LP CKR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA RINGAN (CKR ) DI RUANG MUKAROMAH BEDAH RSU MUHAMMADIYAH SITI AMINAH BUMIAYU



Disusun oleh: NAMA: IRAWATI MARINI



PROGRAM STUDI ILMU PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKes CIREBON TAHUN 2022/2023



A. Definisi Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Putri, Rahayu, & Sidharta, 2016). Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis, yaitu fungsi fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporal maupun permanen (Atmadja, 2016) Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang dapat menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam subtansi otak tanpa Diikuti terputusnya kongtinuetias otak (Ristanto, Indra, Pueranto, & Styorini, 2017) B. Anatomi dan Fisiologi



Gambar kepala



1



a. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung,



aponeurosis atau galea



aponereutika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak- anak. b. Tulang Tengkorak Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak serebelum. Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan sereblum) c. Lapisan pelindung otak / Meninges Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, arakhnoid dan piameter. 1) Durameter ( lapisan sebelah luar ) Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak. 2) Arakhnoid (lapisan tengah) Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan 1



piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf sentral.



3) Piameter (lapisan sebelah dalam) Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui strukturstruktur jaringan ikat yang disebut trabekel (Ganong, 2002) d. Otak



Gambar Otak



Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu: a) Sereblum Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat 2



aktifitas sensorik dan motorik pada masingmasing hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral. Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu: 1. Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer, terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral tingkah laku dan etika. 2. Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan memori. 3. Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek. 4. Lobus Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa (pengecapa) b) Otak tengah c) Otak belakang Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karna edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu : 1) Nervus Alfaktorius ( Nervus Kranialis I ) Nervus alfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup, penderita diminta membedakan zat aromatis lemah seperti vanila, cau de cologne, dan cengkeh. Fungsi saraf pembau. 2) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju plasma optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju korteks oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan. Fungsi: Bola mata untuk penglihatan. 3) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III) Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata). Fungsi sebagai penggerak bola mata. 4) Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV) Sifatnya motorik, fungsi memutar mata, sebagai penggerak mata. 3



5) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) Nervus Trigeminus membawa serabut motorik maupun sensorik dengan memberikan persarafan ke otot temporalis dan maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah. Nervus trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama: a. Nervus oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik. Fungsi: Kulit kepala dan kelopak mata atas. b. Nervus maksilaris sifatnya sensorik. Fungsi : Rahang atas, palatum dan hidung. c. Nervus mandibularis sifatnya motorik dan sensorik. Fungsi : Rahang bawah dan lidah. 6) Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI) Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital. Fungsi: Sebagai saraf penggoyang bola mata. 7) Nervus Facialis (Nervus Nervus Kranialis VII) Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar pengecapan bagian anterior lidan dan serabut motorik yang mensarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai. Fungsi: Otot lidah menggerakkan lidah dan selaput lendir rongga mulut 8) Nervus Auditorius (Nervus Kranialis VIII) Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke otak. Fungsinya: Sebagai saraf pendengar. 9) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dpat membawa rangsangan cita rasa ke otak. 10) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X). Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung saraf-saraf motoric, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster



intestinum



minor,



kelenjar-kelenjar



abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa. 4



pencernaan



dalam



11) Nervus Assesoris (Nervus Kranialis XI). Saraf ini mensarafi muskulus sternocleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. 12) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung. d) Tekanan Intra Kranial (TIK) Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15mmHg. Ruang kranial yang kalua berisi jaringan otak (1400gr), Darah (75 ml), cairan serebrospiral (75ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro- Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah serebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematia C. Etiologi Cidera kepala a. Trauma tajam Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat&menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local meliputi Contusio serebral, hematoma serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia. b. Trauma tumpul Trauma oleh benda tumpul&menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) : Kerusakannya menyebar secara luas&terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, keruskan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera kepala menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua- duanya. 1. Akibat Trauma Tergantung Pada : a) Kekuatan benturan menyebabkan parahnya kerusakan. 5



b) Akselerasi dan decelerasi. c) Cup dan kontra cup d) Cedera cup menyebabkan kerusakan pada daerah dekat yang terbentur. e) Cedera kontra cup menyebabkan kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan. f) Lokasi benturan. g) Rotasi merupakan pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan substansia alba dan batangotak. h) Depresi fraktur merupakan kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga berkontaminasi dengan GCS menyebabkan infeksi dan kejang. D. Klasifikasi Cidera kepala Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak. Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak di dalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi. a) Berdasarkan keparahan cedera : 1. Cedera kepala ringan (CKR) 1) Tidak ada fraktur tengkorak 2) Tidak ada kontusio serebri,hematoma 3) GCS 13 -15 4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi< 30 menit 2. Sedang Cedera kepala sedang (CKS) 1) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi< 24 jam 2) Muntah 3) GCS 9 – 12 6



4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorentasi ringan 5) (bingung) 3. Cedera kepala berat (CKB) 1) GCS 3 – 8 2) Hilang kesadaran> 24 jam 3) Adanya kontosio serebri, laserasi/ hematoma intracranial b) Menurut Jenis Cedera 1. Cedera Kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak. 2. Cedera Kepala tertutup dapat disamakan dengan Keluhan geger otak ringan dan odema serebral yang luas. E. Tanda dan gejala Cidera kepala Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak. 1. Cedera kepala ringan a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera. b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas. c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa,gangguan bicara, masalah tingkah laku Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan. 2. Cedera kepala sedang a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan. b. Kebinggungan atau bahkan koma



Gangguan kesedaran,



abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba Defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. 3. Cedera kepala berat a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya 7



penurunan kesehatan. b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motoric tidak aktual, adanya Cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur. d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut



8



F. Patofisiologi Cidera kepala Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselera adalah bila kepala membentur objek yang secara relatife tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bias dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bias kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bias mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bias mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh system dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh



darah.



Karena



perdarahan



yang



terjadi



terus-



menerus dapat



menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasidilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intracranial dapat mengakibatkan laserasi,



9



perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bias terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009) G. Komplikasi 1. Epilepsi Pasca Trauma Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Obat-obat anti kejang (misalnya feniton, karbamazepinatau valproate) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. 2. Afasia Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. 3. Apraksia Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis ataulobus frontalis. 4. Amnesia Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bias bersifat menetap. 5. Fistel Karotis-kavernosus Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. 6. Diabetes Insipidus Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan



10



penghentian sekresi hormone antidiuretik. 7. Kejang pasca trauma Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). 8. Kebocoran cairan serebrospinal Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. 9. Edema serebral & herniasi Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK 10. Defisit Neurologis & Psikologis Tanda awal penurunan fungsi neurologis :perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat, Mual atau Muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK). H. Pemeriksaan diagnostic Cidera kepala 1. CT scan CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragig ,ukuran ventrikuler , infark pada jaringan mati. 2. Foto tengkorak atau cranium Foto tengkorak atau cranium digunakan untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak. 3. MRI MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan gelombang elektomagnetik. 4. Laboratorium a. Kimia darah : Untuk mengetahui keseimbangan elektrlit b. Kadar elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial. c. Screen toksikologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. 5. Serebral angiographi Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral ,seperti perubahan jaringan otak



11



sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma. 6. Serial EEG Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis. 7. X-ray Digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang , perubahan truktur garis (perdarahan atau edema), frakmen tulang. 8. BAER BAER digunakan untuk mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil. 9. PET PET digunakan untuk mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak. 10. CSF & lumbal pungsi CSF & lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaracnoid. 11. ABGs ABGs digunakan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan intracranial. I. Penatalaksanaan Cidera kepala 1) Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma 2) Therapihiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi. 3) Pemberian analgetik. 4) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. 5) Antibiotik yang mengandung barrier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerobdi berikan metronidazole. 6) Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 7) Tidur tanpa bantal atau diganjal dengan bantal (kurang lebih 30o) 8) Pembedahan.



12



J. Pathway Kecelakaan/jatuh



CEDERA KEPALA



Ekstrakranial



Tulang kranial



Terputusny a koentinuitas jaringan kulit, otot, dan vaskuler



Perdarahan hematoma



Peregang andorame n dan pembuluh darah



Nyeri Akut



Terputusnya koentinuitas jaringan tulang



Gangguan suplaidarah



Peningkatan TIK Kompresi batang otak



intrakranial



Perubahan protoregulasi



Resiko infeksi



Iskemia Hipoksia



Kejang



Penurunan Resiko kesadaran injury Akumulasi cairan



Perubahan perfusi jaringan cerebral Resiko gangguan integritas kulit



13



Jaringan otak rusak, kontatio, laserasi



Bedrest total



Gangguan mobilitas fisik



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Nyeri akut 2. Perubahan fungsi jaringa cerebral 3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas 4. Resiko Gangguan integritas kulit 5. Gangguan mobilitas fisik



14



No 1



Diagnosis Keperawatan



Tujuan khusus, tujuan umum, kriteria evaluasi



Nyeri akut b.d SLKI : Kontrol nyeri (L.08063) Agen Pencedera Tupan : Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam Diharapkan nyeri menjadi terkontrol



Rencana Tindakan SIKI : Manajemen Nyeri (I.08238) Obsevasi :   



Tupen : Kriteria Hasil : Indikator



A T



Terapeutik :



Melaporkan nyeri terkontrol



5







Kemampuan mengenali penyebab nyeri



5







Kemampuan menggunakan teknik non farmakologis Ket: 1. 2. 3. 4. 5.



5



Menurun Cukup menurun Sedang Cukup meningkat Meningkat







SLKI : Perfusi serebral (L.02014)



Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi). Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Fasilitasi istirahat dan tidur.



Edukasi :  



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri. Ajarkan strategi mengurangi nyeri



Kolaborasi : 



2



Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. Identifikasi skala nyeri. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.



Kolaborasikan dengan dokter terkait pemberian analgetik (jika perlu )



SIKI : Pemantauan tekanan intrakranial 15



Rasional 1. Untuk mengidentifikasi keluhan nyeri pasien 2. Untuk mengidentifikasi skala nyeri pasien 3. Untuk mengurangi rasa nyeri selain dari obat-obatan 4. Untuk memberikan rasa aman dan nyaman pasien 5. Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dan pasien tentang penyebab nyeri 6. Untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam mengurangi yeri secara mandiri 1) Untuk mengathui



Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran



Tupan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi serebral pasien meningkat.



(I.06194) Obyektif :



Tupen : kriteria hasil : Indikator



A T



Tingkat kesadaran



5



Kognitif



5



3



Bersihan Jalan Nafas. b.d gangguan suplai oksigen



Monitor tekanan darah







Monitor penurunan frekuensi jantung







Monitor suara nafas







Monitor tingkat kesadaran







Pertahankan posisi kepala dan leher netral







Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien







A T



Sakit kepala



5



Demam



5



Ket : 1. Meningkat 2. Cukup Meningkat 3. Sedang 4. Cukup Menurun 5. Menurun SLKI : Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Tupan :







Terapeutik :



Ket : 1. Menurun 2. Cukup Menurun 3. Sedang 4. Cukup Meningkat 5. Menigkat. Indikator



tekanan darah pasien



Dokumentasi hasil pemantauan



Edukasi : 



Jelaskankan tujuan dan prosedur pemantauan



2) Untuk mengtahui suara nafas pasien 3) Untuk mngetahui kesadaran pasien 4) Unutuk mengurangi mobilisasi/gerakan berlebih dari tulang servikal 5) Agar perkembangan kondisi pasien dapat terlihat 6) Agar keluarga dan pasien mengetahui tujuan pemantaun selama perawatan



Kolaborasi : 



Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian terapi



SIKI: Manajemen Jalan Nafas (I.01011) Observasi : 16



1. Untuk mengetahui bunyi nafas pada pasien 2. Untuk mengetahui



( sekresi )



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Bersihan jalan nafas menjadi membaik



 



Tupen :







kriteria hasil : Indikator Wheezing Sianosis



A



T 5 5







4



Gangguan integritas kulit



 



Menurun Cukup menurun Sedang Cukup meningkat Meningkat



Indikator Dispnea Frekuensi nafas Pola nafas Keterangan :



A



Tupan :



Pertahankan kepatenan jalan nafas Posisikan semi fowler/ fowler Berikan oksigen



Edukasi :  



T 5 5



4.



Anjurkan batuk efektif Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari



5. 6.



7.



frekuensi, kedalaman dan pola nafas pasien Untuk mengetahui produksi sputum dan warna seputum Untuk memaksimalkan jalan nafas Untuk memberikan supali oksigen pada pasien Agar pasien memiliki kemampuan batuk efektif Agar kebutuhan cairan pasien terpenuhi



Kolaborasi : 



5



1. Memburuk 2. Cukup memburuk 3. Sedang 4. Cukup membaik 5. Membaik SLKI : Integritas kulit (L.14125)



3.



Terapeutik:



Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5.



Monitor bunyi nafas tambahan (wheezing, Ronchi) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas) Monitor adanya sputum (jumlah, warna)



dan



jaringan



Kolaborasikan pemberian bronkodilator



SIKI : Perawatan integritas kulit (I.11353) Observasi :  17



Identifikasi penyebab gangguan



1. Mengetahui penyebab integritas kulit 2. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tekanan pada kulit



Setelahlah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam Diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkta



Terapeutik



Tupen :







Kriteria Hasil : Indikator



integritas kulit ( perubahan sirkulasi, perubahan setatus nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan exstrem, penurunan mobiloitas )



A T



Elasitisitas



5



Hidrasi



5



Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring  Bersihkan perianal dengan air hangat, terutama selama periode diare Edukasi : 



Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5.



Menurun Cukup menurun Sedang Cukup meningkat Meningkat



  



Anjurkan menggunakan pelembab Anjurkan minum air yang cukup Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya



Kolaborasi : 1. Kolaborasikan dengan dokter terkait pemberian terapi



18



3. Mencegah terjadinya infeksi pada kulit 4. Mencegah kekurangan asupan nutrisi dan cairan 5. Agar kulit tetap lembab



DAFTAR PUSTAKA



Atmadja, A. S. (2016). Indikasi Pembedahan Pada Trauma Kapitis. Jurnal Ilmu Kedokteran, 1-5. Putri, C. M., Rahayu, & Sidharta, B. (2016). Hubungan Antara Cedera Kepala Dan Terjadinya Vertigo Di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Jurnal Fakultas Kedokteran, 1-6 Ristanto, R., Indra , R Pueranto , S ., & Styorini, I. (2017). Akuransi Reviset Trauma Score Sebagai Predikator Murtality pasien Cidera Kepala. Jurnal Fakultas Kedokteran, 1-15 Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP



19