17 0 309 KB
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK
Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah Program Profesi Ners
Disusun Oleh: Annida Hasanah, S.Kep 11194692010059
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL KASUS
: Stroke Hemoragik
NAMA MAHASISWA
: Annida Hasanah
NIM
: 11194692010059
Banjarmasin,
Februari 2021
Menyetujui, Preseptor Klinik (PK)
Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Preseptor Akademik (PA)
Rahima Fitria, S.Kep., Ns NIP. 198703212011012002
Bagus Rahmat Santoso, Ns., M.Kep NIK. 1166042009021
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL KASUS
: Stroke Hemoragik
NAMA MAHASISWA
: Annida Hasanah
NIM
: 11194692010059
Banjarmasin,
Februari 2021
Menyetujui, Preseptor Klinik (PK)
Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Preseptor Akademik (PA)
Rahima Fitria, S.Kep., Ns NIP. 198703212011012002
Bagus Rahmat Santoso, Ns., M.Kep NIK. 1166042009021
Mengetahui, Ketua Jurusan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Banjarmasin
Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK A. Anatomi Fisiologi Otak
1. Anatomi Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing- masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yangmerupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan- gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatanmemproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang
menyerupai
atap
tenda
yaitu
tentorium,
yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian- bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata
merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan matarantai penghubung yang penting pada jaras kortiko sereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus sarafpendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengertisepenuhnya,
tetapi
lesi
pada
subtalamus
akan
menimbulkan hemibalismusyang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat padasatu sisi tubuh. Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi 2. Nervus Kranialis a. Nervus olfaktorius Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau- bauan) dari rongga hidung ke otak. b. Nervus optikus Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak. c. Nervus okulomotoris Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut- serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris. d. Nervus troklearis Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. e. Nervus trigeminus Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagiandepan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata. 2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibiratas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris. 3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot- otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. f.
Nervus abdusen Sifatnya motoris, mensarafi otot- otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis Sifatnya
majemuk
(sensori
dan
motori)
serabut-
serabut
motorisnya mensarafi otot- otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut- serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap. h. Nervus auditoris Sifatnya
sensori,
mensarafi
alat
pendengar,
membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. i.
Nervus glosofaringeus Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j.
Nervus vagus Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung sarafsarafmotorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar- kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. l.
Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot- otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
3. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsioksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komuniskira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalamtengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplaidarah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basalganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian- bagian (terutamamedial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetikdan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yangsama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatumembentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah,dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebriposterior.
Cabang-
cabang
sistem
vertebrobasilaris
ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang- cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearisdan organ-organ vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venulavenula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke venavena ekstrakranial (Syaifuddin, 2016). B. Definisi Stroke Hemoragik Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak. Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009). C. Etiologi Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya : 1. Faktor risiko medis Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah: a. Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
b. Adanya riwayat stroke dalam keluarga (faktor keturunan) c. Migraine (sakit kepala sebelah)
2. Faktor risiko pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor
risiko pelaku.
Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada : a. Kebiasaan merokok b. Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol c. Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood) d. Kurangnya aktifitas gerak/olahrag e. Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas 3. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Hipertensi (tekanan darah tinggi) Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama- kelamaan jaringan otak akan mati b. Penyakit jantung Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi
factor
terbesar
terjadinya
stroke.
Jantung
merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap. c. Diabetes mellitus Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
d. Hiperkolesterlemia Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak. e. Obesitas Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low- Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (High- Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita f.
Merokok Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah
menjadi
sempit
dan
kaku,
maka
dapat
menyebabkan gangguan aliran darah. 4. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak. b. Jenis kelamin Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
c. Riwayat keluarga Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. d. Perbedaan ras Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang AfrikaKaribia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan. D. Klasifikasi 1.
Perdarahan intra serebral (PIS) Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
2.
Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA) Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011)
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat
anti
koagulan),
kelainan
hematologic
(misalnya
trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011). Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011). E. Patofisiologi Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013). Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme auto regulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/ usaha sendiri dalam
menjaga keseimbangan.
Misalnya jika terjadi
hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013). 1.
Mekanisme anastomis Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna.
Karotis interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dan faring, meningens. Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal
dan
occipital.
Meskipun
arteri
karotis
interna
dan
vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran
yang
lengkap.
Normalnya
aliran
darah
dalam
arteri
komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis. 2. Mekanisme autoregulasi Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terusmenerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.
F.
Pathway Hipertensi Peningkatan visikositis darah
Penurunan suplai darah ke otak
Aneurisma Adanya titik lemah dalam dinding arteri serebral
Peningkatan tekanan intravaskuler
Ruptur aneurisma
Pembuluh darah serebral pecah
Perdarahan arachnoid/ ventrikel
Perfusi jaringan serebral tidak adekuat Iskemik jaringan otak Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Arteri vertebra basilaris Disfungsi NXII (Asesorius)
Gangguan Mobilitas Fisik
Penurunan fungsi anggota gerak
Arteri carotis interna
Kelemahan ¼ anggota gerak Penurunan fungsi NII (Optikus)
Hematoma serebral Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan sub arachnoid
Darah masuk ke jaringan otak
Pecahnya aneurisma
Hematoma serebral
Peningkatan TIK
Peningkatan TIK Vasopasme pembuluh darah serebral
Herniasi Serebral Gangguan fungsi thalamus
Brainstem
Gangguan fungsi serebrum dan serebelum
Nyeri Akut
Depresi pusat pencernaan
Depresi pusat pernapasan
Depresi pusat pencernaan
Perubahan pola napas
Perubahan denyut jantung
Respon GI
Pola Napas Tidak Efektif
Penurunan kardiak output
Mual, muntah
Disfungsi otak global
Depresi pusat pengaturan kardio
Nyeri kepala
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Defisit Nutrisi
Risiko Aspirasi
Risiko Jatuh
Disfungsi otak fokal
Penurunan kesadaran
Hemiparise
Afasia
Gangguan hemisensori
Gangguan fungsi bicara
Kelumpuhan sebagian bagian tubuh
Gangguan Komunikasi Verbal
Gangguan Mobilitas Fisik Defisit Perawatan Diri
Penurunan reflek mengunyah
Penurunan kemampuan menelan (NV, NIX, NX, NXI)
Tersedak Obstruksi jalan napas Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Penurunan daya penciuman (N1), penurunan daya penglihatan (NII, NIII, NIV), penurunan daya pendengaran dan keseimbanagn tubuh (NVIII)
Defisit Nutrisi
Sumber :WOC Stroke Hemoragik (Nanda 2015 – 2017)
G. Manifestasi Klinis Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi: 1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi. 2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf sensorik. 3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia 4. Afasia (kesulitan dalam bicara). Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan
baik menerima maupun
mengungkapkan
pembicaraan. 5. Disatria (bicara cedel atau pelo). Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun
demikian,
pasien
dapat
memahami
pembicaraan,
menulis,
mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan. 6. Gangguan penglihatan, diplopia. Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI. 7. Disfagia. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan masuk ke esophagus. 8. Inkontinensia. Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel. 9. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri Tabel tanda dan gejala stroke berdasarkan lokasi Lokasi
Syndrome
Arteri Karotis Interna (ICA)
a. Kelumpuhan pada tangan, kaki dan wajah yang berlawanan dengan kerusakan otak b. Gangguan sensori pada kaki, wajah, dan tangan yang berlawanan dengan kerusakan otak c. Afasia, apraksia, agnosia
Middle (MCA)
Cerebral
Arteri
a. Hemiplegi kontralateral b. Gangguan sensori kontralateral c. Afasia
Anterior (ACA)
Cerebral
Arteri
Arteri
Vertebrata
a. b. c. d. e. a. b. c. d.
Paralisis kontralateral Gangguan berjalan Kehilangan sensoris Kerusakan kognitif Inkontinensia urine Pusing Nistagmus Dispagia Disatria
Arteri
e. f. g. a. b.
Basiler
Nyeri pada muka, hidung, atau mata Kelemahan pada wajah Gangguan pergerakan Quadriplegia Kelemahan otot wajah, lidah, dan faringeal
Tabel perbedaan PIS dan PSA Gejala dan tanda
PIS
PSA
Kelainan / defisit
Hebat
Ringan
Sakit kepala
Hebat
Sangan Hebat
Kaku kuduk
Jarang
Biasanya ada
Kesadaran
Terganggu
Terganggu sebentar
Hipertensi
Selalu ada
Biasanya tidak ada
Lemah sebelah tubuh
Ada sejak awal
Awalnya tak ada
LCS
Erotrosit > 5000/mm3
Eritrosit . 25.000/mm3
Angiografi
Shift ada
Shift tidak ada
CT-Scan
Area putih
Kadang Normal
H. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologia 1.
Fase akut a. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan
maka
terjadi
gangguan
perfusi
jaringan
akibat
terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin perfusi jaringan yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.
b. Edema serebri Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan
sehingga
cairan
interstresial
akan
berpindah
ke
ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak. c. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral yang dapat mengancam kehidupan. d. Aspirasi Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan 2. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowl.
b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak
c. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala clauster
d. Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
I.
Penatalaksanaan Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas : 1.
Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
1)
Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase
akut
stroke,
larutan
rumatan
bisa
diberikan
untuk
memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan natrium. 2)
Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri
3)
Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK). Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
4)
Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
5)
Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
6)
Evaluasi status cairan dan elektrolit
7)
Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injuri
8)
Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan pemberian makanan
9)
Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
10) Monitor
tanda-tanda
neurologi
seperti
tingkat
kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
b. Fase rehabilitasi 1)
Pertahankan nutrisi yang adekuat
2)
Program manajemen bladder dan bowel
3)
Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
4)
Pertahankan integritas kulit
5)
Pertahankan komunikasi yang efektif
6)
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7)
Persiapan pasien pulang
c. Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo- peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut. d. Terapi obat-obatan 1)
Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
2)
Diuretic : manitol 20%, furosemide
3)
Antikolvusan : fenitoin
2. Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah : a.
Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil 1)
Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
2)
Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per hari selama 5-10 hari
b.
Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c.
Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
d.
Profilaksis Vasospasme 1)
Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
2)
Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic (dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian
J.
Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a.
Identitas pasien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b.
Keluhan utama Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c.
Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d.
Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e.
Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f.
Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g.
Pemeriksaan fisik 1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15 2) Tanda-tanda Vital a)
Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi Biasanya nadi normal c)
Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik 3) Rambut Biasanya tidak ditemukan masalah 4) Wajah Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah. 5) Mata Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6.
Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan 6) Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung 7) Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya
pasien
dapat
menjulurkan
lidah
dan
dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara 8) Telinga Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas 9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik
mengalami
gangguan
menelan.
Pada
peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+) 10) Thorak a)
Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor) Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b)
Jantung Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen Inspeksi
: biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi
: biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi
: biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa. 12) Ekstremitas a)
Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari
siku, tidak fleksi maupun ekstensi
(reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)). b)
Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)). h. Tes Diagnostik 1) Radiologi a)
Angiografi serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b)
Lumbal pungsi Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada intracranial
c)
CT-Scan Memperhatikan
secara
spesifik
letak
edema,
posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
d)
Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik e)
USG Doppler Untuk
mengidentifikasi
adanya
penyakit
arteriovena
(masalah sistem karotis) f)
EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium a)
Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b)
Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur
seberapa
cepat
darah
pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak. c)
Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung.
Kedua
penyakit
ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014).
i. Pola kebiasaan sehari-hari 1) Pola kebiasaan Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minumana beralkhohol 2) Pola makan Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. 3) Pola tidur dan istirahat Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot 4) Pola aktivitas dan latihan Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan 5) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus 6) Pola hubungan dan peran Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami
kesukaran
untuk
berkomunikasi
akibat
gangguan bicara 7) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan a.
Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor risiko aneurisma serebri dan hipertensi
b.
Bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan dengan benda
asing dalam jalan napas c.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
d.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan neuromuskuler dan kelemahan
dengan
gangguan
e.
Risiko jatuh dibuktikan dengan faktor risiko penurunan tingkat kesadaran
f.
Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
g.
Risiko aspirasi dibuktikan dengan faktor risiko penurunan tingkat kesadaran
h.
Nyeri
akut
berhubungan
dengan
agen
pencedera
fisiologis
(peningkatan TIK) i.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan
neuromuskuler j.
Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
k.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
3. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa keperawatan
SLKI
SIKI
1.
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
Perfusi Serebral (L.02014) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 diharapkan perfusi serebral klien meningkat dengan kriteria hasil : 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Kognitif meningkat 3. Tekanan intra kranial menurun 4. Gelisah menurun 5. Kesadaran membaik 6. Tekanan darah sistolik membaik 7. Tekanan darah diastolik membaik 8. Reflek saraf membaik
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194) Observasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK 2. Monitor tanda/gejala peningkatn TIK 3. Monitor MAP 4. Monitor CVP 5. Monitor ICP 6. Monitor CPP 7. Monitor status pernapasan 8. Monitor intake dan output cairan 9. Monitor cairan serebrospinalis Terapeutik 1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 2. Berikan posisi semi-fowler 3. Hindari manuver valsava 4. Cegah terjadinya kejang 5. Hindari penggunaan PEEP 6. Hindari pemberian cairan
IV hipotonik 7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal 8. Pertahankan suhu tubuh normal
2.
3.
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Bersihan Jalan Napas (L.01001) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 diharapkan bersihan jalan napas klien meningkat dengan kriteria hasil : 1. Mengi menurun 2. Wheezing menurun 3. Dispnea menurun 4. Sulit bicara menurun 5. Sianosis menurun 6. Frekuensi napas membaik 7. Pola napas membaik Pola Napas (L.01004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 diharapkan pola napas klien membaik dengan kriteria hasil : 1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otot bantu napas menurun 3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 4. Frekuensi napas membaik 5. Kedalaman napas membaik
Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan 2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis Manajemen Jalan Napas (I.01011) Observasi 1. Monitor pola napas 2. Monitor bunyi napas Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head till dan chin lift 2. Posisikan semi fowler atau fowler 3. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill 4. Berikan oksigen, jika perlu Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas 3. Monitor adanya sumbatan jalan napas 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 5. Auskultasi bunyi napas 6. Monitor saturasi oksigen 7. Monitor nilai AGD Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 1. Jelaskan
tujuan
dan
4.
5.
Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Risiko Jatuh (D.0143)
Mobilitas Fisik (L.05042) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan mobilitas fisik dapat meningkat dengan kriteria hasil : 1. Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Kekuatan otot meningkat 3. Rentang gerak (ROM) meningkat 4. Nyeri menurun 5. Kecemasan menurun 6. Kaku sendi menurun 7. Gerakan terbatas menurun 8. Kelemahan fisik menurun
Tingkat Jatuh (L.14138) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan tingkat jatuh dapat menurun dengan kriteria hasil : 1. Jatuh dari tempat tidur menurun 2. Jatuh saat duduk menurun 3. Jatuh saat dipindahkan menurun
prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan Dukungan Mobilisasi (I.05173) Observasi 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu/fasilitasi melakukan pergerakan 2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini 3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan Pencegahan Jatuh (I.14540) Observasi 1. Identifikasi faktor risiko jatuh 2. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh 3. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala Terapeutik 1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga 2. Pastikan roda tempat tidur
3. 4. 5.
6.
6.
Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
Perfusi Perifer (L.14125) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan perfusi perifer dapat meningkat dengan kriteria hasil : 1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Warna kulit pucat menurun 3. Pengisian kapiler membaik 4. Akral membaik 5. Turgor kulit membaik 6. Tekanan darah sistolik membaik 7. Tekanan darah diastolic membaik
dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci Pasang handrail tempat tidur Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat pantauan perawat dari nurse station Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi 1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah 2. Anjurkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat Perawatan Sirkulasi (I.02079) Observasi 1. Periksa sirkulasi perifer 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas Terapeutik 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 3. Lakukan pencegahan infeksi 4. Lakukan perawatan kaki dan kuku 5. Lakukan hidrasi Edukasi 1. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan dan penurun kolestrol 2. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
7.
8.
9.
Risiko Aspirasi (D.0006)
Nyeri Akut (D.0077)
Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119)
Tingkat Aspirasi (L.01006) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan tingkat aspirasi dapat menurun dengan kriteria hasil : 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Kemampuan menelan meningkat 3. Kebersihan mulut meningkat 4. Dyspnea menurun 5. Kelemahan otot menurun
Tingkat Nyeri (L.08066) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam tingkat nyeri dapat menurun dengan kriteria hasil : 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat 2. Keluhan nyeri menurun 3. Meringis menurun 4. Gelisah menurun 5. Kesulitan tidur menurun
Komunikasi (L.13118) Setelah
Verbal dilakukan
Pencegahan Aspirasi (I.01018) Observasi 1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan 2. Monitor status pernapasan 3. Monitor bunyi napas terutama setelah makan/minum Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas 2. Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak Edukasi 1. Anjurkan makan secara perlahan 2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi 3. Ajarkan teknik mengunyah atau menelan Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristrik, durasi, frekuensi, kualiats dan intensitas nyeri 2. Identitas skala nyeri 3. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri Terapeutik 1. Berikan tehnik non farmakologis dalam menangani nyeri 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 3. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 1. Jelaskan strategi mengurangi nyeri 2. Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492) Observasi
tindakan keperawatan 1 x 24 jam komunikasi verbal dapat meningkat dengan kriteria hasil : 1. Kemampuan berbicara meningkat 2. Kesesuaian ekspresi wajah meningkat 3. Kontak mata meningkat 4. Afasia menurun 5. Pelo menurun
1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkiatan dengan bicara 3. Monitor frustasi, marah, depresi 4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi Terapeutik 1. Gunakan metode komunikasi alternatif 2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan 3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan 4. Ulangi apa yang disampaikan pasien 5. Berikan dukungan psikologis Edukasi 1. Anjurkan berbicara perlahan 2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara
10.
Defisit Nutrisi (D.0019)
Status Nutrisi (L.03030) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan status nutrisi dapat membaik dengan kriteria hasil : 1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat 2. Berat badan membaik 3. Nafsu makan membaik
Kolaborasi Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis Manajemen Nutrisi (I.03119) Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi makanan yang disukasi 3. Monitor asupan makanan Terapeutik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan
4. Membrane membaik
mukosa
2. Sajikan makanan secara menarik dengan suhu yang sesuai 3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Edukasi Anjurkan posisi duduk, jika mampu
11.
Defisit Perawatan Diri (D.0109)
Perawatan Diri (L.11103)
Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan Dukungan Perawatan Diri
Setelah dilakukan
Mandi (I.11348)
intervensi keperawatan
Observasi
dalam 1 x 8 jam
1. Identifikasi kebiasaan
diharapkan perawatan diri
aktivitas perawatan diri
meningkat dengan kriteria
sesuai usia
hasil : 1. Kemampuan mandi secara mandiri meningkat
2. Identifikasi jenisbantuan yang dibutuhkan 3. Monitor kebersihan tubuh (rambut, mulut, kulit kuku)
2. Kemampuan mengenakan pakaian
Terapeutik
secara mandiri
1. Sediakan peralatan mandi
meningkat
2. Sediakan lingkungan yang
3. Kemampuan makan
aman dan nyaman
secara mandiri
3. Fasilitasi menggosok gigi
meningkat
4. Fasilitasi mandi
4. Kemampuan ke toilet secara mandiri meningkat 5. Mempertahankan
5. Pertahankan kebiasaan kebersihan diri 6. Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
kebersihan diri meningkat
Edukasi 1. Jelaskan manfaat mandi
dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan 2. Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien
DAFTAR PUSTAKA Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC. Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV.Sagung Seto.