LP Dyspepsia Eka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan pendahuluan Dyspepsia Di ruang Ranap RS elizbabet Situbondo



Disusun Oleh: Eka Wati (14201.09.17014)



A. Anatomi



Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter



pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung. (Warpadji, 2013) Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu : 1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa. 2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan : a. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus. b. Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama. c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar). 3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe. 4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjarkelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan



pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida. Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum. Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan



impuls



nyeri yang



dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabutserabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. B. Fisiologi Fisiologi Lambung : 1. Mencerna makanan secara mekanikal. 2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.



3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida 4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat. 5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL. 6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus. C. Definisi Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer, 2013) . Dyspepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah makan, yang berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram dan begah perut. Sering kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak atau makanan berserat tinggi, dan oleh asupan kafein yang berlebihan, dyspepsia tanpa kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan (Surjono, 2013). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2013). D. Etiologi Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yang terjadi pada



saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Brunner & Suddart. 2013). Kadar lambung lansia biasanya mengalami penurunan hingga 85%. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1. Menelan udara (aerofagi) 2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung 3. Iritasi lambung (gastritis) 4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5. Kanker lambung 6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis) 7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) 8. Kelainan gerakan usus 9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi 10. Infeksi Helicobacter pylory Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya). 2. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. E. Klasifikasi Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan, membagi dyspepsia menjadi tiga tipe: 1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan gejala: a. Nyeri epigastrium terlokalisasi b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida



c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodic 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility), dengan gejala: a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, 2013). Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.



F. Pathway



Stres fisik



Perangsangan zona kopreseptor G. oleh saraf simpati dan H. peningkatan tekanan atau I. vomiting J.center pada saraf pusat (hipotalamus)



Kontraksi ototK. abdominal otot



Penggunaan obat-obatan/jamu, gol aspirin, alkohol



Pola makan yang kurang sehat



Penghancuran epitel sawar Defuse asam ke mukosa lambung



Peningkatan produksi asam lambung Hipotalamus anterior



Kerusakan Integritas mukosa lambung Pelepasan mediator kimia (Histamin, Bradikin, serotonin)



Perubahan set point pada pusat termoregulator/ pengaturan suhu



Nyeri akut Isi lambung refluks Mual dan muntah



Hipertermi Stimulasi reticular activity sistem pada batang otak Sering terganggu



Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh



Gangguan pola istirahat dan tidur



G. Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala : a. Nyeri epigastrum terlokalisasi b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodic 2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti : a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah e. Upper abdominal boating f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras. Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.



H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya antara lain pankreatitis kronis, DM. Pada dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal. 2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2013). 3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: a. CLO (rapid urea test) b. Patologi anatomi (PA) c. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian 4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2013) 5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.



I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dyspepsia dibagi atas dua yaitu non farmakologi dan farmakologi: 1. Penatalaksanaan non farmokologi a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung b. Menghindarai faktor resiko seperti alkohol,maka makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan,nikotin, rokok, dan stress. c. Atur pola makan 2. Penatalaksanaan farmakologi Sampai sekarang belum regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat di mengerti karena proses fatofisiologi pun belum jelas. Obat-obatan yang di berikan pada klien dyspepsia meliputi : a. Antasid (menetralkan asam lambung). b. Golongan



antikolinergi



(menghambat



pengeluaran



asam



lambung),dan c. Prognetik (mencegah terjadinya muntah) J. Komplikasi 1. Ulkus Peptikum 2. Buang air besar berwarna hitam 3. Muntah Darah 4. Kanker lambung K. Askep Teori 1. Data Dasar Pengkajian a. Identitas 1) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.



2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat. b. Pengkajian 1) Alasan utama datang ke rumah sakit 2) Keluhan utama (saat pengkajian) 3) Riwayat kesehatan sekarang 4) Riwayat kesehatan dahulu 5) Riwayat kesehatan keluarga 6) Riwayat pengobatan dan alergi 5. Pengkajian Fisik a.



Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.



b.



Data sistemik 1) Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain 2) Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan lain-lain. 3) Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, dan lain-lain. 4) Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain. 5) Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat, orientasi orang, dan lain-lain. 6) Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain. 7) Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan, kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.



8) Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-lain. 9) Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat, payudara, dan lain-lain. 10) Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika urinaria. c. Data penunjang d. Terapi yang diberikan e. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual 1) Psikologi a) Perasaan klien setelah mengalami masalah ini b) Cara mengatasi perasaan tersebut c) Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan d) Jika rencana ini tidak terselesaikan e) Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada 2) Sosial a) Aktivitas atau peran klien di masyarakat b) Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai c) Cara mengatasinya d) Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya 3) Budaya a)



Budaya yang diikuti oleh klien



b) Aktivitas budaya tersebut c)



Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut



d) Cara mengatasi keberatan tersebut 4) Spiritual a) Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari b) Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan c) Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan d) Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut



e) Upaya klien mengatasi perasaan tersebut f) Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami 6. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iritasi dan inflamasi pada lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung) b. Gangguan



keseimbangan



cairan



kurang



dari



kebutuhan



tubuh



berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (mual dan muntah) c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (HCL meningkat) d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur yang tidak menyehatkan (nyeri pada ulu hati) 7. Intevensi a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iritasi dan inflamasi pada lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung) 1) Identifikasi



lokasi,



karakteistik,



durasi,



frekuensi,



kualitas,



intensitas nyeri. 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 4) Fasilitasi istirahat tidur 5) Mengajarkan teknik pernapasan untuk meningkatkan relaksasi, meredakan nyei dan ketidaknyamanan b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (HCL meningkat) 1) Identifikasi penyebab hipertermi 2) Monitor suhu tubuh 3) Monitor kadar elektrolit 4) Sediakan lingkungan yang dingin 5) Longgarkan atau lepaskan pakaian 6) Berikan cairan oral



7) Hindari pembeian antipiretik atau aspirin 8) Berikan oksigen, jika perlu c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur yang tidak menyehatkan (nyeri pada ulu hati) 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik atau psikologis) 3) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis, kopi, the, alkohol, makan mendekati tidur, minum banyak air sebelum tidur) 4) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis, pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur) 5) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit 6) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur



DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2: Jakarta. EGC. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2014, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG Manjoer, A, et al. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3: Jakarta. Medika aeusculapeus. Suryono Slamet, et al. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi : Jakarta. FKUI. Price & Wilson. 2014. Patofisiologi, Edisi 4: Jakarta. EGC. Warpadji Sarwono, et al. 2013. Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. FKUI. Wibawa.



2014. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem Pencernaan, Edisi Pertama: Jakarta. Salemba Medika.



Gangguan