LP DM Dengan Hiperglikemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP DASAR DIABETES MELITUS DENGAN HIPERGLIKEMIA



A. Pengertian Diabetes Melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2013). Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar gula darah puasa (GDP) normal 80 – 126 mg/dL dan rentang kadar gula darah 2 jam postprandial (GD2JPP) normal 110-180 mg/dL, serta rentang kadar gula darah sewaktu sekitar 100 – 200 mg/dL (Soegondo dkk. 2015). B. Klasifikasi Klasifikasi Diabetes Melitus secara umum, yaitu Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus/IDDM), Diabetes Melitus Tipe 2 (Non-InsulinDependent Diabetes Mellitus/NIDDM), (Brunner & Suddarth, 2013) 1) Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus/IDDM) Diabetes



Melitus



Tipe



1



adalah



penyakit



hiperglikemia



akibat



ketidakabsolutan insulin, pengidap penyakit itu harus mendapat insulin pengganti (Maghfuri, 2016). Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami Diabetes tipe 1, yaitu Diabetes yang tergantung insulin. Diabetes tipe 1 sering kali terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja, tetapi dapat juga terjadi pada berbagai usia, bahkan pada usia 80-an tahun dan 90-an tahun. Pada Diabetes tipe ini, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun atau dengan kata lain Diabetes Tipe 1 ini terjadi akibat kerusakan (destruksi) sel beta islet Langerhans di pankreas. Ketika sel beta rusak, insulin tidak lagi diproduksi (LeMone P, 2015). Ketidakmampuan sel beta memproduksi insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingaa menimbulkan hiperglikemia (Tarwoto, 2016).



2) Diabetes Melitus Tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM) Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami Diabetes tipe 2, yaitu Diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe 2 merupakan bentuk paling umum Diabetes Melitus dan dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun dan lansia. Diabetes tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas reseptor terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe 2 pada mulanya diatasi dengan diet dan latihan. Jika kenaikan glukosa darah tetap terjadi, terapi diet dan latihan tersebut dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral/OHO (Brunner & Suddarth, 2013). Faktor utama penyebab Diabetes melitus tipe 2 yaitu kegemukan, genetik, pertambahan usia, dan dipengaruhi pula oleh faktor lain yaitu gaya hidup seperti diet dan kebiasaan olahraga/tidak beraktivitas (Soegondo dkk, 2015). C. Etiologi Penyebab utama terjadinya hiperglikemia yaitu kekurangan insulin dan faktor herediter yang memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pankreas dan pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing dalam hal ini sel beta pulau langerhans, sehingga terjadi kerusakan pada sel beta pulau langerhans dan akibatnya tidak ada produksi insulin (defisiensi insulin) yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Selain itu faktor usia, obesitas, gaya hidup, nutrisi yang berlebihan disertai penggunaan obat yang tidak teratur) juga berpengaruh terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Brunner & Suddarth, 2013). D. Patofisiologi Hiperglikemia dapat disebabkan karena resistensi insulin atau kurang sensitivnya reseptor terhadap insulin ini menyebabkan insulin tidak dapat berikatan dengan reseptornya yang berada di setiap sel sehingga glukosa tidak dapat ditranspor masuk ke dalam sel untuk dimetabolisme menjadi energi dan ini terjadi karena adanya faktor usia (semakin bertambah usia maka terjadi penurunan fungsi tubuh), gaya hidup (nutrisi yang berlebih disertai dengan penggunaan obat yang tidak tepat), obesitas



(semakin gemuk seseorang maka membran ototnya semakin jenuh, dan semakin jenuh asam lemak lipid membran maka sensitivitas reseptor terhadap insulin semakin berkurang). Selain itu hiperglikemia juga dapat disebabkan karena adanya defisiensi insulin dan ini terjadi karena adanya faktor genetik dan proses autoimun, dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dan menganggap jaringan tersebut sebagai benda asing sehingga antibodi merusak jaringan tersebut dalam hal ini pankreas tepatnya di sel beta pulau langerhans dan ini menyebabkan tidak ada produksi insulin atau berkurangnya produksi insulin. Insulin yang kurang didalam tubuh menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat dan tubuh menjadi lemas, ini dikarenakan glukosa tidak dapat ditranspor masuk kedalam sel untuk dimetabolisme menjadi energi. Ini menyebabkan tubuh merasa lapar (poliphagia) sehingga tubuh menstimulus hati untuk menggunakan glikogen yang disimpan untuk dipecah kembali menjadi glukosa (glikogenolisis). Selain itu tubuh juga meningkatkan produksi glukosa oleh hati dengan memecah lemak untuk memenuhi kebutuhan energi. Hiperglikemia dapat meningkatkan jumlah pengeluaran urin dikarenakan laju filtrasi ginjal yang bekerja melebihi ambang batas yang ditandai dengan sering berkemih (poliuria) sehingga mengakibatkan dehidrasi dan tubuh akan merasa haus (polidpsi) (Brunner & Suddarth, 2013).



Pathway Autoimun



Lingkungan



Usia



Gaya hidup



Genetik



Defisiensi insulin / resistensi insulin



Glukosa tidak dapat ditranspor ke dalam sel Hiperglikemi



Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah



Hati



Ginjal



Glukoneogenesis



Glikogenolisis



Lipolisis



Glikogen menjadi glukosa



Penumpukan lemak



Hiperglikemia



Keletihan



Laju filtrasi dan reabsorbsi ginjal melebihi ambang batas



Badan keton



Diuresis osmotik



Ketoasidosis



Kurang/tidak ada energi yang dihasilkan



Badan lemah



Hiperosmolaritas



Asam lemak bebas



Glukosa semakin menumpuk di aliran darah



Peningkatan kadar glukosa



Tekanan osmolaritas



 



Mual sesak nafas



Risiko kekurangan volume cairan



Respon tubuh selalu lapar



Risiko cedera



Sering BAK



Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh



Keterangan : : Faktor penyebab (tanda dan gejala)



: Masalah keperawatan



E. Manifestasi Klinik a) Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi BAK(poliuria) Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal bersama urine karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat. b) Meningkatnya rasa haus (polidipsia) Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus. c) Meningkatnya rasa lapar (polipagia) Meningkatkan katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar. d) Penurunan berat badan Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot. e) Kelainan pada mata, penglihatan kabur Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan pada lensa. f) Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang kulit. g) Ketonuria Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi badan keton. Dan dalam keadaan hiperglikemia keton tersebut akan masuk kedalam darah dan dikeluarkan melalui ginjal.



h) Kelemahan dan keletihan Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potasium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih. i) Terkadang tanpa gejala Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah (Tarwoto, dkk. 2016). F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Gula darah meningkat a. Glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (random) b. Glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7,8 mmol/L) (muchter) c. Glukosa darah dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi karbohidrat (2 jam postprandial) > 180 mg/dL. 2. Tes toleransi glukosa G. Komplikasi Komplikasi akibat hiperglikemia : penyakit kardiovaskuler, retinopati, neuropati, nephropati, ketoasidosis diabetik, hiperglikemik hiperosmolar nonketotik. H. Penatalaksanaan 1. Perencanaan Makan Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan DM dengan 3 J (Jenis, Jadwal, Jumlah). Tujuan manajemen nutrisi dan diet adalah mengontrol total kebutuhan kalori tubuh, intake yang dibutuhkan, mencapai kadar serum lipid normal (Tarwoto, 2016). Komposisi nutrisi seimbang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat



45-60%



Protein



10-20%



Lemak



20-25% (Soegondo dkk. 2015).



2. Latihan Jasmani Menurut Smeltzer dan Bare (2013) latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Manfaat olahraga bagi penderita diabetes antara lain meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah (Soegondo dkk. 2015). 3. Obat Berkhasiat Hipoglikemik a) Obat Antidiabetik Oral (OHO) Obat antidiabetik oral bertujuan untuk mengontrol gula darah (Tarwoto,dkk 2016) Berdasarkan cara kerja, obat antidiabetik oral dibagi menjadi 3 golongan, yakni : (Damayanti, 2015). (1) Memicu produksi insulin yang meliputi golongan sulfonilurea, glinid (meglitinide) (2) Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin) yang meliputi golongan biguanid (metformin, tiazolidinedion, rosiglitazone) (3) Penghambat enzim alfa glukosidase seperti akarbose. b) Insulin Terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau mendekati normal (Damayanti, 2015). Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transport glukosa ke dalam sel dan menghambat konversi glikogen dan asam amino menjadi glukosa (Tarwoto, dkk 2016) 4. Pemantauan Pemantaun kadar glukosa darah secara mandiri 5. Penyuluhan Penyuluhan atau pendidikan kesehatan Diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan



sehat optimal, dan penyesuaian



keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik (Soegondo dkk. 2015).



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERGLIKEMIA A. Pengkajian Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, menganantisipasi kekuatan dan pertahanan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus kaki diabetik, pengkajian data dasar meliputi : 1. Anamnese Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status  perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Adanya rasa haus, lapar, sering berkemih, lemah, penglihatan kabur, kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. 3. Riwayat Kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya keluhan yang dirasakan sekarang 4. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan resistensi insulin ataupun defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. 5. Riwayat kesehatan keluarga a. Tinjau kembali kesehatan pasien sebelumnya. Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. 6. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita



7. Data dasar a. Aktivitas Gejala Tanda



b. Istirahat Gejala Tanda c. Sirkulasi Gejala



Tanda



d. Eliminasi Gejala



Tanda



: Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, tonus menurun : Tachicardi dan tachipnea pada waktu melakukan aktivitas, letargi, koma



: Gangguan istirahat dan tidur : Tachicardi dan tachipnea pada keadaan istirahat



: Riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung seperti Infark Miokard Akut, kesemutan pada ekstremitas bawah, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama : Tachicardi, hipertensi, nadi menurun atau tidak teraba, kulit panas, kering, merah, bola mata cekung



: Perubahan pola berkemih (poliuria), sering kencing dimalam hari (nocturia), nyeri, rasa terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, diare : Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang jadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, diare



e. Makanan/cairan Gejala : Nausea (mual), Vomitus (muntal), berat badan menurun, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, polidipsi (sering minum) Tanda : Kulit kering/berisisik, turgor jelek, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), distensi abdomen, muntah, bau buah (nafas aseton) f. Neurosensori Gejala : Tanda :



Sakit kepala, kesemutan, lemah otot Mual, disorientasi, letargi, koma, bingung



g. Kemananan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum



8. Pemeriksaan Fisik a. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.   b. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. c. Sistem integument Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. d. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. e. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis. f. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat  badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. g. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. h. Sistem musculoskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. i. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi



9. Pemeriksaan Diagnostik a. Glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (random) b. Glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7,8 mmol/L) (muchter) c. Glukosa darah dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi karbohidrat (2 jam postprandial) > 180 mg/dL. B. Diagnosa Keperawatan 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan : diare, muntah, masukan dibatasi : mual, kacau mental. 2) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme tubuh Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/ infeksi. 3) Keletihan



berhubungan



dengan



penurunan



produksi



energy



metabolic,



insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/ infeksi. 4) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan fungsi psikomotorik. 5) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguang fungsi metabolik C. Intervensi Keperawatan 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan : diare, muntah, masukan dibatasi : mual, kacau mental. Tujuan



: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.



Kriteria Hasil : 



TTV dalam batas normal







Intake output seimbang







Turgor kulit baik







Mukosa bibir lembab







Kapilari refill < 2 detik



Intervensi : 1. Ukur TTV. Rasional : Hipovolemi dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. 2. Timbang berat badan. Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 3. Observasi turgor kulit dan mukosa bibir. Rasional : Merupakan indicator dari dehidrasi. 4.



Observasi adanya muntah. Rasional : Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah.



5. Pantau intake-output tiap 24 jam. Rasional : Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume cairan tubuh. 6. Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi. Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. 7.



Kolaborasi pemeriksaan          Hamatokrit Rasional : Mengkaji tingkat dehidrasi dan seringkali meningkat akibat hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis.          BUN/ kreatinin Rasional : Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginjal.          Natrium Rasional : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (dieresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan/ dehidrasi berat atau reabsorbsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron.          Kalium



Rasional : Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespons pada asidosis, namun selanjutnya kalium ini akan hilang melalui urine, kadar kalium absolute tubuh berkurang. 2) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi, mual hilang, asupan nutrisi setara dengan penggunaan energi, dengan Kriteria Hasil : 



BB Normal







Kadar glukosa darah dalam batas normal







Intake makanan sesuai dengan kebutuhan energy.



Intervensi : 1. Lakukan hubungan terapeutik dengan pasien dan keluarga pasien Rasional : Membina hubungan saling percaya antara pasien, keluarga pasien, dan perawat. 2. Observasi dan catat intake makanan, serta observasi kegiatan yang dilakukan. Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi dalam tubuh pasien. 3. Observasi kadar gula darah. Rasional : Untuk mengetahui kadar gula darah pasien. 4. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional : Mengetahui nutrisi yang masuk ke dalam tubuh pasien. 5. Anjurkan untuk makan sesuai dengan anjuran. Rasional : Menyeimbangkan berat badan pasien 6. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi yang berhubungan dengan penyakitnya. Rasional : Meningkatkan pengetahuan agar pasien lebih paham dan menjaga keseimbangan nutrisi tubuhnya. 3) Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/ infeksi.



Tujuan



: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keletihan



berkurang/tidak terjadi, dengan



Kriteria Hasil : 



Keletihan berkurang/tidak terjadi.







Berpartisipasi dalam aktivitas tanpa disertai peningkatan TD, nadi, dan pernafasan.







TTV dalam batas normal.







Dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.



Intervensi : 1. Observasi TTV Rasional : Mengetahui tingkat toleransi aktivitas yang dilakukan pasien. 2. Monitor mengenai efek terapeutik obat dan efek samping obat. Rasional : Mengetahui tingkat keefektifan terapi pengobatan. 3. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan kondisi usia, dan perkembangan. Rasional : Untuk mengetahui penyebab kelelahan yang terjadi pada pasien. 4. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai kelelahan yang dialami. Rasional : Agar dapat mengetahui gambaran kelelahan fisik yang dirasakan pasien secara subjektif. 5. Anjurkan aktivitas fisik yang sesuai dengan kemampuan energi pasien. Rasional : Untuk mencegah kelelahan 6. Bantu pasien untuk memprioritaskan kegiatan untuk mengakomodasi energi yang diperlukan Rasional : Agar pasien mampu menyusun prioritas pasien yang dijalani sesuai dengan energi yang tersedia. 7. Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan. Rasional : Agar pasien mampu mengatur aktivitas untuk mencegah kelelahan.



4) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan fungsi psikomotorik Tujuan



: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu



mencegah cedera fisik terhadap diri sendiri, dengan Kriteria Hasil : 



Mengatakan paham tentang faktor individu yang menyebabkan kemungkinan cedera







Menunjukkan perilaku, perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor risiko dan melindungi diri sendiri dari cedera.







Memodifikasi lingkungan sesuai indikasi dan menunjukkan keamanan.



Intervensi : 1. Identifikasi klien yang beresiko (missal : penyakit akut, pembedahan, trauma, kondisi penyakit kronis dengan kelemahan). Rasional : Mengidentifikasi faktor risiko klien. 2. Catat usia dan jenis kelamin Rasional : Anak, individu dewasa muda, lansia, dan pria beresiko lebih tinggi terhadap cedera yang menggambarkan kemampuan atau keinginan klien untuk melindungi diri sendiri. 3. Kaji kekuatan otot. Rasional : Mengidentifikasi risiko jatuh 4. Tinjau tingkat aktivitas klien pada gaya hidupnya. Rasional : Untuk menentukan perubahan atau adaptasi yang mungkin diperlukan untuk mengatasi situasi saat ini. 5. Diskusikan pentingnya pemantauan diri terhadap faktor yang dapat menyebabkan terjadinya cedera, missal : keletihan Rasional : Klien dan keluarga mampu memodifikasi resiko melalui pemantauan tindakan, penundaan tindakan tertentu terutama selama waktu saat klien cenderung mengalami stress berat. 5) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguang fungsi metabolik



Tujuan



: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kadar glukosa



darah stabil



Kriteria Hasil : 



Kadar glukosa darah klien terkontrol







Kadar glukosa darah dalam rentang normal : GD puasa (80-126 mg/dL), GD Sewaktu (100-200 mg/dL)



Intervensi : 1. Monitor kadar glukosa darah Rasional : Untuk mengontrol gula darah 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia dan hyperglikemia Rasional : Mendeteksi dini terjadinya ketidakstabilan gula darah 3. Identifikasi kemungkinan penyebab Hiperglikemia dan hipoglikemia Rasional : Mencegah terjadinya ketidakstabilan kadar gula darah 4. Instruksikan pasien dan orang orang terdekat mengenai tanda dan gejala, faktor dan penanganan Hiperglikemia dan hipoglikemia Rasional : Melibatkan keluarga dalam pemantauan terjadinya hipergikemia dan hipoglikemia 5. Instruksikan pasien untuk selalu patuh terhadap dietnya , terapi OHO dan melakukan olahraga Rasional : Mengontrol kadar gula darah dengan mempertahankan terapi 6. Instruksikan pada pasien dan keluarga mengenai menejeman Diabetes selama periode sakit, penggunaaan obat oral dan intake karbohidrat sesuai dengan kebutuhan Rasional : Mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal



DAFTAR PUSTAKA Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Damayanti, S. (2015). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC LeMone, P., Burke, K., & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking In Patient Care). Jakarta: EGC. Soegondo, S., Suyono, S., Waspadji, S., Soewondo, P., Subekti, I., Semiardji, G., et al. (2015). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Bagi Dokter Dan Edukator. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans Info Media.