LP Hemaptoe [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HEMAPTOE A. PENGERTIAN Hemoptisis adalah merupakan keadaan batuk dengan pengeluaran sputum bercak darah atau pengeluaran darah yang tampak jelas dari dalam traktus respiratorius dibawah laring di. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama.



B. ETIOLOGI Penyebab batuk berdarah sangat beragam antara lain: 1. Batuk darah idiopatik. Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun yang berhenti spontan dengan terapi suportif. 2. Batuk darah sekunder. Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya a. Oleh karena keradangan 1) TB : batuk sedikit-sedikit , masif perdarahannya, bergumpal. 2) Bronkiektasis : campur purulen 3) Abses paru : campur purulen 4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih 5) Bronkhitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir b. Neoplasma 1) karsinoma paru 2) adenoma c. Lain-lain: 1) trombo emboli paru – infark paru 2) mitral stenosis dan aneurisma aorta 3) trauma dada



4) Gangguan pada pembekuan darah (sistemik). 5) Benda asing di saluran pernapasan.



C. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis harus dipastikan bahwa perdarahan dari nasofaring, dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tanda-tanda batuk darah: a. Batuk kronis b. Perubahan pola napas c. Pasien biasanya mengeluh nyeri dada d. Dispnea e. Demam f. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan g. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas h. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan i. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman j. pH alkalis k. Bisa berlangsung beberapa hari l. Penyebabnya : kelainan paru



2. Tanda-tanda muntah darah: a. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah b. Suara napas tidak ada gangguan c. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium d. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan e. pH asam f. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe g. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis



Kriteria batuk darah: 1. Batuk darah ringan ( 150 ml Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.



F. DAGNOSIS Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.



1. Anamnesis Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data : a. Jumlah dan warna darah b. Lamanya perdarahan c. Batuknya produktif atau tidak d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan e. Sakit dada, substernal atau pleuritik f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk g. Wheezing h. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah j. Perokok berat dan telah berlangsung lama k. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada l. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.



2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. 3. Pemeriksaan penunjang Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya. 4. Pemeriksaan bronkoskopi Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui. Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan b. Batuk darah yang berulang – ulang c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik



Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat



bahwa



selama



masa



perdarahan,



bronkoskopi



akan



menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan. Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.



G. KOMPLIKASI Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga faktor : 1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan. 2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan hipovolemik. 3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.



H. PROGNOSIS Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe yang rekuren.Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis : 1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih baik. 2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe. 3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita



I. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Aktivitas /Istirahat a. Kelemahan umum dan kelelahan. b. Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga. c. Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam. d. Mimpi buruk. e. Takikardia, takipnea/dispnea. f. Kelemahan otot, nyeri dan kaku.



2. Integritas Ego : a. Perasaan tak berdaya/putus asa. b. Faktor stress : baru/lama. c. Perasaan butuh pertolongan d. Denial. e. Cemas, iritable 3. Makanan/Cairan : a. Kehilangan napsu makan. b. Ketidaksanggupan mencerna. c. Kehilangan BB. d. Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis. 4. Nyaman/nyeri : a. Nyeri dada saat batuk. b. Memegang area yang sakit. c. Perilaku distraksi. 5. Pernapasan : a. Batuk (produktif/non produktif) b. Napas pendek. c. Riwayat tuberkulosis d. Peningkatan jumlah pernapasan. e. Gerakan pernapasan asimetri. f. Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan). g. Suara napas : Ronkhi h. Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink. 6. Kemanan/Keselamatan : a. Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip. b. Demam pada kondisi akut. 7. Interaksi Sosial : a. Perasaan terisolasi/ditolak.



Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.



Intervensi 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif. Kriteria hasil : a. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara. b. Mendemontrasikan batuk efektif. c. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. Rencana Tindakan : a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. Pernapasan R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.



d. Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. e. Tahan napas selama 3 - 5



detik kemudian secara perlahan-lahan,



keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/



Meningkatkan



volume



udara



dalam



paru



mempermudah



pengeluaran sekresi sekret. f. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. g. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. h. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi, Pemberian expectoran.Pemberian antibiotika. Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.



2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. Tujuan : Pertukaran gas efektif. Kriteria hasil : a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.



b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. Rencana tindakan : a. Berikan posisi yang



nyaman, biasanya dengan peninggian kepala



tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi, Pemberian antibiotika, Pemeriksaan sputum dan kultur sputum, Konsul photo toraks. R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.



3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil : a. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori b. Menu makanan yang disajikan habis c. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema Rencana tindakan a. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual. R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik. b. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan. R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan. c. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan). R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas. d. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan. R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan. e. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya. R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat. f. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut: 1) Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang). 2) Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging). 3) Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges). 4) Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).



R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar. g. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.



DAFTAR PUSTAKA



Nugroho, A. 2012. Hemoptisis masif. . Kesehatan Milik Semua : Pusat Informasi Penyakit dan Kesehatan . Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan. www.infopenyakit.com Arief,Nirwan. 2012. Kegawatdaruratan paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan



Ilmu



Kedokteran



Respirasi



FK



UI.



http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f814f 09f2373c0d805736c.pdf. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006