LP Gadar Asma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUHAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN ASMA



OLEH :



NI WAYAN SRI LESTARI NIM. 209012646



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES WIRA MEDIKA BALI DENPASAR



2021



LAPORAN PENDAHULUHAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN ASMA A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Asma Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas (Prasetyo, 2015). Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI., 2013). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2017). Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa asma adalah suatu penyakit berupa inflamasi (peradangan) kronik yang menyerang saluran nafas dan bersifat reversibel dimana dapat menyebabkan hiperaktivitasnya bronkus yang ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, dan mengi akibat penyempitan jalan nafas. 2. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma (Baratawidjaja, 2010) yaitu: a. Faktor predisposisi 1) Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi



ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi 1) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan. c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan, logam dan jam tangan. 2)    Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. 3)    Stres Stres/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 4)    Lingkungan kerja. Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri



tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 5)    Olah raga/ aktivitas jasmani yang berat. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas yang berat tersebut. 4. Menifestasi Klinis Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea, dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gambaran makroskopik yang penting dari asma yang lanjut adalah: Mukus penyumbat dalam bronki, Inflasi paru yang berlebihan, tetapi bukan emfisema yang nyata, dan kadang-kadang terdapat daerah bronkiektasis terutama dalam kasus yang berhubungan dengan aspergilosis (Smeltzer & Bare, 2017). Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala yang sering menyertai (Baratawidjaja, 2010): a. Takipnea b. Gelisah c. Diaphorosis d. Nyeri di abdomen.



e. Fatigue (kelelahan) f. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara. g. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai pernafasan lambat. h. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibandingkan dengan inspirasi Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Ada beberapa tingkatan penderita asma (Smeltzer & Bare, 2017) yaitu : a. Tingkat I : Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru, dan timbul bila ada faktor pencetus. b. Tingkat II : Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. c. Tingkat III: Tanpa keluhan: Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. d. Tingkat IV: Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. e. Tingkat V: Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. 5. Patofisiologi Asma adalah obstruksi jalan nafas divus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari (Corwin, 2014): a. Kontraksi otot–otot yang mengelilingi bronkhi, yang menyempitkan jalan nafas. b. Pembengkakan membran yang melapisi bronkhi. c. Pengisian bronkhi dengan mukus yang kental



d. Otot – otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan udara terperangkap didalam jaringan paru. Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang menetap dan hipersekresi mukus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas. Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasarkan parameter yang berhubungan aliran (Corwin, 2014). Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergan bereaksi dengan antibodi yang menyebabkan terjadinya pengeluaran berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat. Histamin yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat (Corwin, 2014). Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus (Baratawidjaja, 2010).



Oleh karena itu penderita asma biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau “kelaparan udara”. Kapasitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent (Baratawidjaja, 2010).



6. Pathway Faktor Predisposisi (Genetik)



Faktor Presipitasi (Alergen, Perubahan Cuaca, Stres, Lingkungan Kerja, Olahraga/aktivitas jasmani yang berat) Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki



Bakat yang diturunkan



Pembengkakan membrane yang melapisi bronki Pengisisan bronki dengan mucus yang kental



Otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar ASMA



Sesak nafas



Pembentukan mukus



Otot-otot bantu pernafasan



Tidak toleran Batuk tidak efektif



Takipnea Ketidakefektifan Pola Nafas



Lelah



Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas



terhadap aktivitas Intoleran aktivitas



7. Komplikasi Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2010) yang mungkin timbul adalah: a. Pneumothoraks Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan nafas. b. Pneumomediastinum Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada. c. Atelektaksis Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. d. Aspergilosi Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. e. Bronchitis Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu



batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir f. Bronkopulmonar alergik g. Gagal nafas h. Emfisema subkutis. 8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan pada pasien dengan asma (Mansjoer, 2015) yaitu: a. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. b. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. c. Elektrokardiografi Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. d. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paruparu. e. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer



dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. 9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien asma dengan prinsip umum dan pengobatannya (Smeltzer & Bare, 2017), yaitu: a. Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. 2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. b. Pengobatan pada asma terbagi 2 yaitu: 1) Pengobatan non farmakologik: a) Memberikan penyuluhan b) Menghindari faktor pencetus c) Fisiotherapy d) Batuk efektif e) Memberikan posisi semi fowler f) Beri O2 bila perlu. 2) Pengobatan farmakologik: a) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin): Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma) b) Santin (teofilin): Nama obat : Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex) c) Kromalin: Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.



d) Ketolifen: Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari B. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Asma 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer 1) Airway a) Peningkatan sekresi pernafasan b) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing 2) Breathing a) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu atau bradipneu, retraksi. b) Menggunakan otot aksesoris pernafasan c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis 3) Circulation a) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi b) Sakit kepala c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah d) Papiledema e) Urin output meurun 4) Dissability Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil. b. Pengkajian sekunder 1) Anamnesis Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.



Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama. 2) Pemeriksaan Fisik Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan : a) Status kesehatan umum Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien. b) Integumen Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. c) Thorak (1) Inspeksi Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan. (2) Palpasi. Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.



(3) Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (4) Auskultasi. Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing. 3) Sistem pernafasan a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder. b) Frekuensi pernapasan meningkat c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi. d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan wheezing. e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih. f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung. g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis. 4) Sistem kardiovaskuler a. Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: takhikardi



makin hebat disertai dehidrasi. Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih. c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung. 2. Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA dalam (Herdman & Kamitsuru, 2018) diagnosa keperawatan utama pada pasien asma adalah sebagai berikut: a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan, peningkatan produksi mukus, eksudat dalam alveoli, dan bronkospasme. b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan dan deformitas dinding dada. c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan



3. Intervensi Keperawatan



DIAGNOSA NO KEPERAWATAN 1



Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli, dan bronkospasme.



TUJUAN DAN KRITERIA HASIL  (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam, pasien mampu : 1) Respiratory status : Ventilation 2) Respiratory status : Airway patency 3) Aspiration Control, Dengan kriteria hasil : 1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,



INTERVENSI  (NIC) NIC : Airway Management 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6) Keluarkan sekret



2



Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan dan deformitas dinding dada.



mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam, pasien mampu : 1) Respiratory status : Ventilation 2) Respiratory status : Airway patency 3) Vital sign Status Dengan Kriteria Hasil : 1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)



dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12) Monitor respirasi dan status O2 NIC : Airway Management 1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler) 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.



12) Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen 1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 2) Pertahankan jalan nafas yang paten 3) Atur peralatan oksigenasi 4) Monitor aliran oksigen 5) Pertahankan posisi pasien 6) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring 1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6) Monitor kualitas dari nadi 7) Monitor frekuensi dan irama pernapasan 8) Monitor suara paru 9) Monitor pola pernapasan abnormal 10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11) Monitor sianosis perifer 12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



3



Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam, pasien mampu : 1) Energy conservation 2) Activity tolerance 3) Self Care : ADLs Dengan Kriteria Hasil : 1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri



NIC : Activity Therapy 1) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. 2) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social 4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 5) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 6) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai 7) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 8) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 9) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 10) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11) Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual



4. Impelementasi Keperawatan Sesuai dengan intervensi yang telah disusun 5. Evaluasi Hasil evaluasi yang didapatkan pada asuhan keperawatan pada pasien asma yaitu: a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli, dan bronkospasme. 1) Pasien mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2) Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3) Pasien mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan dan deformitas dinding dada. 1) Pasien mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2) Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan 1) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 2) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADL) secara mandiri



DAFTAR PUSTAKA Ambarsari, R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma Bronkhial Dengan Masalah. 8(1), 40–46. Baratawidjaja, K. G. (2010). Imunologi Dasar (Edisi IV). Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bulechek, G. M., Butcher, H. ., Dochterman, J. M., & Wagner, C. . (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC) (Edisi 6). Elseiver. Corwin, E. J. (2014). Buku Saku Patofisiologi (Edisi 3 Re). EGC. Firmansyah. (2014). Asma. Salemba Medika. GINA. (2011). At a Glance Ashma Management Referance. Http.//Www.Ginaasthma.Org/At-a-Glance-Asthma-Management-Reference. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. In Nursing diagnoses 2015-2017 : definitions and classification (Edisi 11). EGC. Ikawati, Z. (2011). Farmakoterpi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Bursa Ilmu. Kimberly, A. J. (2011). Kapita Selekta Penyakit : dengan Implikasi Keperawatan (Edisi 2). EGC. Kozier, B. (2015). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice. EGC. Mansjoer, A. (2015). Kapita Selekta (Edisi 4). Media Aesculapius. Plottel, C. S. (2010). 100 Tanya Jawab Mengenai Asma (Edisi ke-2). Indeks. Prasetyo, B. (2015). Seputar Masalah Asma. Diva Press. Setyohadi, B. (2015). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Interna Publishing. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Keperawatan Medikal-Bedah; Brunner & Suddart (Edisi 12). EGC. Soemantri, I. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Soemarno, dkk. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan gangguan Sistem Pernafasan. Medika.