15 0 170 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS MENINGITIS
OLEH : I DEWA AYU KADE PUSPA YANTI 2014901129
FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI 2021
1. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut meningitis. Peradang pada bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri. Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013). Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis. Meningitis adalah suatu reaksi yang terjadi dari peradangan yang akibat dari infeksi karena bakteri, virus, dan jamur pada selaput otak (araknoidea dan piameter). Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena
terinfeksinya
selaput
otak
langsung
oleh
penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga araknoid. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan mycibacterium bovis. Kumpulan protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus serta kelainan pada
saraf otak. 2. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya meningitis dibagi menjadi : a. Meningitis Bakterial Bakteri
penyebab
Streptococcus
yang
paling
pneumoniae
dan
sering
ditemukan
Neisseria
adalah
meningitides
(meningococcal). Pada lingkungan yang padat seperti lingkungan asrama, barak militer, pemukiman padat lebih sering ditemukan kasus meningococcal meningitis. Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah : 1) Otitis media 2) Pneumonia 3) Sinusitis 4) Sickle cell anemia 5) Fraktur cranial, trauma otak 6) Operasi spinal Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS. b. Meningitis Virus Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir/sequeledari berbagai penyakit yang disebabakan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk exsudat dan pada pemeriksaan CSF tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter dan lapisan meninges. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simplex, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme
neurotransmitter,
dimana
hal
ini
akan
berlanjut
terganggunya
fungsi
sel
dan
akhirnya
terjadi
kerusakan
neurologist. c. Meningitis Jamur Meningitis cryptococcal merupakan meningitis karena jamur yang paling sering, biasanya menyerang SSP pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bia disertai demam atau tidak, tetapi hamper semuaklien ditemukan sakit kepala, nausea, muntah dan penurunan status mental. 3. Etiologi Widagdo, dkk (2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria meningitis (Meningococus),
Diplococus
pneumonia,
Streptococcus
group
A,
Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis. Adapaun diantaranya adalah :
a) Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza. b) Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose). c) Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen – agen virus yang sangat bervariasi. Etiologi lainnya yaitu : a) Bakteri
:
Haemophilus
influenza
(tipe
B),
streptococcus
pneumoniae, neisseria meningitides, b - hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli. b) Faktor maternal : rupture membrane fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan. c) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang mendapat obat – obat imunosupresi. d) Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan system persarafan. 4. Anatomi dan Fisiologi Meningen (selaput otak) merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (serebro spinal), memperkecil terjadinya benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan: a) Durameter (lapisan sebelah luar) Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak yang dinamakan sinus longitudunal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak. b) Arakhnoid (lapisan tengah) Arakhnoid
merupakan
selaput
halus
yang
memisahkan
durameter dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon yang berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. c) Piameter (lapisan sebelah dalam) Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Adapun fungsi meningeal sebagai berikut : 1) Menyelubungi dan melindungi susunan saraf pusat 2) Melindungi pembuluh darah dan menutupi sinus venus 3) Berisi cairan serebrospinal 5. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh
terhadap
saraf-saraf
kranial
dan
perifer.
Makin
bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto, 2013). Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater, araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningintis. Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Cara masuknya dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan serebrospinal dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat
dapat menyumbat aliran normal cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013) 6. Manifestasi klinis Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala : a) Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala. b) Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau paralisis. c) Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher dan punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky I dan II positif dan tanda kerning positif. Tanda kerning yaitu bila paha ditekuk 90°ke depan, tuungkai dapat diluruskan pada sendi lutut. Tanda brudzinky I positif adalah bila kepal di fleksi atau tunduk ke depan, maka tungkai akan bergerak fleksi di sudut sendi lutut. Tanda brodzinky II positif adalah bila satu tungkai ditekuk dari sendi lutut ruang paha, ditekankan ke perut penderita, maka tungkai lainnya bergerak fleksi dalam sendi lutut. Pada meningitis tuberkulosa didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu: a) Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal. b) Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan kesadaran.
c) Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya meninggal. 7. Komplikasi a) Hidrosefalus obstruktif b) Meningococc L Septicemia ( mengingocemia ) c) Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral) d) SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ) e) Efusi subdural f) Kejang g) Edema dan herniasi serebral h) Cerebral palsy i) Gangguan mental j) Gangguan belajar k) Attention deficit disorder 8. Penatalaksanaan Tarwoto ( 2013), mengatakan penatalakasanaan dibagi 2 yaitu: 1) Penatalaksanaan umum a. Pasien diisolasi b. Pasien diistirahatkan/ bedrest c. Kontrol hipertermi dengan kompres d. Kontrol kejang e. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi 2. Pemberian antibiotik a. Diberikan 10-14 hari atau setidaknya 7 hari bebas panas b.
Antibiotik yang umum diberikan: Ampisilin, Gentamisin, Kloromfenikol, Sefalosporin.
c. Jika pasien terindikasi meningitis tuberkolusis diberikan
obat-obatan TBC. 3. Pemeriksaan penunjang (Hudak dan Gallo, 2012) a. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat,
kadar
glukosa
darah
menurun,
protein
meningkat, glukosa serum meningkat 1) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri. 2) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus. b. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab c. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab d. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun e. MRI, CT-scan/ angiorafi 9. Dampak Masalah Terhadap Fungsi Sistem Tubuh Lain a) Sistem persarafan Penurunan kesadaran terjadi karena terganggunya sel – sel saraf sensoris dan motorik yang diakibatkan karena hipoksia jaringan otak yang terkena infeksi. Karena terganggunya sel – sel saraf sensoris dan motoris itu maka akan mengganggu pada anggota tubuh lainnya dan akan terjadi reflek – reflek yang abnormal pada klien. b) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien meningitis tedapat bendungan-bendungan pembuluh darah pada piameter serta pembesaran fleksus koiredeus. Dengan adanya bendungan-bendungan pembuluh tersebut akan menimbulkan adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah. c) Sistem Pernafasan Akibat adaya pembentukan tuberkel akan mengakibatkan suplai darah yang membawa O2 ke otak menurun sehingga timbul hipoksia pada jaringan otak. Selain itu penurunan kesadaran yang menyebabkan intolensi aktifitas dapat membuat aliran darah ke paru-paru berkurang sehingga sekret sulit untuk di alirkan ke saluran pernafasan yang akan mengakibatkan akumulasi sekret yang dapat menghambat proses pernapasan dan supali oksigen (O2). d) Sistem Perkemihan Karena adanya penurunan kesadaran maka akan terjadi inkontinensia urine atau retensi urine, hal ini ini disebabkan oleh asupan cairan yang tidak adekuat dan tidak dapat mengontrol keinginan untuk miksi. e) Sistem Pencernaan Pada klien dengan meningitis asupan nutrisi tidak adekuat karena intoleransi aktifitas dan imobilitas fisik akibat penurunan kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan peristaltik usus yang mengakibatkan konstipasi. f) Sistem Integumen Pada keadaan keterbatasan gerak karena penurunan
kesadaran
dan
suhu
tubuh
turun
naik
akibat
proses
infeksi/peradangan ini akan mengganggu sistem termoregulasi. Pengeluaran keringat karena suhu tubuh naik turun yang tidak menentu membuat tubuh selalu basah dan timbul ruam serta lecet, dan karena tirah baring yang lama dapat juga terjadi dekubitus. g) Sistem Muskuloskeletal Akibat dari kurangnya suplai O2 ke jaringan otak dapat menyebabkan kerusakan otak yang selanjutnya dapat menimbulkan berbagai kelumpuhan dan sering ditemukan kelumpuhan anggota gerak,. Kelumpuhan dapat bersifat plaksid (lemas), kemudian terjadi kekakuan sendi. 2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS MENINGITIS i. PENGKAJIAN 1) Keluhan utama Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran. 2) Riwayat penyakit sekarang Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan
obat
anti
TB
yang
sangat
berguna
untuk
mengidentifikasi meningitis tuberculosia. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic). 4) Pengkajian psikososial Respon
emosi
pengkajian
mekanisme
koping yang
digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. 5)
Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara per system (B1-B6) dengan focus pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan- keluhan dari klien. Pemeriksaan Fisik dimulai dengan memeriksa tanda - tanda vital
(TTV).
Pada
klien
meningitis
biasanya
didapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-410C,dimulai dari
fase
sistemik,
kemerahan,
panas,
kulit,
keringat,berkringat.Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan
sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada system pernapasan debelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena ada tanda-tanda peningkatan TIK. a. B1 (Breathing) Inspeksi apakah klien batuk,produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot
bantu
nafas,
dan
peningkatan
frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat
deformitas pada tulang dada
pada klien dengan efusi pleura massif(jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru. b. B2 (Blood) Pengkajian pada sitem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah
mengalami renjatan(syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10 % klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan extremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intaravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation-DIC ). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi. c. B3 (Brain) Pengkajian B3 ( Brain ) Merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. Tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi system persyarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian gcs sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemberian asuhan keperawatan. Fungsi Serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya , nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada aklien meningitis tahap lanjutnya biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pemeriksaan saraf cranial Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II.Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah menganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotopobhia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sterokeidomastoideus dan travezius usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk ( rigiditas nukal ). Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi indra pengecapan normal. System motorik Kekuatan otot menurun kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan. Pemeriksaan reflek Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau priosteum derajat reflek pada respon normal. Refleks patologi akan didapatkan pada klien meningitis dalam tingkat kesadaran koma. Adanya reflex babimsky ( + ) merupakan tanda adanya lesi UMN.
Gerakan involunter Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder terhadap area fokal kortikal yang peka. System sensorik Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah regiditas nukal tanda kering ( + ) dan adanya brudzinski. Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. d. B4 (Bladder) Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. e. B5 (Bowel) Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisis pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. f. B6 ( Bone ) Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki).Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari (ADL).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema serebral/penyumbatan aliran darah 2) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi 3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru 4) ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret 5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, mual muntah. 6) Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh berkurang 7) Resiko cidera berhubungan dengan kejang C. Intervensi Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis No Dx. Kep 1 Resiko
Tujuan dan Hasil Intervensi Setelah dilakukan tindakan NIC :
ketidakefektifan
keperawatan selama 1X24 Peripheral
perfusi jaringan
jam
otak berhubungan
ketidakefektifan
dengan edema
jaringan otak dapat teratasi
serebral/penyumba
Kriteria hasil :
tan aliran darah
Mendemonstrasikan
diharapkan
sensation
resiko management (management perfusi sensasi perifer ) a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka status
sirkulasi yang ditandai
terhadap
panas
/dingin/tajam/tumpul
dengan :
b. Monitor adanya paratese
a. Tekanan
systole
dan c. Instruksi keluarga untuk
diastole dalam rentang
mengobservasi kulit jika
yang normal
ada isi atau laserasi
b. Tidak
ada
ortostatis d. Gunakan sarung tangan
hipertensi c. Tidak
ada
untuk proteksi tanda-tanda e. Batasi
peningkatan
tekanan
intracranial (tidak lebih dari 15mmHg)
gerakan
pada
leher
dan
kepala, punggung f. Monitor
kemampuan
Mendemonstrasikan
BAB
kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
g. Kolaborasi
pemberian
analgesic
a. Berkomunikasi dengan h. Monitor jelas dan sesuai dengan kemampuan b. Menunjukkanperhatian, konsentrasi
dan
adanya
tromboplebitis i. Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahan
sensasi
orientasi c. Memproses informasi d. Membuat
keputusan
dengan benar e. Menunjukkan
fungsi
sensoris motor cranial yang
utuh
kesadaran tidak 2
ada
:
tingkat
membaik, gerakan
Hipertermia
involunter Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam
berhubungan
keperawatan selama 1X24 1. Pantau suhu dan tanda-
dengan proses
jam diharapkan hipertermi
infeksi
pasien dapat teratasi dengan Kriteria hasil :
tanda vital lainya 2. Monitor warna kulit dan suhu
f. Merasa merinding saat 3. Monitor dingin
asupan
keluaran,
sadari
g. Berkeringat saat panas
perubahan
h. Tingkat pernapasan
cairan
i. Melaporkan kenyamanan
rasakan
suhu j. Perubahan warna kulit k. Sakit kepala
dan
kehilangan
yang
tak
di
4. Beri obat atau cairan IV 5. Tutup selimut
pasien
dengan
atau
pakaian
ringan 6. Dorong konsumsi cairan 7. Fasilitasi
istirahat,
terapkan
pembatasan
aktivitas jika di perlukan 8.
Berikan oksigen yang sesuai
9.
Tingkatkan
sirkulasi
udara 10.
Mandikan
dengan
pasien
spon
hangat
dengan hati-hati. Pengaturan suhu 1.
monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan
2. monitor adanya
dan
laporkan
tanda
hipotermia
gejala dan
hipertermia 3. tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat 4. berikan
pengobatan
antipiretik 3
sesuai
Pola nafas tidak
kebutuhan. Setelah dilakukan tindakan a. Buka jalan
efektif
keperawatan selama 1X24
gunakan tehnik chin lift
berhubungan
jam diharapkan pola nafas
atau jaw thrust bila perlu.
dengan penurunan
tidak efektif dapat teratasi b. Posisikan pasien dalam
ekspansi paru
dengan kriteria hasil:
nafas,
memaksimalkan ventilasi
l.
Dapat
menunjukkan c. Identifikasikan
pasien
jalan nafas yang paten
dalam pemasangan alat
(klien
bantu pernafasan
tidak
tercekik, dan
merasa
irama
nafas d. Auskultasi
frekwensi
nafas
jalan
nafas
dan catat adanya suara
dalam rentang normal,
tambahan
tidak ada suara nafas e. Pertahankan jalan nafas abnormal) m. Tanda
yang paten
–
tanda
fital f. Atur peralatan oksigenasi
dalam rentang normal
g. Monitor aliran oksigenasi h. Pertahankan posisi pasien i. Monitor tanda tanda vital
4
Ketidakefektifan
pasien Setelah dilakukan tindakan Airway suction
bersihan jalan
keperawatan selama 1x24 1. Pastikan kebutuhan oral /
nafas berhubungan
jam diharapkan:
dengan
Status
tracheal suctioning
pernapasan: 2.
penumpukan sekret kepatenan jalan nafas
sebelum
Kriteria hasil:
dan untuk
mengeluarkan secret 4.
sesudah
3. Informasikan pada klien
2. Irama pernapasan Kemampuan
dan
suctioning
1. Frekuensi pernapasan 3.
Auskultasi suara nafas
tentang
suctioning 4. Minta klien nafas dalam
Penggunaan otot bantu
sebelum
pernapasan 5. Batuk.
keluarga
suctioning
dilakukan 5.
Berikan
O2
dengan
Status pernapasan
menggunakan
Kriteria hasil:
untuk
1. Kedalaman inspirasi
suction nasotrakeal
2. Suara auskultasi nafas 3. Kepatenan jalan nafas
nasal
memfasilitasi
6. Gunakan alat yang steril setiap
melakukan
4. Kapasitas vital
tindakan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah
kateter
di
keluarkan dari nastrokeal 8.
Monitor
status
oksigenasi pasien 9. Ajarkan
keluarga
bagaimana
cara
melakukan suction 10. Hentikan
suction
dan
berikan oksigen apabila apsien
menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. Airway management 11.
Buka
jalan
nafas
gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 12. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasI 13. Identifikasi perlunya
pasien pemasangan
alat jalan nafas buatan 14. Pasang mayo bila perlu 15.
Lakukan
fisioterapi
dada bila perlu 16. Keluarkan secret dengan batuk atau suction 17. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas tambahan 18. Lakukan suction pada mayo 19. Berikan bronkodilator bila perlu 20. Berikan pelembab udara kasa basah NaCl lembab 21. .
Atur
intake
untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan 22. Monitor respirasi dan 5
Ketidakseimbanga
status O2 Setelah dilakukan tindakan Nutrition management
n nutrisi kurang
keperawatan selama 1x24 1.
dari kebutuhan
jam
tubuh berhubungan
pasien
dengan penurunan
kriteria hasil:
intake makanan,
a) Adanya
mual muntah.
diharapkan terpenuhi
berat
nutrisi
Kaji
adanya
alergi
makanan
dengan 2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk badan
sesuai
dengan tujuan
meningkatkan
protein
dan vitamin c
b) Berat badan ideal sesuai 4. Monitor jumlah nutrisi dengan tinggi badan
dan kandungan kalori
c) Tidak ada tanda – tanda 5. Berikan mal nutrisi d) Tidak
ada
informasi
tentang kebutuhan nutrisi penurunan Nutrition monitoring
berat badan yang berarti
6. BB pasien dalam batas normal 7. Monitor
mual
dan
muntah 8. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb dan 6
Risiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh berkurang
kadar Ht Setelah dilakukan asuhan kontrol infeksi a. Bersihkan keperawatan selama 1x 24 lingkungan setelah jam diharapkan resiko dipakai infeksi pada pasien dapat b. Pertahankan tehnik teratasi dengan kriteria hasil isolasi : c. Instruksikan pada a. Klien bebas dari pengunjung untuk gejala infeksi cuci tangan b. Mendeskripsikan d. Pertahankan proses penularan lingkungan aseptic penyakit, faktor selama pemasangan yang mempengaruhi alat penularan serta e. Ajarkan cara penatalaksanaannya mnghindari infeksi c. Menunjukkan f. Laporkan kemampuan untuk kecurigaan infeksi mencegah timbulnya g. Monitor tanda dan infeksi gejala infeksi d. Jumlah leukosit dalam batas normal e. Menunjukkan
7
Risiko cidera
prilaku hidup sehat Setelah dilakukan tindakan Manajemen lingkungan
berhubungan
keperawatan selama 1x 24 1. Sediakan
dengan kejang
jam
diharapkan
risiko
lingkungan
yang aman untuk pasien
cedera pasien dapat diatasi 2. Identifikasi
kebutuhan
dengan kriteria hasil
keamanan pasien sesuai
a. Kontrol resiko:
dengan kondisi fisik
1)
Klien terbebas dari 3. Dan
fungsi
kognitif
cidera
pasien
2) Klien
mampu
menjelaskan
cara 4. Memasang
mencegah cidera menjelaskan
faktor
resiko
tidur yang aman dan bersih
yang cukup pasien dan keluarga atau
Mampu mengenali perubahan
status
kesehatan.
adanya
perubahan
status
penyakit.
dari
tempat Pencegahan jatuh
tidur Jatuh
pengunjung
kesehatan dan penyebab
n. Kejadian jatuh
2)
tempat
kesehatan 8. Berikan penjelasan pada
yang ada
1) Jatuh
Menyediakan
7. Memberikan penerangan
Menggunakan fasilitas
5)
rail
dari 6. Membatasi pengunjunng
lingkungan 4)
side
tempat tiduR 5.
mampu
riwayat
penyakir dahulu pasien
atau metode untuk 3) Klien
dan
1. Identifikasi perilaku dan saat
di
pindahkan.
faktor
yang
mempengaruhi
resiko
jatuh 2. Sediakan ketat
pengawasan
dan
/atau
pengikatan D. Implementasi Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis Proses
implementasi/pelaksanaan
merupakan
langkah
keempat
yang
dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah ditetapkan dalam rencana tindakan keperawatan. Pada pelaksanaan rencana tindakan terdapat jenis tindakan yaitu tindakan observasi, nursing threatment, edukasi dan kolaborasi.
alat
E. Evaluasi Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan: Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang normal, tidak ada ortostatis hipertensi, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak lebih dari 15mmHg). Mendemonstrasikan
kemampuan
kognitif
yang
ditandai
dengan:
Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan , menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi, memproses informasi, membuat keputusan dengan benar. Menunjukkan fungsi sensoris motor cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter
DAFTAR PUSTAKA