LP Keseimbangan Suhu Tubuh - Lukita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN An.A DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN KESEIMBANGAN SUHU TUBUH RST Rumkit Tk.IV Dr. Asmir Salatiga Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar Dosen Pembimbing : Ns. Erni Suprapti, M.Kep



LUKITA AYU FITRIANI 20101440120056



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG 2022



A. KONSEP SUHU



1. DEFINISI Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit daan jumlah panas yang hilang ke lingkunganluar. Karena fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 0 36 C atau 380C. Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang relatif sempit (Perry, 2005). Nilai suhu tubuh juga ditentukan oleh lokasi pengukuran, pengukuran suhu bertujuan memperoleh nilai suhu jaringan dalam tubuh. Lokasi pengukuran untuk suhu inti yaitu rektum, membran timpani, arteri temporalis, arteri pulmonalis, esophagus dan kandung kemih. Lokasi pengukuran suhu permukaan yaitu kulit, oral dan aksila (Potter & Perry, 2009). Menurut Sutisna (2010) Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Panas yang diproduksi dikurangi pengeluaran panas sama dengan nilai suhu tubuh. Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot asimilasi makanan dan oleh semua proses vital yang berperan dalam tingkat metabolisme basal. Panas dikeluarkan tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran), dan penguapan air di saluran napas dan kulit. Sejumlah panas juga dikeluarkan melalui urine dan feses. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti termostart. Suhu yang nyaman merupakan set point untuk operasi system pemanas. Penurunan suhu lingkungan akan mengaktifkan pemanas, sedangkan peningkatan suhu akan mematikan system pemanas tersebut. Pada umumnya penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar, namun tidak persis sama seperti sinyal nyeri. Sewaktu memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar dalam traktus lissaueri sebanyak beberapa segmen diatas atau dibawah dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II, III radiks dorsalis sama seperti untuk rasa nyeri. Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis maka sinyal akan menjalarkan keserabut termal asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sesi berlawanan dan akan berakhir di area reticular batang otak dan kompleks vetro basal thalamus. Setelah dari thalamus sinyal di hantarkan ke hipotalamus. Dihipotalamus mengandung dua pusat pengaturan suhu. (Perry, 2005). Hipotalamus bagian anterior berespon terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan vasodilatasi dan karenanya panas menguap. Sedangkan hipotalamus



bagian posterior berespon terhadap penurunan suhu dengan menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih lanjut. (Sutisna, 2010) Suhu tubuh normal dipertahankan dengan imbangan yang tepat antara panas yang dihasilkan dan panas yang hilang. Hal ini dikendalikan oleh pusat pengatur panas di hipotalamus yang sangat peka terhadap suhu darah. Panas dihasilkan oleh aktivitas metabolik dalam otot tulang, dan hati. Glikogen diubah menjadi glukosa yang dapat dioksidasikan. Untuk mempertahankan produksi panas yang normal diperlukan jumlah bahan bakar yang tepat. Panas berlebihan biasanya disebabkan oleh kombinasi suhu luar, kegiatan fisik, dan keringat. Kehilangan panas disebabkan terutama panas hilang karena penguapan air dari paru dan organ ekskresi. (Arthur, 2012)



2. PENGATURAN SUHU TUBUH Pusat termoregulator hipotalamus merupakan sekelompok saraf pada area preoptik dan hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai termostat. Termostat hipotalamus



memiliki



semacam



titik



kontrol



yang



disesuaikan



untuk



mempertahankan suhu tubuh: a. Termoreseptor perifer, terletak di dalam kulit, mendeteksi perubahan suhu kulit dan membran mukosa tertentu serta mentransmisi informasi tersebut ke hipotalamus. b. Termoreseptor sentral, terletak di antara hipotalamus anterior, medula spinalis, organ abdomen dan struktur internal lainnya, juga mendeteksi perubahan suhu darah. Sangat sukar untuk menetapkan secara tepat suhu bagian man dari tubuh yang dapat disebut sebagai suhu tubuh. Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, khususnya organ bagian dalam, terhadap perubahan suhu lingkungan dilakukan penggolongan paikilotermik (suhu tubuh berbeda dengan suhu lingkungan) dan homoiotermik (suhu tubuh sama dengan dengan suhu lingkungan). Pada golongan poikilotermik (antara lain binatang amfibi), suhu tubuh sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Dengan demikian kisaran suhu normal pada golongan ini sangat bergantung pada suhu lingkungannya. Pada golongan homoiotermik, suhu tubuhnya hanya sedikit dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Meskipun demikian dalam kisaran yang sangat terbatas, suhu normal golongan ini dapat pula dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada manusia untuk mendapatkan gambaran suhu tubuh dilakukan pengukuran yang dapat dipilih: a. Suhu ketiak. Pengukuran suhu ketiak dilakukan dengan cara meletakkan termometer di ketiak selama minimal 5 menit, lengan atas didekapkan eraterat ke badan, jangan lupa ketiak harus dikeringkan terlebih dahulu. Suhu



ketiak biasanya 0,2-0,4° Clebih rendah dari suhu mulut dan 0,59– 1°C di bawah suhu rektum. b.



Suhu mulut. Pengukuran suhu mulut dilakukan dengan cara meletakkan termometert merokok mudah memengaruhi suhu mulut sehingga dapat menge coh hasil pengukuran suhu tubuh. Suhu mulut bisanya 0,3°-0,5 C di bawah suhu rektum.



c. Suhu rektum. Pengukuran suhu rektum dilakukan dengan cara memasukkan termometer sedalam 5-6 cm, sehingga yang diukur benar benar suhu di dalam rektum. Suhu rektum lebih dapaukuran suhu dibandingkan suhu ketiak dan suhu mulut, namun deni kian suhu rektum jarang dilakukan karena dianggap kurang etis. Dari hal-hal tersebut di atas dapat dimengerti bahwa suhu tubuh normal bukan merupakan nilai yang pasti di satu angka. Faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh : a. Variasi di luar. Kegiatan tubuh sepanjang hari dapat bervariasi. Penggunaan energi dalam metabolisme selalu timbul panas. Kegiatan otot (organ yang paling banyak pada tubuh manusia) banyak menimbulkan panas, sistem saraf yang lebih berperan pada waktu kegiatan jasmani meningkat. Biasanya pada siang hari suhu tubuh lebih tinggi daripada malam hari. b. Umur. Pada bayi yang baru lahir, suhu tubuh masih belum mantap. Dalam masa ini suhu tubuhnya masih mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada dewasa muda, suhu tubuh telah mantap, sedangkan pada usia lanjut suhu tubuhnya akan lebih rendah sehubungan dengan laju metabolisme pada golongan umur. c. Jenis kelamin. Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi daripada wanita. Di samping itu suhu wanita juga dipengaruhi oleh siklus menstruasi. Pada waktu terjadi ovulasi suhu menurun 0,2° C sedangkan setelah haid suhu tubuh naik 0,1-0,6° C. dipercaya sebagai ukuran suhu dibandingkan suhu ketiak dan suhu mulut, namun deni kian suhu rektum jarang dilakukan karena dianggap kurang etis. d. Gizi. Pada keadaan kurang gizi atau puasa, suhu tubuh lebih rendah. e. Kerja jasmani. Sesudah kerja jasmani (olahraga) suhu tubuh akan naik Hasil salah satu penelitian menunjukkan suhu rektum naik sampai 41° C setelah lari maraton. f. Lingkungan. Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh yang terdapat dalam tubuh, serta akibatnya pada laju metabolisme. Udara lingkungan yang lembap, yang menyebabkan hambatan pada penguapan keringat akan meningkatkan suhu tubuh. Dari uraian di atas terlihat bahwa



suhu tubuh merupakan pencerminan panas tubuh yang merupakan imbangan antara pembentukan panas dan pengeluaran panas



3. PEMBENTUKAN DAN PENGELUARAN PANAS Pembentukan panas dalam tubuh sangat bergantung pada laju metabolisme yang ditentukan oleh kegiatan proses kimia yang berlangsung pada jaringan. Oleh sebab itu pembentukan panas sering dinyatakan sebagai pengendalian suhu tubuh secara kimia Faktor yang memengaruhi pembentukan panas: a. Jumlah makanan yang dimakan memenuhi syarat. b. Bahan makanan mengandung banyak kalori c. Tonus otot d. Kontraksi otot. Kontraksi yang banyak dapat membentuk panas. e. Laju metabolisme yang memenuhi syarat. Biasanya suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh manusia. Dengan demikian panas tubuh akan keluar atau pindah dari tubuh ke benda lain (padat, cair, gas) yang terdapat di sekitar tubuh. Pada keadaan tertentu tidak jarang suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh. Dalam hal ini justru tubuh mendapat panas dari lingkungan. Pengeluaran panas bergantung pada: a. Luas permukaan badan. b. Beda suhu tubuh dengan suhu lingkungan c. Kelembapan udara.



4. PENGARUH SUHU LINGKUNGAN Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh, yang akan menaikkan proses kimia dalam tubuh Peningkatan reaksi kimia dalam tubuh ini akan meningkatkan pembentukan panas. Selanjutnya pembentukan panas yang meningkat akan meningkatkan suhu tubuh. Seterusnya ketiga proses tersebut akhirnya menyebabkan suhu tubuh sangat tinggi yang dapat menyebabkan kematian (heat stroke). Suhu lingkungan yang rendah merupakan perangsang kuat untuk produksi panas. Pada suhu udara di bawah 20° C tubuh tanpa pakaian akan kehilangan panas dengan cepat. Dalam batas suhu 280-31° C tubuh pria dengan mudah dapat mempertahankan keseimbangan antara pengeluaran panas dan pembentukan panas tubuh. Tidak ada pengelaran keringat maupun proses menggigil, terasa nyaman. Batas suhu ini disebut comfort zone. Untuk wanita daerah nyaman tersebut sedikit lebih luas yaitu 27°-33°C. Berbagai hormon yang memengaruhi metabolisme energi yang terpenting adalah epinefrin, norepinefrin dan tiroksin. Pengeluaran maksimal kateko lamin dapat meningkatkan laju metabolisme 30-80%. Tiroksin memengaruhi oksidasi



seluler pada hipotiroid basal metabolism rate (BMR) 25-40% lebih kecil dari normal pada hipertiroid 40-60% di atas normal. (Syarifuddin, 2011) 3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN FUNGSI SISTEM SUHU a. Usia Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan. Pastikan mereka mengenakan yang cukup dan hindari pajanan terhadap suhu lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30 % panas tubuh melalui kepala sehingga dia harus menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan panas. Suhu tubuh bayi lahir berkisar antara 35,5˚C sampai 37,5˚C.Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menerus menurun saat seseorang semakin tua. Para dewasa tua memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan dewasa muda. (Tamsuri, 2007) b. Olahraga Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan karbonhidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama seperti jalan jauh dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41˚C. (Tamsuri, 2007) c. Kadar Hormon Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesterion rendah suhu tubuh dibawah suhu dasar. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikan suhu tubuh ke suhu dasar atau suhu yang lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 4˚C, yang sering disebut hotflases. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan fasomor. (Tamsuri, 2007) d. Irama sircadian Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1˚C selama periode 24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari suhu tubuh meningkat dan mencapai maximum pada pukul 6 sore, lalu menurun



kembali sampe pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu sircadia tidak berubah seiring usia. (Tamsuri, 2007) e. Stres Stres fisik maupun emosianal meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan syaraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi. (Tamsuri, 2007) f. Lingkungan Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien. (Tamsuri, 2007) g. Perubahan suhu Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi titik pengaturan hypotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas berlebihan, kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan mempengaruhi jenis masalah klinis yang dialami klien. (Tamsuri, 2007) 4. MACAM-MACAM GANGGUAN YANG MUNGKIN TERJADI PADA SISTEM SUHU TUHU 1. Demam Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Peningkatan ringan suhu sampai 39°C meningkatkan sistem imun tubuh. Demam juga meruapakan bentuk pertarungan akibat infeksi karena virus menstimulasi interferon (substansi yang bersifat melawan virus).Pola demam berbeda bergantung pada pirogen. Peningkatan dan penurunan jumlah pirogen berakibat puncak demam dan turun dalam waktu yang berbeda. Selama demam,



metabolisme



meningkat



dan



konsumsi



oksigen



bertambah.



Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik



tubuh



terhadap



nutrient.



Metabolisme



yang



meningkat



menggunakan energi yang memproduksi panas tambahan. Penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan suhu tubuh diantaranya adalah : a. Demam berdarah dengue Demam dengue /DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus



dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, raum, limfadenopi plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. b. Demam tifoid Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makan atau yang terkontaminasi. c. Febris /demam Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal. Tipe demam demam yang sering dijumpai antara lain : 1) Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2) Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal, penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik. 3) Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam dintara dua serangan demam disebut kuartana. 4) Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. 5) Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. 1) Kelelahan akibat panas



Kelelahan akibat panas yang terjadi bila diaforesis banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. 2) Hipertermia Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik tertentu. 3) Heat stroke Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heat stroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Klien beresiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. fenotiazin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta-adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. atlet, pekerja konstruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkontinensia. Tanda lain yang paling penting adalah kulit yang hangat dan kering. Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu yang lebih besar dari 40,5°C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45°C, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjai kerusakan neurologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai. 4) Hipotermia Pengeluaran



panas



akibat



paparan



terus-menerus



terhadap



dingin



memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas sehingga akan mengakibatakan hipotermia. Tingkatan hipotermia :



a. Ringan 34,6 - 36,5°C per rektal b. Sedang 28,0 - 33,5°C per rektal c. Berat 17,0 - 27,5°C per rektal d. Sangat berat 4,0 - 16,5°C per rektal Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35°C, orang yang mengalami hipotermia mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun dibawah 34,4°c, frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun. Jika hipotermia terus berlangsung, disritmia jantung akan berlangsung, kehilangan kesadaran, dan tidak responsif terhadap stimulus nyeri. Kita dapat mengukur suhu tubuh pada tempat-tempat berikut : a. ketiak/ axilae : termometer didiamkan selama 10-15 menit b. anus/ dubur/ rectal : termometer didiamkan selama 3-5 menit c. mulut/ oral: termometer didiamkan selama 2-3 meniT



B. Etiologi penyebab demam pada yaitu adanya inflamasi atau peradangan, efek samping obat tertentu, aktivitas fisik yang berlebihan dan lama berada di lingkungan terlalu panas (Doloksaribu & Siburian, 2018). Selain itu demam merupakan akibat dari kenaikan set point (oleh sebab infeksi), kenaikan tersebut dibentuk oleh prostaglandin di hipotalamus (Ismoedijanto, 2016). C. Patofisiologi Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : a.



Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular



b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran



listrik dari sekitarnya c.



Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan



metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. ( Ngastiyah,2016 ) A. PATOFISIOLOGI SUHU Suhu diatur oleh sistem syaraf dan sistem endokrin 1. Sistem syaraf a. Pemanasan dan pendinginan kulit menstimulasi ujung syaraf yang sensitif terhadap suhu dengan menghasilkan respon yang tepat, menggigil untuk kedinginan, berkeringat untuk kepanasan. b. Hipotalamus pada otak berespon terhadap suhu dari darah yang mengalir melewati kapiler-kapilernya. Hipotalamus mengadung 2 pusat pengaturan suhu. Hipotalamus bagian anterior berespon terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan vasoladitasi dan karena nya panas menguap. Hipotalamus bagian posterior berespon terhadap penurunan suhu dengan menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih lanjut. Melalui hubungan dengan otak tersebut, hipotalamus menerima stimulus dari talamus dan dapat melewati sistem syaraf otonom memodifikasi aktivitas humoner, sekresi keringat aktivitas kelenjar dan otot-otot. 2. Sistem Endokrin a. Medula



adrenal



menstimulasi



:



dingin



metabolisme



meningkatkan dan



sekresi



karenanya



dapat



adrenalin



yang



meningkatkan



pembentukan panas. b. Kelenjar tyroid : dingin meningkatkan sekresi tiroksin, dengan meningkatkan metabolisme dan pembentukan panas. Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, khususnya organ bagian dalam, terhadap perubahan suhu lingkungan dilakukan penggolongan



paikilotermik (suhu tubuh berbeda dengan suhu lingkungan) dan homoiotermik (suhu tubuh sama dengan dengan suhu lingkungan). Pada golongan poikilotermik (antara lain binatang amfibi), suhu tubuh sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Dengan demikian kisaran suhu normal pada golongan ini sangat bergantung pada suhu lingkungannya. Pada golongan homoiotermik, suhu tubuhnya hanya sedikit dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Meskipun demikian dalam kisaran yang sangat terbatas, suhu normal golongan ini dapat pula dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada manusia untuk mendapatkan gambaran suhu tubuh dilakukan pengukuran yang dapat dipilih : a. Suhu ketiak. Pengukuran suhu ketiak dilakukan dengan cara meletakkan termometer di ketiak selama minimal 5 menit, lengan atas didekapkan eraterat ke badan, jangan lupa ketiak harus dikeringkan terlebih dahulu. Suhu ketiak biasanya 0,2-0,4° Clebih rendah dari suhu mulut dan 0,59– 1°C di bawah suhu rektum. b.



Suhu mulut. Pengukuran suhu mulut dilakukan dengan cara meletakkan termometert merokok mudah memengaruhi suhu mulut sehingga dapat menge coh hasil pengukuran suhu tubuh. Suhu mulut bisanya 0,3°-0,5 C di bawah suhu rektum.



c. Suhu rektum. Pengukuran suhu rektum dilakukan dengan cara memasukkan termometer sedalam 5-6 cm, sehingga yang diukur benar benar suhu di dalam rektum. Suhu rektum lebih dapaukuran suhu dibandingkan suhu ketiak dan suhu mulut, namun deni kian suhu rektum jarang dilakukan karena dianggap kurang etis. D. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan terjadinya resiko infeksi 2) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi untuk pasien thypoid 3) Elektrolit serum E. Manifestasi klinik 1. Nadi teraba lemah 2. Tekanan nadi menyempit 3. Turgor kulit menurun 4. Membran mukosa kering 5. Volume urin menurun 6. Suhu naik 7. Kejang



(Tamsuri, 2016 ) F. Komplikasi 1. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyk dari memasukan 2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. ( Andriyani et al., 2021) G. Penatalaksanaan 1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran. 2. Berikan oksigen 3. Mengganti pakaian lebih longgar 4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang 5.



Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.



6. Berikan kompres 7. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5- 1 mgr/kgBB



(I.V). 8. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui



nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema. 9. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1mgr/kgBB I.V.),



maksimal 10 mgr/kgBB (Kapti, 2017) H. Pathway



1. Pengkajian keperawatan a. Identitas Klien Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor register, usia, agama, alamat, status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal masuk rumah sakit. b. Identitas Penanggungjawab Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien. c. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Keluhan utama yang biasa muncul panas 2) Riwayat Kesehatan sekarang 3) sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah. 4) Riwayat Kesehatan Dahulu riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien 5) Riwayat Kesehatan Keluarga Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit keturunan seperti adanya riwayat jantung, hipertensi, DM, dan gagal ginjal, d. Pola Aktivitas Sehari-hari 1) Pola nutrisi dan metabolisme



kesulitan dan masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi 2) Pola eliminasi pola berkemih yang meningkat, terjadi diare . 3) Pola istirahat dan tidur Biasanya klien mengalami sulit tidur dan juga istirahat karena adanya sesak napas yang ditandai dengan kondisi pasien yang gelisah dan sering terbangun. 4) Pola aktivitas dan latihan Biasanya klien mengalami keletihan atau kelelahan terus menerus sepanjang hari e. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Biasanya pasien gelisah 2. Tingkat kesadaran Biasanya Composmentis sampai terjadi penurunan kesadaran 3. TTV a) BP : nornal b) RR : Takipnea c) P : Takikardia d) T : Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia e) Kepala Normachepal f) Mata Biasanya konjungtiva anemis g) Mulut dan bibi Biasanya membran mukosa sianosis, bibir kering h) Hidung Normal i) Telinga Normal j) Leher ada distensi atau bendungan pada vena jugularis, bisa terjadi pembesaran kelenjar getah bening k) Kulit Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor (dehidrasi), edema, edema periorbital. l) Thoraks a. Paru-paru



(1) Inspeksi : simetris , tidak ada tarikan dindidng dada (2) Palpasi : Taktil fremitus, normal (3) Perkusi : Bunyi perkusi normal . (4) Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler, bronkovesikuler, bronchial) atau tidak normal (crackles, ronkhi, wheezing, friction rub). b. Jantung (1) Inspeksi : simetris pada dada,iktus cordis tidak terlihat . (2) Palpasi : Takikardia, iktus kordis tidak teraba (3) Perkusi : Bunyi jantung normal (4) Auskultasi : Bunyi jantung vesikuler m) Abdomen a) Inspeksi : Perut klien tampak edema, ada perubahan warna kulit, kulit tampak kering. b) Auskultasi : Bising usus dalam batas meningkat . c) Palpasi : Adanya distensi abdomen,. d) Perkusi : Bunyi pekak karena adanya asites n) Genitalia dan anus biasanya akan mengalami masalah dalam proses eliminasi (BAB dan BAK) sehingga pasien harus dipasang kateter. o) Ekstremitas Jari dan kuku sianosis, CRT > 2 detik, akral teraba dingin, edema pada tungkai, ada clubbing finger. I. Diagnosa keperawatan 1. Hipovolemia 2. Hipertermia 3. Resiko cidera J. Fokus intervensi No Diagnosa



Rencana Tindakan (SIKI )



Rasional



Keperawatan (SDKI) Hipovolemia



Manajemen Hipovolemia : Observasi -



Observasi -



Untuk mnegtahui



Periksa tanda dan



tanda dan gejala



gejala hipovolemik



hipovolumia



Monitor intake dan



-



Untuk menghiyung



-



output cairan



kelebihan atau



Terapeutik



kekurangan cairan pada tubh



Hitung kebutuhan cairan - Beri posisi



Teraupetik



modified



-



Trendelenbrug -



Beri asupan cairan



-



Edukasi



-



Anjurkan



cairan adekuat -



Untuk menghindari kekurangan cairan



Edukasi



memperbanyak asupan cairan oral -



Untuk menjaga



-



Anjurkan



Untuk menjaga cairan adekuat



menghindari perubahan posisi



Koloborasi



mendadak



-



Mengganti cairan



-



Kolaborasi



yang hilang lewat



-



Kolaborasi



vena



pemberian cairan IV isotonis -



Kolaborasi pemberian cairan



Hipertermia



Regulasi temperature ( I. 14578 )



Observasi



Observasi



-



- Monitor suhu tubuh



suhu tubuh pasien -



- Monitor warna dan



gejala hipertermia Teraupetik Tingkatkan asupan cairan



Untuk mengetahui tanda dan gejala



suhu kulit - Monitor tanda dan



Untuk mengetahui



hipertermia -



Untuk mengetahui tanda dan gejala hipertermia



Teraupetik Untuk meningkatkan



Edukasi



cairan dalam tubuh



Jelaskan cara pencegahan



Edukasi



hipertermia karena



Untuk mencegah



terpapar suhu dingin



terjadinya hipertermia



Koloborasi



Koloborasi



Pemberian antipiretik; jika perlu



Resiko cidera



Untuk menurunkan panas dengan obat



Pencegahan kejang ( I. 14542 )



Observasi



Observasi



Untuk mengetahui tanda tanda vital pasien



Monitor ttv Teraupetik Baringkan



pasien



agar



tidak terjatuh



Teraupetik



Edukasi



Untuk mencegah cidera



Ajarkan



pertolongan



pada pasien



pertama pada kejang Koloborasi



Edukasi



Koloborasi pemberian anti Untuk mencegah konvulsan; jika perlu



terjadinya keparahan pasien



Koloborasi Untuk mencegah kejang dengan obat



DAFTAR PUSTAKA Syarifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan Kebidanan, Ed. 4. Jakarta: EGC Tamsuri, Anas. (2007). Tanda-Tanda Vita Suhu Tubuh. Jakarta : EGC Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC Supatmi, Yulia. (2008). Panduan Praktek Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: PT Citra Aji parama Arthur C, Guyton, John E. Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12 Jakarta : EGC Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III ed V. Jakarta: Internal Publishing Poltekes Depkes Jakarta. (2009). Panduan Praktik Keperawatan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia