LP DM TIPE II TANPA KOMPLIKASI (Ceni M) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II TANPA KOMPLIKASI



DISUSUN OLEH : Ceni Merti NIM PO.62.20.1.17.321



POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN KELAS REGULER ANGKATAN IV SEMESTER VII TAHUN AKADEMIK 2020/2021



A. Konsep Dasar 1. Pengertian Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. [ CITATION Soe15 \l 2057 ] Dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah penyakit sistemik, kronis, dan multifaktor. Diabetes melitus atau DM merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia atau kenaikan kadar glukosa serum akibat kurangnya hormon insulin, menurunya efek insulin atau keduanya. 2. Patofisiologi Diabetes Melitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan 31 dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa



akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar NonKetotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). 3. Tanda dan Gejala Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu: a) Gejala akut penyakit DM Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi: 1) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi). Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan 2) Sering merasa haus(polidipsi) Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi. untuk mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi. 3) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri) Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu



pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka 28 akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) . b) Gejala kronik penyekit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015) adalah: 1) Kesemutan 2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum 3) Rasa tebal dikulit 4) Kram 5) Mudah mengantuk 6) Mata kabur 7) Biasanya sering ganti kaca mata 8) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita 9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas 10) Kemampuan seksual menurun 11) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg 4. Pemeriksaan penunjan a)



Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : 1) Pemeriksaan darah 2) Pemeriksaan fungsi tiroid peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. 3) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).



4) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. 5. Penatalaksanaan medis Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: a.



b.



c.



Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) 1)



Sulfonilurea



2)



Glinid



Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin 1)



Metformin



2)



Tiazolidindion (TZD).



Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan: 1)



Penghambat Alfa Glukosidase.



d.



Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)



e.



Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)



6. Terapi obat dengan implikasi keperawatan Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) 1)



Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).



2)



Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam



benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin 1)



Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2 ). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR



2)



Tiazolidindion (TZD). Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.



c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan: 1) Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat,



irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating



(penumpukan



gas



dalam



usus)



sehingga



sering



menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose. d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin. e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2) Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable lette



B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1) Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data, verifikasi serta komunikasi data yang mengenai pasien secara sistematis. Pada fase ini meliputi pengumpulan data dari sumber primer (pasien), sekunder (keluarga pasien, tenaga kesehtana), dan analisis data sebagai dasar perumusan diagnose keperawatan. Fokus pengkajian keperawatan pada kasus Diabetes Melitus tipe II. 1)



Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan pada klien apakah keluarganya ada yang menderita penyakit seperti klien



2)



Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Tanyakan pada klien berapa lama klien menderita penyakit Diabetes Melitus, bagaimana cara penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. 3) Aktivitas dan istirahat Tanyakan pada klien apakah merasakan letih, lemah, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 4) Sirkulasi Tanyakan pada klien apakah ada riwayat hipertensi, kebas, kesemutan pada ektremitas, ada ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah. 5) Integritas ego Tanyakan pada klien apa sedang mengalami stress atau ansietas 6) Eliminasi Tanyakan pada klien adanya perubahan pola dalam berkemih, seperti poliuri, nokturia, dan anuria serta diare. 7) Makanan dan cairan Tanyakan apakah klien pernah mengalami anorexia, mual, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus dan penggunaan diuretik. 8) Neurosensori



Tanyakan pada klien apakah pernah merasakan pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, paresthesia, gangguan penglihatan 9) Nyeri dan kenyamanan Tanyakan pada klien adanya abdomen tegang, nyeri dengan skala sedang hingga berat. 10) Pernafasan Tanyakan pada klien apakah mengalami batuk dengan atau tanpa spuntum purulent (terganggu adanya infeksi atau tidak). 11) Keamanan Tanyakan pada klien adanya kuring yang kering disertai gatal, dan ulkus pada kulit. 12) Pemeriksaan fisik Dilakukan pemeriksaan head to toe. 13) Pemeriksaan penunjang Kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl , gula darah puasa > 140 mg/dl, gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl, peningkatan lipid dan kolesterol, osmolaritas serum > 330 osm/l. 2) Analisa data DS/DO



Masalah keperawatan Ketidakstabilan kadar glukosa darah



Ds : -



Lelah atau lesu Mulut kering Haus meningkat



-



Kadar glukosa dalam darah/urin tinggi Jumlah urin meningkat



-



Mengeluh Lelah Merasa tidak beraktivitas Merasa lemah



Do : Ds :



Do :



Intoleransi aktivitas



-



nyaman



setelah



Faktor risiko : - Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh - Kelelahan/kelemahan - Klien menderita diabetes melitus tipe II



Risiko cidera



[ CITATION Tim17 \l 1033 ]



3) Diagnosa keperawataan Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan dimana merupakan penialain klinis terhadap kondisi individu, keluarga, atau komunitas baik yang bersifat actual, resiko, atau masih merupakan gejala. Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung actual maupun potensial [CITATION Tim17 \l 1033 ]. Penilaian ini berdasarkan pada hasil analisis data pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa yang ditegakkan dalam masalah ini ialah kesiapan peningkatan manajemen kesehatan. Berikut diagnosa yang terkait dengan penyakit Diabetes Melitus tipe II [CITATION Tim17 \l 1033 ]:



a)



Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pancreas,resistensi insulin,dan gangguan toleransi glukosa darah



b)



Intoleransi aktivitas b.d kelemahan



c)



Risiko cidera faktor risiko : kegagalan mekanisme pertahanan tubuh



4) Intervensi keperawatan Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis (PPNI, 2016). Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk tindakan mandiri dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan melakukan pendokumentasian (Bulechek, 2015).



No 1.



Diagnosa keperawatan Ketidakstabilan kadar glukosa darah



Tujuan keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah dapat diatasi dengan kriteria hasil: Lelah atau lesu menurun Kadar glukosa dalam darah membaik Dapat mengontrol kadar glukosa darah



Rencana Tindakan Observasi 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia. 2. Monitor kadar glukosa darah. 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia Terapeutik 1. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk. Edukasi 1. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri 2. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga 3. Ajarkan pengelolaan diabetes (insulin,obat oral)



Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian insulin, jika



1. 2. 3.



Rasional Untuk mengetahui penyebab terjadinya hiperglikemia Untuk mengontrol kadar glukosa darah Untuk mengetahui tanda gejala hiperglikemia



1.



Agar dapat dilakukan tindakan lebih lanjut



1.



Agar dapat mengotrol kadar glukosa darah Untuk meningkatkan kualitas hidup Agar klien mengetahui cara pengelolaan diabetes



2. 3. 1.



Untuk mengendalikan kadar



2.



Intoleransi aktivitas



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x diharapkan intoleransi aktivitas pada klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Kemudahan melakukan aktivitas sehari hari meningkat 2. Perasaan lemah yang dirasakan klien menurun



perlu. Observasi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2. Monitor pola dan jam tidur 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamana selama melakukan aktivitas Terapeutik 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.cahaya,suara,kunjungan) 2. Lakukan Latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif Edukasi 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



1. 2. 3.



1. 2. 1. 2. 3.



3.



Risiko cedera



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x diharapkan risiko cedera pada klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Toleransi aktivitas meningkat 2. Kejadian cedera menurun



Kolaborasi 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. Observasi 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ektermitas bawah Terapeutik



glikosa darah Untuk mengetahui gangguan fungsi tubuh Untuk mengrtahui kualitas tidur klien Untuk mengetahui lokasi ketidaknyamanan yang dirasakan Agar klien merasa tennag dan nyaman Agar melatih otot gerak klien Agar dapat mengurangi aktivitas klien Agar klien tidak mudah merasa Lelah karena aktivitas yang berlebihan Agar klien tidak mudah Lelah



1.



Untuk meningkatkan nutrisi yang dibutukan klien



1.



untuk mengurangi risiko terjadinya cedera untuk mengetahui obat yang berpotensi menyebabkan cedera untuk menghindari terjadinya cedera di ektramitas bawah



2. 3.



1. 2. 3.



sediakan pencahayaan yang memadai gunakan alas lantai jika mengalami cidera serius sediakan alas kaki antislip



Edukasi 1. jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga 2. anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri



[ CITATION Tim18 \l 1033 ]



1. 2. 3. 1. 2.



untuk menghindari terjadinya cedera untuk menghindari terjadinya cedera untuk menghindari terjadinya cedera agar klien dan keluarga mengetahui cara pencegahan cedera untuk menghindari cedera



Daftar Pustaka



PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanta, A., Soewanda, P., Sastika, K., Manaf , A., . . . Zufry, H. (2015). KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE II DI INDONESIA. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi



Indonesia. Jakarta: PB Perkeni. Retrieved Maret 2021, from https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaandan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC