LP Hidronefrosis Eka M [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HIDRONEFROSIS A. Konsep Dasar Penyakit I. Definisi Hidronefrosis Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapatmengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal.Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak. Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan kalises. Adanya hidronefrosis harus dianggap sebagai respons fisiologis terhadap gangguan aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi dalam beberapa kasus, seperti megaureter sekunder untuk refluks pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar karena tidak adanya obstruksi (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2015). Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh obstruksi aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan ureter sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi progresif jaringan ginjal (Gibson, 2015).



II. Klasifikasi Hidronefrosis Dari hasil pemeriksaan radiologis hidronefrosis terdapat 4 grade hidronfrosis, diantaranya (Beetz dkk, 2012) : 1) Hidronefrosis Derajat 1



Hasil yang ditemukan berupa dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks berbentuk Blunting alias tumpul 2) Hidronefrosis Derajat 2 Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor, kaliks berbentuk flattening, alias mendatar 3) Hidronefrosis derajat 3 Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol. Adanya tanda minor atrofi ginjal (papilla datar dan forniks tumpul) 4) Hidronefrosis derajat 4 Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks batas antara pelvis ginjal dan kaliks hilang. Tanda signifikan adanya atrofi ginjal (parenkis tipis). Calices berbentuk ballooning alias menggembung. III. Etiologi 1. Jaringan parut ginjal/ureter. 2. Batuk 3. Neoplasma/tomur 4. Hipertrofi prostat 5. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra 6. Penyempitan uretra 7. Pembesaran uterus pada kehamilan



Menurut Parakrama & Clive (2016) penyebab yang bisa mengakibatkan hidronefrosis adalah sebagai berikut: a) Hidronefrosis Unilateral Obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih. Keadaan ini berakibat hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah satu ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal. Penyebab obstruksi unilateral adalah:



1) Obstruksi sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureterdan pelvis renalis) 2) Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu tinggi 3) Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah 4) Batu di dalam pelvis renalis 5) Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang letaknya abnormal, dan tumor b) Hidronefrosis Bilateral : 1) Hyperplasia prostat pada usia lanjut 2) Adanya katup uretra posterior congenital 3) Pasien paraplegia dengan kandung kemih neurogenik 4) Fibrosis retroperitoneum dan keganasan 5) Disfungsi otot ureter yang timbul pada masa kehamilan



IV. Manifestasi Klinis Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti: 1) Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium). 2) Gagal jantung kongestif. 3) Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi). 4) Pruritis (gatal kulit). 5) Butiran uremik (kristal urea pada kulit). 6) Anoreksia, mual, muntah, cegukan. 7) Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.



8) Amenore, atrofi testikuler.



V. Patofisiologi Hidronefrosis Hidronefrosis merupakan respons hasil dari proses anatomis atau fungsional dari suatu gangguan aliran urine. Gangguan ini dapat terjadi dimana saja di sepanjang saluran urine dari ginjal sampai ke meatus uretra. Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan menyebabkan pelebaran mendadak dan peningkatan tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan penumpukan cairan di ruang interstisium. Peningkatan tekanan interstisium menyebabkan disfungsi tubulus. Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan nefron yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat obstruksi meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu saluran kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi. Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior dan menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. Obstruksi unilateral kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total



dan umumnya berlanjut dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi parsial bilateral kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi, kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan pasien tersebut dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini. Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan selanjutnya dengan cepat menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena itu, keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2016). Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2017) Obstruksi bilateral total menyebabkan anuria, yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi terletak dibawah kandung kemih, gejala dominan adalah keluhan peregangan kandung kemih. Secara paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Hidronefrosis unilateral dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis, seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara tidak langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak. Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra



pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus. Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu (Kimberly, 2016). VI. Komplikasi Menurut Kimberly (2016) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan : 1) Batu ginjal 2) Sepsis 3) Hipertensi renovaskuler 4) Nefropati obstruktif 5) Infeksi VII. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Urinalisis.



Pyura



menunjukkan



adanya



infeksi.



Hematuria



mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu atau tumor. Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi yang mengancam kehidupan. b. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat untuk mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan diagnosis dan hidronefrosis. c. Pyelography Intravena (IVP) Pyelography intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan penyebab hidronefrosis dan hidroureter. Intraluminal merupakan



penyebab paling mudah yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan IVP. d. CT Scan CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis dan hidroureter. Proses retroperitoneal menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan.



VIII. Penatalaksanaan: Tujuan



penatalaksanaannya



adalah



untuk



mengidentifikasi



dan



memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi ginjal a.



Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan



b.



nefrostomi atau tipe divertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks



c.



akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu,



d.



tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan fungsinya hancur jalan satusatunya adalah nefrektomi (pengangkatan ginjal).



Sedangkan menurut jenisnya, penatalaksanaan hidronefrosis dibagi menjadi 2 yakni Hidronefrosis Akut dan Hidronefrosis Kronis : 1. Hidronefrosis akut a) Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit). b) Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu. 2. Hidronefrosis kronik a) Dilatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih.



b) Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali. c) Dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang berbeda d) Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi: 1) terapi hormonal untuk kanker prostat 2) pembedahan 3) pelebaran uretra dengan dilator



B. Konsep Asuhan Keperawatan I. Pengkajian a. Identitas pasien b. Keluhan utama: nyeri pinggang, urine susah keluar. c. Riwayat penyakit sekarang Nyeri pinggang, tidak ada urine keluar, pasien merasa lemas d. Riwayat penyakit dahulu Penyakit seperti gagal ginjal kronis, hipertensi maupun DM. e. ADL 1) Nutrisi: adanya rasa mual akan membuat nafsu makan menurun 2) Eliminasi: dapat terjadi penurunan jumlah urine 3) Aktivitas istirahat: aktivitas istirahat dapat terganggu akibat adanya nyeri pinggang



4) Hygiene personal: hygiene personal tidak dapat dilakukan secara mandiri karena pasien mengalami merasa lelah f. Psikososialspiritual g. Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan B1-B6  B1 (Breathing) Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ non produktif), penggunaan otot bantu pernafasan, SpO 2, PO2 , PCO2 , pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan



meningkat, ronchi pada lapang pandang paru, kulit pucat, cyanosis.  B2 (Blood) Denyut nadi, irama jantung, tekanan darah, CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis.  B3 (Brain) Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflex menurun  B4 (Bladder) Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba keras.  B5 (Bowel) Terjadi mual, muntah, bising usus normal.  B6 (Bone) Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun. 2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe 1) Keadaan umum: pada kondisi yang masih belum parah, kemungkinan klien dalam keadaan compos mentis, dan dalam keadaan yang cukup parah kemungkinan klien berada dalam tingkat kesadaran sopor. 2) Kepala dan leher Pada inspeksi kepala dan leher pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat terjadi yaitu, pada mata terlihat adanya konjungtiva anemis dan



bibir pucat, hal ini dapat terjadi karena fungsi ginjal yang terganggu sehingga tidak dapat menghasilkan eritropoeitin (produksi eritrosit menurun) dan dapat menyebabkan suplai O2 ke jaringan turun. Klien jika sudah dalam keadaan yang kronis juga dapat mengalami pernapasan cuping hidung, hal ini terjadi karena kegagalan ginjal untuk membuang limbah metabolik sehingga terjadi asidosis metabolik. 3) Dada Pemeriksaan dada pada klien hidronefrosis biasanya masih belum didapatkan kelainan. 4) Abdomen Pemeriksaan fisik abdomen pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat diperoleh hasil teraba massa di daerah suprabubik dengan konsentrasi keras, pada klien juga bisa diperoleh adanya nyeri ketok di sudut costovertebra, keadaan ini terjadi karena adanya regangan kapsul ginjal akibat hidronefrosis.



5) Kulit Pemeriksaan kulit pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat terjadi pucat, lembab. Hal ini terjadi karena ginjal mengalami gangguan sehingga produksi eritropoeitin menurun dan suplai O2 ke jaringan juga menurun. 6) Genetalia dan Rektum Pada klien hidronefrosis kemungkinan bisa ditemukan terabanya massa jika hidronefrosis disebabkan oleh tumor. Selain itu, juga dapat diperoleh adanya pembesaran prostat jika keadaan tersebut disebabkan oleh BPH. 7) Ekstremitas Pada klien hidronefrosis kemungkinan tidak didapatkan kelainan ektremitas. Namun jika hidronefrosis parah pada kedua bagian ginjal,



maka dapat mengakibatkan gejala gagal ginjal seperti terdapat odem pada extremitas, keletihan, dan kelemahan.



II. Diagnosa Keperawatan 1) Hipervolemia b.d Penurunan Haluaran Urine dan peningkatan cairan interstitial Gangguan eleminasi urine berhubungan dengan obstruksi saluran urine 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Gangguan Eliminasi Urine b.d obtruksi saluran urine Nyeri akut b.d obstruksi saluran kemih Gangguan pertukaran gas b.d edema paru Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai oksigen Deficit nutrisi b.d peningkatan asam lambung dan anoreksia, mual muntah Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan



prosedur dialysis 8) Gangguan intergritas kulit b.d adanya priuritus



III. Intervensi Keperawatan NO 1.



Diagnosa Keperawatan Hipervolemia b.d Penurunan Haluaran Urine dan peningkatan cairan interstitial



Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)



Intervensi Keperawatan (SIKI)



Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Hipervolemia … x 24 jam diharapkan tidak terjadi Pemantauan Cairan Observasi: hypervolemia dengan kriteria hasil : 1) Monitor intake dan output cairan Keseimbangan Cairan 2) Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. o Pengeluaran Urin normal kadar natrium, BUN, hematokrit, berat o Tidak ada edema jenis urine) o Tidak mengalami asites 3) Monitor tanda-tanda vital o Tekanan darah batas normal 4) Monitor elastisitas turgor kulit o Turgor kulit elastis 5) Monitor kadar albumin o CRT 1 kg dalam sehari 3) Ajarkan cara mengukur dan mencatat



asupan dan haluaran cairan 4) Ajarkan cara membatasi cairan Kolaborasi : 1) Kolaborasi pemberian diuretic 2) Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik 2.



Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan Urine Observasi Urine b.d obtruksi … x 24 jam diharapkan Gangguan saluran urine Eliminasi Urine membaik dengan 1) Indentifikasi tanda dan gejala retensi urine atau inkontinensia urine kriteria hasil : 2) Monitor urine (mis: frekuensi, konsistensi, o Eliminasi urine membaik aroma, voume, dan warna) o Tidak terjadi ISK o Kandung kemih kosong secara Terapeutik komplit 1) Catat haluaran dan waktu-waktu berkemih o Terjadinya balance cairan 2) Batasi asupan cairan Edukasi 1) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine 2) Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih 3) Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi 4) Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur Kolaborasi



3.



Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan obstruksi saluran selama … x 24 jam diharapkan nyeri kemih dapat terkontrol atau hilang dengan kriteria hasil : Kriteria hasil: o Kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat o Keluhan nyeri menurun o Meringis menurun o Sikap protektif menurun o Gelisah menurun o Kesulitan tidur menurun o Anoreksia menurun o Perineum terasa tertekan menurun o Uterus teraba membulat menurun o Ketegangan otot menurun o Pupil dilatasi menurun o Muntah menurun o Mual menurun o Frekuensi nadi membaik o Pola napas membaik o Tekanan darah membaik o Proses berpikir membaik



1) Kolaborasi pemberian obat supposituria uretra jika perlu Manajemen Nyeri Observasi 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi respons nyeri non verbal 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 6) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 7) Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 1) Berikan teknik nonfarmakologis yntuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat dan tidur 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri



o o



Fokus membaik Fungsi berkemih membaik



dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Pemberian Analgesik Observasi 1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi) 2) Identifikasi riwayat alergi obat 3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik 4) Monitor efektifitas analgesik Terapeutik



Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesik optimal, jika perlu 2) Perimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum 3) Tetapkan target efektifitas untuk mengoptimalkan respons pasien 4) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan 1)



4.



Gangguan pertukaran Setelah dilakukan asuhan keperawatan gas b.d edema paru selama … x 24 jam diharapakan gangguan pertukaran dapat teratasi dengan kriteria hasil : o Tingkat kesadaran meningkat o Dispnea menurun o Bunyi napas tambahan menurun o Pusing menurun o Penglihatan kabur menurun o Diaforesis menurun



Edukasi Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgetik, sesuai indikasi Pemantauan Respirasi Observasi 1) Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas 2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- Stokes, Biot, ataksik) 3) Monitor kemampuan batuk efektif 4) Monitor adanya produksi sputum 5) Monitor adanya sumbatan jalan napas 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru



o o o o o o o



Gelisah menurun Napas cuping hidung menurun PCO2 membaik PO2 membaik Takikardia membaik pH arteri membaik Sianosis membaik



7) 8) 9)



Auskultasi bunyi napas Monitor saturasi oksigen Monitor nilai AGD



Terapeutik 1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2) Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu Terapi Oksigen Observasi 1) Monitor kecepatan aliran oksigen 2) Monitor posisi alat terapi oksigen 3) Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup 4) Monitor tanda-tanda hipoventilasi 5) Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelaktasis 6) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen Terapeutik 1) Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu 2) Pertahankan kepatenan jalan napas 3) Siapkan dan atur peralatan pemberian



oksigen Berikan oksigen tambahan, jika perlu Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi 6) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien 4) 5)



5.



Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai oksigen



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan gangguan perfusi jaringan perifer teratasi dengan kriteria hasil : o Denyut nadi perifer meningkat o Warna kulit pucat menurun o Edema perifer menurun o Nyeri ekstremitas menurun o Parastesia menurun o Pengisian kapiler membaik o Akral membaik o Turgor kulit membaik o Tekanan darah sistolik membaik o Tekanan darah diastolik membaik



Edukasi Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah Kolaborasi 1) Kolaborasi penentuan dosis oksigen 2) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur Perawatan Sirkulasi Observasi 1) Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index) 2) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol tinggi) Monitor panans, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas Teraupetik 1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah keterbatasan perfusi



Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan perfusi 3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera 4) Lakukan pencegahan infeksi 5) Lakukan perawatan kaki dan kuku 2)



Edukasi 1) Anjurkan berolah raga rutin 2) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika perlu 3) Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara teratur 4) Anjurkan menggunakan obat penyekat beta 5) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega 3) 6) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Raasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa) Manajemen Sensasi Perifer Observasi 1) Identifikasi penyebab perubahan sensasi 2) Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian



3) 4) 5)



6.



Deficit nutrisi b.d peningkatan asam lambung dan anoreksia, mual muntah



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nutrisi pasien membaik dengan kriteria hasil : o Porsi makanan yang dihabiskan meningkat o Kekuatan otot pengunyah meningkat o Kekuatan otot menelan



Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin Monitor perubahan kulit



Teraupetik 1) Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin) Edukasi 1) Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air 2) Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak 3) Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu 2) Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu Manajemen Nutrisi Observasi 1) Identifikasi status nutrisi 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3) Identifikasi makanan yang disukai 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient 5) Monitor asupan makanan 6) Monitor berat badan 7) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium



o o o o o o o o o o o o



meningkat Serum albumin meningkat Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat Nyeri abdomen menurun Diare menurun Berat badan membaik Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik Frekuensi makan membaik Nafsu makan membaik Bising usus membaik Membran mukosa membaik



Teraupetik 1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu 2) Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis. 3) Piramida makanan) 4) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai 5) Berikan makanantinggi serat untuk mencegah konstipasi 6) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 7) Berikan makanan rendah protein Edukasi 1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2) Anjurkan diet yang diprogramkan Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu 2) Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu Promosi Berat Badan Observasi 1) Identifikasi BB kurang



kemungkinan



penyebab



2) Monitor adanya mual muntah 3) Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari 4) Monitor berat badan 5) Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum Teraupetik 1) Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu 2) Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus, 3) makanan yang diblender, makanan cair yang diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total parenteral nutrition sesuai indikasi) 4) Hidangkan makanan secara menarik 5) Berikan suplemen, jika perlu 6) Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang dicapai



7.



Intoleransi



aktivitas



Setelah dilakukan asuhan keperawatan



Edukasi 1) Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau 2) Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan Manajemen Energi



b.d keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialysis



selama … x 24 jam diharapakan intoleransi aktivitas pasien teratasi dengan kriteria hasil : o Saturasi oksigen meningkat o Frekuensi nadi meningkat o Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat o Toleransi dalam menaiki tangga meningkat o Dipsnea saat aktivitas menurun o Aritmia saat beraktivitas menurun o Aritmia setelah beraktivitas menurun o Sianosis menurun o Warna kulit membaik o Tekanan darah membaik o Frekuensi napas membaik



Observasi 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2) Monitor kelelahan fisik dan emosional 3) Monitor pola dan jam tidur 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik 1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) 2) Lakukan latihan rentang gerak pasin dan/atau aktif 3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan 4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi 1) Anjurkan tirah baring 2) Anjurkan melakukkan aktivitas secara bertahap 3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang 4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi



1)



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan Terapi Aktivitas



Observasi 1) Identifikasi defisit tingkat aktivitas 2) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu 3) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan 4) Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas Terapeutik 1) Fasilitasi fokus pada kemampuan, buka defisit yang dialami 2) Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas 3) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial 4) Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia 5) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih 6) Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai



7) Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untukmengakomodasi aktivitas yang dipilih 8) Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan 9) Fasilitasi ativitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak 10) Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif 11) Tingkatan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai 12) Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot 13) Fasilitasi aktivitas dengan komonen memori implisit dan emosional (mis. kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien demensia 14) Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif 15) Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis. vocal group, bola voli, tenis meja, jogging,



berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan 16) teka-teki dan kartu) 17) Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu 18) Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri 19) Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan 20) Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas sehari- hari 21) Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas Edukasi 1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, 2) jika perlu 3) Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih 4) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan 5) Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai 6) Anjutkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi



dalam aktivitas Kolaborasi 1) Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai 2) Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu 8.



Gangguan intergritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan kulit b.d adanya … x 24 jam diharapkan gangguan priuritus intergritas kulit teratasi dengan kriteria hasil : o Elastisitas meningkat o Hidrasi meningkat o Perfusi jaringan meningkat o Kerusakan jaringan menurun o Kerusakan lapisan kulit menurun o Nyeri menurun o Perdarahan menurun o Kemerahan menurun o Hematoma menurun o Pigmentasi abnormal o Suhu kulit membaik



Perawatan Integritas Kulit Observasi 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) Terapeutik 1) Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah baring 2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu 3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare 4) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering 5) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif 6) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering



Edukasi 1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum) 2) Anjurkan minum air yang cukup 3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur 5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem 6) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah 7) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya Perawatan Luka Observasi 1) Monitor karakteristik luka drainase, warna, ukuran, bau) 2) Monitor tanda-tanda infeksi



(mis.



Terapeutik 1) Lepaskan balutan dan plester secara perlakah 2) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu 3) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan 4) Bersihkan jaringan nekrotik 5) Berikan salep yang sesuai kulit/lesi,



jika perlu Pasang balutan sesuai jenis luka Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka 8) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase 9) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien 6) 7)



Edukasi 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2) Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein 3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi 1) Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu 2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu



IV. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi dilakukan sesuai dengan Intervensi Keperawatan. V. Evaluasi 1) Hipervolemia b.d Penurunan Haluaran Urine dan peningkatan cairan interstitial Gangguan eleminasi urine berhubungan dengan obstruksi saluran urine 2) 3) 4) 5)



Teratasi



Gangguan Eliminasi Urine b.d obtruksi saluran urine Teratasi Nyeri akut b.d obstruksi saluran kemih Teratasi Gangguan pertukaran gas b.d edema paru Teratasi Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai oksigen



Teratasi 6) Deficit nutrisi b.d peningkatan asam lambung dan anoreksia, mual muntah Teratasi 7) Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialysis Teratasi 8) Gangguan intergritas kulit b.d adanya priuritus



(Teratasi)



DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Y. D. (2016). Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD Blambangan Banyuwangi. Digital Repository Universitas Jember . Annis, 2016. Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Usia Dewasa Muda Di Rsud Dr. Moewardi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Astrini, W. G. (2014). Hubungan Kadar Hemoglobin, Indeks Masa Tubuh dan Tekanan Darah dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Dr. Soedarso Pontianak Bulan April 2013. Jurnal Mahasiswa Pspd FK Universitas Tanjungpura Vol 1, No1. Apriyanto, S. (2014). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) Di Ruang Hemodialisa. Pontianak. De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC Kumar, Vinay, dkk. 2017. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC. PAPDI. (2016). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Putri, R., Sembiring, L. P., & Babasari, E. (2014). Gambaran Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani terapi Contionuous Ambulatory