14 0 203 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA
OLEH : I GEDE SUYADNYA PUTRA NIM. P07120214023 D-IV KEPERAWATAN TINGKAT IV, SEMESTER VII
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA A. Pengertian dari Cedera Kepala Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008). Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Ayu, 2010). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala adalah cedera yang terjadi secara langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala sehingga menyebabkan terjadinya luka di kulit kepala , fraktur tulang tengkorak dan otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak serta mengakibatkan gangguan neurologis. Cedera Kepala Ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya kesadaran sementara (Pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde, tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral , maupun hematoma dapat mengeluh pusing, nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya. B. Etiologi dari Cedera Kepala 1.
Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya otak. Misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
2.
Trauma tumpul Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
3.
Cedera akselerasi Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan pukulan. a. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu objek. b. Kecelakaan lalu lintas c. Jatuh d. Kecelakaan kerja e. Serangan yang disebabkan karena olahraga f. Perkelahian
C. Tanda dan Gejala Secara umum gejala klinis yang muncul pada trauma kepala adalah hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih, kebingungan, iritabel, pucat mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, kecemasan, sukar untuk dibangunkan. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal. Gejala klinis trauma kepala adalah sebagai berikut: a. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap, kehilangan tonus otot. b. Perubahan tekanan darah(hipertensi)atau normal, perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia). c. Perubahan tingkah laku atau kepribadian. d. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi. e. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, disfagia) f. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil, deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. g. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. h. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). i. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh. j. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang. k. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. l. Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif. m. Mual, muntah, mengalami perubahan selera makan. n. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan
pendengaran.
Perubahan
dalam
penglihatan,seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan penciuman. o. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. p. Trauma (laserasi, abrasi) baru q. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema intestisium. r. Respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk. s. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik timbul dengan segera atau secara lambat.
D. Klasifikasi dari Cedera Kepala 1. Menurut Patologi a. Cedera Kepala Primer Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel di area tersebut, yang menyebabkan kematian sel. b. Cedera Kepala Sekunder Merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tidak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamis serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi lokal atau sistemik. 2. Menurut Jenis Cedera a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak. b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan gegar otak ringan dan cedera serebral yang luas. 3. Menurut Berat Ringannya Berdasarkan GCS (Gasglow Coma Scale) Skala Gasglow Coma Scale (GCS) : Dewasa Spontan Berdasarkan perintah verbal Berdasarkan rangsang nyeri Tidak memberi respon Orientasi baik Percakapan kacau Kata-kata kacau Menegrang Tidak menberi respon Menuruti penrintah Melokalisisr rangsang nyeri Menjauhi rangsang nyeri Fleksi abnormal Ekstensi abnormal Tidak menberi respon
Respon Bayi dan Anak-anak Buka Mata (E) 4 Spontan 3 Berdasarkan suara 2 Berdasarkan rangsang nyeri 1 Tidak menberi respon Respon Verbal (V) 5 Senyum, orientasi terhadap objek 4 Menangis tetapi dapat ditenangkan 3 Menangis dan tidak dapat ditenangkan 2 Mengerang dan agitatif 1 Tidak memberi respon Respon Motorik (M) 6 Aktif 5 Melokalisisr rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri 3 Fleksi abnormal 2 Ekstensi abnormal 1 Tidak menberi respon
Skor Kondisi
14-15 Compos mentis
12-13 Apatis
11-12 Somnolen
8-10 Stupor
40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan) 8) Sistem kardiovaskuler Pada kasus ini bila terjadi renjatan hipovolemik berat denyut nadi cepat (lebih dari 120x/menit). Nadi cepat > 120 x/mnt 9) Sistem genitourinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecen-derungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia 10) Sistem gastro intestinal Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas 11) Sistem musculoskeletal Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur. 12) Sistem persarafan Pada kasus ini biasanya kesadaran gelisah, apatis / koma. I. Diagnosa Keperawatan. Menurut Nurarif (2013) dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, beberapa masalah yang mungkin muncul pada pasien dengan cedera kepala, yaitu : 1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas. 3. Ketidakefektifan pola nafas 4. Nyeri Akut
5. Risiko kekurangan volume cairan 6. Nausea 7. Gangguan pertukaran gas 8. Risiko Jatuh
J. Perencanaan Keperawatan No. Diagnosa Keperawatan 1 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) NOC :
Intervensi (NIC) Neurologic Monitoring
berhubungan dengan edema
- Tissue Prefusion : Cerebral
1. Monitor tingkat kesadaran pasien dan
serebral/penyumbatan aliran darah
1. Tidak ada peningkatan TIK atau TIK dalam batas normal
GCS 2. Monitor refleks pupil , ukuran ,
2. Tingkat kesadaran pasien compos mentis/ sadar penuh
bentuk pasien 3. Monitor vital sign
3. Tekanan darah pasien dalam batas 4. Monitor status respirasi pasien normal (120/80 mmHg) 4. Nyeri
pada
kepala
5. Pantau berkurang
(skala 1 dari 0-10 yang diberikan ) 5. Pasien tidak gelisah
tanda-tanda
adanya
peningkatan TIK 6. Monitor kekuatan otot pasien 7. Berikan posisi nyaman atau head up
6. Pasien tidak mual dan muntah
30º 8. Delegasi pemberian obat untuk
2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
NOC :
melancarkan aliran darah dalam otak NIC :
- Respiratory Status : Ventilation
Airway Suction
- Respiratory Status : Airway
1.
patency
Pastikan suctioning.
kebutuhan
oral/tracheal
2.
Auskultasi suara nafas sebelum dan
Kriteria Hasil :
sesudah suctioning.
- Mendemonstrasikan batuk efektif 3.
Informasikan pada klien dan keluarga
dan suara nafas yang bersih, tidak
tentang suctioning.
ada sianosis dan dyspneu (mampu 4.
Minta klien nafas dalam sebelum
mengeluarkan
suction dilakukan.
sputum,
mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada 5.
Berikan O2 dengan menggunakan
pursed lips).
nasal untuk memfasilitasi suction
- Menunjukkan
jalan
nafas
yang
nasotrakeal.
paten (klien tidak merasa tercekik, 6.
Gunakan alat yang steril setiap
irama nafas, frekuensi pernafasan
melakukan tindakan.
dalam rentang normal, tidak ada 7.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan
suara nafas abnormal).
napas
- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
faktor
yang
menghambat jalan nafas.
dalam
setelah
kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal.
dapat 8. 9.
Monitor status oksigen pasien. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction.
10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. Airway Management 1.
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
2.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3.
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
4.
Pasang mayo bila perlu.
5.
Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
6.
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
7.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
8.
Lakukan suction pada mayo.
9.
Berikan bronkodilator bila perlu.
10. Berikan pelembab udara kassa basah
NaCl lembab. 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 3
Ketidakefektifan pola nafas
NOC :
12. Monitor respirasi dan status O2. NIC :
Respiratory status: Ventilation
Airway Management
Respiratory status: Airway patency
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
Vital sign Status
chin lift atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
2. Posisikan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
mengeluarkan
sputum,
untuk
memaksimalkan ventilasi
dan suara nafas yang bersih, tidak 3. Identifikasi ada sianosis dan dyspneu (mampu
pasien pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
mampu 4. Pasang mayo bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu pursed lips) 2. Menunjukkan jalan nafas yang
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
paten(klien tidak merasa tercekik, 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya irama nafas, frekuensi pernafasan
suara tambahan
dalam rentang normal, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
suara nafas abnormal)
9. Berikan bronkodilator bila perlu
3. Tanda Tanda vital dalam rentang 10. Berikan pelembab udara Kassa basah
normal
(tekanan darah,
pernafasan)
nadi,
NaCl Lembab 11. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen 1. Bersihkan mulut, hidungdan secret trakea 2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi
adanya
tanda
tanda
hipoventilasi 7. Monitor
adanya
kecemasan
pasienterhadap oksigenasi Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasitekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernapasan abnormal 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik) 13. Identifikasi penyebabdari perubahan
4
Nyeri Akut
NOC
vital sign NIC :
Pain Level
Pain Management
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
Analgesic Administration
penyebab
nyeri,
menggunakan
mampu 1. Lakukan
pengkajian
nyeri
teknik
komprehensif
termasuk
nonfarmakologi untuk mengurangi
karakteristik,
nyeri, mencari bantuan)
kualitas dan faktor presipitasi
durasi,
secara lokasi,
frekuensi,
2. Ekspresi wajah klien rileks dan 2. Anjurkan klien untuk beristirahat di tenang
tempat tidur
3. Menyatakan rasa nyaman setelah 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri berkurang 4. Vital sign dalam batas normal
4. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, 5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 6. Berikan
informasi
tentang
nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur 7. Monitor
vital
sign
sebelum
dan
sesudah pemberian analgesik pertama 5
Risiko kekurangan volume cairan
NOC :
kali Fluid Management
Fluid balance
1. Catat setiap intake dan output pasien
1. Tekanan
darah
dalam
batas
normal (120/70 mmHg)
3. Monitor status hidrasi ( membran
2. Nadi dalam batas normal ( 60-80 x/menit)
mukosa , tekanan darah , nadi ) 4. Monitor vital sign
3. Tekanan darah rata-rata (MAP) dalam
2. Berikan cairan melalui intravena
batas
normal
mmHg) 4. Turgor kulit normal/elastis 5. Membran mukosa lembab 6. Balance cairan normal
(60-90
5. Monitor status hemodinamika 6. Monitor cairan yang diberikan melalui intravena. 7. Tingkatkan pemasukan minuman secara oral 8. Monitor respon/keadaan pasien setiap diberikan cairan.
6
Nausea
NOC
NIC
Nausea and Vomiting Control
Nausea Management
1. Klien
melaporkan
terjadinya 1. Monitor gejala subjektif mual pada
penurunan klien merasa mual
pasien
2. Mampu menjelaskan faktor apa 2. Monitor warna, berat jenis dan jumlah saja yang menyebabkan mual. 3. Klien
melaporkan
urine
dapat 3. Kaji penyebab mual
mengendalikan mual. 4. Klien
mampu
tindakan
4. Monitor kecenderungan peningkatan
menggunakan
pencegahan
untuk 5. Perhatikan perubahan status nutrisi
mengatasi mual 1. Klien
mampu
antiemetik
seperti
rekomendasikan
atau penurunan berat badan yang signifikan dan sesegera lakukan
menggunakan yang
penanganan, jika perlu
di 6. Monitor adanya kulit kering dan pecah-pecah
yang
disertai
depigmentasi 7. Monitor turgorkulit jika diperlukan 8. Monitor adanya pembengkakan atau pelunakan,
penyusutan
dan
peningkatan perdarahan pada gusi 9. Monitor
tingkat
energy,
keletihan dan kelemahan
malaise,
10. Monitor asupan kalori dan makanan 7
Gangguan Pertukaran Gas
NOC :
Airway Management
Respiratory Status : Gas Exchange Mechnical Ventilation Response : Adult Setelah
dilakukan
asuhan
kerusakan pertukaran gas klien dapat teratasi dengan kriteria hasil : oksigen
dalam
pasien
memaksimalkan
untuk ventilasi
(semifowler) 3. Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan batas
normal 2. Irama
chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan
keperawatan selama …x… masalah
1. Saturasi
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 5. Keluarkan sekret dengan batuk atau
pernapsan
dalam
batas
normal 3. Kedalaman
suction 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
pernapasan
dalam
batas normal 4. Keseimbangan ventilasi perfusi 5. PaO2 dalam batas normal
suara tambahan 7. Berikan bronkodilator bila perlu 8. Menganjurkan klien untuk batuk efektif
6. PaCO2 dalam batas normal
9. Monitor respirasi dan status O2
7. Tidak ditemukan masalah pada
10. Kolaborasi
pemberian
terapi
Thorax Photo
nebulizer 11. Kolaborasi pemberian terapi oksigen Oxygen Therapy 1. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea 2. Pertahankan jalan napas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor
keefektifitasan
aliran
oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi
adanya
tanda-tanda
hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 8
Risiko Jatuh
NOC
NIC
Fall prevention behavior
Fall Prevention
1. Menempatkan
pengaman
untuk
1. Mengidentifikasi faktor resiko pasien
mencegah jatuh
terjadinya jatuh
2. Kontrol kegelisahan 3. Menggunakan
prosedur
transfer
2.
kaji kemampuan mobilitas pasien
aman
3. Monitor tanda – tanda vital
4. Menggunakan tindakan pencegahan ketika
mengambil
obat
meningkatkan risiko untuk jatuh
yang
4. Bantu pasien dalam berjalan atau mobilisasi 5. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien 6. Berikan alat Bantu jika diperlukan 7. Libatkan keluarga dalam membatu pasien mobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA Bulechek,Gloria. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Six Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Five Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier NANDA. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M,. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC Smeltzer & Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, Volume 2, Jakarta: EGC. Smetzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC