misalnya: 1. Umur kurang dari 21 tahun, atau 25 tahun di beberapa tempat seperti Kuala Lumpur, Malaysia (WHO, 2008), 2. Berstatus belum menikah, 3. Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual dalam 3 bulan terakhir, 4. Memiliki pasangan seksual baru dalam 3 bulan terakhir, 5. Pasangan seksualnya mengalami IMS, dan 6. Belum berpengalaman menggunakan kondom. Beberapa faktor risiko tersebut, walaupun telah diidentifikasi dan divalidasi pada kelompok masyarakat tertentu, tidak dapat dengan mudah diekstrapolasikan kepada kelompok lainnya atau dipergunakan secara lebih luas pada negara lainnya. Sebagian besar peneliti berpendapat bahwa akan lebih tepat bila menggunakan lebih dari satu faktor risiko demografis daripada hanya menggunakan satu faktor risiko saja, akan tetapi satu gejala klinis sudah cukup bermakna untuk menunjukkan indikasi terdapat servisitis (Depkes RI, 2011). 1.4 Manifestasi Klinik 1. Flour atau keputihan hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau. 2. Sering menimbulkan erusi (erythroplaki) pada portio yang tampak seperti daerah merah menyala. 3. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang purulent keluar dari kanalis servikalis. 4. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis. 5. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran
keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena peradangan. 6. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan kemih. 7. Perdarahan saat melakukan hubungan seks (Fauziyah, 2012). Menurut Smeltzer (2008): 1. Keluarnya bercak darah/ pendarahan, perdarahan pascakoitus. 2. Leukorea (keputihan). 3. Serviks kemerahan 4. Sakit pinggang bagian sakral. 5. Nyeri abdomen bawah. 6. Gatal. 7. Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam berhubungan seksual. 8. Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi. 9. Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu keadaan yang ditandai oleh hilangnya lapisan superfisial epitel skuamosa dan pertumbuhan berlebihan jaringan endoserviks. 1.5 Patofisiologi Penyebab servisitis gonore adalah kuman Neisseria gonorrhoeae. Kuman ini sering koinfeksi dengan kuman non spesifik lainnya, yang paling sering adalah Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, dan Mycoplasma hominis (Depkes RI, 2011). Peradangan terjadi pada serviks akibat kuman pathogen aerob dan anaerob, peradangan ini terjadi Karena luka bekas persalinan yang tidak di rawat serta infeksi karena hubungan seksual. Proses peradangan melibatkan epitel serviks dan stoma yang mendasarinya. Inflamasi serviks ini bisa menjadi akut atau kronik (Manuaba, 2010). Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang menjadi pintu masuk saluran genetalia, yang terjadi pada waktu persalinan atau tindakan medis yang menimbulkan perlukaan, atau terjadi karena hubungan seksual (Manuaba, 2010).
1.6 PHATWAY
Luka bekas persalinan & keguguran
Aktivitas seksual tinggi
Tidak dirawat
Pasangan tidak tetap
Infeksi luka
Infeksi hubungan seksual
Kerusakan jaringan
Kerusakan jaringan Kesehatan menurun Penurunan proteksi terhadap bakteri
Penurunan aktivitas seksual
Barier fisiologi terganggu Disfungsi Seksual Kuman aerob&anaerob masuk ke serviks Kuman aerob&anaerob masuk ke serviks Inflamasi serviks Pasien sering bertanya
Kurang informasi
SERVISITIS
Merusak epitel serviks & stoma
Sulit hamil
Pelepasan histamin Defisit Pengetahuan
Rasa gatal
Gangguan rasa nyaman
Respons garukan
Ruam/lesi
nyeri
1.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang, yang dapat dilakukan antara lain: 1. Nucleic acid amplification test (NAAT) : sensitivity ≥ 95% 2. Kultur : sensitivity 80-90% 3. Gram stain : sensitivity 50-60% (Marrazo, 2013). 4. Pemeriksaan langsung/mikroskopis : Bahan : terdiri atas usapan/swab dari duh tubuh genital Usapan duh tubuh genital diperiksa dengan sediaan apus dengan pewarnaan gram untuk melihat diplokokus pada servisitis gonore, dan biasanya ini disertai dengan lekosit polimorfonukleus (PMN) yang banyak. Batas nilai jumlah lekosit polimorfonukleus yang digunakan adalah 30 atau lebih per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali pada spesimen yang berasal dari mukosa servik yang terkait dengan infeksi klamidia atau gonokokus (Sylvia, 2009). 1.8 Penatalaksanaan Oleh karena servisitis yang disebabkan oleh gonokokus dan klamidia sulit dibedakan secara klinis maka pengobatan untuk kedua mikroorganisme ini dilakukan pada saat diagnose pasti telah dilakukan. Namun pengobatan terhadap gonore tidak selalu dilakukan jika diagnosa penyakit disebabkan Chlamydia trachomatis (Depkes RI, 2011).
1. CDC merekomendasikan rejimen berikut untuk pengobatan servisitis klamidia : a. Azitromisin 1 g oral dalam dosis tunggal b. Doksisiklin 100 mg oral 2x sehari selama 7 hari Pasien-pasien ini juga harus diobati bersamaan untuk infeksi gonokokus di daerah dengan prevalensi gonore tinggi atau jika individu berisiko tinggi. 2. Pengobatan untuk servisitis gonokokus (Depkes, 2011) : a. Sefiksim 400 mg dosis tunggal b. Levofloksasin 500 mg dosis tunggal c. Kanamisin 2 g injeksi dosis tunggal d. Tiamfenikol 3,5 g peroral dosis tunggal e. Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal. 3. Servisitis persisten Setelah terbukti tidak ada kemungkinan relaps dan reinfeksi, penatalaksanaan dari Mucopurulen endocervicitis adalah tidak jelas, tambahan antibiotik hanya memberikan manfaat yang kecil sehingga kemungkinan
penyebab
dari
inflamasi
Kemungkinan
adalah
penyebab
non
lainnya
infeksi
dan
dipertimbangkan. vaginitis
oleh
Trichomonas (Cunningham, et al., 2010). 1.9 Pencegahan Pencegahan servisitis dapat dilakukan dengan cara melakukan upaya pencegahan : 1. Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia 2. Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual. 3. Bila terinfeksi, mencari pengobatan bersama pasangan seksual 4. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala (Widyastuti, dkk, 2009). Menurut Reeder (2011) : 1. Jagalah kebersihan pribadi (personal hygine) 2. Setelah BAK keringkan genetalia eksternal dan perineum secara menyeluruh.
3. Bersihkan dari arah depan ke belakang setelah berkemih dan defekasi. 4. Ganti pembalut setiap 1-4 jam setiap hari. 5. Kenali pasangan seksual (riwayat menderita PMS/ infeksi genetalia). 1.10
Komplikasi Jika tidak segera ditangani penyakit ini dapat menjadi lebih parah
sehingga sulit dibedakan dengan Carsinoma servicitis uteri dalam tingkat permulaan. Oleh sebab itu sebelum dilakukan pengobatan, perlu pemeriksaan apusan menurut Papanicolaou (pap smear) dan jika perlu diikuti oleh biopsy, untuk kepastian tidak ada karsinoma (Sarwono, 2010). Servisitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan kanalis endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Secara klinis, servisitis kronis sering kali merupakan temuan kebetulan. Namun, servisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada
canalis
endoserviks
dapat
menyebabkan
menimbulkan infertilitas (Sarwono, 2010).
stenosis
yang
dapat
ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian 1. Data Subjektif Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi data kejadian, informasi tersebut dapat ditentukan dengan informasi atau komunikasi (Asrinah, 2010). a. Biodata pasien 1) Nama : untuk mengenal dan mengetahui pasien 2) Umur : untuk mengetahui faktor resiko 3) Agama : untuk mengetahui kemungkinan 4) pengaruhnya terhadap kebiasaan kesehatan pasien 5) Suku Bangsa : untuk mengetahui faktor bawaan atau ras 6) Pendidikan : untuk mengetahui tingkat intelektual 7) Pekerjaan : mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap masalah klien. 8) Alamat
:
untuk
mengetahui
tempat
tinggal
pasien
dan
lingkungannya. b. Keluhan utama Perempuan dengan servisitis pergi berobat dengan keluhan gatal yang disebabkan oleh infeksi C. albicans (Price, 2005). Keputihan banyak, kental dan berbau, perdarahan, serviks kemerahan, nyeri kencing, sakit pinggang. c. Riwayat penyakit sekarang Klien datang dengan keluhan Flour atau keputihan hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau, dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan kemih, kerdarahan saat melakukan hubungan seks (Fauziyah, 2012). d. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi. Serta tanyakan gaya hidup seperti merokok, alkohol, gizi buruk, stres, keletihan serta
penggunaan obat-obatan, kateterisasi yang sering dan adanya cedera lahir pada vagina dapat menyebabkan servisitis. 2. Data Objektif Data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan
fisik
pasien,
pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan
diagnosis lain (Asrinah dkk, 2010). a. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Keadaan umum awal yang dapat diamati meliputi adanya kecemasan yang dialami pasien. (Salmah,dkk, 2006) 2) Kesadaran Untuk mengetahui gambaran kesadaran pasien. Dilakukan dengan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan Composmentis (keadaan maximal) sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar) (Sulistyawati, 2012) 3) Tanda-tanda Vital -
Tekanan darah untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang, buruk (pada kasus servisitis umumnya keadaan umum ibu baik)
-
Suhu Untuk mengetahui suhu badan, apakah ada peningkatan atau tidak, suhu normal 36,5–37,5°C. (Sulistyawati, 2012)
-
Nadi Untuk mengetahui nadi pasien yang di hitung dalam menit. Batas normal 60-100 kali permenit. (Hani,dkk, 2011)
-
Respirasi Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung dalam menit. Batas normal 16-20 kali permenit (Salmah,dkk, 2006)
-
Berat badan
Untuk mengetahui berat badan ibu, karena jika berat badan ibu berlebih dapat beresiko menyebabkan komplikasi (Salmah,dkk, 2006) 4) Pemeriksaan Fisik Head to Toe -
Kepala Untuk mengetahui rambut rontok atau tidak, bersih atau kotor, dan berketombe atau tidak (Sulistyawati, 2012)
-
Muka Apakah terdapat odema atau tidak, muka pucat atau tidak (Hani,dkk, 2011)
-
Mata Untuk mengetahui warna konjungtiva pucat atau tidak, sklera putih/kuning (Varney, 2004)
-
Hidung Untuk mengetahui adanya kelainan, cuping hidung, benjolan, dan sekret (Hani,dkk, 2011)
-
Telinga Untuk mengetahui keadaan telinga, ada kotoran/serumen atau tidak. (Sulistyawati, 2012)
-
Mulut, gigi, dan gusi Untuk mengetahui adanya stomatitis, karies gisi, gusi berdarah atau tidak (Sulistyawati, 2012)
-
Leher Untuk mengetahui ada tidaknya pembengkakan kelenjar limfe, kelenjar tyroid, dan pembesaran vena jugularis (Hani,dkk, 2011)
-
Anus Untuk mengetahui adakah Hemoroid, dan varises pada anus (Sulistyawati, 2012)
-
Dada : adakah retraksi dada kanan, kiri saat bernafas dan apakah payudara kanan kiri simetris atau tidak
-
Abdomen : nyeri abdomen bawah
-
Genetalia : Vulva dan vagina : Keluarnya bercak darah/ pendarahan, perdarahan pascakoitus, leukorea (keputihan), Gatal, Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi. (Smeltzer, 2008) Inspeculo : Untuk mengetahui keadaan porsio dan serviks serta pengeluaran pervaginam. Pada servisitis, portio tampak kemerahan, ada erosi/luka sobekan pada serviks, dan terdapat pengeluaran fluor albus yang banyak. Dilakukan pengambilan hapusan sel epitel serviks untuk pemeriksaan selanjutnya.
-
Ekstermitas Untuk mengetahui adakah varises, odema atau tidak, apakah kuku jari pucat, suhu atau kehangatan, dan untuk mengetahui reflek patella (Hani,dkk, 2011)
2.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (inflamasi) 2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi dan struktur tubuh (proses penyakit) 4. Ansietas berhubungan dengan gelisah; ketakutan, rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan, bingung, tidak percaya diri, khawatir 5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan 6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit 2.3 Intervensi Keperawatan Diagnosa Nyeri
NOC akut Tujuan
berhubungan dengan
Setelah
NIC Pain Management diberikan
asuhan - Observasi
agen keperawatan selama 2 X 24 jam
cidera biologis,
diharapkan klien memperlihatkan
nonverbal
reaksi dari
ketidaknyamanan
rasa nyaman/ nyeri berkurang/ nyeri - Monitor penerimaan hilang
pasien
tentang
- Pain Level
manajemen nyeri
- Pain Control
- Kaji kutural yang
- Comfort Level
mengkaji
Kriteria Hasil
nyeri
respon
- Mampu mengontrol nyeri (tahu - Lakukan pengkajian penyebab
nyeri,
menggunakan
mampu tehnik
nyeri
secara
komprehensif
nonfarmakologi untuk mengurangi
termasuk
nyeri, mencari bantuan)
karakteristik, durasi,
- Melaporkan
bahwa
nyeri
lokasi,
frekuensi,
kualitas,
berkurang dengan menggunakan
dan
faktor
manajemen nyeri
presipitas.
- Mampu mengenali nyeri (skala, - Gunakan
teknik
intensitas, frekuensi, dan tanda
komunikasi
nyeri).
terapeutik
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
untuk
mengetahui pengalaman
nyeri
pasien - Evaluasi pengalaman
nyeri
masa lampau - Evaluasi pasien
bersama dan
tim
kesehatan
lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau. - Bantu pasien dan keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu
ruangan, pencahayaan
dan
kebisingan - Kurangi
faktor
persipitas nyeri - Pilih dan lakukan penangan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi
dan
inter personal) - Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan intervensi - Berikan untuk
analgetik mengurangi
nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tingkatkan istirahat - Ajarkan
tentang
teknik
non
farmokologi - Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan
dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Analgesic Administration - Cek riwayat alergi - Monitor vital sign sebeum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali - Evaluasi efektivitas analgestik,
tanda
dan gejala - Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum
pemberian obat - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri
secara teratur - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi - Pilih analgesik yang diperlukan
atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
pemberian lebih dari satu
tentukan
pemilihan analgestik tergantung tipe dan beratnya nyeri - Tentukan anlgestik
pilihan,
rute
pemberian,
dan
dosis optimal - Berikan
analgesik
tepat
waktu
terutama saat nyeri Gangguan nyaman gejala penyakit.
rasa Tujuan: b/d Setelah
dilakukan
terkait keperawatan
selama
tindakan 1x24
hebat. Gunakan pendekatan
jam
yang
menerangkan
diharapkan klien memperlihatkan -
Nyatakan dengan
rasa nyaman
jelas
-
Anxiety
terhadap
-
Fear level
pasien
-
Sleep deprivation
-
Comfort, readines for
pasien
-
Enchanced
situsi stress
Kriteria Hasil:
-
-
harapan pelaku
Pahami prespetik terhadap
Temani
pasien
-
Mampu mengontrol kecemasan
untuk memberikan
-
Status lingkungan yang nyaman
keamanan
-
Mengontrol nyeri
mengurangi takut
-
Respon terhadap obat
-
Status kenyamanan meningkat
-
Support sosial
-
dan
Identifikasi tingkat kecemasan
-
Bantu
pasien
mengenai
situasi
yang menimbulkan kecemasan -
Dorong
pasien
untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi -
Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
-
Berikan
obat
untuk mengurangi Disfungsi seksual Tujuan: b.d fungsi struktur
perubahan Setelah
-
dilakukan
dan keperawatan
selama
tubuh diharapkan
(proses penyakit)
klien
tindakan 3x24
kecamasan Membangun hubungan
jam
terapeutik,
mendapat
berdasarkan
informasi tentang seksualitas
kepercayaan
dan
-
Sexuality rasa Pattern, hormat ineffective
-
Self-esteem - Menyedìakan Situasional Low
-
Reaction privasi
-
Knowledge menjamin : Sexual Functioning
Kriteria Hasil : -
Pengenalan
dan
kerahasiaan dan
penerimaan -
Menginformasikan
Identitas seksual pribadi
pasien
-
Mengetahui masalah reproduksi
hubungan
-
Kontrol resiko penyakit menular seksual (PMS)
-
awal bahwa
seksualitas adalah bagian
penting
dari
kehidupan
Fungsi seksual : integrasi aspek
dan
bahwa
fisik,
dan
penyakit,
dan
obatan, dan stres
sosio
intelektual
-
di
emosi, ekspresi
obat-
performa seksual
(atau
Menunjukkan dapat beradaptasi
lain
dengan ketidakmampuan fisik
mengalami
-
Mampu mengontrol kecemasan
-
Menujukkan
keinginan
untuk
mendiskusikan perubahan fungsi -
masalah /
pasien
peristiwa)
sering
mengubah fungsi seksual Memberikan
seksual -
informasi tentang fungsi
Mengungkapakan secara verbal
sesuai
pemahaman tentang pembatasan -
indikasi medis -
Meminta
informasi
seksual,
Kata
pengantar
pertanyaan tentang yang
seksualitas dengan
dibutuhkan tentang perubahan
pernyataan
fungsi seksual
memberitahu
yang
pasien
bahwa
banyak
orang
mengalami kesulitan seksual -
Mulailah
dengan
topik-topik sensitif paling
dan
melanjutkan
ke
lebih sensitif -
Diskusikan
efek
dari
situasi
penyakit
/
kesehatan
pada
seksualitas -
Diskusikan obat
efek tentang
seksualitas, sesuai -
Diskusikan tingkat pengetahuan pasien
tentang
seksualitas
pada
umumnya -
Dorong untuk
pasien verbalisasi
ketakutan
dan
mengajukan pertanyaan -
Diskusikan diperlukan, modifikasi dalam aktivitas
seksual,
sesuai -
Membantu pasien untuk mengekspresikan kesedihan
dan
kemarahan tentang perubahan fungsi
dalam
tubuh
/
penampilan, sesuai -
Hindari menampilkan keengganan untuk bagian tubuh yang berubah
-
Berikan informasi faktual
tentang
mitos seksual dan mis
informasi
yang pasien dapat verbalisasi -
Diskusikan bentuk-bentuk alternatif ekspresi yang
dari seksual diterima
pasien -
Anjurkan
pasien
tentang penggunaan obatobatan (misalnya, bronkodilator) untuk meningkatkan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual, -
Tentukan
jumlah
bersalah
seksual
yang berhubungan dengan
persepsi
pasien dan faktorfaktor
penyebab
penyakit -
Sertakan pasangan / pasangan seksual dalam
konseling
sebanyak mungkin, -
Gunakan
humor
dan dorong pasien untuk menggunakan humor
untuk
meringankan kecemasan rasa malu. -
Memberikan
atau
arahan / konsultasi dengan lain
anggota dan
tim
perawatan kesehatan, sesuai -
Merujuk pasien ke seorang
Ansietas
Setelah
ketakutan, nyeri
seks Pengurangan
b.d Tujuan
gelisah;
dilakukan
rasa keperawatan
selama
tindakan Kecemasan: 1x24
jam -
yang diharapkan klien memperlihatkan
meningkatkan
terapis
Gunakan pendekatan
rasa cemas berkurang atau hilang
yang
menenangkan
ketidakberdayaan, Klien tidak merasa cemas dengan -
Jelaskan
tentang
bingung,
penyakit
dan
prosedur
yang
percaya khawatir.
tidak perubahan status kesehatannya diri, Kriteria Hasil -
Klien mampu mengidentifikasi
akan dijalani klien
dan
Identifikasi tingkat
mengungkapkan
gejala -
cemas -
kecemasan klien
Mengidentifikasi, mengungkapkan menunjukkan
-
dan
teknik
Dorong
klien
untuk
untuk
mengungkapkan
mengontrol cemas
perasaan,
TTV normal
ketakutan
dan
persepsi -
Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
-
Berikan
aktivitas
pengganti
yang
bertujuan
untuk
mengurangi tekanan
Defisiensi pengetahuan
Tujuan b.d Setelah
kurang pajanan
Teaching: dilakukan
disease
tindakan process
keperawatan
selama
1x24
diharapkan
pengetahuan
jam klien
Berikan penilaian tentang
tingkat
meningkat.
pengetahuan
-
Knowledge: disease process
pasien
tentang
-
Knowledge: health behaviour
proses
penyakit
Kriteria Hasil
yang spesifik
-
Pasien dan keluarga menyatakan -
Jelaskan
pemahaman tentang penyakit,
patofisiologi
dari
kondisi, prognosis, dan program
penyakit
dan
pengobatan
bagaimana hal ini
Pasien dan keluarga mampu
berhubungan
melaksanakan
dengan
-
-
prosedur
yang
anatomi
dijelaskan secara benar
dan
fisiologi,
Pasien dan keluarga mampu
dengan cara yang
menjelaskan kembali apa yang
tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan -
Gambarkan tanda
lainnya
dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan
cara yang tepat -
Gambarkan proses penyakit,
dengan
car yang tepat -
Sediakan informasi
pada
pasien
tentang
kondisi,
dengan
cara yang tepat -
Hindari kosong
jaminan
-
Sediakan
bagi
keluarga atau SO informasi tentang kemajuan
pasien
dengan cara yang tepat -
Diskusikan perubahan
gaya
hidup
yang
mungkin diperlukan
untuk
mencegah komplikasi
di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit -
Diskusikan pilihan terapi
atau
penanganan -
Dukung
pasien
untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion
dengan cara yang tepat
atau
diindikasikan -
Instruksikan pasien
mengenai
tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi
perawatan kesehatan, dengan Gangguan tubuh penyakit
cara yang tepat Peningkatan Citra
citra Tujuan: b.d Setelah
dilakukan
keperawatan
selama
tindakan Tubuh 1x24
jam -
Kaji secara verbal
diharapkan klien memperlihatkan
dan
kepercayaan
respon
diri
terhadap
citra
tubuh Klien
-
memiliki
body
image
-
Mampu
Gunakan bimbingan
positif -
klien
terhadap tubuhnya
Kriteria Hasil: -
non-verbal
antipasif mengidentifikasi
menyiapkan klien
kekuatan personal
terkait
dengan
Mendeskripsikan secara faktual
perubahan-
perubahan fungsi tubuh
perubahan
Mempertahankan interaksi sosial
tubuh yang telah
citra
diprediksikan -
Monitor frekuensi mengkritik dirinya
-
Jelaskan pengobatan, kemajuan
dan
prognosis penyakit -
Dorong
klien
mengungkapkan perasaannya -
Fasilitasi dengan lain
kontak individu dalam
kelompok kecil
2.4 Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Terdiri atas: S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan. P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA Asrinah, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Cunningham, F Gary. et al. (2010). Obstetri Williams 23 rd ed. USA: The McGraw-. Hill Companies, Inc. Depkes RI. (2011). Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Kemenkes RI. Fauziyah, Yulia. (2012). Obstetric Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Hani, dkk. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. (2009). Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Cetakan 1. Jakarta : EGC Manuaba, I., G., B., (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC. Marrazo, J., Singh, D., Radford, A. (2013). Cervicitis. The Practitioner's Hand Book For The management of Sexually Transmitted Diseases. University of Washington. Nurarif, A. H, & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction. Price, Slyvia A. dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. Reeder, dkk. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanta, Bayi Dan Keluarga. Edisi 8. Jakarta: EGC. Salmah, dkk. (2006). Asuhan Kebidanan Pada Antenatal. Jakarta: EGC Sarwono. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Smeltzer et al. (2008). Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Sulistyawati, A. (2012). Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika. Sylvia. (2009). Bakteri intrasellular Obligat. Jakarta: Erlangga Widyastuti, Anita Rahmawati & Yuliasti Eka Purwaningrum. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitra Maya Widyastuti, dkk. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yoyakarta: Fitramaya
World Health Organization. (2008). Global Prevalence and Incidence of Selected Curable Sexually Transmitted Infections Overview & Estimates. Geneva: WHO.