LP Gadar Asma (Hardilani Pritasari) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KASUS ASMA DIRUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA



OLEH : HARDILANI PRITASARI 1930034



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TAHUN 2019/2019



LAPORAN PENDAHULUHAN ASMA A. DEFINISI Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh fakrot resiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstrituksi bronkus, sumbatan mucus, dan meningkatkan proses radang (Almazini, 2012). Sama adalah satu keadaan di mana saluran nafas mengelamai penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma sering terjadi pada anak –anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa sekitar 30 tahun (Saheb, 2011). B. ETIOLOGI Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Suatu hal yang menonjol pada penderita asma adala fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imonologi. Adapun rangsanga atau factor pencetus yang sering menimbulkan asma adalah (Smeltzer & Bare, 2020): 1. Factor akstrinsik ( alergik) : rekasi alergi yang disebabkan oleh alergan atau alergan yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, dan bulu-bulu binatang. 2. Factor intrinsic (non alergi) : tidak berhubungan dengan alergi, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, letih, emosi, dan polutan lingkugan dapat mencetukan serangan. 3. Asma gabungan : bentuk asma yang paling umum. Sama ini mempunyai karakteristik diri bentuk alergi dan non alergi. Menurut The Lung Association Of Canada, ada faltor yang menjadi penyetus asama yaitu : 1. Pemicu Asma (Trigger)



Tigger dianggap menyebabkan gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsic. Gejalagejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relative mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstraksi adala perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olah raga yang berlebihan. 2. Peneybab asma (inducer) Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasa. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguh atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejalgejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah allergen yang tampil dlama bentuk ingisten (allergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (allergen yang dihirup melalui hidung atau mulut), dan allergen yang didapat melalui kontak dengan kulit (VitaHealth, 2006) C. KLASIFIKASI 1. Bedasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi : a. Asma bronkhile Asma bronkile merupakan suatu pemyakit yang ditandai denngan adanya respon yang berlebihan dari trake dan bronkus terhadap berbagi mancam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas di seluruh paru dan derajatnya dapat di rubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan. b. Status asmatikus Yakni suatu asma yang refaktor terhadap obat-obatan yang konvesional (Smelzer, 2001). Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak lansung memberikan respon terhadap dosis



umum brokodilator (Dipkes RI, 2007). Status asmatikus yang di alami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernafas), kemudian bisa berlajut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pemebesaran vena leher, hipoksia, respirasi alkalosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. c. Asthamatic emergency Yakni asma yang dpat menyebabkan kematian. 2. Menurut Global Initiative for Asthma (GNA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 yaitu : a. Asma intermiten (Asma jarang) Gejalanya kurang dari seminggu, serangan singkat, gejala pada malam < 2 kali dalam sebulan, FEV 1 atau PEV > 80%, dan PEF atau FEV 1 variabilitas 20%-30%. b. Asma mild persitents (asma persisten ringan) Gejala lebih dari seminggu, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari > 3 kali sebulan, PEV 1 atau PEV > 80%, PEV atau FEV 1 variabilitas < 20%-30% c. Asma moderate persistent (asma persiten sedang) Gejala tiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu, FEV 1 atau PEV 60%-80%, PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%. d. Asma severe persistent (asma persiten berat) Gejala setiap hari, serangan terus menerus, gejala pada malam hari setiap hari, terjadi pembatasan aktivitas fisik, FEV 1 atau PEV 60%, PEV atau FEV variabilitas > 30% D. PATOFIOLOGI Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asama adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eskudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan beris seluler. Obtruksi menyebabkan pertambahan resitasi jalan udara yang meredahkan volume



ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutup premature jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastic dan frekuensi pernafasa. Walapun jalan udarabersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaan satu bagian dengan bagian lain, ini berkaibt perfungsi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat heperventasi. Pada respon alergi di saluran nafas, antibody igE berikatandengan allergen menyebabkan degarnulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamine dilepas. Histamine menyebabakan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamine berlebihan, maka dapat timbul spasme asmetik. Karna histemin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memeliki respon igE yang sensitive berlebihan terhadap sesuatu allergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hypersensitive respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mucus, edema dan obstruksi aliran udara. E. WOC



F. MENIFESTASI KLINIK Gambaran klasik penderita asma berupa sesak napas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahuai. Batu-batuk kronis dapat merupakan satu-satumya gejala asma dan demikian pula rasa sesek dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri digolongkan menjadi : 1. Asma tingkat I Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tadan dan gejala asma atau kelihan khasus baik dalam pemerikasaan fisik maupun funsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar factor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium. 2. Asma tingkat II Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru Nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma. 3. Asma tingkat III Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obtruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh. 4. Asma tingkat IV Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau dirumah sakit yaitu denga



keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada



serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang mungkin banyak antara lian : a. Kontraksi



otot-otot



mastoideus b. Sianosis c. Silent Chest d. Gangguan kesadaran



bantu



pernafasan,



terutama



stemolkide



e. Tampak lelah f. Hiperinflasi thorks dan takhikardi 5. Asma tingkat V Yaitu statsu asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat ravisible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondid normal. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemerikasaan sputum Pada pemeriksaan sputum ditemukan : a. Kristal-kristal charcot lyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinofil b. Terdapatnya spiral curschman, yakin spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus c. Terdpatnya creole yang merupakan fragma dari epital bronkus d. Terdapat neutrofil eosinofil 2. Pemerikasaan darah Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma. a. Gas analisa darah, terdapat hasil aliran darag yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggi paCO2 maupun penurunan pH menunjukan prognosis yang buruk b. Kadang-kadang pada daraj terdapat SGOT dan LDH yang meninggi c. Hipotermi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi. d. Pada pemeriksaan factor elergi terdapat igE yang meninggi pada waktu serangan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari sarangan



e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari factor alergi dengan berbagi alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopic. 3. Foto rontgen Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukan hiperinflamasi paru berupa radiolusen yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikas, kelainan yang terjadi adalah : a. Bila desertai dengan bronchitis, bercakan hilus akan bertambah. b. Bila terdap komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah c. Bila terjadi komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrate pada paru. 4. Pemeriksaan faal paru a. Bila FEV 1 lebih kecil dari 40% 2/3 penderita menunujukan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukan penurunan tekana sistolik. b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangkan penurunan TRC sering terjadi pada masa yang berat. 5. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru yakni : a. Perubahan aksis jantung pada uumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jam b. Terdapatnya tanda-tanda hipertofi jantung, yakni terdapat RBBB c. Tanda-tanda hipoksia yakni terdapat sinun takikardi, SVES, dan VES atau terjadi relative ST depresi. H. KOMPLIKASI 1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asma basa dan gagal nafas 2. Chronic persisten bronchitis



3. Bronchitis 4. Pneumonia 5. Emphysema 6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fata, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mencengkam hidup (Smeltzer & Bare, 2002). I. PENATALAKSANAAN Pengobatan asma secara garis besar dibagi 3 pengobatan yaitu pengobatan 1. non farmakologi yaitu : a. Penyuluha b. Menghindari factor pencetus c. Fisiotrapi 2. Pengobatan farmakologi : a. Agonis beta Bentuk aerososl bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah mataproterenol (Alipent, matrapel) b. Metal Xantin Golongan metal xantin adala aminophilin dan teopilin,obat ini diberikan bila golongan beta agnis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200mg empat kali sehari. c. Kortikosteroid Jika agnois beta metal xatin tidak memberikan respon yang baik ,harus di berikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinat) dengan dosis 800 empat kali semprot tiap hari. d. Kromolin Kromolin merupakan obat pencegahan asma, khususnya anak-anak dosis sekitar 1-2 kapsul empat kali sehari. e. Ketotifen



Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2x1 mg perhari. Keuntungan dapat diberikan secara oral. 3. Pengobatan selama serangan status asmatikus a. Infuse RL : D5 = 3:1 tiap 24 jam b. Pemeberian oksigen 4 litter/menit melalui nasa kanul c. Aminophilin bolus 5mg / kg BB diberikan pelan-pelan selama 20 menit di lanjutkan drip RL atau D5 mentenece (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/ kg bb/ 24 jam d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara intravena e. Antibiotic spectrum luas. J. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Riwayat kesehata sekarang a. Waktu terjadinya sakit : Berapa lama sudah terjadi sakit b. Proses terjadinya sakit : Kapan mulai terjadadinya sakit, bagaimana sakit itu mulai terjadi c. Upaya yang telah dilakukan : selama sakit sudah berobat kemana, obat-obatan yang pernah dikonsumsi d. Hasil pemeriksaan sementara / sekarang : TTV meliputi tekanan darah, suhu, repiratorik rate, dan nadi. Adanya patofisiologi lain seperti saat diaukultasi adanya ronky, wheezing. 2. Riwayat kesehatan terdahulu a. Riwayat merokok b. Pengobatan saat ini dan masa lalu c. Alergi d. Tempat tinggal 3. Riwayat keshatan keluarga Tujuan pengkajian ini : penyakit infeksi tertentu sepeti TBC ditularkan melalui orang ke orang. Kelainan alergi seperti asma bronchial, menunjukan suatu predisposisi keturunan tertentu. Asma bisa juga terjadi akibat konflik keluarga. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi.



4. Riwayat kesehatan lingkungan 5. Pola keseharian a. Pola aktivitas dan latihan 1) Arway Batuk kering/ tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot-otot aksesoriasi pernapasan 2) Breathing Perpanjangang eksprirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus menirun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi 3) Circulation Hipoytensi, diaforsis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm b. Pola istirahat Jam barapa bisa mulai tidur dan bagun tidur, dan kualitas dan kuantitas jam tidur. c. Pola nutrisi – metabolic 1) Berapa kali makan sehari 2) Makanan kesukaan 3) Berat badan sebelum dan sesudah sakit 4) Frekuensi dan kuantitas minum sehari d. Pola eliminasi 1) Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari 2) Nyeri 3) Kuantitas e. Pola kognitif perceptual Adakah gangguan pengelihatan, oendengaran (panca indra) f. Pola konsep diri 1) Gambaran diri 2) Indentitas diri 3) Peran ideal



4) Harga diri 5) Cara pemecahan dan penyelesaian masalah g. Pola seksual – reproduksi Adakah gangguan pada alat vitalnya h. Pola peran hubungan 1) Hubungan dengan anggota keluarganya 2) Dukungan keluarga 3) Tindakan berdasarkan keyakinan i. Pemeriksaan visik 1) Data kinik :  TTV  Keluhan utama 2) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan  Kulit : warna kulit sawo matang, tugor cukup  Kepala : mesochepal, ramput hitam, distribusimerata, tidak mudah dicabut  Mata : conjugtiva merah mudah, selera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya (+/+)  Telinga : simetris, serumen dalam batas normal  Hidung : simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah  Mulit : gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering  Leher : trache di tengah, kelenjar lumphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak mebesar, tekanan vean jugularis tidak meningkat  Thorax Jantung : ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan. Paru-paru : tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus kanan-kiri, batas jantung tekan tidak ada, sosnor seluruh



lapang paru, suara dasar vesikulerseluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.  Abdomen Inspeksi : perut datar, tidak ada bejolan Aukultasi : bisisng usus biasanya dalam batas normal Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen Palpasi : ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa j. Ektermitas 1) Superior : tidak ada deformitas, tidak ada odema, tenus otot cukup 2) Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-), pucat (-), sianosis (-), edema (-), tonus otot cukup 6. Diagnosa keperawatan a. Pola nafas tidak efktif b. Bersihan jalan nafas tidak efektif c. Kerusakan pertukaran gas d. Resiko ketidak seimbangan nutrisi 7. Intervensi dan rasioanal a. pola nafas tidak efektif tujuan : setelah di lakuakan tindakan keperawatan pola napas klien kembali efektif kriteria hasil : klien tidak ngeluh sesak, RR 16-20c/menit, tidak ada penggunaan otot bantu napas Intervensi : 1) Kaji ferekuensi nafas, kedalam pernafasan dan akspansi dada rasional



:



kecepatan



biasanya



meningkat,



kedalaman



pernafasan berfariasi tergantung derajat asma 2) Ausklutasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas Rasioanal : tonkhi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas



3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi Rasional memungkinkan ekspensi paru dan memudahkan pernafasan 4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan keja nafas 5) Kolaborasi pemberian obat Rasional : pemeberian bronkodilator untuk mempercpat ke area bronkus b. Bersihan jalan napas tidak efektif Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas kembali efektif Kriteria hasil : dapat mendemontrasikan batuk efektif, dapat menyatakan starategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara nafas tambahan, pernafasan klien normal 16-20x/menit tanap ada penggunaan otot bantuan nafas Intervensi : 1) Kaji wanra, kekentalan, dan jumlah sputum Rasional



:



kecepatan



biasanya



meningkat,



kedalaman



pernafasan bervariasi tergantung derajat asma karaketeristik sputum dapat menunjukan berat ringanya abstruksi 2) Atur posisi semi flowler Rasional : meningkatkan ekspensi dada 3) Ajarkan cara batuk efektif Rasional : batuk yang terkontrol & efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan nafas 4) Bantu klien latihan nafas dalam Rasional: vetilasi maksimal terbuka lumen jalan nafas & meningkatkan gerakan skret ke dalam jalan nafas besar untu dikeluarkan c. Kerusakan pertukaran gas



Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawtan klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigen adekuat Kriteria hasil : frekuensi nafas normal, nadi normal, warna kulit normal, ti’dak ada dipnea dan GDA dalam batas normal Intervensi : 1) Pemantauan status pernafasan setiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan keluaran Rasional : kecepatan untuk mengidenfikasi indikasi kearah kemajuan atau menyimpang dari hasil klien 2) Tempatkan klien dalam posisi semi fowler Rasional : posisi tegak memungkinkan skspansi paru lebih baik 3) Berikan terapi intervensi sesuai anjuran Rasional : untuk memungkinkan rahidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obatan darurat 4) Berikanoksigen melalui kanul nasal 4 litter/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil paO2 Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan 5) Berikan pengobatan yang telah ditentukam serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas Rasional



:



pengobatan



untuk



mebembalikan



kondisi



sebelumnya. d. Nutrisi kurang dari kebutuhan Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan intake dan output cairan seimbang Kriteria hasil : frekuensi BB meninglkat, nafsu makan (+), malnutrisi (+), intek dan outputdalam batas normal Intervensi : 1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.



Rasional : pasien distress pernafasan akut seringanoreksia karena dipsnea 2) Sering dilakukan perawatan oral, buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai Rasional : rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual atau muntah dengan peningkatkan kusilitan nafas 3) Auskultasi bising usus Rasional : penurunan / hipoaktif bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi 4) Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori 5) Konsul dengan ahli gizi mengenai kbutuhan nutrisi pasien Rasional : kebutuhan kalori didasarkan pada kebutuhan pasien untuk memperoleh nutrisi yang maksimal.