LP Henti Jantung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan KGD Henti Jantung



A. Definisi Henti Jantung Henti jantung adalah suatu kondisi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut yang mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat terhenti atau dapat terjadi kedutan otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi venrikel). Dalam hal ini, terjadi kehilangan kesadaran dengan cepat dan nadi tidak teraba serta bunyi jantung tidak terdengar (Smeltzer dan Bare, 2013). Pendapat lain menjelaskan bahwa henti jantung adalah keadaan terhentinya aliran darah dalam sistem sirkulasi tubuh secara tiba tiba akibat terganggunya efektivitas kontraksi jantung saat sistolik (Mansjoer, 2009). B. Etiologi Henti jantung dapat disebabkan oleh beberapa hal. Penentuan henti jantung paru dilakukan setelah intervensi yang cepat. Setelah intervensi untuk mempertahankan hidup dimulai, penyebab henti jantung kemudian dapat dipastikan. Beberapa penyebab henti jantung adalah infark miokardium, gagal jantung, disritmia, spasme arteri koronari, dan tamponade jantung (Morton, Fontaine, Hudak dan Gallo, 2013). Pendapat lain menjelaskan bahwa ada beberapa penyebab lain henti jantung yaitu oleh penyakit jantung (82,4%), penyebab internal non jantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru, penyakit serebrovaskuler, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna obstetrik/pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes melitus, penyakit ginjal 6serta penyebab eksternal non jantung (9,0%) seperti akibat, asfiksia, sengatan listrik, overdosis obat, trauma, upaya bunuh diri, dan (Mansjoer, 2009). C. Patofisiologi Patofisiologi dari henti jantung tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Pada gagal jantung, jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. jantung mengalami kegagalan karena defek struktural atau penyakit intrinsik, sehingga tidak dapat mnangani jumlah darah yang normal atau pada kondisi tidak ada penyakit dan tidak dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah mendadak. Jika curah jantung tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan



metabolik



tubuh,



mekanisme



kompensasi



diaktifkan.



Termasuk



neurohormonal.



Mekanisme



ini



membantu



meningkatkan



kontraksi



dan



mempertahankan integritas sirkulasi, tetapi jika terus berlangsung akan menyebabkan pertumbuhan otot yang abnormal dan rekonfigurasi (remodeling) jantung. Respons kompensatorik terhadap penurunan curah jantung merupakan dilatasi ventrikel, peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem renin – angiotensin (Black dan Hawks, 2014).



D. Manifestasi Klinis Terdapat interval waktu sekitar 4 menit antara penurunan sirkulasi dan berkembangnya kerusakan otak yang tak dapat pulih. Interval tersebut bervariasi sesuai dengan usia pasien. Selama periode ini, diagnosis henti jantung harus dibuat dan sirkulasi harus dipulihkan. Tanda paling khas dari henti jantung adalah tidak terabanya pulsasi karotis (Smeltzer dan Bare, 2013). Henti jantung terjadi biasanya setelah henti nafas terjadi. Namun pada umumnya kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira – kira 30 menit. Pada henti jantung, terjadi pula dilatasi pupil yang kadang tidak jelas dan terjadi pada 45 detik setelah aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi midriasis maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila dilatasi ini telah terjadi, maka hal ini menunjukkan telah terjadi 50 % kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki (irreversibel) (Alkatiri, et.,al, 2007). E. Pengkajian Primer Data Subjektif : Awitan, durasi, lokasi, penyebaran nyeri, indigesti, kelemahan dan keletihan, pingsan, mengeluh pusing, sesak nafas dengan atau tanpa aktivitas, palpitasi, terjaga tiba tiba pada malam hari dengan sesak nafas, demam, batuk mengi, ekstremitas bengkak, perubahan warna kulit, mati rasa, ekstremitas dingin, perubahan penglihatan, riwayat penyakit terdahulu Data objektif Usia, jenis kelamin, , warna kulit, tanda tanda vital, keadaan umum dan kesadaran, denyut nadi, frekuensi, irama, keteraturan, pernafasan (jalan nafas dan pola) (Tucker, Canobbio, Paquette, Wells,2008)



F. Pengkajian Sekunder Berat dan tinggi badan, Foto thorax, EKG, AGD, Bunyi nafas, bunyi jantung, pengeluaran urine, profile enzim, nilai kolesterol, pemeriksaan darah lengkap, Masa protombin, kadar glukosa, urinalisa (Tucker, Canobbio, Paquette, Wells,2008) G. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan Curah Jantung 2. Gangguan pertukaran gas 3. Perubahan perfusi jaringan H. Penanganan Kegawatdaruratan Pada pasien henti jantung biasanya penanganannya dapat dilakukan resusitasi jantung paru. Prinsip ABC pada CPR meliputi urutan berikut, jalan nafas (air way), nafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Proses resusitasi dapat meliputi : 1. Menjaga jalan nafas tetap terbuka 2. Memberikan ventilasi buatan menggunakan alat bantu pernafasan 3. Memberikan sirkulasi buatan melalui kompresi jantung eksternal Tahap pertama pada CPR adalah menjaga jalan nafas. Jaga kepatenan jalan nafas. Ambil semua benda asing dari mulut atau tenggorok dan angkat dagu kedepan. Jalan nafas orofariengal dipasang bila ada. Beri nafas bantuan 12 kali permenit menggunakan teknik kantung dan masker. Tahap selanjutnya setelah ventilasi adalah kompresi jantung eksternal, yang dilakukan dengan pasien berbaring pada dasar yang keras. Letakkan tumit salah satu tangan pada setengah bawah sternum, 3,8 cm (1,5 in) dari ujung sifoid, dan kearah kepala pasien. Letakkan tangan yang lainnya di atasnya. Jangan sampai jari – jari menyentuh dinding dada. Sementara siku lurus, berikan kompresi dengan menggunakan berat badan secara cepat dan berat pada sternum bawah, 3,8 cm sampai 5 cm (1,5 inci sampai 2 inci) ke arah vertebra (Smeltzer dan Bare, 2013). I. Algoritma / Clinical Pathway American Heart Association (AHA) tahun 2015 telah merekomendasikan rangkaian atau algoritma penangan henti jantung. Jika kejadian henti jantung diluar rumah sakit, maka dapat diberlakukan rangkaian cara pertolongan sebagai berikut :



Sedangkan untuk kejadian henti jantung di rumah sakit maka rangkaiannya adalah sebagai berikut



Berikut ini adalah beberapa algoritma yang dibuat untuk panduan penatalaksanaan pasien dengan henti jantung



J. Pemantauan Setelah pasien henti jantung berhasil diresusitasi, perawat harus memantau dengan cermat keadaan, karena pasien beresiko besar mengalami henti jantung kembali. Pemantauan EKG secara terus menerus sangat penting dan bila ada irama abnormal harus segera dikoreksi, keseimbangan elektrolit asam basa harus segera diperbaiki dan dipertahankan. Pemantauan hemodinamika harus segera dimulai. Obat – obat tertentu, dapat digunakan selama dan sesudah resusitasi dan harus siap tersedia (Smeltzer dan Bare, 2013). Berikut ini alur pemantauan yang harus dilakukan pada psien post cardiac arrest :



Referensi Mansjoer, Arief. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4. Media Aesculapius FKUI Alkatiri, J., Bakri Syakir. (2007). Resusitasi Jantung Paru. Dalam : Sudoyo, Aru S, et.al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV. Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. American Heart association. (2015). Guidelines update for CPR and ECC. Black, M.Joyce dan Hawks, J.H. (2014). Medical surgical nursing: Clinical management for positive outcomes. Philadelphia: Elsevier. Morton, P.C., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, Barbara,M. (2013).Keperawatan kritis :Pendekatan Asuhan Holistik. Ed. 8. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2013) Keperawatan medikal bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC Tucker, S.M., Canobbio, M.M., Paquette, E.V., Wells, M.F. (2008). Standar Perawatan Pasien : Perencanaan Kolaboratif danb Intervensi Keperawatan. Ed. 7. Vol. 1. Jakarta : EGC