5 0 642 KB
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
META AGUSTINA 18210100029
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU JAKARTA TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS A. Definisi Kebutuhan aktivitas istirahat merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Aktivitas mobilisasi juga digunakan untuk menunjukan pertahanan diri, melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi dalam aktivitas rekreasi (Potter, Perry, 2009). Istirahat bermakna ketenangan relaksasi, tanpa stress emosional dan bebas dari ansietas. Istirahat memulihkan energi seseorang yang memungkinkan orang tersebut untuk menjalankan fungsi dengan optimal (Kozier, 2010). Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas antara lain: tulang, otot dan tendon, ligamen, sistem saraf dan sendi. Dengan beraktivitas, tubuh akan menjadi sehat, sistem pernapasan dan sirkulasi tubuh berfungsi dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari kekuatan sistem persyarafan dan muskuloskeletal. Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya ( Kasiati & Wayan Dwi, 2016). Masalah-masalah yang dapat terjadi pada gangguan kebutuhan aktivitas istirahat yakni risiko intoleransi aktivitas, gangguan mobilisasi, hambatan mobilitas di tempat tidur, hambatan mobilitas fisik, insomnia, deprivasi tidur, kesiapan meningkatkan tidur dan gangguan pola tidur (SDKI, 2018).
B. Anatomi Fisiologi 1. Sistem Muskuloskletal. Sistem muskuloskletal terdiri atas tulang, otot, dan sendi. Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi dengan sistem musculoskeletal. Sistem musculoskeletal berfungsi sebagai: a. Mendukung dan memberi bentuk jaringan tubuh b. Melindungi bagian tubuh tertentu seperti hati, ginjal, otak dan paru-paru
c. Tempat melekatnya otot dan tendon a) Tulang Tubuh manusia tersusun atas tulang-tulang yang berjumlah 206 tulang. Tulang satu dengan tulang yang lain dihubungkan melalui sendi kemudian membentuk rangka. Tulang juga berfungsi sebagai penyangga tubuh, pelindung orang-organ penting seperti otak, hati, jantung, dan juga berfungsi sebagai regulasi mineral seperti kalsium dan fosfat. Berkaitan dengan pergerakan tulang merupakan tempat melekatnya otot, ujung otot yang melekat pada tulang disebut tendon. Tulang dapat digerakan karena adanya kontraksi dari otot. b) Otot Otot merupakan organ yang mempunyai sifat elastisitas dan kontraktilitas yaitu kemampuan untuk meregang dan memendek, serta kembali pada posisi semula. Kemampuan inilah yang memungkinkan organ yang menyertainya dapat bergerak, seperti gerakan pada tulang, usus, jantung, paru-paru dan organ lainnya. Otot tersusun oleh serat-serat otot yang berisi protein-protein kontraktil yaitu miofibilmiofibril. Masing-masing miofibril tersusun dan miofilamen tipis yang tersusun atas aktin, tropinin, dan ropomiosin. Pergerakan sesungguhya terjadi karena adanya kontraksi, sedangkan kontraksi terjadi akbat tarik-menarik antara aktin dan miosin. c) Sendi Sendi menghubungkan antara tulang yang didukung oleh adanya ligamen dan tendon. Ligamen menstabilkan tulang di antara tulang dan lebih elastis daripada tendon. Sendi dapat diklasifikasi menjadisendi yang tidak dapat digerakan (sendi sinatosis) seperti pada sutura, epifisis, dan diafisis; sendi yang dapat sedikit digerakan (sendi amfiartosis) seperti pada simfisis; dan sendi yang gerakannya bebas (sendi diartosis) seperti gerak pada siku, pergerakan lutut, jari tangan, dan lain-lain. Sendi diartosis merupakan sendi yang paling banyak di antara jenis sendisendi yng lain. Sendi ini disebut jug sendi sinovial karena dilapisi oleh jaringan sinovial yang kaya akan pembuluh darah dan memproduksi cairan sinovial. Cairan ini sangat penting untuk pelumas sendi agar gerakan sendi lebih mudah. Pergerakan sendi sinovial normalnya dalam keadaan bebas, tetapi juga ada yang tergatung dari jenis sendi yang menghubungkannya, misalnya sendi engsel yang hanya menggerakan pada satu arah karena sendi berbentuk engsel dan berporos satu, seperti pada lutut dan siku. Sendi peluru dapat menggerakan tulang ke segala
arah karena bentuknya lekuk dan adanya bonggol, seperti pada sendi gelang bahu dengan lengan atas, dan gelang panggul dengan tulang paha. (Tarwoto dan Wartonah, 2015). 2. Sistem Persarafan Sistem persarafan berperan dalam menjamin tersedianya oksigen tubuh. Oksigen dibutuhkan untuk metabolisme yang akan menghasilkan energi. Pergerakan membutuhkan energi dari hasil metabolisme. Pasien dengan kekurangan oksigen menyebabkan penigkatan pernapasan dan menglami kelemahan fisik. (Tarwoto dan Wartonah, 2015). 3. Sistem Kerdiovaskuler Dampak imobilisasi terhadap sistem kardiovaskuler antara lain sebagai berikut :
a) Penurunan kardiak reverse. b) Peningkataan beban kerja jantung Pada kondisi bedrest yang lama, jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien, disertai dengan curah kardiak yang turun, selanjutnya akan menurunkan efisiensi jantung dan meningkatkan beban kerja jantung. Hipotensi ortostatik Hipotensi ortostatik adalah turunnya tekanan darah 15 mmHg atau lebih, ketika klien bangkit dari tidur atau pada saat duduk untuk berdiri. Pada kondsi bedrest terjadi penumpkan darah pada ekstremitas bawah, yang disebabkan arteriola dan venula tungkai tidak berkontraksi secara adekuat dalam memperbaiki efek dari gravitasi pada darah dari jantung kiri. Oleh karena itu, pada saat klien mencoba bangun atau berdiri, darah masih terkumpul d ekstremitas bawah. Sirkulasi volume darah dan venous returnmenurun serta stroke volume menjadi terlalu kecil untuk memenuhi kebuthan aliran sirkulasi ke serebral. Akibatnya, klien merasa pusing saat bangkit dan dapat menyebabkan pingsan.
c) Phlebotrombosis Kejadian phlebotrombosis lebih sering terjadi pada klien yang mengalami paralisis. Hal ini dsebabkan adanya perubahan hemodinamik, static venous dan disertai gangguan pembekuan darah.( Andina dan Yuni 2017).
C. Proses Kebutuhan Manusia Sesuai Kasus Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsurunsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Manusia mempunyai karakteristik yang unik walaupun demikian mereka tetap memiliki kebutuhan dasar yang sama. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai dua macam kebutuhan pokok atau dasar yaitu kebutuhan dasar materi dan kebutuhan dasar nonmateri. (Wahit Iqbal Mubarak,2015) Menurut Abraham Maslow (1970) membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 5 tingkatan diantaranya : 1. Kebutuhan fisiologis Kebutuhan
fisiologis
merupakan
kebutuhan
untuk
mempertahankan
kehidupan/kelangsungan hidup. Kebutuhan fisiologis/biologis/fisik ini harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhann yang lainnya. Kebutuhan fisiologis terdiri atas kebutuhan pemenuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, aktifitas, keseimbangan temperatur tubuh dan seksual 2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan Kebutuhan rasa aman adalah kondisi yang membuat seseorang merasa aman dan ada kaitannya dengan kepastian untuk hidup bebas dari ancaman dan bahaya. Sedangkan pengertian perlindungan/keselamatan adalah kebebasan dari situasi penuh tekanan yang terus menerus. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan terdiri atas perlindungan dari udara dingin, panas, kecelakaan, infeksi, bebas dari ketakutan dan kecemasan. 3. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki yaitu kebutuhan untuk memberikan dan menerima rasa cinta sayang dan memiliki. Rasa saling memiliki menciptakan rasa kebersamaan, kesatuan, kesepakatan dan dukungan untuk merasa berdaya dan sukses. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki terdiri atas kebutuhan memberi dan menerima kasih sayangm kehangatan, persahabatan, mendapat tempat, keluarga dan kelompok sosial. 4. Kebutuhan harga diri Kebutuhan harga diri yaitu kondisi yang membuat seseorang merasa puas akan dirinya, bangga dan merasa dihargai karena kemampuan dan perbuatannya. Kebutuhan harga diri terdiri dari keinginan untuk pencapaian, menguasai kegiatan
profesional dan pribadi, keinginan untuk berwibawa, status, merasa penting, dan pengakuan. 5. Kebutuhan aktualisasi diri Aktualisasi diri adalah kesadaran akan diri berdasarkan atas observasi mandiri, termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaanya. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bakatnya ingin berprakarsa, mengeluarkan ide/gagasan, untuk terus berkembang dan berubah, serta berubah kearah tujuan masa depan.
D. Pathway
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi 1. Gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas seseorang karena berdampak pada perilaku kebiasaan sehari-hari. 2. Proses penyakit/cedera. Proses
penyakit
dapat
mempengaruhi
kemmapuan
aktivitas
karena
dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Adanya abnormal postur seperti skoliosis, lordosis, dan kiposis dapat berpengaruh terhadap pergerakan. 3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan aktivitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan, contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan aktivitas yang kuat, sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena budaya dan adat dilarang beraktivitas. 4. Tingkat energi dan Nutrisi. Energi dibutuhkan untuk melakukan aktivitas. Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, dan obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas 5. Usia dan status perkembangan. Kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. Intolerensi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina, depresi mood. Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas tubuh seseorang. Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat yang kemudian dapat dimanifestasikan dengan kurangnya aktivitas. 6. Pekerjaan Seseorang yang bekerja dikantor kurang melakukan aktivitas bila dibandingkan dengan petani atau buruh. 7. Sistem Neuromuskular Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, Skeletal, sendi, Ligamen, Tendon, Kartilago dan saraf. Otot skeletal mengantar gerakan tulang karena adanya kemampuan otot karena berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. F. Manifestasi klinis/batasan karakteristik Individu yang tidak memiliki gaya hidup aktif dan sehat dapat terkena gangguan Muskuloskletal yang dapat mempengaruhi sistem tubuh utama seperti pada sistem
Muskuloskletal pada sistem ini immobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti osteoporosis, tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang akan mengalami demineralisasi proses ini akan menyebabkan tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang menjadi 11 keropos dan tulang patah, atrofi otot, otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya, kekakuan dan nyeri sendi pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami ankilosa (kondisi dimana sendi menjadi kaku atau bahkan tulang-tulang lainnya melekat jadi satu ( Mubarak & Chayatin, 2008) Sementara menurut (Asmadi, 2008) hal tersebut akan mengakibatkan perubahan respon fisiologik, antara lain : 1. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium. 2. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus. 3. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas. 4. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi). 5. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. 6. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan. 7. Neurosensori: sensori deprivation G. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah gangguan pemenuhan kebutuhan Aktivitas dan Istirahat, standar diagnosis keperawatan indonesia (2017) yaitu: 1. Gangguan mobilitas fisik Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik darin satu atau lebih ekstermitas secara mandiri Penyebab : kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme, ke tidak bugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan masaa otot penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekuatan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agan farmakologis program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar
informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif dan keengganan melakukan pergerakkan. Gejala dan tanda mayor : a. Subjektif : mengeluh susah menggerakkan ekstermitas b. Objektif : kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun. Gejala dan tanda minor : a. Subjektif : nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak b. Objektif : sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fraktur osteoarthritis, osteomalasia, dan keganasan. 2. Gangguan pola tidur Definisi : gangguan kualitas dan kauntitas waktu tidur akibat faktor eksternal Penyebab : hambatan lingkungan, kurang kontrol tidur, kurang privasi, restrain fisik, ketiadaan teman tidur, dan tidak familiar denga peralatan tidur. Gejala dan tanda mayor : a. Subjektif : mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup b. Objektif : Gejala dan tanda minor : a. Subjektif : mengeluh kemampuan aktivitas menurun. b. Objektif : -. Kondisi klinis terkait : nyeri/kolik, hipertirodisme, kecemasan, PPOK, kondisi pasca operasi. 3. Intoleransi aktivitas Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari Penyebab : ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, immobilitas, gaya hidup monoton. Gejala dan tanda mayor : a. Subjektif : mengeluh lelah b. Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat Gejala dan tanda minor : a. Subjektif : dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah.
b. Objektif : tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah beraktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis Kondisi klinis terkait : anemia, gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit
katup
jantung,
aritmia,
PPOK,
gangguan
metabolik
,gangguan
muskuloskeletal.
4. Keletihan Definisi : penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan istirahat. Penyebab : gangguan tidur, gaya hidup monoton, kondisi fisiologis program perawatan/pengobatn jangka panjang, stres berlebihan, depresi. Gejala dan tanda mayor : a. Subjektif : merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga, mengeluh lelah b. Objektif : tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak lesu Gejala dan tanda minor : a. Subjektif : merasa bersalah akibat tidak dapat melakukan tanggung jawab, libido menurun. b. Objektif : kebutuhan istirahat meningkat Kondisi klinis terkait : anemia, kanker, AIDS, depresi, menopusejoint movement (ROM), pengkajian batas gerakan sendi harus dicatat pada setaip pengkajian orthopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai batas gerak normal yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari sendi (Noor Z, 2016).
I.
Intervensi Keperawatan Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien stroke dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) : Diagnosa Gangguan mobilitas fisik
Intervensi Utama Dukungan ambulasi
1.
Intervensi Pendukung Dukungan kepatuhan program pengobatan
Tujuan : Setelah dilakukan
Observasi :
2.
Dukungan perawatan diri : BAB, BAK, berpakaian,
asuhan keperawatan diharapkan mobilisasi pasien teratasi dengan kriteria hasil : a. Pasien meningkat dalam melakukan aktifitasfisik b. Mengerti tujuan dari
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi
toleransi
fisik
melakukan
ambulasi 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
peningkata n mobilitas c. Memverbal isasikan perasaan dalam meningkatk an kekuatan kemampua n berpindah
makan/minum, mandi 3.
Eduksi latihan fisik
4.
Edukasi teknik ambulasi
5.
Edukasi teknik transfer
6.
Konsultasi via telpon
7.
Latihan otogenik
8.
Manajemen energi
9.
Manajemen lingkungan
10. Manajemen mood manajemen nutrisi Terapeutik : 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (tongkat, kruk) 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik esuai indikasi/yang bisa dilakukan jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
11. Manajemen nyeri 12. Manajemen medikasi 13. Manajemen program latihan 14. Manajemen sensasi perifer 15. Pemantauan neurologis 16. Pemeberian obat 17. Pemberian obat intravena 18. Pembidaian
Edukasi :
19. Pencegahan jatuh
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
20. Pencegahan luka tekan
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
21. Pengaturan posisi pengekangan fisik
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
22. Perawatan kaki
dilakukan misalnya, menggerakkan bagian
23. perawatan sirkulasi
tubuh dari bangun, duduk sampai dengan
24. Perawatan tirah baring
turun dari tempat tidur.
25. Perawatan traksi 26. Promosi berat badan
Dukungan mobilisasi
27. Promosi kepatuhan program latihan
Observasi :
28. Promosi latihan fisik
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi
29. Teknik
latihan
penguatan
otot
teknik
penguatan sendi toleransi
fisik
melakukan
pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik : 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu misalnya, tongkat, kruk dan walkers
30. Terapi aktivitas 31. Terapi pemijatan 32. Terapi relaksasi otot progresif 33. Dukungan kepatuhan program pengobatan
latihan
2. Fasilitasi
atau
bantu
pasien
dalam
melakukan pergerakan 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi : 1. Jelaskan tujuan danprosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini 3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus Gangguan pola tidur
dilakukan (duduk ditepi tempat tidur) Dukungan tidur
1.
Dukungan kepatuhan program pengobatan
Tujuan : Setelah dilakukan
Observasi :
2.
Dukungan meditasi
asuhan keperawatan
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
3.
Dukungan perawatan diri :BAB/BAK
diharapkan pola tidur
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
4.
Fototerapi gangguan mood/tidur
teratasi dengan kriteria hasil
3. Identifikasi makanan dan minuman yang
5.
Latihan otogenik
6.
Manajeman demensia
7.
Manajemen energi
8.
Manajeman lingkungan
9.
Manajeman medikasi
:
mengganggu tidur a. Keluhan sukit tidur
4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
menurun b. Keluhan sering terjaga menurun c. Keluhan tidak puas tidur menurun
Terapeutik : 1. Modifikasi lingkungan
10. Manajemen nutrisi
2. Batasi waktu tidur siang untuk mencegah
11. Manajemen nyeri
bangun dimalam hari
12. Manajemen pengganti hormon
d. Keluhan pola tidur berubah menurun
3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
13. Pemberian obat oral 14. Pengaturan posisi
Keluhan istirahat tidak
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
15. Promosi koping
cukup menurun
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
16. Promosi latihan fisik
e. Pasien mampu memperval isasikan kemampua nnya
kenyamanan (misalnya teknik relaksasi
17. Reduksi ansietas
napas dalam)
18. Teknik menenangkan
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat
19. Terapi aktivitas
beraktivitas
20. Terapi musik Edukasi :
21. Terapi pemijatan
1. Jelaskan pentingnnya tidur cukup selama sakit
23. Terapi relaksasi otot progresif
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 3. Anjurkan
22. Terapi relaksasi
menghindari
makanan
atau
minuman yang mengganggu tidur 4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM 5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur ( misalnya psikologis, gaya hidup) 6. Ajarkan relaksasi otot atau cara non farmakologi lainnya.
Edukasi aktivitas/istirahat Observasi : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik : 1. Sediakan materi dan media pengatur aktivitas dan istirahat 2. Jadwalkan
pemberian
pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan 3. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk benrtanya Edukasi : 1. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin 2. Anjurkan
terlibat
dalam
aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas lainny 3. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
4. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
(misalnya,
kelelahan,
sesak
napas, saat beraktivitas) 5. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan Intoleransi aktivitas
jenis aktivitas sesuai kemampuan Manajemen energi
1.
Dukungan ambulasi
Tujuan : Setelah dilakukan
Observasi :
2.
Dukungan kepatuhan program pengobatan
3.
Dukungan meditasi
4.
Dukungan pemeliharaan rumah
asuhan keperawatan
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
diharapkan toleransi
mengakibatkan kelelahan
aktivitas /meningkat/teratasi
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
5.
Dukungan perawatan diri
dengan kriteria hasil :
3. Monitor pola dan jam tidur
6.
Dukungan spiritual
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
7.
Dukungan tidur
8.
Edukasi latihan fisik
9.
Dukungan teknik ambulasi
a. Frekuensi nadi dalam keadaan normal
selama melakukan aktivitas
b. Keluhan lelah berkurang Dispnea saat aktivitas berkurang
Terapeutik : 1.
Sedikan lingkungan yang nyaman dan
11. Manajemen aritmia
rendah stimulus
12. Manajemen lingkungan
2.
Lakukan rentang gerak aktif atau pasif
13. Manajemen medikasi
3.
Berikan
14. Manajemen mood
c. Dispnea setelah beraktivitas berkurang d. Warna kulit dan ttv
10. Edukasi pengukuran nadi radialis
dalam rentang normal 4.
aktivitas
distraksi
yang
menyenangkan
15. Manajemen program latihan
Fasilitasi duduk ditepi tempat tidur, jika
16. Pemantauan tanda vital
tidak dapat berpindah atau berjalan
17. Pemberian obat
18. Pemberian obat inhalasi Edukasi :
19. Pemberian obat intravena
1.
Anjurkan tirah baring
20. Pemberian obat oral
2.
Anjurkan melakukan aktivitas secara
21. Penentuan tujuan bersama
bertahap
22. Promosi berat badan
Anjurkan menghubungi perawat jika
23. Promosi dukungan keluarga
tanda
24. Promosi latihan fisik
3.
dan
gejala
kelelahan
tidak
berkurang 4.
Anjurkan
25. Rehabilitasi jantung strategi
koping
untuk
mengurangi kelelahan Kolaborasi : 1.
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
Terapi aktivitas Observasi : 1.
Identifikasi defisit tingkat pengetahuan
2.
Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3.
Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yangdiinginkan
26. Terapi aktivitas
4.
Identifikasi
strategi
meningkatkan
strategi meningktakan partisipasi dalam aktivitas 5.
Identifikasi
makna
aktivitas
rutin
misalnya bekerja dan waktu luang 6.
Monitor respons emosional, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik : 1.
Fasilitasi fokus pada kemampuan bukan defisit yang dialami
2.
Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
3.
Fasilitas memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4.
Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
5.
Fasilitas makna aktivitas yang dipilih
6.
Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas jika sesuai
7.
Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan
untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih 8.
Fasilitasi aktivitas fisik rutin (amulasi dan mobilisasi)
9.
Fasilitasi
aktivitas
pengganti
saat
mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak 10. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif 11. Tingkatkan
aktivitas
fisik
untuk
memelihara berat badan jika sesuai 12. Fasilitasi
aktivitas
motorik
untuk
merelaksasikan otot 13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implisit dan emosional 14. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetetif, terstruktur, dan aktif 15. Libatkan keluarga dalam aktivitas 16. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri 17. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan 18. Jadwalkan
aktivitas
dalamrutinitas
sehari-hari 19. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas Edukasi : 1.
Jelaskan metode aktivitas fisik seharihari
2.
Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3.
Anjurkan
melakukan
aktivitas
fisik,
sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan 4.
Anjurkan
terlibat
dalam
aktivitas
kelompok atau terapi 5.
Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi :
1.
Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan monitor program aktivitas
2.
Rujuk pada pusat atau program aktivitas
Keletihan
komunitas Edukasi aktivitas/istirahat
1.
Dukungan kepatuhan program pengobatan
Tujuan : Setelah dilakukan
Observasi :
2.
Dukungan pengambilan keputusan
3.
Dukungan tidur
4.
Manajemen asma
5.
Manajemen demensia
6.
Manajemen kemoterapi
Sediakan materi dan media pengaturan
7.
Manajemen medikasi
aktivitas dan istirahat
8.
Manajemen lingkungan
9.
Manajemen mood
asuhan keperawatan
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
diharapkan tingkat
menerima informasi
keletihan menurun/ teratasi dengan kriteria hasil : a. Pasien mampu
Terapeutik : 1.
memverbal isasikan kepulihan energi dan
2.
tenaga b. Pasien mampu
3.
melakukan aktivitas
Jadwalkan
pemberian
pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
10. Manajemen nutrisi
Berikan kesempatan kepada pasien dan
11. Penentuan tujuann bersama
keluarga untuk bertanya
12. Promosi dukungan sosial
rutin c. Pasien mampu memverbal isasikan
13. Promosi koping Edukasi : 1.
perasaan lelah dan lesu 2.
14. Promosi latihan fisik
Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
15. Reduksi ansietas
fisik/olahraga secara rutin
16. Terapi aktivitas
Anjurkan
terlibat
dalam
aktivitas
17. Terapi relaksasi
kelompok,
aktivitas
bermain,
atau
aktivitas lainnya 3.
Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
4.
Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
5.
Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
Manajemen energi Observasi : 1.
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2.
Monitor kelelahan fisik dan emosional
3.
Monitor pola dan jam tidur
4.
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik : 1.
Sedikan lingkungan yang nyaman dan rendahstimulus
2.
Lakukan rentang gerak aktif atau pasif
3.
Berikan
aktivitas
distraksi
yang
menyenangkan 4.
Fasilitasi duduk ditepi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi : 1.
Anjurkan tirah baring
2.
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3.
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan
gejala
kelelahan
tidak
koping
untuk
berkurang 4.
Anjurkan
strategi
mengurangi kelelahan Kolaborasi : 1.
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN ISITRAHAT A. Definisi Istirahat dan tidur memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Dalam arti lain istirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali. Terkadang, berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat. Sedangkan pengertian tidur merupakan suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun/hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Guyton, 2017). Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya. Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Herdman, 2013) Insomnia adalah gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat fungsi. Deprivasi tidur adalah periode panjang tanpa tidur (“tidur ayam” yang periodic dan alami secara terus-menerus). Kesiapan meningkatkan tidur adalah pola “tidur ayam” yang periodic dan alami, yang memberi istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang diinginkan dan dapat ditingkatkan (Herdman, 2012). Fungsi dan tujuan dari tidur secara jelas tidak diketahui akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional dan kesehatan, mengurangi stress pada pulmonary, kardiovascular, endokrin dan lain- lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga energy diarahkan kembali pada fungsi cellula yang penting. Tidur dapat pula dipercaya mengkontribusi pemulihan psikologis dan fisiologis.
B. Anatomi Fisiologi
Gambar 1. Neuroanatomi Pusat Pengaturan Tidur Gambar 1:Komponen utama dari neuromodulator penginduksi siklus tidur-bangun.Untuk menginduksi tidur, proyeksi dari VLPO sebagai neuro penghasil GABA dan galanin (gal) yang terletak di anterior dari hipotalamus mengirimkan sinyal yang berfungsi menginhibisi ascending arousal system di pons, basis frontalis dan hipotalamus. Sistem ini meliputi; nukleus tuberomamilarius (TMN) yang terletak di posterior dari hipotalamus yang memproduksi histamin(HIST), sel raphe dorsalis yang memproduksi serotonin (5-HT). Sel penghasil asetilkolin (Ach) yang terletak di laterodorsal dari tegmentum (LDT), nukleus ditegmentum dari pedukulopontin (PPT) serta nukleus di locus coeruleus yang memproduksi noreprinefrin(NA).Sistem lain yang tidak diilustrasikan pada gambar ini meliputi area perifornikal dari hipotalamus yang memproduksi orexin, sel produsen
dopamin
yang
terletak
di
periaquaduktus
mesencephalon dan serta proyeksi kolinergik yang berasal dari basis frontalis (nukleus basalis, pita diagonal dari brocca,dan septum medialis) semua struktur ini memberikan proyeksi ke
istem limbik dan korteks (Chiong, 2008). Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi beberapa sirkuit neural yang saling berhubungan satu sama lain, serta meliputi beberapa neurotransmitter yang saling mempengaruhi
satu
sama
lain.
Berdasarkan
penelitian
percobaan transeksi terhadap tikus yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa terdapat regio yang mencetuskan terjadinya proses tidur di medulla oblongata.Berikut dibawah ini merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidurbangun (Posner, 2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).
Gambar 2: skematis lokasi anatomi area-area diotak yang berperan saat tidur
1.
Ascending Reticular Activating System (ARAS) ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan nukleus serta sejumlah besar interneuron serta traktus ascenden dan descenden yang saling berhubungan satu sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak di sentral atau tegmentum dari pons dan
mesencephalon serta memanjang sampai medula, hipothalamus dan thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh GABA yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh input sensoris yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal dari sistem sensoris,motorik maupun saraf kranial ( Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008).
2.
Nukleus Traktus Solitarius Bagian ini terletak di bagian medulla oblongata, bersifat noradrenergik serta memiliki hubungan dengan pons , hipothalamus dan thalamus. Nukleus ini lebih aktif saat fase NREM dibandingkan pada saat bangun (Carney, 2005, Shneerson, 2005).
3.
Locus Coeruleus Bagian ini terletak pada pons bagian atas dan dorsal serta bersifat Noradrenergik. Locus coeruleus aktif pada saat bangun dan tersupresi parsial pada fase NREM serta inaktif pada fase REM. Bagian ini memiliki fungsi untuk menginhibisi aktivitas dari LDT/PPT, juga aktivitas dari bagian ini pula terinhibisi oleh neuron GABA-ergik (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005).
4.
Nucleus Raphe Nukleus ini terletak di garis tengah dan bersifat serotonergik. Bagian yang terpenting dari nukleus ini adalah nucleus raphe dorsalis. Nukleus ini bersifat aktif saat bangun, tersupresi secara parsial saat NREM dan inaktif saat REM. Kinerja nya di inhibisi oleh neuron GABA-ergikserta jika aktif, berfungsi menghambat aktivitas LDT/PPT serta memberikan proyeksi ke hipotalamus. Diduga nukleus ini memliki kontribusi terhadap respon motorik,otonom serta status emosional saat perubahan dari tidur ke bangun (Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008 ).
5.
Laterodorsal Tegmental dan Pedunculopontine Tegmental (LTD/PPT) nuclei Nukleus-nukleus ini terletak di bagian Formasio Retikularis di bagian dorsal dari tegmentum pons serta bersifat kolinergik. Aktivitasnya diinhibisi oleh locus coeruleus, nucleus raphe dan nucleus tubero- mammilary serta berfungsi menghubungkan area-area di batang otak dengan thalamus. LTD/PPT ini merupakan generator dari siklus REM, juga berkontribusi terhadap komponen visual dari mimpi dan halusinasi. Jika nukleus ini aktif, maka akan terjadi inhibisi dari locus coeruleus dan nukleus raphe (Shneerson, 2005).
6.
Sistem Mesolimbik Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami. Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan sebagai akibat dari stimulus yang didapat (Posner, 2007, Shneerson, 2005).
7.
Nukleus Tubero-Mammilary (TMN) Nuklei ini terletak di bagian posterior dari hipotalamus dan bersifat histaminergik dan hanya menerima input afferen dari ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) dan sistem orexin yang berasal dari hipotalamus bagian lateral.Nuleus ini berfungsi menginhibisi VLPO dan LDT/PPT serta bersifat aktif saat bangun, tersupresi parsial pada fase NREM dan inaktif saat fase REM (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).
8.
Nuklei Perifornical Terletak di lateral dari hipothalamus, berfungsi mensekresi orexin (hipokretin). Nukleus –nukleus ini memiliki fungsi eksitatorik pada pusat aminergik di batang otak yakni locus coeruleus dan nuklei raphe serta inhibisi terhadap LDT/PPT. Nuklei ini aktif pada saat fase wakefulness dimana juga berfungsi melimitasi durasi fase REM (Posner, 2007, Shneerson, 2005)
9.
Nukleus Suprakhiasmatik (SCN) Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).
10. Area Preoptik Hipotalamus Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP) (Shneerson, 2005).
11. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO) Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi locus coeruleus, nukleus raphe,
sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus, maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik (Posner, 2007, Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Smith, 2008). Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan bagian medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sehingga menginduksi fase REM. Kinerja dari VLPO tidak dipengaruhi oleh ritme sirkadian, namun meningkat dengan adanya kekurangan tidur.Nukleus ini aktif pada saat tidur dan inaktif pada saat bangun (Carney, 2005, Chiong, 2008).
12. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO) Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi tidurbangun (Shneerson, 2005).
13. Median Preoptic Nucleus (MPN) Terletak di hipothalamus, di bagian dorsal dari ventrikel III dan bersifat GABAergik. Nukleus ini menerima input dari SCN dan memproyeksikannya ke neuron kolinergik di basal dari lobus frontalis dan nuklei perifornical. Nukleus ini aktif saat tidur, terutama fase NREM fase 3 dan 4 (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).
14. Zona Subparaventrikuler Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin (Chiong, 2008, Aminoff, 2008).
15. Nukleus Dorsomedial Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan dalam inhibisi VLPO , pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan keterjagaan. (Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008)
16. Basis Frontalis (Substansia inominata) Lokasinya terdapat pada area preoptik dari Hipotalamus.Terdiri atas nukleusnukleus penting yang memegang peran penting dalam proses tidur (Shneerson, 2005).
17. Nukleus Basalis dari Meynert
Neuron-neuronnya di aktivasi oleh neuron glutamat-ergik yang terletak di pons meliputi locus coeruleus, nukleus raphe dan nukleus perifornical. Neuron dari meynert ini bersifat kolinergik dan dapat di inhibisi oleh akumulasi dari adenosin(Shneerson, 2005, Chiong, 2008)
18. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau galanin sebagai transmitter (Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Aminoff, 2008). Para nukleus ini memberikan proyeksi yang luas ke SCN dan ke sistem limbik.area yang terletak di basis frontalis ini membentuk jalur ascending menuju ke sistem aktivasi rekular serta menghasilkan relay di ekstra-thalamik ventralis sebelum menuju ke korteks serebri. Area ini aktif pada saat bangun dan fase REM, tetapi inaktif pada fase NREM. Adenosine terakumulasi di ekstraseluler dan menempel pada reseptor A1 dan menginhibisi kinerja dari neuron basis frontalis yang bersifat kolinergik,sehingga mencetuskan fase NREM (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).
19. Sistem Limbik Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area –area yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito- frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari saraf simpatis (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005).
20. Thalamus Thalamus merupakan stasiun relay yang terahkir yang menghubungkan jaras informasi dari reseptor ke korteks serebri, kecuali input yang berasal dari regio olfaktorius, sebaliknya pula aktivitas dari thalamus ini sendiri diatur oleh korteks serebri. Thalamus memiliki beberapa kumpulan nukleus yakni nukleus retikuler dari thalamus yang memegang peranan penting dalam proses keterjagaan, bagian ini
terdiri atas kelompok neuron eksitatorik yang berfungsi menghasilkan glutamat serta kelompok neuron inibitorik yang menghasilkan GABA,Neuron intratalamikus yang berfungsi memodifkasi aktivitas dari thalamus sedangkan nukleus-nukleus thalamus yang lainnya membentuk jaras proyeksi thalamokortikal (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Aminoff, 2008) Thalamus mengatur aktivitas ARAS dan impuls lainnya yang melewati mesencephalon. Thalamus memodifikasi aktifitas spindel dari mesencephalon serta melalui sistem proyeksinya yang luas bagian ini mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasi
aktivitas
korteks.Sinkronisasi
aktivitas
dari
korteks
ini
menyebabkan korteks serebri dapat menginisiasi serta mempertahankan fase NREM. Bagian ini secara efektif memutus hubungan antara korteks dengan batang otak serta stimulus-stimulus lainya secara reversibel. Melalui neuron pensekresi GABA-nya, thalamus menginhibisi promotor keterjagaan yang terletak di batang otak juga memberikan pengaruh terhadap fase REM melalui proyeksinya ke LDT/PPT. Berikut di bawah ini dapat dilihat tabel-1 tentang beberapa area utama di CNS dan perannya terhadap tidur (Chiong, 2008, Aminoff, 2008). C. Proses Kebutuhan Manusia Susuai Kasus Kebutuhan tidur menurut usia(A.Aziz Azimul, 2009) : Umur 0-1 bulan 1-18 bulan 18 bulan-3 tahun 3-6 tahun 6-12 Tahun 12-18 Tahun 18-40 tahun 40-60 tahun 60 tahun ke atas
Kebutuhan Tidur 14-18 jam/hari 12-14 jam/hari 11-12 jam/hari 11 jam/hari 10 jam/hari 8,5 jam/hari 7-8 jam/hari 7 jam/hari 6 jam/hari
Meningkatkan kualitas dan kuantitas memerlukan beberapa upaya yang meliputi: 1.
Melakukan ritual tidur Sebagian besar orang yang terbiasa untuk melakukan ritual tidur atau melakukan rutinitas sebelum tidur yang kondusif untuk kenyamanan dan relaksasi. Aktivitas sebelum tidur yang biasa dilakukan oleh orang dewasa mencakup berjalan-jalan di malam hari, mendengarkan musik, menonton televisi dan beribadah. Tidur juga dapat di dahului dengan rutinitas kebersihan seperti membasuh wajah dan tangan,
menyikat gigi dan berkemih (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). 2.
Meningkatkan kenyamanan dan relaksasi Kenyamanan sangat penting untuk membuat seseorang tertidur maupun tetap tidur, terutama jika dampak penyakit seseorang mempengaruhi tidur. Untuk meningkatkan relaksasi dapat dilakukan dengan menggunakan gaun tidur yang longgar dan mengatur posisi yang nyaman serta memastikan lingkungan hangat dan aman sesuai dengan kebutuhan dari individu (Kozier et al., 2010)
D. Patway
E. Faktor – factor yang mempengaruhi 1.
Penyakit Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
2.
Lingkungan Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan menghambat tidurnya.
3.
Motivasi Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
4.
Kelelahan Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
5.
Kecemasan Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
6.
Alkohol Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
7.
Obat-obatan Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain Diuretik (menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM), Kaffein (Meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan Narkotika (Mensupresi REM).
F. Manifestasi klinis/batasan karakteristik Manifestasi yang timbul dari pasien yang mengalami gangguan tidur yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Gangguan tidur juga bisa dialami dengan berbagai cara: 1. Sulit untuk tidur tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun) 2. Bangun terlalu awal Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala gangguan tidur. Gejala yang
dialami waktu siang hari adalah : a) Mengantuk b) Resah c) Sulit berkonsentrasi d) Sulit mengingat e) Gampang tersinggung G. Diagnosa Keperawatan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017), yaitu: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan 3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamsi 4. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
H. Intervensi Keperawatan No Diagnosa Keperawatan 1 Ketidakefektifan jalan napas
Tujuan & Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan
Intervensi Keperawatan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
berhubungan dengan sekresi yang
keperawatan selama ... x 24 jam
Pemantauan respirasi
tertahan.
diharapkan jalan napas efektif
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
Definisi: Ketidakmampuan untuk
dengan kriteria hasil sebagai
2. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
membersihkan sekresi atau
berikut:
3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Faktor yang berhubungan : Spasme jalan napas Hiperskresi jalan napas Disfungsi neuromuskuler
Bunyi nafas normal (vesikuler) Frekuensi nafas normal 1624x/menit Mampu mengeluarkan sputum
4. Auskultasi bunyi nafas 5. Posisikan klien untuk meminimalkan upaya bernafas (misalnya mengangkat kepala tempat tidur dan memberikan over bed table untuk pasien bersandar) 6. Monitor status oksigen dan beri obat (misalnya: bronkodilator dan inheler) yang meningkatkan patensi jalan nafas.
Benda asing dalam jalan napas Adanya jalan napas buatan Sekresi yang tertahan Hyperplasia dinding jalan napas Proses infeksi
Manajemen jalan nafas 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas) 2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Posisikan semi-Fowler atau Fowler 4. Berikan minum hangat 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Respon alergi
6. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
Efek agen farmakologis
Manajemen batuk 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batu efektif 2. Identifikasi keamampuan batuk 3. Atur posisi semi-Fowler atau fowler 4. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien 5. Buang sekret pada tempat sputum 2
6. Berikan terapi oksigen sesuai instruksi Dukungan tidur
Gangguan pola tidur berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
dengan hambatan lingkungan.
keperawatan selama ... x 24 jam
1. Identifikasi pola aktivitas tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan
diharapkan pola tidur kembali
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik/psikologis)
kuantitas waktu tidur akibat faktor
normal dengan kriteria hasil
3. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
eksternal.
sebagai berikut:
4. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan,
Faktor yang berhubungan : Hambatan lingkungan (mis:
Pola tidur kembali normal
suhu, dan tempat tidur)
Aktivitas kembali normal
5. Tetapkan jadwal tidur rutin
kelembapan, lingkungan
7. Fasilitasi menghilangkan setres
sekitar, suhu lingkungan,
8. Ajarkan teknik relaksasi
pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tinda
Edukasi aktivitas/istirahat 1. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
kan)
istirahat
Kurang kontrol tidur
2. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisi/berolahraga
Kurang privasi
3. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan, sesak nafas saat aktivitas)
Restraint fisik
4. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas
Ketiadaan teman tidur
3
sesuai kemampuan
Tidak familiar dengan
peralatan tidur Hipertermi berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan
reaksi inflamsi
keperawatan selama ... x 24 jam
Definisi: Suhu tubuh meningkat
diharapkan hipertermi dapat
diatas rentang normal tubuh.
teratasi dengan kriteria hasil
2. Monitor suhu tubuh
Faktor yang berhubungan :
sebagai berikut:
3. Monitor komplikasi akibat hipertermi
Manajemen Hipertermi 1. Identifikasi penyebab hipertermi (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas)
Dehidrasi
Suhu tubuh normal
4. Sediakan lingkungan yang dingin
Terpapar lingkungan panas
Tidak terjadi kejang
5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Proses penyakit Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan Peningkatan laju metabolisme Respon trauma Aktivitas berlebihan Penggunaan inkubator
6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih) 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis: kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) 8. Anjurkan klien tirah baring Manajemen kejang 1. Monitor terjadinya kejang berulang
2. Monitor karakteristik kejang (mis: aktivitas motorik dan progresi kejang) 3. Monitor tanda-tanda vital 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas 6. Longgarkan pakaian terutama bagian leher 7. Dampingi selama periode kejang 8. Catat durasi kejang 4
9. Kolaborasi pemberian antikonvulsan Manajemen nutrisi
Resiko defisit nutrisi berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
dengan ketidakmampuan menelan
keperawatan selama ... x 24 jam
1. Identifikasi status nutrisi
makanan.
diharapkan resiko defisit nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup dapat teratasi dengan kriteria
3. Identifikasi makanan yang disukai
untuk memenuhi kebutuhan
hasil sebagai berikut:
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
metabolisme.
Berat badan ideal
5. Monitor asupan makanan
Faktor yang berhubungan :
Mengidentifikasi kebutuhan
6. Monitor berat badan
Ketidakmampuan menelan makanan Ketidakmampuan mencerna
nutrisi
7. Berikan makanan tinggi serat untuk mecegah konstipasi 9. Berikan makanan tinggi kalori dan protein 10. Ajarkan diet yang diprogramkan
makanan Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien Peningkatan kebutuhan
Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
metabolisme
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Faktor ekonomi Faktor psikologis
Promosi Berat Badan 1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB berkurang 2. Monitor adanya mual dan muntah 3. Monitor berat badan 4. Sediakan makanan sesuai dengan kondisi pasien 5. Hidangkan makanan secara menarik DAFTAR PUSTAKA
Saryono dan Anggriyana. 2010. Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Yogyakarta: Nuha Medika. Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan,buku 1. Jakarta: Salemba Medika Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam praktik. EGC: Jakarta PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.