LP Integritas Kulit Mar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN INTEGRITAS KULIT Stase Keperawatan Dasar Profesi



Disusun Oleh: Maryati



PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN (UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG) 2020/2021



A. Pengertian Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah mempertahankan integritas kulit yang terencana dan konsisten merupakan intervensi penting untuk menjalin perawatan berkualitas tinggi (holf,1989). Perawat dengan teratur mengobservasi kerusakan atau gangguan integritas kulit pada klien. Gangguan integritas kulit terjadi akibat tekanan yang lama,iritasi kulit atau imobilisasi. Dalam konsep dasar kulit ini termasuk di dalamnya kerusakan integritas kulit. Kerusakan integritas kulit adalah kondisi dimana individu mengalami atau beresiko mengalami perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis pada lapisan kulit (NANDA. 2015). Dari pengertian tersebut, maka hal itu akan menyebabkan luka. Sedangkan pengertian luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong, 2004). B. Anatomi Fisiologi Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi di dalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu tubuh dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh. Menurut Evelin Pearce (1999), Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu Epidermis dan Dermis. 1. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang tersusun atas dua lapisan tampak yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. 1)



Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis yaitu: a. Stratum Korneum: Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus



menerus dilepaskan b. Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya. c. Statum granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga granulosum. d. Zona Germinalis terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis sel epitel yang berbentuk tegas yaitu: e. Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang lainnya. f. Sel basal: Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru. 2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat elastis menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus. C. Fungsi Kulit 1. Perlindungan Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan



perlindungan daripada kemasukan bakteria, ini merupakan



perlindungan tahap pertama. Lapisan berkematu yang senantiasa gugur, menyebabkan bakteria sukar membiak dan bertapak tetap pada kulit. 2.



Kulit sebagai organ pengatur panas Kulit adalah orga utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh, dengan cara: 1)



Penguapan:



jumlah



keringat



yang



dibuat



tergantung



dari



banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh dalam kulit 2)



Pemancaran: panas dilepas pada udara sekitar



3)



Konduksi: panas dialihkan ke benda yang disentuh.



4)



Konveksi: udara yang telah menyentuh permukaan tubuh diganti dengan udara yang lebih dingin.



3. Kulit sebagai indra peraba Rasa sentuhan disebabkan rangsangan pada jung saraf di dalam kulit, berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. 4. Tempat penyimpanan air Kulit pada bagian bawah bekerja sebagai tempat penyimpanan air, jaringan adipose di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh. 5. Sintesis vitamin D Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran ultraungu, sinaran ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas prekursor, seterusnya menukarkannya kepada vitamin D



D. Etiologi Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai menjadi dua yaitu : 1.



Luka Mekanik yaitu terdiri atas : - Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi. - Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul. - Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak yang dalam. - Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian mulut luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya. - Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman. - Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka. - Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh darah.



2. Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau sengatan listrik. E. Jenis dan Tipe Luka Menurut Aziz Alimul (2008) luka terbagi menjadi beberapa macam, yaitu: 1. Berdasarkan Sifat Kejadian 1) Intendonal Traumas (luka disengaja) Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi. 2) Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan lalu lintas( luka tidak disengaja) Luka tidak disengaja dapat berupa : - Luka tertutup: Jika kulit tidak robek atau disebut juga dengan luka memar yang terjadi. - Luka terbuka : Jika kulitatau jaringan dibawahnya robek dan kelihatan seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan), Luka Puncture (Luka akibat tusukan), hautration (Luka akibat alat perawatan luka). 2.



Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka. 1) Luka bersih (clean wounds) Yaitu luka takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan dan infeksi pada system pernapasan, pencernaan, genital dan urinary tidak terjadi. 2) Luka bersih terkontaminasi (clean contamined wounds) Merupakan



luka



pembedahan



dimana



saluran



respirasi,



pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak selalu terjad. 3) Luka terkontaminasi (contamined wounds) Termasuk luka terbuka. fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna. 4.Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds) Yaitu terdapatnya mikor organisme pada luka.



3. Berdasarkan kedalaman dan luasnya Stadium I Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. Stadium II 1) Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Stadium III 2) Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai



bawah



tetapi



tidak



melewati



jaringan



yang



mendasarinya. Stadium IV 3) Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dam tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas. F. Manifestasi klinis Menurut Aziz Alimul (2008) beberapa masalah yang dapat terjadi kerusakan integritas kulit adalah : 1. Pendarahan, ditandai dengan adanya pendarahan disertai perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembab. 2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demem atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka meneras, serta adanya kenaikan leukosit. 3. Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sepertikegemukan, kekurangan nutrisi, terjadi trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh ( demam ), takikardia,dan rasa nyeri pada daerah luka. 4. Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal ini dapat terjadi luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat.



G. Peroses Penyembuhan Luka Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan” dengan ditandai bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan kerusakan fungsional. Proses penyembuhan mencakup beberapa fase , Menurut (R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2004 hlm: 66-67 ) fase-fase tersebut adalah : 1. Fase inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan pembuluh ujung yang putus (retraksi), dan reaksi hemotasis. Hemotasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin histamin yang meningkat permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembekakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Aktivitas



selular



yang terjadi



adalah



pergerakan



leukosit



menembus dinding pembuluh darah (diapetesiso) menuju penyembuhan luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosot dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis).



2. Fase proliferasi Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karen ayang menonjol adalah proses prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamsi kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum diferensiasi, menghasilkan ukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuain diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mebgerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul. Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen., membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi yang terdiri dari atas sel basal terlepas dari dasar dan perpindah mengisi parmukaan luaka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang yang terbentuk dari sel proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuhdan menutup semua permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibro flasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pamatangan dalam fase penyudahan. 3.



Fase penyudahan Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perumpamaan kembali jaringan yang baru dibentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan



berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama ini dihasilkan jaringan parut yang pucat tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini permukaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80 % kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringa yang normal secara histologi secara bentuk. H. Pemeriksaan Penunjang 1. Jumlah leukosit 2. Hb 3. Glukosa dan HbA1c 4. Kadar albumin dan protein 5. Pemeriksaan mikrobiologi 6. Radiologi I. Faktor yang Mempengaruhi Peyembuhan Luka Menurut Aziz Alimul (2008) Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor, yaitu : 1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel. 2. Anemia,



memperlambat



proses



penyembuhan



luka



mengingat



perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar haemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lebih lama. 3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat



proses penyembuhan luka. 4. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti diabetes melitus dapat memperlambat proses penyembuhan luka. 5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaiakn sel, terutama karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen: vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein, karbonhidrat dan lemak: vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroglas, mencegah timbulnya infeksi dan membentuk kapiler-kapiler darah, Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah. 6. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses



penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan,



merokok,



atau



stress,



penyembuhan luka yang lebih lama.



akan



mengalami



proses