LP Hidronefrosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HIDRONEFROSIS (URS+URETOTOMI DJ STENT) Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah



Disusun Oleh: Ani Suryani 0433131490119008



Prodi Profesi Ners STIKES KHARISMA KARAWANG Jalan Pangkal Perjuangan KM.01 By Pass - Karawang Tahun 2019



LAPORAN PENDAHULUAN HIDRONEFROSIS



A. Konsep Penyakit 1. Pengertian Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh obstruksi aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan ureter sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi progresif jaringan ginjal (Gibson, 2003). Hidronefrosis adalah pembesaran ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada parenkim ginjal (Price, 2001). Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.



2. Etiologi Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis) yaitu: a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu tinggi b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah; c. Batu di dalam pelvis renalis;



d. Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang letaknya abnormal, dan tumor.



Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih: a. Batu di dalam ureter; b. Tumor di dalam atau di dekat ureter; c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran atau pembedahan; d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter; e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid); f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih); g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya; h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker; i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera; j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi kontraksi ureter.



Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran Rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar. Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap.



3. Tanda dan gejala Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akutdapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kenamaka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti: a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium); b. Gagal jantung kongestif; c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi); d. Pruritis (gatal kulit); e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit); f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan; g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang; h. Amenore, atrofi testikuler.(Smeltzer dan Bare, 2002).



4. Patofisiologi Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak. Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus. Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang



mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).



5. Komplikasi dan Prognosis Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal bias menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah, mengeluarkan produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit dalam tubuh. Hidronefrosis bias menyebabkan infeksi ginjal (pyelonephrosis) gagal ginjal, sepsis, dan dalam beberapa kasus, ginjal kehilangan fungsi atau kematian. Fungsi ginjal akan mulai menurun segera dengan timbulnya hidronefrosis tetapi reversibel jika tidak menyelesaikan pembengkakan. Biasanya ginjal sembuh dengan baik bahkan jika ada halangan berlangsung hingga 6 minggu.



6. Penatalaksanaan dan Pengobatan Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis



(obstruksi,



infeksi)



dan



untuk



mempertahankan



dan



melindungifungsi ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002) Pengobatan a. Hidronefrosis akut 1. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit)



2. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu b. hidronefrosis kronik 1. Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih 2. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali 3. Dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang berbeda 4. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi: a) terapi hormonal untuk kanker prostat b) pembedahan c) pelebaran uretra dengan dilator 7. Pemeriksaan Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar. 2. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih 3. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal 4. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung 5. Laboratorium Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea karena ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik.



8. Pencegahan Segera mencari pengobatan dari penyebab yang mendasari kondisi medis ini.



9. Pathway



B. Konsep Asuhan Keperawatan Peroperatif Hidronefrosis a/i URS 1. Pengkajian a. Identitas Klien 1) Nama Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien 2) Umur Umur dapat mengidentifikasi penyebab dari hidronefrosis yang terjadi pada orang dewasa.



3) Jenis kelamin Jenis kelamin bisa untuk identifikasi penyebab misalnya pada pria lansia penyebab tersering ialah akibat obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Pada perempuan hamil bisa terjadi akibat pembesaran uterus. 4) Agama 5) Pendidikan 6) Pekerjaan Pekerjaan klien dapat berpengaruh terhadap penyebab klien menderita hidronefrosis, misalnya sopir atau sekretaris yang pekerjaannya banyak untuk duduk sehingga meningkatkan statis urine. 7) Status kawin b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu ginjal, tumor, pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti klien berkemih sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat berkemih, nyeri panggul. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga pasien ada yang menderita penyakit polikistik ginjal herediter, diabetes mellitus, serta penyakit ginjal yang lain. c. Pengkajian Keperawatan 1) Aktivitas dan istirahat Kelelahan, kelemahan, malaise 2) Integritas ego Faktor stress, perasaan tidak berdaya, menolak cemas, marah. 3) Elimasi Penurunan frekuensi, oliguri, anuri, perubahan warna urin. 4) Makanan/cairan Penurunan berat badan karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah.



5) Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen, nyeri tulang rusuk dan tulang panggul, gelisah, distraksi tergantung derajat keparahan. 6) Interaksi social Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasa. 7) Persepsi diri Kurangnya pengetahuan, gangguan body image. 8) Sirkulasi Peningkatan tekanan darah, kulit hangat dan pucat. d. Pengkajian Fisik 1) Kulit: Warna kulit sawo matang, turgor cukup. 2) Kepala: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. 3) Mata: Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+). 4) Telinga: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal. 5) Hidung: Simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah. 6) Mulut: Gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering 7) Leher: Trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat. 8) Thorax Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan. Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.



9) Abdomen : Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal. Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen Palpasi: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa. 10) Ekstremitas Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup. Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot cukup.



2. Diagnosa Keperawatan Perioperatif a. Pre Operatif No. Dx



Diagnosis



1



Ansietas (0080) Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314) Observasi: tindakan  Identifikasi saat tingkat keperawatan selama ansietas berubah (mis. 1 x 24 jam Kondisi, waktu, stressor) diharapkan tingkat ansietas menurun,  Identifikasi kemampuan dengan Kriteria mengambil keputusan Hasil:  Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal Tingkat Ansietas Terapeutik: (L.09093)  Ciptakan suasana terapeutik 1. Verbalisasi khawatir akibat untuk menumbuhkan kondisi yang kepercayaan dihadapi  Temani pasien untuk menurun (5) mengurangi kecemasan, jika 2. Perilaku gelisah memungkinkan menurun (5) Gejala dan tanda  Pahami situasi yang membuat 3. Perilaku tegang mayor menurun (5) ansietas Subjektif: 4. Frekuensi  Dengarkan dengan penuh - Merasa pernapasan perhatian menurun (5) bingung  Gunakan pendekatan yang 5. Frekuensi nadi - Merasa tenang dan meyakinkan menurun (5) khawatir 6. Tekanan darah  Tempatkan barang pribadi



-



dengan akibat dari kondisi yang dihadapi Sulit berkonsentrasi



Objektif: - Tampak gelisah - Tampak tegang - Sulit tidur Gejala dan tanda minor Subjektif: - Mengeluh pusing - Anoreksia - Palpitasi - Merasa tak berdaya Objektif: - Frekuensi napas meningkat - Frekuensi nadi meningkat - Tekanan darah meningkat - Diaforesis - Tremor - Muka tampak pucat - Suara bergetar - Kontak mata buruk - Sering berkemih - Berorientasi pada masa lalu



b. Intra Operatif



menurun (5) 7. Pucat menurun (5)



yang memberikan kenyamanan  Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan  Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang Edukasi:  Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami  Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis  Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu  Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan  Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi  Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan  Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat  Latih teknik relaksasi Kolaborasi  Kolaborasi pemberian obat



No. Dx 1



Diagnosis Risiko (D.0142)



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi tindakan keperawatan (I.14539) selama 1 x 24 jam Observasi: diharapkan tingkat  Monitor tanda dan gejala Definisi: Berisko infeksi menurun, infeksi lokal dan mengalami dengan Kriteria Hasil: sistemik peningkatan terserang organisme patogenik Terapeutik: jumlah Tingkat Infeksi  Batasi pengunjung (L.14137)  Berikan perawatan kulit 1. Kebersihan Faktor risiko: pada area edema tangan meningkat  Cuci tangan sebelum (5) - Penyakit kronis dan sesudah kontak (mis. Diabetes 2. Kebersihan badan dengan pasien dan meningkat (5) melitus) lingkungan pasien 3. Kemerahan  Pertahankan teknik - Efek prosedur menurun (5) aseptik pada pasien invasif 4. Nyeri menurun (5) berisiko tinggi 5. Bengkak menurun - Malnutrisi (5) Edukasi: 6. Vesikel menurun  Jelaskan - Peningkatan tanda dan (5) paparan organisme gejala infeksi 7. Periode menggigil patogen  Ajarkan cara mencuci menurun (5) lingkungan tangan dengan benar 8. Kadar sel darah  Ajarkan cara memeriksa putih membaik (5) - Ketidakadekuatan kondisi luka atau luka pertahanan tubuh operasi primer:  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi a. Gangguan  Anjurkan meningkatkan peristaltik asupan cairan b. Kerusakan Kolaborasi: integritas kulit  Kolaborasi pemberian Analgetik dan c. Perubahan Antibiotik, jika perlu sekresi pH d. Penurunan kerja siliaris e. Ketuban pecah lama f. Ketuban pecah sebelum waktunya



g. Merokok h. Statis tubuh -



cairan



Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: a. Penurunan hemoglobin b. Imunospresi c. Leukopenia d. Supresi respon inflamasi e. Vaksinasi tidak adekuat



c. Post Operatif No. Dx 1



Diagnosis



Tujuan dan Kriteria Hasil



Risiko Hipotermia Setelah dilakukan Perioperatif tindakan (D.0141) keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan Definisi: Berisko termoregulasi mengalami membaik, dengan penurunan suhu Kriteria Hasil: tubuh dibawah 360C secara tiba-tiba yang terjadi satu jam Termoregulasi sebelum pembedahan (L.14134) hingga 24 jam setelah 1. Menggigil pembedahan menurun (5)



Faktor risiko: -



Prosedur pembedahan



-



Kombinasi anastesi regional



2. Konsumsi oksigen menurun (5) 3. Pucat menurun (5) 4. Suhu tubuh membaik (5) (36,5-37,50C) 5. Suhu kulit



Intervensi Manajemen Hipotermia (I.14507) Observasi:  Monitor suhu tubuh  identifikasi penyebab hipotermia (mis. terpapar suhu lingkungan rendah)  Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia ringan (mis. menggigil) Terapeutik:  Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur suhu ruangan)  Ganti pakaian dan/atau linen yang basah  Lakukan penghangatan pasif (mis. selimut, pakaian tebal)  Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. selimut hangat, blanket hangat)



dan umum -



Skor American Society of Anastesiologist (ASA) >1



-



Suhu pra operasi rendah (2 liter yang tidak dihangatkan)



Kondisi Terkait:



badan



membaik (5) Edukasi: 6. Pengisian  Anjurkan kapiler hangat membaik (5) Kolaborasi (