LP Ima [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN INFARK MIOKARD AKUT



A. Definisi Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Biasanya didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaqus aterosklerosis yang tidak stabil (Soeparman, 2001). Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung (M. Black, Joyce, 2014). Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).



B. Etiologi Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu : 1. Faktor penyebab : 1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor : a. Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis. b. Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi. c. Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia. 2) Curah jantung yang meningkat : a. Aktifitas yang berlebihan. b. Emosi. c. Makan terlalu banyak. d. Hypertiroidisme. 3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada : a. Kerusakan miocard. b. Hypertropimiocard. c. Hypertensi diastolic. 2. Faktor predisposisi : 1) Faktor Risiko biologis yang tidak dapat diubah : a. Usia lebih dari 40 tahun.



b. Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause. c. Hereditas. d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam. 2) Faktor Risiko yang dapat diubah : a. Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori. b. Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.



C. Klasifikasi Berdasarkan lapisan otot yang terkena Infark Miokard Akut dapat dibedakan: 1. Infark Miokard Subendokardial Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed. Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia 2. Infark Miokard Transmural Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi. Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan.



Berdasarkan EKG 12 sandapan Infark Miokard Akut diklasifikasikan menjadi: 1. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark) Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG 2. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark): Oklusi parsial dari arteri koroner akibat trombus dari plak atherosklerosis, tidak disertai adanya elevasi segmen ST pada EKG.



Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner : 1. Akut Miokard Infark Anterior. 2. Akut Miokard Infark Posterior.



3. Akut Miokard Infark Inferior



D. Manifestasi Klinis 1. Nyeri dada seperti diremas-remas atau tertekan. 2. Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin. 3. Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop. 4. Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru. 5. Takikardi 6. Sesak napas 7. Kulit yang pucat 8. Pingsan 9. Hipotensi



E. Patofisiologi IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem konduksi dan terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium. (M.Black, Joyce, 2014 :345) Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari system reninangiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan berubah, yang menyebabkan



perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat berlangsung bertahun-tahun setelah IMA. (M.Black, Joyce,2014 : 345) Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular yang terjadi selama infark miokard. (M.Black, Joyce, 2014 : 345)



PATHWAY



F. Komplikasi 1. Gagal ginjal kongestif Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan. 2. Syok kardiogenik Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu : -



Penurunan perfusi perifer



-



Penurunan perfusi koroner



-



Peningkatan kongesti paru-paru



3. Disfungsi otot papilaris Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan. 4. Defek septum ventrikel Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil



tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti. 5. Rupture jantung Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung. 6. Tromboembolisme Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru. 7. Perikarditis Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan. 8. Aritmia Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai G. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG: Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis, menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.



Daerah infark



Perubahan EKG Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal



Anterior



(depresi ST) pada lead II, III, aVF. Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan



Inferior



resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.



Lateral



Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6. Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,



Posterior



terutama gelombang R pada V1 – V2.



Ventrikel kanan



Perubahan gambaran dinding inferior



2. Laboratorium -



Enzim Jantung: CKMB, LDH, CKMB : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. LDH: Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal



-



Elektrolit: Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi



-



Sel darah putih: Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi



-



Kecepatan sedimentasi: Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.



-



GDA: Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.



-



Kolesterol atau Trigliserida serum: Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.



3. Foto dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. 1) Pemeriksaan pencitraan nuklir -



Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia misal lokasi atau luasnya IMA



-



Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik



2) Pencitraan darah jantung (MUGA): Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah) 3) Angiografi koroner: Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. 4) Digital subtraksion angiografi (PSA) Nuklear Magnetic Resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. 5) Tes stress olah raga: Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.



H. Penatalaksanaan Beberapa terapi yang dapat diberikan antara lain: (Nurarif, 2016) 1. Terapi Trombolitik



Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melalui vena perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin dan dikerjakan dimanapun. Direkomendasikan penderita infark miokard akut 20 x/menit - Auskultasi: terdapat suara tambahan, ronchi +, wheezing +, crackles +, 2) Bleeding (B2) -



Inspeksi: sianosis +, pucat +, edema perifer +



-



Palpasi: vena jugular amplitudonya meningkat, CRT > 2 detik, nadi biasanya takikardi



-



Auskultasi: sistolik murmur, suara jantung S3 dan S4 galop.



3) Brain (B3) Kesadaran biasanya masih baik 4) Bladder (B4) Biasanya urin output menurun, warna kuning pekat, terpasang cateter, frekuensi berkemih turun, dan terjadi edema perifer 5) Bowel (B5) Biasanya terjadi konstipasi, nafsu makan menurun, bising usus menurun, perut biasanya kembung, palpasi di hati lembek. 6) Bone (B6) Penurunan ADL, bed rest total, kelemahan otot, nyeri positif. 5. Pola fungsi kesehatan 1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Bagaimana persepsi klien tentang kesehatan, berapa kali sehari bila mandi, dan pada klien infark miokard akut didapatkan klien suka mengkonsumsi makanan yang berkolesterol, apakah klien merokok, berapa batang rokok yang dihisap setiap hari dan apakah klien mengkonsumsi minuman keras 2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Berapa kali klien makan dalam sehari, komposisi apa saja dan minum berapa gelas sehari, pada klien infark miokard akut didapatkan mual dan mutah) 3) Pola Aktivitas Klien dapat mengalami gangguan aktivitas akibat dari nyeri yang sangat hebat. 4) Pola Eliminasi Berapa kali klien buang air besar dan buang air kecil sehari, bagaimna konsistensinya serta apakah ada kesulitan. 5) Pola Tidur dan Istirahat Adanya nyeri dada hebat disertai mual, muntah, sesak sehingga klien mengalami ganguan tidur. 6) Pola Sensori dan Kognitif Klien mengerti atau tidak akan penyakitnya . 7) Pola Persepsi Diri Klien mengalami Ansietas, kelemahan, kelelahan, putus asa serta terjadi gangguan konsep diri. 8) Pola Hubungan dan Peran Adanya perubahan kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan dan peran serta mengalami hambatan dalam menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari



9) Pola repruduksi dan seksual Klien mempunyai anak berapa serta berapa kali klien melakukan hubungan seksual dalam seminggu. 10) Pola penanggulangan stres Apakah ada katidak efektifan mengatasi masalah. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Kepercayaan atau agama yang dianut klien serta ketaatan dalam menjalankan ibadah.



II. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. 2. Nyeri berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique, timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard. 4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan COP turun, kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. 5. Ansietas berhubungan dengan nyeri, timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. 6. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. 7. Risiko kelebihan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan kegagalan pompa jantung, kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. 8. Defisit pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.



III. Intervensi Keperawatan 1.



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. Tujuan : Gangguan pertukaran gas berkurang. Kriteria hasil :



a. Pertukaran gas CO2 dan O2 di alveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri. Intervensi : 1) Fasilitasi kepatenan jalan napas. R/ untuk mengatasi gangguan pertukaran gas. 2) Berikan terapi oksigen dan pantau efektivitasnya. R/ Untuk mengatasi penurunan supply oksigen. 3) Pasang alat bantu pernapasan pada pasien. R/ Untuk membantu dan mengurangi gangguan pertukaran gas 2.



Nyeri berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. Tujuan : nyeri berkurang berkurang atau hilang Kriteria hasil : a. Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang b. Klien dapat melakukan manajemen nyeri Intervensi : 1) Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah). R/ Kebanyakan px dengan IM akut tampak sakit. Pernapasan mungkin meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan Ansietas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD. 2) Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (010), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan penyebarannya. R/ Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain. 3) Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga. R/ Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,. 4) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman R/ Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat. 5) Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, napas dalam/perlahan, perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi. R/Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping



6) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi. R/Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan. 7) Berikan obat sesuai indikasi, contoh: Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur). R/ Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. 3.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique, timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard. Tujuan : Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, penghematan energi. Kriteria hasil : a. Respons fisiologis terhadap gerakan yang memakan energi, tindakan individu dalam mengelola energi untuk memulai dan menyelesaikan aktivitas. Intervensi : 1) Beri anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, sosial, spiritual yang spesifik R/ Untuk meningkatkan durasi aktivitas individu. 2) Atur penggunaan energi pasien R/ Untuk mengatasi kelelahan dan mengoptimalkan fungsi tubuh 3) Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas pasien. R/ Untuk mengetahui respons kardiorespiratori pasien. 4) Pantau respons O2 pasien terhadap aktivitas keperawatan. R/ Untuk mengetahui penggunaan oksigen pasien dalam aktivitas. 5) Pantau pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam jam. R/ Untuk menjaga pola istirahat pasien dan mengatasi kelelahan pasien



4.



Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan COP turun, kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. Tujuan : Menunjukkan keefektifan pompa jantung, perfusi jaringan jantung, dan perfusi jaringan perifer Kriteria hasil : a.



Keadekuatan volume darah yang dipompa dari ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.



b.



Keadekuatan aliran darah melalui susunan pembuluh darah koroner untuk mempertahankan fungsi jantung.



Intervensi : 1) Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu, contoh: Ansietas, bingung, latergi, pingsan R/ Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia, atau emboli sistemik. 2) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer. R/ vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi. 3) Observasi tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema. R/ Indikator trombosis vena dalam 4) Dorong latihan kaki aktif/pasif, hindari latihan isometrik. R/ Menurunkan stasis vena. Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan Risiko tromboflebitis. 5) Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan. R/ Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboliparu 6) Observasi fungsi gastroentestinal, catat anoreksia, penurunan/tak ada bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi. R/ Penurunan aliran darah ke mesenteri dapat mengakibatkan



disfungsi



gastroentestinal, contoh kehilangan peristaltik. 7) Pantau pemasukan dan catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis sesuai indikasi. R/ Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ. 8) Pantau data laboratorium contoh, GDA, BUN, kreatinin, elektrolit. Beri obat sesuai indikasi, contoh: Heparin/natrium warfarin (cou madin) R/ Indikator perfusi/fungsi organ.



Kolaborasi obat : Dosis rendah heparin



diberikan secara profilaksis pada pasien Risiko tinggi (contoh, fibrilasi atrial, kegemukan, aneurisma ventrikel, atau riwayat tromboflebitis) dapat untuk menurunkan Risiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural. 5.



Ansietas berhubungan dengan nyeri, timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. Tujuan : keansietasan berkurang atau teratasi Kriteria hasil : a. Mengenal perasaannya b. Mengidentifikasi penyebab, faktor yang mempengaruhi. c. Menyatakan penurunan keAnsietasan.



d. Mendemonstrasi-kan sumber secara tepat Intervensi : 1) Minimalkan rasa Ansietas, ngeri, dan firasat. R/ Untuk koping terhadap nyeri dan trauma emosi infark miokard sulit. Pasien dapat takut mati dan Ansietas tentang lingkungan. 2) Turunkan ansietas pada pasien dengan distres akut. R/ Ansietas berkelanjutan mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu dan dapat dimanifestasikan oleh gejala depresi. 3) Bantu pasien beradaptasi dengan ancaman yang mengganggu pemenuhan tuntutan hidup dan peran. R/ dapat membantu pasien mengurangi Ansietas 6.



Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. Tujuan : Kecepatan jantung/irama mampu mempertahankan curah jantung adekuat/perfusi jaringan. Kriteria hasil : a. Mempertahankan stabilitas hemodinamik, contoh: TD, curah jantung dalam rentang normal Intervensi : 1) Catat terjadinya S3, S4 R/ Hipotensi ortostatik (postural) mungkin berhubungan dengan komplikasi infark, contoh GJK. 2) Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri. R/ Frekuaensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/disritmia yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatkan kerusakan iskemik. 3) Pantau data laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit. R/ Enzim memantau perbaikan/perluasan infark. Adanya hipoksia menunjukkan kebutuhan tambahan oksigen. Keseimbangan elektrolit, mis, hipokalemia / hiperkalemia sangat besar berpengaruh pada irama jantung / kontraktilitas. 4) Berikan obat antidisritmia sesuai indikasi R/ Disritmia biasanya pada secara simptomatis kecuali untuk PVC, dimana sering mengancam secara profilaksis. 5) Observasi ulang seri EKG. R/ Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan infark, status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek terapi obat.



7.



Risiko kelebihan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan kegagalan pompa jantung, kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria. Tujuan : tidak terjadi kelebihan volume cairan Kriteria hasil: a. Intake dan output seimbang Intervensi: 1) Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels. R/ Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung. 2) Pantau adanya DVJ dan edema anasarka R/ Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi) 3) Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi. R/ Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung. 4) Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler. R/ Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung. 5) Kolaborasi pemberian diet rendah natrium. R/ Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi. 6) Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone) R/ Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan. 7) Pantau kadar kalium sesuai indikasi. R/ Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.



8.



Defisit pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang. Tujuan : meningkatkan pengetahuan klien tentang kondisi dan kebutuhan terapi Kriteria hasil: a. klien dapat menjelaskan tentang kondisi penyakitnya b. klien dapat memahani kebutuhan terapi yang akan dijalani Intervensi:



1) Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien. R/ Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien. 2) Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, instruksi ringkas, aktivitas kelompok) R/ Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran. 3) Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat. R/ Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien. 4) Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala. R/ Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang. 5) Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang) R/ Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.



IV. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik. Implementasi akan dilaksanakan sesuai perencanaan dan didokumentasikan sesuai urutan jam pelaksanaan serta sesuai sop dan bagaimana respon klien.



V. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan pasien yang telah diterapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Evalauasi ada dua macam yaitu 1. Evaluasi formatif adalah hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Evaluasi Sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan



DAFTAR PUSTAKA



Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta: Salemba Medika



Nurarif, A. H., Kusuma, H. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.



Soeparman D., 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.