LP Degloving [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEGLOVING



oleh: Lidatu Nara Shiela, S.Kep NIM. 122311101048



PROGRAM PROFESI NERS UNIVERSITAS JEMBER 2016



LEMBAR PENGESAHAN Laporan pendahuluan pada pasien dengan Degloving Femur Sinistra di ruang Mawar telah disetujui dan disahkan pada: Hari, tanggal :



Oktober 2016



Tempat: Ruang Mawar RSD dr. Soebandi Jember



Jember,



Oktober 2016 Mahasiswa



(............................................) NIM Pembimbing Klinik



Pembimbing Akademik



(..............................................) NIP.



(................................................) NIP. Mengetahui, Kepala Ruangan



(................................................) NIP.



LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEGLOVING Oleh: Lidatu Nara Shiela, S.Kep



A. Konsep Teori tentang Penyakit 1. Pengertian Degloving injury menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan dari fasia dan otot yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling banyak melibatkan ekstermitas bawah dan torso, dan penyebab tersering adalah kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian ekstremitas bawah, bahkan dapat meluas hingga ke bagian bawah torso. Cedera tersebut sering disertai dengan fraktur atau cedera lain yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian. Apalagi jika pasien berusia lanjut, risiko terjadinya komplikasi semakin meningkat (Wojcicki et al, 2011). Cedera degloving terjadi akibat gaya tangensial yang mengenai permukaan kulit dengan permukaan yang ireguler yang mencengkram kulit sehingga tidak licin. Ketika gaya ini dilawan dengan gerakan yang berlawanan, kulit tertarik dan terlepas dari jaringan di bawahnya (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011). Biasanya, luka yang terjadi bersifat terbuka. Namun, ada pula cedera degloving yang bersifat tertutup, yang lebih jarang ditemukan (Yorganci et al, 2002). Jika lukanya bersifat terbuka, setelah terjadi cedera harus segera dilakukan tindakan menutup area yang mengalami degloving. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi (Fujiwara and Fukamizu, 2008).



2. Patofisiologi Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka, luka terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya : luka lecet (vulnus excoratiol), luka sayat (vulnus invissum),



luka robek (vulnus laceratum), luka potong (vulnus caesum), luka tusuk (vulnus iktum), luka tembak (vulnus aclepetorum), luka gigit (vulnus mossum), luka tembus (vulnus penetrosum), sedangkan luka tertutup yaitu luka tidak terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya luka memar. 3. Tanda dan Gejala Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk (cris syndroma), dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otototot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebut “lower Nepron / Neprosis”, tandanya urine berwarna merah, disuria hingga anuria dan ureum darah meningkat. 4. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Radiologi Sebagai “pencitraan”



penunjang, menggunakan



pemeriksaan sinar



yang



rontgen



penting



adalah



(Sinar-X).



Untuk



mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan jaringan kulit dan sub kutis yang sulit. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan Sinar-X harus atas dasar indikasi kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada Sinar-X mungkin dapat di perlukan teknik khusus, seperti hal-hal sebagai berikut (Muttakin, 2008) 1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini



ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. 2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. 3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. 4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang 3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat c. Pemeriksaan lain-lain 1) Pemeriksaan



mikroorganisme



kultur



dan



test



sensitivitas:



didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi. 3) Elektromyografi:



terdapat



kerusakan



konduksi



saraf



yang



diakibatkan fraktur. 4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. 6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.



5. Penatalaksanaan Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar luka, debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut nekrosis. Trauma degloving seharusnya di lakukan pencucian atau debridemen dari benda asing dan jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan dari luka. Bila lukanya kotor maka dilakukan perawatan secara terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder, lukanya bersih dilakukan penutupan luka primer. Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana tidak terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma dan cairan. Pada degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematome atau insisi kecil selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi untuk mengeluarkan darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15 -800 ml (rata-rata 120 ml). Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana terdapat avulsi dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu debridement dari benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor atau infeksi dilakukan rawat terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder. Kulit dari degloving luka yang terbuka dapat dikembalikan pada tempatnya seperti skin graft dan dinilai tiap hari ,keadaan dari kulit tersebut. Jika kulit menjadi nekrotik, maka dilakukan debridemen dan luka ditutup secara split thickness skin graft. Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration Template (DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara Graft Epidermal. Adapun tekniknya berupa Full Thickness Skin Graft (FTSG), Split Thickness Skin Graft (STSG) , Pedical Flap atau Mikrovascular Free Flap. Penggunaan DRT merupakan terapi terbaik untuk trauma degloving



dan juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi, jika terdapat kehilangan jaringan sekunder yang bisa menyebabkan avulsi. Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa mempersiapkan daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga minggu setelah terapi VAC, maka pada daerah luka terjadi revascularisasi disertai dengan terbentuknya jaringan granulasi sehingga siap untuk di graft. Biasanya pada degloving yang luas, terjadi drainase yang berlebihan, resiko kontaminasi bakteri yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang avaskuler . Ketiga hal tersebut mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang telah dilakukan skin graft. Oleh karena itu dengan VAC diharapkan drainase lebih terkontrol, kontaminasi bakteri menurun serta terjadi stimulasi jaringan granulasi pada dasar luka (Muttakin, 2008).



B. Clinical Pathway



Kurang pengetahuan



Cidera atau sayatan



Nyeri akut



Pembengkakan/perlukaan/lecet Perdarahan Luka terbuka / tertutup Kuman masuk



Kerusakan integritas kulit



Putus asa terhadap kondisi yang dialami



Ketidakefektifan koping



Perawatan jangka waktu lama Perawatan/ Penanganan RICE



Risiko infeksi Pasien bedrest



Defisit perawatan diri



Infeksi Luka



Komplikasi - Sepsis - Kematian



Imobilisasi



Hambatan mobilitas fisik



C. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa 1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan



seberapa



jauh



rasa



sakit



mempengaruhi



kemampuan fungsinya. e) Time:



berapa lama



nyeri berlangsung, kapan, apakah



bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dariskin degloving, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi



terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain 4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab skin deglovingdan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang 5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya skin degloving, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. 6) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat b. Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus skin degloving akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan



kesehatan



untuk



membantu



penyembuhan



kulitnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu



metabolisme



kalsium,



pengkonsumsian



alkohol



yang



bisa



mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak 2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien skin degloving harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan kulit dan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. 3) Pola Eliminasi Untuk kasus multiple ftaktur dan skin degloving, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. 4) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien skin degloving timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. 5) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari



menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. 6) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya



merasa



rendah



diri



terhadap



perubahan



dalam



penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil. 7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien skin deglovingyaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat kerusakan kulitnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri. 8) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien skin degloving daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat skin degloving. 9) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien skin deglovingyaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. 10) Pola Penanggulangan Stress Pada klien skin degloving timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif 11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien skin degloving tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.



1. Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a. Gambaran Umum Perlu menyebutkan: 1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda, seperti: 2) Kesadaran penderita: a) Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna b) Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal c) Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus d) Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan e) Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti pasien tidur lagi. 3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa. 4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. 5) Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas. 6) Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi cedera.



7) Keadaan Lokal Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut : a) Look (inspeksi). Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut : (1) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (2) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (3) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) (4) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (5) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) b) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: (1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3 – 5) detik (2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian (3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal) (4) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.



(5) Kekuatan otot (Carpenito, 1999) : 1



= otot tidak dapat berkontraksi



2



= kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu jatuh



3



= mampu menahan gravitasi tapi dg sentuhan jatuh



4



= kekuatan otot kurang



5



= kekuatan otot utuh (5).



c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah



melakukan



pemeriksaan



feel,



kemudian



diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Arif Muttaqin, 2008 ) 2. Diagnosa keperawatan a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan kulit akibat cidera. b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, kerusakan jaringan kulit, stress/ansietas. c. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif) d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, penurunan kekuatan dan kesadaran, serta kehilangan kontrol otot. f. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)



g. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakadekuatan intake dan output cairan. h. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat. i.



Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/ lengkapnya informasi yang ada.



2) Perencanaan keperawatan No 1.



2.



Diagnosa keperawatan



Tujuan dan kriteria hasil



Kerusakan integritas NOC: kulit berhubungan Integritas jaringan: kulit dan dengan kerusakan kulit membran mukosa akibat cidera. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam pasien dapat mempertahankan keadaan kulit dengan kriteria hasil: 1. Klien akan mempertahankan keutuhan kulit selama perawatanJ 2. Jaringan tampak menyatu 3. Kulit tidak lecet 4. Integritas kulit bebas dari luka tekan Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, kerusakan jaringan kulit, stress/ansietas.



NOC: Manajemen Nyeri



Intervensi keperawatan



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Monitor tanda-tanda vital Monitor keadaan kulit kulit, ada tidaknya kemerahan, dan perubahan warna Anjurkan pasien untuk merubah posisis miki / mika setiap 4 jam Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari kontrol tempat tidur dalam keadaan bersih dan kering Gunakan baby oil / krim kulit 2-3 kali dan setelah mandi Kolaborasi dengan dokter untuk terapi anti inflamasi



Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, Setelah dilakukan tindakan kualitas dan faktor presipitasi keperawatan selama ...x24 jam 2. Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan pasien dapat mengontrol nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk dengan kriteria hasil: mengetahui pengalaman nyeri pasien 1. Menggunakan metode non- 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri analgetik untuk mengurangi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 2. Menggunakan analgetik sesuai 5. Ajarkan teknik non-farmakologi untuk mengatasi



kebutuhan 3. Melaporkan terkontrol 3.



Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif)



nyeri



nyeri sudah 6. Kolaborasi pemberian analgetik



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam pasien dapat terbebas dari tandatanda infeksi dengan kriteria hasil: 1. Kilen tidak menunjukan adanya tanda-tanda infeksi selama masa perawatan 2. Luka tampak kering dan bersih 3. Tidak ada cairan atau darah yang kelar atau merembes 4. Penyembuhan luka rapat dan baik



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Monitor keadaan kulit terhadap adanya iritasi, jika luka terbuka atau terdapat robekan di kulit Monitor tanda-tanda vital Anjurkan pasien dan keluarga mengenai teknik cuci tangan yang tepat Tingkatkan intake nutrisi yang tepat Dorong intake nutrisi yang tepat Dorong untuk beristirahat Pastikan teknik perawatan lukayang tepat Kolaborasikan pemberian antibiotik



4. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan. Format evaluasi yang sering dipakai adalah format SOAP, dalam format ini kita dapat mengetahui perkembangan keadaan pasien. Apakah masalah keperawatannya sudah terselesaikan atau belum. 5. Discharge Planning Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang: a. Obat Beritahu klien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan b.



waktu pemberian obat Diet yang dianjurkan Klien disarankan untuk banyak



mengkonsumsi



makanan



yang



mengandung protein. Selama masa proses penyembuhan setelah operasi tubuh membutuhkan asam amino untuk memperbaiki dan membentuk jaringan di dalam tubuh. Protein adalah sumber nutrisi yang kaya akan asam amino. Selain itu protein juga bisa meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit yang bisa membantu memperlambat penyembuhan. Salah satu contoh makanan yang tinggi protein dan baik untuk dikonsumsi selama masa penyembuhan karena luka adalah ikan gabus. Sealin itu anjurkan pasien juga untuk mengkonsumsi buah-buahan yang kaya akan kandungan vitamin.



DAFTAR PUSTAKA



NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.



Price, S, Wilson L. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Sylvia,P. A, et al. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Wilkison, J. M. dan Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.