11 0 129 KB
LAPORAN PENDAHULUAN SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI (SVT)
A. Pengertian Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal (Price, 2006). B. Etiologi Menurut Hudak (2013), penyebab dari gangguan irama jantung secara umum adalah sebagai berikut : 1.
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena infeksi. Adanya peradangan
pada jantung akan berakibat
terlepasnya mediator-mediator radang dan hal ini menyebabkan gangguan pada penghantaran impuls. 2.
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner, spasme arteri koroner, iskemi miokard, infark miokard). Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang menyuplai oksigen untuk sel otot jantung. Jika terjadi gangguan sirkulasi koroner, akan berakibat pada iskemi bahkan nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan penghantaran impuls.
3.
Karena intoksikasi obat misalnya digitalis, obat-obat anti aritmia. Obat-obat anti aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses reenterallarisasi sel otot jantung. Dosis yang berlebih akan mengubah reenterallarisasi sel otot jantung sehingga terjadi gangguan irama jantung.
4.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hienteralkalemia). Ion kalium menentukan enteraltensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrolit, maka akan terjadi peningkatan atau perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium. Akibatnya enteraltensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan memicu terjadinya gangguan irama jantung.
5.
Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. Dalam hal ini aktivitas nervus vagus yang meningkat dapat memperlambat atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan cara meninggikan konduktansi ion kalium.
6.
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Peningkatan aktivitas simpatis dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan deenterallarisasi senteralntan.
7.
Gangguan endokrin (hipertiroidisme dan hipotirodisme). Hormon tiroid mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh melalui perangsangan sistem saraf autonom yang juga berpengaruh pada jantung.
8.
Akibat gagal jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan di mana jantung tidak dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh.Pada gagal jantung, fokus-fokus ektopik (pemicu jantung selain nodus SA) dapat muncul dan terangsang sehingga menimbulkan impuls tersendiri.
9.
Akibat kardiomiopati. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan disertai dengan dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang fokus-fokus ektopik dan menimbulkan gangguan irama jantung.
10. Karena penyakit degenerasi misalnya fibrosis sistem konduksi jantung. Sel otot jantung akan digantikan oleh jaringan parut sehingga konduksi jantung pun terganggu.
C. Patofisiologi Secara umum terdapat tiga macam mekanisme terjadi aritmia, termasuk aritmia ventrikel, yaitu automaticity, reentrant, dan triggered activity 1. Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari enteraltensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya tercetus pada gangguan akut seperti infark miocard akut, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan tonus adrenergik yang tinggi. Oleh karena itu bila berhadapan dengan aritmia ventrikel karena gangguan automaticity, perlu dikoreksi faktor penyebabnya yang mendasarinya. 2. Reentry adalah mekanisme aritmia ventrikel tersering dan biasanya disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati dialtasi. Jaringan parut yang terbentuk akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini terbentuk maka aritmia ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian mendadak 3. Triggered activity memiliki
gambaran campuran dari kedua
mekanisme diatas . mekanismenya adalah adanya kebocoran ion enteralsitif kedalam sel sehingga terjadi lonjakan enteraltensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi enteraltensial jantung. Bila lonjakan ini cukup bermakna maka akan tercetus aksi enteraltensial baru. Keadaan ini baru disebut after deenterallarization (Sudoyo, 2006). D. Tanda dan Gejala SVT biasanya terjadi mendadak dan berhenti juga secara mendadak Serangan bisa terjadi mungkin hanya beberapa detik saja, bahkan dapat menetap sampai berjam-jam. Tanda dan gejala supraventrikular takikardi anatar lain : 1) Frekuensi jantung 150 kali/menit sampai 250 kali/menit
2) Perubahan tekanan darah, nadi tidak teratur, iraama jantung tidak teratur, kulit pucat, sianosis, berkeringat 3) Pusing, disorientasi, letargi, perubahan reflek pupil 4) Nyeri dada ringan sampai berat, gelisah 5) Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan 6) Terdapat nafas tambahan (krekels, ronkhi, mengi) 7) Demam, kulit kemerahan, inflamasi eritema, edema,kehilangan tonus otot (Hudak & Galo, 1997) E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
untuk
membantu
menegakkan diagnosis dari ventrikel takikardi adalah : 1.
EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2.
Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif
(di rumah/kerja).
Juga dapat
digunakan untuk
mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3.
Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4.
Skan
pencitraan
miokardia
:
dapat
menunjukkan
area
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal
atau
mengganggu
gerakan
dinding
dan
kemampuan
enteralmpa. 5.
Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
6.
Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
7.
Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8.
Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9.
Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia
F. Pathway Mekanisme VT
Otomatisasi
Reentry
Dua jalur
Jalur distal
Jalur proksimal
Sel mengalami percepatan (di atrium, AV- juntion, bundel HIS dan ventrikel)
Hipokalemia dan hipoksia
Perubahan irama jantung
Membentuk rangkaian kondisi tertutup
Ventrikel Takikardi
Terjadi aliran listrik antegad secara lambat
Penurunan curah jantung Hipoksia jaringan
Jalur distal terangsang Cerebral
Kardio
Pulmo Sesak nafas/ hiperventilasi
Pola nafas tidak efektif Gambar 1. Supraventrikular takikardi Perubahan irama jantung Intoleransi aktifitas
Terjadi kelelahan
Terjadi aliran listrik retrograd secara cepat Mempengaruhi pusat kardiovaskuler dan reduksi mekanik vena dan arteri
Inefektif perfusi jaringan kardiopulomonal
G. Penatalakasanaan Penting untuk membedakan aritmia reentry SVT berdasarkan miokard atrium ( cth: A Fib) versus aritmia pada sirkuit reentry. Karena setiap bentuk aritmia tersebut memiliki respon ayng berbeda pada terafi yang ditujukan untuk menghalangi konduksi melalui nodus AV. Denyut ventricular dari aritmia reentry beasal dari miokard atrium dapat diperlambat, tapi tidak dapat dihentikan oleh obat-obatan yang memperlambat konduksi melalui AV node. Aritmia yang salah satu tungkai sirkuit berada pada nodus AV (AVNRT atau AVRT) dapat diterminasi oleh obat-obat seperti ini. 1. Manuver vagal Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk SVT stabil. Maneuver vagal saja akan menghentikan 25% SVT. Sedangkan untuk jenis SVT lainnya maneuver vagal dan adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel secara transien dan mebantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu m,enghentikan irama ini. Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati-hati a. Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit karotis. JANGAN MELAKUKAN PIJAT KAROTIS !!!! b. Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi anda. c. Palapasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut selam 10-15 detik. d. Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan, dahulukan arteri komunis dekstra karena tingkat keberhasilannya sedikit lebih baik. e. Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat-alat resusitasi karena pada kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus. 2. Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth: antecubital) diikuti flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2 menit berikan 12 mg adenosine dengan cara seperti di atas. 3. Penghambat kanal kalsium a. verapamil 2,5-5mg IV bolus selama 2-3 menit. Bila tidak berespon dan tidak ada efek samping obat, ulang 5-10mg dosis setiap 10-30 menit sampai total dosis 20 mg. atau dosis alternative 5 mg setiap 15 menit sampai total 30 mg. b. diltiazem 15-20 mg ( 0,25mg/kgBB ) IV selama 2 menit, bila diperlukan dapat diberikan dosis tambahan 20-25 mg (0,35mg/kgBB) selama 15 menit. Dosis maintenans 5mg/jam sampai 15mg/jam, titrasi sesuai heart rate.
4. Penghambat beta (metoprolol, bisoprolol, atenolol, esmolol, labetolol) 5. Obat-obat antiaritmia (amiodarone, prokainamide, sotalol) 6. Digoxin 7. Kardioversi : 50-100 joule
H. Pengkajian 1. Identitas klien, meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, agama, diagnosa medis, no.RM) 2. Keluhan utama 3. Riwayat penyakit sekarang 4. Riwayat penyakit dahulu, seperti penyakit jantung, stroke dan hipertensi 5. Riwayat penyakit keluarga 6. Pengkajian primer : a. Airway 1) Apakah ada peningkatan sekret ? 2) Adakah suara nafas : krekels ? b. Breathing 1) Adakah distress pernafasan ? 2) Adakah hienteralksemia berat ?
3) Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ? 4) Apakah ada bunyi whezing ? c. Circulation 1) Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ? 2) Apakah ada takikardi ? 3) Apakah ada takipnoe ? 4) Apakah haluaran urin menurun ? 5) Apakah terjadi penurunan TD ? 6) Bagaimana kapilery refill ? 7) Apakah ada sianosis ?
7. Pengkajian sekunder a. Riwayat penyakit 1) Faktor risiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke,
hipertensi 2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi 3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi 4) Kondisi psikososial
b. Pengkajian fisik
1) Aktivitas : kelelahan umum 2) Sirkulasi : perubahan TD (hipertensi atau hienteraltensi); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat. 3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis. 4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit 5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. 6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah 7) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan
komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. 8) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan. I. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan ventrikel takikardi, antara lain: 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard. 2. Inefektif perfusi jaringan kardio pulmonal berhubungan dengan kerusakan transenteralrtasi O2 melalui alveolar dan atau membran kapiler 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
J. Rencana Keperawatan Diagnosa Penurunan
Kriteria Hasil
Intervensi
curah setelah dilakukan tindakan keperawatan Cardiac Care
jantung
selama 1x24jam, diharapkan curah jantung
1. Monitor TTV pasien
berhubungan dengan normal dengan kriteria hasil : perubahan jantung, perubahan preload,
No
Indikator
jantung: afterload,
1
2. Monitor Status
Skala
Skala
awal
target
dalam 2
4
batas normal
penurunan kontraktilitas
TD
2
HR
dalam 2
3
Tidak terdapat 2
4
Tidak terdapat 2 suara
4
4. Monitor adanya perubahan 5. Auskultasi suara jantung 6. Anjurkan untuk istirahat
jantung
Tidak terdapat 2 angina
(intensitas, lokasi dan
klien 5
abnormal 5
3. Evaluasi adanya nyeri dada
tekanan darah
disritmia 4
kardiovaskuler
durasi)
batas normal
miokard.
1. Mengetahui kondisi umum klien 2. Mengetahui perubahan status
Cardiac pump effectiveness :
denyut/irama sekuncup
Rasional
7. Kolaborasi pemberian obat 4
antiaritmia
kardiovaskuler klien 3. Mengkaji kondisi nyeri pasien
4. Mengetahui perubahan tekanan darah 5.
Mengetahui adanya suara abnormal jantung
6. Mempercepat pemulihan kondisi 7. Mempercepat proses pemulihan
Keterangan :
Fluid monitoring
1. keluhan ekstrim
1. Monitor Balance cairan
1. Mengetahui keadaan pasien
2. keluhan berat 3. keluhan sedang 4. keluhan ringan 5. tidak ada keluhan
Inefektif perfusi
setelah dilakukan tindakan keperawatan Intracranial pressure
jaringan kardio
selama
pulmonal
jaringan kardiopulmonal efektif, dengan
1x24jam,
diharapkan
perfusi 1. Monitor intake dan output
berhubungan dengan kriteria hasil : kerusakan transenteralrtasi O2 melalui alveolar dan atau membran kapiler
No
Indikator
klien 2. Ukur
Circulation Status :
tanda-tanda
tekanan Skala
Skala
awal
target
1. Memantau kondisi intak dan output
vital:
darah,
2. mengetahui kondisi pasien
nadi,
pernapasan, suhu, saturasi O2 3. Monitor
kemampuan
aktivitas pasien 4. Anjurkan
untuk
cukup
istirahat 5. Monitor Balance cairan 6. Beri cukup nutrisi sesuai
3. Mengetahui kemampuan pasien 4. Mempercepat pemulihan kondisi 5. Mengetahui keadaan pasien 6. mempercepat pemulihan kondisi
1
TTV
dalam 2
4
batas normal 2
Perfusi
2
4
tidak 2
4
Edema perifer 2
5
jaringan perifer 3
JVP tampak
4
tidak muncul 5
Kelemahan ekstrim
2
4
dan 2
4
tidak
ada 6
Intake output seimbang
Keterangan : 1. keluhan ekstrim 2. keluhan berat 3. keluhan sedang 4. keluhan ringan 5. tidak ada keluhan
dengan diet
Pola napas tidak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management :
efektif
selama 1x24 jam pola nafas efektif, dengan 1. Enteralsisikan
berhubungan
kriteria hasil :
dengan
Respiratory status : ventilation
hiperventilasi,
No
1
Indikator
RR dalam
2. Monitor RR klien
Skala
Skala
awal
target
2
4
Tidak terdapat 2 suara
4
nafas
Tidak terdapat 2 Tidak terdapat 2 nafas pendek
Keterangan : 1. keluhan ekstrim
2. Mengetahui keadaan klien
3. Auskultasi suara nafas klien 3. Mengeidentifikasi
adanya
nafas tambahan klien O2
4. Mengetahui keadaan klien
5. Berikan terapi O2 4
dispnea 4
1. Mencukupi kebutuhan oksigen
4. Monitor respirasi dan status
tambahan 3
untuk
memaksimalkan ventilasi
batas normal 2
klien
4
5. Mencukupi kebutuhan oksigen
suara
2. keluhan berat 3. keluhan sedang 4. keluhan ringan 5. tidak ada keluhan
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan berhubungan dengan selama 1x24 jam diharapkan aktivitas klien Ketidakseimbangan antara
suplai
dengan kebutuhan
meningkat, dengan kriteria hasil :
1
1. Rencanakan dan jadwalkan periode istirahat dan tirah
O2 Pain Level : No
Activity therapy dan kelemahan pasien.
baring yang cukup dan
Indikator
HR dalam
Skala
Skala
awal
target
2
4
adekuat. 2. Pantau resenteraln kardiopulmonal sebelum dan sesudah beraktivitas
batas normal 2
RR normal
2
4
3
Tekanan darah 2
5
sistol normal 4
1. Upaya untuk menurunkan keletihan
Tekanan darah 2
5
2. Menjaga kemungkinan adanya resenteraln abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Minimalkan kerja kardiovaskuler dengan
3. Mengurangi pemakaian enargi
memberikan enteralsisi
sampai kekuatan pasien pulih
setengah duduk
kembali.
diastol normal 5
EKG
dalam 2
batas normal
4
4. Monitor RR, HR, dan tekanan darah
4. Menjaga kemungkinan adanya
resenteraln abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan. 5. Ajarkan klien bagaimana Keterangan :
menggunakan teknik
1. keluhan ekstrim
mengontrol pernafasan
2. keluhan berat 3. keluhan sedang 4. keluhan ringan 5. tidak ada keluhan
5. Pernafasan dapat meminimalkan kerja kardiopulmonal
DAFTAR PUSTAKA Cheitlin M D, dkk. (2009). Clinical Cardilogy. Edisi ke-6. California: Prenticehall Interntional Inc Hanafi B. Trisnohadi. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Hudak, C.M, Gallo B.M. (1997) Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC. McCloskey, J. & Gloria M. B. (2000).Nursing Outcome Classificatian (NOC).Second Ed. New York : Mosby. McCloskey, J. & Gloria M. B..(2005). Nursing Intervention Classificatian (NIC).Second Ed. New York : Mosby. NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC. Santoso Karo karo. (1996) Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sudoyo,D Arua, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Smeltzer Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC. Hanafi B. Trisnohadi.,2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.