LP Sinusitis Kronik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sinusitis merupakan proses peradangan pada mukosa atau selaput lendIr sinus parasanal. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini dilapisi lapisan mukosa yang merupakan lanjutan mukosa rongga hidung dan bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada kondisi anatomi dan fisiologis normal, sinus terisi udara. Deviasi dari struktur anatomi normal maupun perubahan fungsi lapisan mukosa dapat menjadi predisposisi penyakit sinus. Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki. Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%). Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri



sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa. Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat ditentukan.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Konsep Medis Sinusitis 2. Konsep Keperawatan Sinusitis



KONSEP MEDIS A. DEFINISI Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus parsial. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang dibawahnya. Sinus paranasal adalah ronga rongga yang terdapat pada tulang – tulang di wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus sphenoid (di belakang sinus etmoid).



B. ETIOLOGI 1. Penyebab pada sinusitis akut adalah : a. Infeksi virus Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus). b. Bakteri Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut. c. Infeksi jamur Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus. d. Peradangan menahun pada saluran hidung



2. Penyebab pada Sinusitis Kronik adalah a. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh



b. Alergi c. Karies dentis ( gigi geraham atas ) d. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa. e. Benda asing di hidung dan sinus paranasal f. Tumor di hidung dan sinus paranasal.



C. KLASIFIKASI Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 1. Sinusitis akut Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung selama 3 minggu.Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut. 2. Sinusitis kronis Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.



D. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinis secara umum : 1. Hidung tersumbat 2. Nyeri didaerah sinus 3. Sakit kepala 4. Hiposmia/anosmia 5. Halitosis Beerdasarkan klasifikasinya 1. Sinusitis akut a. Gejala subjektif Terdapat gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu; gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung tersumbat, gangguan



penciuman, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, kadang-kadang dirasakan di tempat lain karena nyeri alih. Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menybar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Pada sinusitis etmoid rasa nyeri dirasakan di pangkal hidung , kantus medius, bola mata atau di belakangnya, dan nyeri bertambah bila mata digerakan. Nyeri alih dirasakan di pelipis. Pada sinusitis frontal rasanyeri terlokalisir di dahi atau dirasakan di seluruh kepala. Pada sinusitis sfenoid rasa nyeri di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Gejala pada sinusitis akut biasanya didahului pilek yang tidak sembuh dalam waktu lebih dari 5 – 7 hari. Bisa juga disertai batuk terutama pada malam hari.



b. Gejala obyektif Pada sinusitis akut tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang ada pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi. Pada rinoskopi anterior mukosa konka tampak hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitia etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan radiologik posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.



2. Sinusitis kronik Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam beberapa aspek, umumnya sukar sembuh dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. a. Gejala subjektif Gejala subjektif bervariasi, dari ringan sampai berat : 1) Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring 2) Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan 3) Gejala karena



telinga,



berupa



pendengaran



terganggu,



oleh



tersumbatnya tuba Eustachius



4) Nyeri kepala 5) Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso- lakrimalis 6) Gejala saluran napas berupa batuk, dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis 7) Gejala di saluran cerna, oleh karena mucopus yang tertelan. Dapt terjadi gastroenteritis. 8) Kadang-kadang gejala sangat ringan, hanya terdapat sekret di nasofaring yang menggangu pasien. Sekret di nasofaring (post nasal drip) yang terus menerus akan mengakibatkan batuk kronik. 9) Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya pada pagi hari, dan akan berkurang atau menghilang setelah siang hari. b. Gejala objektif Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.



E. PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis nonbacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.



F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Rinoskopi anterior : a.



Mukosa merah



b.



Mukosa bengkak



c.



Mukopus di meatus medius



2. Rinoskopi postorior : Mukopus nasofaring



3. CT Scan : Konka bulosa bilateral, hipertropi konka nasalis 4. Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit 5. X Foto sinus paranasalis a.



Kesuraman



b.



Gambaran “airfluidlevel”



c.



Penebalan mukosa



G. PENATALAKSANAAN 1. Sinusitis akut a. Terapi Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selama 1014 hari. Beberapa antibiotik yang direkomendasikan untuk sinusitis akut adalah Amoxicillin, Amoxicillin-clavulanate, cefpodoxime proxetil



dan



cefuroxim,



Trimethoprim-sulfamethoxazole,



clarithromycin dan Azithomycin. Jika obat-obatan garis depan tersebut di atas mengalami kegagalan dan kurang memberikan respon dalam waktu 72 jam pada terapi awal, maka pemberian antibiotik dengan spektrum lebih luas bisa dipertimbangkan. Ini termasuk fluoroquinolone generasi lebih baru, gatifloxacin, moxifloxacin dan lefofloxaci. Selain



antibiotik



dapat



diberikan



decongestan



untuk



memperlancar drainase sinus, analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri dan mukolitik untuk mengurangi kekentalan mukus. Bila ada rinitis alergi dapat diberikan antihistamin. Pemberian kortikosteroid tidak direomendasikan pada sinusitis akut. Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila ada komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan.



2. Sinusitis kronik Terapi medis harus melibatkan antibiotik dengan spektrum luas, dan steroid itranasal topikal untuk mengobati komponen inflamasi yang kuat dari



penyakit ini. Antibiotik yang menjadi pilihan diantaranya



amoxicillin-clavulanate,



Clindamycin,



Cefpodoksime



proxetil,



cefuroxime, gativloxacin, moxifloxacin, dan levofloxacin. Juga diberikan dekongestan, mukolitik dan antihistamin bila ada rinitis alergi dan dapat juga dibantu dengan diatermi. Berbeda dengan sinusitis akut yang biasanya segera senbuh dengan pengobatan yang tepat, penyakit sinusitis kronis atau sinusitis akut berulang sering kali sulit disembuhkan dengan pengobatan konservatif biasa. Dahulu, bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan operasi radikal pada sinus yang terkena antara lain etmoidektomi intra nasal, yang merupakan operasi yang berbahaya karena dilakukan secara membuta, dan banyak komplikasi berbahaya karena sinus etmoid terletak di midfasial yang berhubungan dengan struktur-struktur penting seperti orbita, otak, sinus kavernosus dan kelenjar hipofisis. Berdasarkan penemuan baru dari Messerklinger mengenai patofisiologi sinusitis disertai bantuan pemeriksaan radiologi canggih yaitu CT scan, maka teknik operasi lama ditinggalkan dan dikembangkan teknik baru yaitu Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau lebih dikenal dengan Fungsional Endoscopic Sinus urgery (FESS). Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM ini sehingga nantinya tidak ada lagi hambatan ventilasi dan drainase. Keuntungan BSEF ialah tindakan ini biasanya sudah cukup untuk menyembuhkan kelainan sinus yang berat-berat sehingga tidak perlu tindakan radikal.



3. Pembedahan a. Pada sinus maksila



Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok. Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot



dengan



air



disemprotkan



udara



dengan



maksud



mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi. b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan



dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.



KONSEP KEPERAWATAN



A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Biodata : Nama ,umur, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan b. Riwayat



Penyakit



sekarang



:



penderita



mengeluah



hidung



tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendengung Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan. c. Riwayat penyakit dahulu : 1)



Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma



2)



Pernah mempunyai riwayat penyakit THT



3)



Pernah menderita sakit gigi geraham



d. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. e. Riwayat spikososial 1)



Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)



2)



Interpersonal : hubungan dengan orang lain.



f. Pengkajian data fokus : 1)



Sirkulasi Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer, atau stasis vaskuler (peningkatan risiko pembentukan thrombus)



2)



Integritas Ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apati. Factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat beristirahat ketegangan/peka rangsang. Stimulasi simpatis.



3)



Makanan/Cairan



Gejala



:



infusiensi



pancreas/DM



(predisposisi



untuk



hipoglikemia/ketoasidosi), malnutrisi (termasuk obesitas). Membrane



mukosa



yang



kering



(pembatasan



pemasukan/periode puasa praoperasi). 4)



Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.



5)



Keamanan Gejala : alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi imun (peningkatan risiko infeksi sistemik



dan



penundaan



penyembuhan).



Munculnya



kanker/terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatic (efek dari detokfikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/reaksi transfusi. Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam. g. Pola fungsi kesehatan 1)



Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.



2)



Pola nutrisi dan metabolism Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung



3)



Pola istirahat dan tidur Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek



4)



Pola Persepsi dan konsep diri Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun



5)



Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).



h. Pemeriksaan fisik 1)



status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.



2)



Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).



3)



Data subyektif : a) Observasi nares : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya b) Riwayat pembedahan hidung atau trauma c) Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinya, lamanya d) Sekret hidung : 



warna, jumlah, konsistensi secret







Epistaksis







Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.



e) Riwayat Sinusitis : 



Nyeri kepala, lokasi dan beratnya







Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.







Gangguan umum lainnya : kelemahan



4) Data Obyektif  Demam, drainage ada : Serous, Mukupurulen,Purulen  Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang ? Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus  Kemerahan dan Odema membran mukosa  Pemeriksaan penunjung  Kultur organisme hidung dan tenggorokan  Pemeriksaan rongent sinus.



B. DIAGNOSIS YANG SERING MUNCUL 1. Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi pasca trauma



2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas



C. INTERVENSI 1.



Nyeri Kronis b/d kondisi pasca trauma a. Observasi 1) Identifikasi Lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2) Identifikasi skala nyeri



b. Terapeutik 1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 2) Fasilitasi istrirahat tidur



c. Edukasi 1) Jelaskan strategi meredakan nyeri 2) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



2.



Bersihan jalas nafas tidak efektif b/d spasme jalan nafas a. Observasi 1) Monitor frekuensi , irama, kedalaman, dan upaya nafas 2) Monitor pola nafas 3) Monitor adanya sumbatan jalan nafas b. Terapeutik 1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2) Dokumentasikan hasil pemantauan



c. Edukasi 1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan



3. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya napas a. Observasi 1) Monitor pola napas b. Terapeutik 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift 2) Berikan oksigen, jika perlu 3) Berikan minum hangat c. Edukasi 1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,



jika tidak



kontraindikasi d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



DAFTAR PUSTAKA Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi keperawatan & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Priscilla, L., Karen, M. B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika.