LP Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN A. DEFINISI Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Keamanan adalah bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tenteram (Potter dan Perry 2006) Perubahan kenyamana adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpeniti,Linda 2000).



B. ETIOLOGI Bebeapa agen cedera yang dapat mempengaruhi kebutuhan rasa aman dan nyaman adalah : a. Biologis,nyeri karena kerusakan organ atau kerusakan jaringan tubuh b. Penyebab nyeri karena zat kimia c. Trauma fisik d. Penyebab nyeri karena psikologi seperti kelainan organic,neukrosis traumatic Adapun beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman diantaranya : 1. Emosi Kecemasan, depresi, dan marah yang tidak terkendali akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan kenyamanan. 2. Status Mobilisasi Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko injury menyebabkan klien selalu merasa tidak aman dalam beraktivitas dan tidak nyaman dengan keterbatasan fisik yang dialaminya. 3. Gangguan Persepsi Sensori Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman, pendengaran dan penglihatan yang lebih sering tidak nyata menimbulkan rasa tidak nyaman saat gangguan datang . 4. Keadaan Imunitas Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang penyakit. 5. Tingkat Kesadaran Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur. 6. Informasi atau Komunikasi Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan kecelakaan. 7. Gangguan Tingkat Pengetahuan Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi sebelumnya.



8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional Antibiotik dapat menimbulkan resistensi dan anafilaktik syok. 9. Status nutrisi Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan pe nyakit, demikian sebaliknya kelebihan nutrisi beresiko terhadap penyakit tertentu. 10. Usia Perbedaan usia membedakan akibat yang terjadi dari apa yang dilakukan. Universitas Sumatera Utara 11. Jenis Kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berspon terhadap tin gkat kenyamanannya. 12. Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu meniningkatkan dan mengatasi kenyamanan dalam hidupnya.



C. TANDA DAN GEJALA a. Tanda dan Gejala Mayor Subjektif : - Mengeluh tidak nyaman Objektif : - Gelisah b. Tanda dan Gejala Minor Subjektif : - Mengeluh sulit tidur - Tidak mampu rileks - Mengeluh kedinginan/kepanasan - merasa gatal - Mengeluh mual - Mengeluh lelah Objektif : - Menunjukan gejala distress -



Tampak merintih/menangis Pola eliminasi berubah Postur tubuh berubah Iritabilitas



sumber (sdki:definisi dan indicator diagnostic)



D. FISIOLOGI Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, presepsi, dan relaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016)



E. KLASIFIKASI NYERI Nyeri dapat di diklasifikasikan menjadi dua,yaitu 1. Nyeri akut,adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,dengan onset mendadak atau lambat dan berintegritas ringan hingga berat yang berlangsung selama kurang dari 3 bulan. Penyebab nyeri akut antara lain : a. Agen pencedera fisiologis (inflamasi,iskemia,meoplasma) b.Agen pencedera kimiawi (terbakar bahan kimia iritan) c. Agen pencedera fisik (abses,amputasi,terbakar,terpotong,mengangkat berat,operasi,trauma,latihan fisik berlebihan) 2. Nyeri kronis,adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual dan fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan yang berlangsung lebih dari 3 bulan Penyebab nyeri kronis antara lain : a. kondisi musculoskeletal kronis b. kerusakan system saraf c. penekanan saraf d. infiltrasi tumor e. ketidakseimbangan neuromedulator dan reseptor f. gangguan imunitas (neuropati terkait hiv,virus) g. gangguan fungsi metabolic h. riwayat posisi kerja statis i. peningkatan indeks masa tubuh j. kondisi pasca trauma k. tekanan emosional l. riwayat penganiyaan (fisik,psikologis,seksual) m. riwayat penyalahgunaan zat atau obat



F. PATHWAY



G. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI 1)Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki risiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degenerative. 2)Jenis kelamin Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Kebudayaan Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah suatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah presepsi nyeri. 3) Kebudayaan Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah suatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah presepsi nyeri. 4) Perhatian Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi presepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun. 5) Makna nyeri Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. 6) Ansietas Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.



7) Gaya koping Individu yang memiliki lokus kendali internal mempresepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempresepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa. 8) Keletihan Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi nyeri. 9) Pengalaman sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang. 10) Dukungan keluarga dan social Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).



H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Laboratorium 1) GDA untuk menentukan adanya masalah vantilasi atau oksigenisasi dan peningakatan tekanan intrakranial (TIK). 2) Kimia/elektrolit serum dapat menunjukkan ketidakseimbangan yang memperberat peningkatan TIK. Peningkatan laju metabolisme dan diaforesis dapat menyebabkan peningkatan natrium (hipernatremia) b. Pencitraan 1) CT scan untuk mengidentifikasi adanya hemoragi, hematoma, kontusio, fraktur tengkorak, pembengkakan atau pergeseran jaringan otak. 2) MRI lebih sensitif untuk memeriksa defisit neurologis yang tidak terdeteksi oleh CT scan. (Diagnosis NANDA NIC NOC, 2015- 2017).



I. PENATALAKSANAAN KLINIS Penanganan cedera kepala: (Nurarif & Kusuma, 2016). a. Stabilisasi koardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (AirwayBreathing-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk. b. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya. c. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflex okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok). d. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya. e. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti: sken tomografi computer otak, angiografi serebral, dan lainnya.



J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PENGKJIAN Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat, menyeleksi terapi yang cocok, dan mengevaluasi respons klien terhadap terapi. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah nyeri dapat diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan dapat dijelaskan serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Andarmoyo, 2017). pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain: 1) Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa memberikan bantuan dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa menandai bagian mana yang dirasakan nyeri. 2) Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien, biasanya paling banyak menggunakan skala nyeri biasanya dalam rentang 0-5 atau 0-10. Angka „0‟ menandakan tidak adanya nyeri dan angka tertinggi adalah nyeri „terhebat‟ yang dirasakan pasien. 3) Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti, tertusuk-tusuk, teriris benda tajam, disetrum dan rasa terbakar. Perawat dapat mencatat kata-kata yang digunakan pasien dalam menggambarkan nyerinya. 4) Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan interval nyeri. Maka, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir kali muncul. 5) Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri. Seperti, aktivitas berlebih yang mengkibatkan timbulnya nyeri dada, selain itu faktor lingkungan, suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap nyeri, stresor fisik dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri. 6) Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang menyertai, seperti mual, muntah, dan pusing.



7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian pasien akan membantu perawat dalam memahami prespektif pasien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri, yaitu pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan dan aktivitas diwaktu senggang. 8) Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping berbeda-beda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya, atau pengaruh agama dan budaya. 9) Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien (Mubarak & Chayatin, 2008) Pengkajian meliputi : a. Identitas klien Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. b. Alasan masuk rumah sakit Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji. Pasien mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelum (Wahyudi & Wahid, 2016).



c. Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran, salah satunya nyeri (Muttaqin, 2011). d. Riwayat kesehatan sekarang Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi, muntah, takipnea/dispnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang (Muttaqin, 2011).



e. Riwayat kesehatan dahulu Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2011). f. Riwayat kesehatan keluarga Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai 19 adanya penyakit keturunan yang menular dalam keluarga (Muttaqin, 2011).



g. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehariharinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat (Muttaqin, 2011).



PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh,yaitu : 1) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap pemeriksaan. 2) Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya oedema. 3) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori, komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri. 4) Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk mengetahui area spesifik dari nyeri. 5) Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.



K. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul berhubungan dengan gangguan rasa nyaman nyeri adalah : 1) Nyeri dan Kenyamanan: Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik: Trauma Nyeri akut: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual/fungsional, dengan onset mendadak/lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. b. Berdasarkan diagnosa NANDA NIC NOC 2016 masalah yang muncul pada gangguan rasa nyaman nyeri adalah: 1) Gangguan rasa nyaman nyeri: Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik (trauma pada kepala).



L. INTERVENSI Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain: a. Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu. b. Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktivitas fisik yang diperlukan untuk penyembuhan (misal: batuk dan napas dalam, ambulasi). c. Mencegah timbulnya gangguan tidur (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Tabel 2.5 Intervensi Nyeri Akut Menurut SIKI 2018.



INTERVENSI NYERI AKUT MENURUT SIKI 2018 DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1.Nyeri akut intervensi utama a. manajemen nyeri b. pemberian analgesik



INTERVENSI UTAMA Manajemen nyeri yaitu memgidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. Observasi: 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. 2) Identifikasi skala nyeri. 3) Identifikasi respons nyeri non verbal. 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri. 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri. 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup. 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan. 9) Monitor efek samping penggunaan analgetik. Terapeutik: 1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis: TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain), teknik distraksi dan teknik relaksasi. 2) Kontrol lingkungan yang



INTERVENSI PENDUKUNG 1) Dukungan pengungkapan kebutuhan. 2) Edukasi efek samping obat. 3) Edukasi manajemen nyeri. 4) Edukasi proses penyakit. 5) Edukasi teknik napas 6) Manajemen kenyamanan lingkungan. 7) Pemantauan nyeri. 8) Pemberian obat. 9) Pengaturan posisi. 10) Teknik distraksi 11) Teknik relaksasi 12) Teknik imajinasi terbimbing.



memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat & tidur. 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi: 1) Jelaskan penyebab, metode, dan pemicu nyeri. 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri. 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi: 1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Tabel Intervensi Nyeri Akut Menurut NIC NOC 2016 DIAGNOSIS KEPERAWATAN



TUJUAN/KRITERIA



RENCANA KEPERAWATAN



a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma pada kepala )



Tujuan -Pain level -Pain control -Comfort level



1) Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan kulitas. 2) Kaji faktor-faktor yang meningkatkan dan meringankan nyeri. 3) Kaji pengalaman nyeri klien dimasa lampau. 4) Kaji tindakan penanganan yang diupayakan untuk menurunkan nyeri. 5) Kaji tanda-tanda vital (TD, N, R, S) 6) Berikan informasi yang akurat mengenai nyeri klien (penyebab, penanganan, dsb.) 7) Ajarkan tindakan peredaan nyeri nonfarmakologi (misal: stimulasi kutaneus, kompres hangat, kompres dingin, masase kutaneus, distraksi, relaksasi dsb). 8) Libatkan keluarga dalam perawatan klien. 9) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesik



Kriteria hasil: 1) Secara subyektif melaporkan/ mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 1-2 dan menyatakan rasa nyaman setelah nyerinya berkurang 2) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan). 3) Mengatakan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. 4) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). 5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. 6) Tanda vital dalam rentang normal. 7) Tidak mengalami gangguan tidur



M. DAFTAR PUSTAKA NANDA, 2005-2006. Panduan Diagonosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.



https://www.google.com/search? q=pathway+nyeri&safe=strict&rlz=1C1NHXL_idID847ID847&sxsrf=ALeKk00fSn4z33yUhKTPbkVzS1gCBMZ7w:1622724989678&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUK Ewjbpc_UwfvwAhWPbisKHaH_CnEQ_AUoAXoECAEQAw&biw=1366&bih=657#imgrc=De Q3AP8kKDrs-M