LP Meningitis Ruang Icu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Profesi KGD Nama Mahasiswa : Linda Christina



Kasus/Diagnosa Medis: penurunan kesadaran susp Meningtis, Hidrosefalus Jenis Kasus : Trauma / Non Trauma Ruangan : ICU Kasus ke : 1



CATATAN KOREKSI PEMBIMBING



KOREKSI I



(…………………………………………………………)



KOREKSI II



(………………………..……...………………………….)



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS A. Definisi Penyakit Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid dan piameter y ang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2011). Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial, & gejala defisit neurologi (Widagdo, 2012).



Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (NANDA, 2012). Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur), tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi lainnya (WHO, 2014).



B. Etiologi 1) Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. 2) Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia 3) Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita 4) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan 5) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. 6) Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. 7) Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.Pada anak-anak bakteri



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan Diplococcus pneumonia. (Satyanegara, 2014) C. Manifestasi Klinis Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK : 1) Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering) 2) Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma 3) Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut: a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna. c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan 4) Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya. 5) Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tandatanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. 6) Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal. 7) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.



D. Patofisiologi Infeksi bakteri dapat mencapai selaput otak melalui aliran darah (hematogen) atau perluasan langsung dari infeksi yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak dan sinus kavernosus. Bakteri penyebab meningitis pada umumnya berkolonisasi disaluran pernapasan bagian atas dengan melekatkan diri pada epitel mukosa nasofaring host. Selanjutnya setelah terhindar dari sistem komplemen host dan berhasil menginvasi ke dalam ruang intravaskular, bakteri kemudian



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



melewati SDO dan masuk kedalam CSS lalu memperbanyak diri karena mekanisme pertahanan CSS yang rendah. Dalam upaya untuk mempertahankan diri terhadap invasi bakteri maka inflamasi akan teraktivasi sebagai mekanisme pertahanan tubuh (Mace, 2008)



Bakteri penyebab meningitis memiliki sifat yang dapat meningkatkan virulensi kuman itu sendiri. Bakteri H. influenzae, N. meningitides dan S. pneumonia menghasilkan imunoglobulin A protease. Bakteri-bakteri ini menginaktifkan immunoglobulin A host dengan menghancurkan antibodi sehingga memungkinkan terjadinya perlekatan bakteri pada mukosa nasofaring dan terjadinya kolonisasi. Perlekatan pada mukosa epitel nasofaring host oleh N. meningitis terjadi melalui fimbria atau silia. Dikatakan kerusakan silia ini akibat adanya infeksi saluran pernapasan bagian atas dan juga kebiasaan merokok dapat mengurangi kemampuan fimbria atau silia dalam mencegah perlekatan bakteri pada mukosa nasofaring. Bakteri kemudian akan memasuki ruang intravaskular melalui berbagai mekanisme. Bakteri meningokokus memasuki ruang intravaskular melalui proses endositosis melintasi endotelium di jaringan ikatvakuola. Sedangkan bakteri H.influenzaememisahkan tight junction apikal antara sel epitel untuk menginvasi mukosa dan mendapatkan akses ke ruang intravaskular (Mace, 2008)



E. Klasifikasi a) Meningitis Bakterial Merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arachnoid dan subarachnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian 25 %. (Ignatavicius dan Wrokman, 2010). Meningitis bacterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bacterial sering disebut juga meningitis purulent atau meningitis septik. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneumonia ( pneumococcus ), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza, ( meningococcus ) , Staphylococcus aureus dan Mycrobacterium tuberculosis. b) Meningitis Virus



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



Meningitis virus biasa disebut dengan meningitis aseptik. Sering terjadi akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi measles, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA ( ribonuclear acid ) dan virus DNA ( deoxyribo nucleid acid ). Contoh virus RNA adalah enterovirus ( polio ), arbovirus ( rubella), flavivirus ( dengue ), mixovirus ( influenza, parotitis, morbili ). Sedangkan contoh virus DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus ( AIDS ). c) Meningitis Jamur Infeksi jamur dan parasit pada susuna saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista). Contoh jamur dan parasit penyebab meningitis adalah toksoplasma dan amoeba.



F. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang 1. Analisis CSS dari fungsi lumbal : a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri. b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus. 2. 2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis ) 3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ) 4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri 5. Elektrolit darah : Abnormal 6. ESR/LED : meningkat pada meningitis 7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi. 8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor. 9. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



G. Penatalaksanaan Medis/Operatif Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang



subarachnoid



dalam



konsentrasi



yang



cukup



untuk



menghentikan



perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.



H. Terapi Farmakologis  Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa): 1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah tahun. 2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun. 3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan  Obat anti-infeksi (meningitis bakterial): 1. 1. Sefalosporin generasi ketiga 2. Ampicilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari 3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari  Pengobatan simtomatis: 1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. 2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. 3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. 4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2. 5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena.



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



I. Komplikasi 1.



Hidrosefalus obstruktif



2.



MeningococcL Septicemia ( mengingocemia)



3.



Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)



4.



SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )



5.



Efusi subdural



6.



Kejang



7.



Edema dan herniasi serebral



8.



Cerebral palsy



9.



Gangguan mental



10. Gangguan belajar 11. Attention deficit disorder 12. Abses otak 13. Koma 14. Kehilangan fungsi saraf 15. Kehilangan pendengaran dan penglihatan 16. Syok 17. KID (Kongesti Intravaskuler Diseminata) 18. Henti nafas 19. Kematian



J. Pemeriksaan fisik Konsep Asuhan Keperawatan I. Pengkajian 1) Identitas Klien Biasanya berupa identitas pasien dan penanggung jawab pasien. 2) Keluhan Utama Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien ketika masuk ke Rumah Sakit. Biasanya pasien mengeluh demam tinggi. 3) Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat saat pasien masuk Rumah Sakit. b. Riwayat Kesehatan Dahulu



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



Riwayat penyakit yang sama / yang lain yang pernah diderita oleh pasien. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat penyakit yang sama / penyakit lain yang diderita oleh anggota keluarga baik bersifat genetik atau tidak.



4) Kemampuan perawatan diri Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya



guna



mempertahankan



kehidupannya,



kesehatan,



dan



kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Dermawan & Rusdi, 2013).



Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,2012).



5) Skala Braden Pressure ulcer merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan neurologis, penyakit kronis, penurunan status mental, pasien yang dirawat di ruang Intensive (ICU), onkologi, dan pasien dengan ortopedik (Potter & Perry, 2010). Pada Skala Braden terdiri dari 6 sub skala faktor resiko terhadap kejadian pressure ulcer diantaranya adalah : persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi, pergeseran dan gesekan. Nilai total berada pada rentang 6 sampai 23, nilai rendah menunjukkan resiko tinggi terhadap kejadian pressure ulcer (Braden dan Bergstrom, 1989). Apabila skor yang didapat mencapai ≤ 16, maka dianggap resiko tinggi mengalami pressure ulcer (Jaul, 2010).



Skala Braden merupakan salah satu jenis skala atau metode yang digunakan dalam menilai resiko terjadinya luka tekan pada pasien dengan tirahbaring lama. Skala Braden diciptakan di Amerika pada area nursing home oleh Barbara Braden (1987). Pengkajian resiko luka tekan dengan menggunakan



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



skala Braden dilakukan setiap hari dan dievaluasi setiap tiga hari. Berdasarkan penelitian tentang validitas instrumen pengkajian resiko pressure ulcer untuk skala Braden di ruang ICU mempunyai sensitivitas 83% dan spesifitas 90% dan di nursing home mempunyai sensitivitas 46% dan spesifitas 88%, sedangkan diunit orthopedic mempunyai sensitivitas 64% dan spesifitas 87%, dan diunit Cardiotorasic mempunyai sensitivitas 73% dan spesifitas 91% (Bell J, 2005).



Berdasarkan hasil meta analisis Australian Wound Management Association (AWMA, 2012) mengindikasikan bahwa skala braden mempunyai reliabilitas paling kuat. Skala braden lebih efektif dibandingkan dengan skala Norton dalam memprediksi risiko pressure ulcer di ruang ICU (Bhoki, 2014). Sedangkan menurut Mufarika (2013) skala Braden mempunyai validitas prediksi yang baik dalam memprediksi kejadian pressure ulcer.



6) Pemeriksaan Fisik a) Pemeriksaan Umum  Suhu tubuh lebih dari 38  Nadi cepat, tapi jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial nadi menjadi cepat.  Nafas lebih dari 24 x/menit b) Sistem Pernafasan Kaji apakah ada pernafasan cuping hidung dan sianosis akibat hipoksia, kaji adanya nyeri tekan pada daerah sinus, kaji adanya perubahan tipe dari pola pernafasan akibat peningkatan TIK/ daerah serebral. Kaji adanya suara ronchi atau wheezing akibat penumpukan sekret disaluran nafas dan kemampuan bernafas klien karena pasien dengan kesadaran menurun memerlukan upaya membebaskan jalan nafas. pasien yang menderita tekanan intrakranial perlu mendapat tambahan oksigen guna mencegah hipoksia. c) Sistem Kardiovaskular Kaji warna konjungtiva akibat penurunan intake nutrisi yang menyebabkan Hb berkurang, kaji perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia)



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



dan disritmia yang mencerminkan trauma/ tekanan batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari.Kaji peningkatan sistolik dari tekanan darah akibat herniasii yang bisa menyebabkan asheni pada puast vasomotor yang merangsang serabut vasoconstrictor. Bila tekanan intracranial terus berlanjut kaji penurunan tekanan darah, terutama diastolic.Kenaikan sistolic yang disusul dengan penurunan tekanan darah yang tajam biasanya terjadi bila kondisi pasien memburuk. Kaji adanya perlambatan nadi akibat tekanan pada pusat vasomotor juga meningkatkan transmisi impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung; sebagai akibatnya nadi menjadi lambat. d) Sistem Pencernaan Kaji kelembapan mukosa bibir karena dehidrasi akibat hipertermi, kaji adanya mual dan muntah yang dapat menurunkan nafsu makan. Kaji kemampuan makan akibat adanya parese pada syaraf kranial N V,VII kaji bising usus akibat adanya penurunan cardiac output dapat menyebakan menurunnya peristaltik usus dan dapat meningkatkan transit time feses sehingga mudajh terjadi konstipasi. e) Sistem Muskuloskeletal Kaji adanya kelemahan otot yang prgresif akibat kompresi pada jalur neuron motorik atas (jalur coticospinal) menghentikan transmisi impuls ke neuron bawah.Kaji adanya nyeri pada otot akibat perubahan posisi seperti fleksi pada leher dan pinggul. f) Sistem Persyarafan g) Kaji tingkat kesadaran dan GCS (kemapuan visual, verbal dan motorik) klien), orientasi klien terhadap orang,tempat dan waktu juga kemampuan memory. Kaji saraf kranial NII,IV, VII dan VIII yaitu adanya reaksi pupil terhadap cahaya, palsi okular, nistagmus diplopia, paresis fasial, ketulian dan



vertigo.



Kaji



adanya



hiperalgesia



(meningkatnya



sensitivitas



nyeri).Adanya congesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intra cranial karena tekanan otak meningkat dapat mengakibatkan nyeri kepala.Sakit kepala karena adanya ICP biasany intensitasnya semakin meningkat bila batuk, mengedan pada waktu BAB, membungkuk.Sakit



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



kepala biasnya muncul pada pagi hari dan dapat membangunkan pasien dari luar. Tes meningen: 1) Tanda Brudzinski Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi disendi panggul dengan tungkai dalam posisi lurus (di sendi lutut), membangkitkan secara reflektorik gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul tungkai kontralateral. Gerakan reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri yang dapat dibangkitkan oleh peregangan radiks-radiks saraf spinal. Cara membangkitkan tanda tersebut adalah dengan cara pasien berbaring dalam posisi terlentang. Salah satu tungkai diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukan di sendi panggul. Tes ini adalah positif apabila pada tungkai kontralateral timbul gerakan fleksi reflektorik di sendi lutut dan juga di sendi panggul. 2) Tanda Leher Brudzinski Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi leher akan disusul secara reflektorik oleh gerakan fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul. Gerakan fleksi reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri akibat pergerakan radiks-radiks dorsalis.Cara memangkitkan tanda tersebut adalah pasien berbaring dan terlentang.Kepala difleksikan sehingga dagu menyentuh sternum.Tes ini adalah positif (ada iritasi meningeal) apabila gerakan fleksi pasif kepala itu disusul oleh gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik. 3) Sistem Perkemihan Kaji adanya retensiatau inkontinensia. 4) Sistem Integumen Kegagalan pusat termoregulatotor karena tekanan timbul kemudian pada peningkatan tekanan intracranial bila peningkatan terus meningkat, sehingga suhu tidak terkendali.Hipertermi perlu diamati karena ini bisa menaikan tingkat metbolisme pada jaringan otak. Kaji adanya rash makular merah terdapat pada meningitis meningococcal dan kaji adanya perdarahan sub kutan.



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



7) Data Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium  Pemeriksaan CSF (Cerebro spinal Fluid) : jumlah sel, protein dan konsentrasi glukosa. Konsentrasi glukosa untuk menntukan, kultur, sensitivitas dan Gram.  Pemeriksaan CIE untuk menentukan adanya virus atau protozoa di CSF. CIE juga mengindikasikan bahwa klien pernah mndapat antibiotik sebelumnya.Untuk identifikasi kemunngkinan sumber penyebab infeksi, specimen untuk kultur.  Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) : jumlah leukosit yang biasanya meningkat lebih dari angka nilai normal. Serum glukosa berbanding dengan jumlah glukosa CSF.  Kultur darah, urine, tenggorok dan hidung.  Jumlah natrium karena dalam meningitis biasanya terjadi hiponatremi.



b. Pemeriksaan Diagnostik  CT Scan: menggambarkan adanya edema serebral/ penyakit neurologis lainnya.  Foto rontgen kepala : identifikasi adanya sinus yang terinfeksi



II. Data psikologis Pasien merasa takut dan cemas akibat keluhan demam, nyeri kepala hebat, nausea, vomitus dan mengantuk.Kaji adanya perubahan status mental, perilaku dan kepribadian. III. Data social Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi menurun dikarenakan adanya penurunan kesdaran dan disorientasi klien terhadap lingkungan. IV. Data spiritual Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



K. Patoflow Faktor pencetus/predisposisi: faktor maternal, faktor immunologi, Bakteri, Virus



Invasi kuman ke jaringan cerebral melalui pembuluh darah



Reaksi peradangan jaringan cerebral



Gg. Metabolisme cerebral Thrombus daerah kortex dan aliran darah cerebral



Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah



Infeksi/septikemia jaringan otak



Iritasi meningen Perubahan fisiologis intra kranial



Oedema cerebral & peningkatan TIK



Penekanan area fokal kortikal



Regiditas nukal, tanda kernik & brudzinski positif



kejang



Resiko cedera



Peningkatan permeabilitas darah ke otak



Perubahan tingkat kesadaran, perubahan perilaku, disorientasi



Kelemahan fisik



Gangguan mobilitas fisik



Penurunan kapasitas adaptif intra kranial



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



L. Analisa Data Data



Etiologi



M. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa



a. Penurunan kapasitas adaptif intra kranial b/d ... b. Gangguan mobilitas fisik b/d..... c. Resiko cedera b/d....



Masalah



2019-2020



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No



Diagnosa



Perencanaan



Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



(SDKI)



(SLKI)



(SIKI)



Rasional



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



DAFTAR PUSTAKA Jackson, M & Jackson L, 2011. Seri Panduan Keperawatan Klinis. Penerbit Erlangga: Jakarta Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010). Fundamental Keperawatan. (Buku 3, Edisi 7). Penerjemah Fitriani, D.N., Tampubolon, O., Diba, F. Jakarta: Salemba Medika. Braden, B. J., & Bergstrom, N. (1989). Clinical utility of the Braden Scale for predicting pressure sore risk. Advances in Skin & Wound Care, 2(3), 44-51. Jaul, E. (2010). Assessment And Management Of Pressure Ulcers In The Elderly. Drugs & Aging, 27(4), 311-325. Bell, J. (2005). Are Pressure Ulcer Grading And Risk Assessment Tools Useful?. Wounds UK, 1(2), 62. Bhoki, M.W. & Mardiyono. (2014). Skala Braden dan Norton Dalam Memprediksi Risiko Dekubitus di Ruang ICU. JRK ISSN: 2252-5068, Vol. 3, No. 2, Mei 2014. Australian Wound Management Association. (2012). Pan Pacific Clinical Practice Guideline for The Prevention and Management of Pressure Injury. Australian : Cambridge Media Osborne Park. Mufarika. (2013). Validitas Prediksi Skala Braden dan Suriadi Sanada Dalam Menentukan Risiko Kejadian Luka Tekan Pada Pasien Kritis Di Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Tesis Universiras Padjajaran Bandung. Dermawan, R., & Rusdi. (2013).Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka KerjaAsuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Fitria, Nita. (2012).Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP Dan SP Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.



Laporan Pendahuluan Profesi KGD



2019-2020



Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta: CV Sagung Seto. Mace, S. E. (2008). Acute Bacterial Meningitis. Emerg Med Clin N Am, 38, 281-317. Ignatavicius, D. D., & Workman, m. L. 2010. Medical -Surgical Nursing: Clients –Centered Collaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2 . Missouri: Saunders Elsevier. Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan :Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku Kedokteran : EGC. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2014. Switzerland. 2014. Satyanegara, 2014. Ilmu Bedah Saraf. V ed. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.