LP SVT Atil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN KASUS SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI (SVT) DI RUANG ICCU RSD DR. SOEBANDI JEMBER Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Praktik Keperawtan Profesi Ners



Disusun Oleh : ROBIATUL ADAWIYAH NIM : 14901.09.21042



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO 2021-2022



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN KASUS SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI (SVT) DI RUANG ICCU RSD DR. SOEBANDI JEMBER



JEMBER, 13 Februari 2022 Mahasiswa



(Robiatul Adawiyah) NIM.14901.08.21042



Pembimbing Ruangan



Pembimbing Akademik



Kepala Ruangan



LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI (SVT) A. Anatomi Fisiologi Jantung Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik) (Rampengan,2018). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari dibawah papilla mamae. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kirakira 250-300 gram (Rampengan,2018).



Gambar 1.1 : Organ Jantung



Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sisa hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung terletak sebelah kanan dan kiri.Hasil keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya keparu melalui arteri pulmonalis, dan hasil keluaran jantung kiri seluruhnya di distribusikan keseluruh tubuh melalui aorta. Kedua pompa tersebut



menyemburkan darah secara bersamaan dengan kecepatan keluaran yang sama. Kerja pompaan jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmik dan dinding otot.Selama kontraksi otot (sistolik), kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah di semburkan keluar (Rampengan,2018). Selama relaksasi otot dinding jantung (diastolik), bilik jantung akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya. Jantung dewasa normalnya 50-80 x/menit, menyemburkan darah sekitar 70 ml dari kedua ventrikel tiap detak, dan hasil keluaran totalnya 5 L/menit (Rampengan,2018). 1. Lapisan Selaput Jantung Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan pericardium, dimana lapisan pericardium ini dibagi menjadi 3 lapisan. Lapisan Fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang melindungi jantung ketika jantung mengalami overdistention. Lapisan fibrosa bersifat sangat keras dan bersentuhan langsung dengan bagian dinding dalam sternum rongga thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini termasuk penghubung antara jaringan, khususnya pembuluh darah besar yang menghubungkan dengan lapisan ini. Kedua, lapisan parietal yaitu bagian dalam dinding lapisan fibrosa.Ketiga, lapisan visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan luar dari otot jantung atau epikardium.Diantara lapisan parietal dan visceral terdapat ruangan yang berisi cairan perikardium. Cairan ini berfungsi untuk menahan gesekan. Banyaknya cairan pericardium ini antara 15-50 ml, dan tidak boleh kurang atau lebih karena akan mempengaruhi kerja jantung (Rampengan,2018). 2. Lapisan Otot Jantung Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan jaringan yaitu epikardium, miokardium, dan endocardium bagian dalam. Fungsi epikardium luar sebagai lapisan pelindung terluar, yang mencakup kapiler darah, kapiler getah bening, dan serabut saraf. Hal ini mirip dengan pericardium visceral, dan terdiri dari jaringan ikat tertutup oleh epitel (jaringan membrane yang meliputi organ internal dan permukaan internal lain dalam tubuh. Lapisan dalam yang disebut miokardium, yang merupakan bagian utama dari dinding jantung, terdiri dari jaringan otot jantung. Jaringan ini bertanggung jawab untuk kontraksi jantung, yang memfasilitasi memompa darah. Di sini, serat otot dipisahkan dengan jaringan ikat yang kaya di sertakan dengan kapiler darah dan serabut saraf. Lapisan dalam disebut endocardium, dibentuk dari jaringan epitel dan ikat yang mengandung banyak serat elastis dan kolagen (kolagen adalah protein



utama jaringan ikat). Jaringan jaringan ikat mengandung pembuluh darah dan serat otot jantung khusus yang di sebut serabut purkinje (Rampengan,2018). 3. Katup Jantung Katup jantung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuker, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup seminular. Katup antrioventrikuler terdiri dari katup tricuspid yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang dinamakan dengan katup mitral atau bicuspid. Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal, katup semilunar yang lain menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta. Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolic.Tiap bagian daun katup jantung di ikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontarksi daun katup tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah.chordae tendineasendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris (Rampengan,2018). 4. Bilik Jantung Jantung manusia memiliki 4 ruang, ruang atas dikenal sebagai atrium kiri dan kanan, dan ruang bawah disebut ventrikel kiri dan kanan. Dua pembuluh darah yang disebut vena kava superior dan vena kava inferior, masing - masing membawa darah teroksigenasi ke atrium kanan dari bagian atas dan bagian bawah tubuh.Atrium kanan memompa darah ini ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Ventrikel kanan memompa darah ini melalui katup pulminal ke arteri pulmonalis, yang membawanya ke paru - paru (untuk mendapatkan kembali oksigen). Atrium kiri menerima darah ini melalui katup bicuspid atau mitral. Ventrikel kiri memompa darah ini melalui katup ke aorta ke berbagai bagian tubuh melalui aorta, yang merupakan pembuluh darah terbesar dalam tubuh. Otot - otot jantung juga disertakan dengan darah beroksigen melalui arteri coroner. Atrium dengan berdinding tipis, dibandingkan dengan ventrikel. Ventrikel kiri adalah yang terbesar dari empat bilik jantung dan dindingnya memiliki ketebalan setengah inci (Rampengan,2018). 5. Arteri Koroner Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung, karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri coroner mengalami pengurangan



suplainya ke jantung atau yang disebut dengan iskemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung. Apalagi arteri coroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri coroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava (Rampengan,2018). Arteri coroner dibagi dua, yaitu : a. Arteri Koroner Kiri Arteri coroner kiri memiliki 2 cabang yaitu LAD (Left Anterior Desenden) dan LCX (left Cirkumplex). Kedua arteri ini melingkari jantung dalam dua letak anatomis ekterna, yaitu sulcus coronary atau sulcus atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, yang kedua



yaitu



sulcus



interventrikuler



yang



memisahkan



kedua



ventrikel.Pertemuan kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang merupakan bagian dari jantung yang sangat penting yaitu kruks jantung. Nodus AV berada pada titik ini. Arteri LAD bertanggung jawab untuk mengsuplai darah untuk otot ventrikuler kiri dan kanan, serta bagian interventrikuler septum.Arteri LCX bertanggung jawab untuk mensuplai 45% darah untuk atrium kiri dan ventrikel kiri, 10% bertanggung jawab mensuplai SA Node (Rampengan,2018). b. Arteri koroner kanan Arteri coroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah ke atrium kanan, ventrikel kanan, permukaan bawah dan belakang ventrikel kiri, 90% mensuplai AV Node, dan 55% mensuplai SA Node (Rampengan,2018). 6. Pembuluh dasar besar jantung Ada beberapa pembuluh besar yang perlu diketahui, (Padila, 2012). yaitu : a. Vena kava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas diafragma menuju atrium kanan. b. Vena kava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah diafragma ke atrium kanan. c. Sinus coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung sendiri.



d. Pulmonary trunk, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. e. Artery pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru. f. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari kedua paru - paru ke atrium kiri. g. Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas. h. Desending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah. B. Fisiologi Jantung 1. Hemodinamika Jantung Darah



yang



kehabisan



oksigen



dan



mengandung



banyak



karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh mengalir melalui dua vena terbesar (vena kava) menuju ke atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, ia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis menuju ke paruparu. Darah akan mengalir melalui pembuluh darah yang sangat kecil (pembuluh kapiler) yang mengelilingi kantong udara diparu-paru menyerap oksigen, melepaskan karbondiokasida dan selanjutnya di alirkan kembali kejantung. Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner karena darah di alirkan ke paru - paru. Darah dalam atrium kiri akan di dorong menuju ventrikel kiri melalui katup bikuspidalis/ mitral, yang selanjutnya akan memompa darah bersih ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya akan oksigen ini disirkulasikan ke seluruh tubuh, kecuali paruparu (Muttaqin, 2014).



2. Siklus Jantung Secara umum, siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, (Muttaqin, 2014). yaitu : a. Systole atau kontraksi jantung b. Diastole atau relaksasi atau ekpansi jantung Secara spesifik, siklus jantung dibagi menjadi 4 fase yaitu : 1) Fase ventrikel filling 2) Fase Atrial Contraction 3) Fase Isovolumetric Contraction 4) Fase Ejection 3. Fase Isovolumetric Relaxation Perlu anda ingat bahwa siklus jantung berjalan secara bersamaan antara jantung kanan dan jantung kiri, dimana satu siklus jantung – 1 denyut jantung = 1 beat EKG 9 P,Q,R,S,T) hanya membutuhkan waktu kurang dari 0,5 detik (Muttaqin, 2014). 4. Fase Ventrikel Filling Sesaat setelah kedua atrium menerima darah dari masing - masing cabangnya, dengan demikian akan menyebabkan tekanan di kedua atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel. Keadaan ini akan menyebabkan terbukanya katup atrioventrikuler, sehingga darah secara pasif mengalir ke kedua ventrikel secara cepat karena pada saat ini kedua ventrikel dalam keadaan relaksasi/ diastolic sampai dengan aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya tekanan di kedua ventrikel. Proses ini dinamakan dengan pengisian ventrikel atau ventrikel filling.Perlu anda ketahui bahwa 60% sampai 90% total volume darah di kedua ventrikel berasal dari pengisian ventrikel secara pasif. Dan 10% sampai 40% berasal dari kontraksi kedua atrium (Muttaqin, 2014). 5. Fase Atrial Contraction Seiring dengan aktivitas jantung yang menyebabkan kontaksi kedua atrium, dimana setelah terjadi pengisian ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu dengan adanya kontraksi atrium yang memompakan darah ke ventrikel atau yang kita kenal dengan “ atrial kick”. Dalam grafik EKG akan terekam gelombang P. proses pengisian ventrikel



secara keseluruhan tidak mengeluarkan suara, kecuali terjadi patologi pada jantung yaitu bunyi jantung 3 atau cardiac murmur (Muttaqin, 2014). 6. Fase Isovolumetric Contaction Pada fase ini, teknaan di kedua ventrikel berada pada puncak tertinggi tekanan yang melebihi teknanan di kedua atrium dan sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan dengan kejadian ini, terjadi aktivitas listrik jantung di ventrikel yang terekam pada EKG yaitu kompel QRS atau depolarisasi ventrikel (Muttaqin, 2014). Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan darah mengalir balik ke atrium yang menyebabkan darah mengalir ke atrium yang menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk mencegah aliran balik darah tersebut. Penutupan katup atrioventrikuler akan mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau sistolik. Periode waktu antara penutupan katup AVsampai sebelum pembukaan katup semilunar dimana volume darah di kedua ventrikel tidak berubah dan semua katup dalam keadaan ertutup, proses ini di namakan dengan fase isovolumetrik contaction (Muttaqin, 2014). 7. Fase Ejection Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel akan menyebabkan kontaksi kedua ventrikel membuka katup semilunar dan memompa darah dengan cepat melalui cabangnya masing - masing. Pembukaan katup semilunar tidak mengeluarkan bunyi. Bersamaan dengan kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh masing - masing cabangnya (Muttaqin, 2014). 8. Fase Isovolumetrik Relaxation Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di kedua ventrikel menurun atau relaksasi sementara tekanan di sirkulasi sistemik da sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan aliran darah balik kekedua ventrikel, untuk itukatup semilunar akan menutup untuk mencegah aliran darah balik ke ventrikel. Penutupan katup semiluanar mengeluarkan bunyi jantung dua (S2) atau diastolic. Proses relaksasi ventrikel akan terekam dalam EKG dengan gelombang T, pada saat ini juga aliran darah ke arteri coroner terjadi. Aliran balik dari sirkulasi sitemik dan pulmonal ke ventrikel juga ditandai dengan adanya “dicroric notch” (Muttaqin, 2014).



9. Total Volume Darah Volume darah yang terisi setelah fase pengisian ventrikel secara pasif maupun aktif (fase ventrikel filling dan fase atrial contraction ) disebut dengan End Diastolic Volume (EVD) (Muttaqin, 2014). Yaitu : a) Total EVD di ventrikel kiri (LVEDV) sekitar 120 ml. b) Total sisa volume dara di ventrikel kiri setelah kontaksi/ sistolik disebut End Systolic Volume (ESV) sekitar 50 ml. c) Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara EVD dengan ESV adalah 70 ml atau diienal dengan stroke volume. (EDV-ESV=Stroke Volume) (120-50=70). 10. System Listrik Jantung Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri. Hal ini disebabkan karena jantung memiliki mekanisme aliran listrik sendiri guna berkontraksi atau memompa dan berelaksasi. Potensial aksi ini dicetuskan oleh nodus nodud pacemaker yang terdapat di jantung dan dipengaruhi oleh beberapa jenis elektrolit seperti K+, Na+, dan Ca+ gangguan terhadap kadar elektrolit tersebut di dalam tubuh dapat mengganggu mekanisme aliran listrik jantung. Sumber listrik jantung adalah SA Node ( Nodus Sinoatrial ) (Muttaqin, 2014). Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung menyebar ke jaringan di sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan - cairan tubuh. Sebagian kecil aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh dan dapat dideteksi menggunakan alat khusus. Rekaman aliran listrik jantung disebut dengan elektrokardigram atau EKG. EKG adalah rekaman mengenai aktivitas listrik di cairan tubuh yang dirangsang oleh aliran listrik jantung yang mencapai permukaan



tubuh.



Berbagai



komponen



pada



rekaman



EKG



dapat



dikorelasikan dengan berbagai proses spesifik di jantung. EKG dapat digunakan untuk mendiagnosis kecepatan denyut jantung yang abnormal, gangguan irama jantung, serta kerusakan otot jantung. Hal ini disebabkan karena aktivitas listrik akan memicu aktivitas mekanis sehingga kelainan pola listrik biasanya akan disertai dengan kelainan mekanis atau otot jantung sendiri (Muttaqin, 2014).



11. Curah Jantung Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh tiaptiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama setiap perode tertentu, volum darah yang mengalir melalui sirkulasi sitemik. Dengan demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Dua faktor yang mempengaruhi cardiac output adalah kecepatan denyut jantung (denyut permenit) dan voume sekuncup (volume darah yang dipompa perdenyut). Curah jantung merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan dalam sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan penting dalam transportasi darah yang memasok berbagai nutrisi curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh venrtikel selama satu menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/menit (Muttaqin, 2014). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang disemburkan setiap denyut, maka curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa rata - rata 0 - 80 denyut/menit dan rata-rata volume sekuncup 70 ml/denyut. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi akibat kontrol reflex yang di mediasi oleh system saraf otonom, meliputi bagian simpatis dan parasimpatis. Impuls parasimpatis, yang berjalan ke jantung melalui nervus vagus, dapat memperlambat frekuensi jantung, sementara impuls simpatis meningkatkan. Efeknya terhadap frekuensi jantung berakibat mulai dari aksi pada Nodus SA untuk meningkatkan maupun menurunkan kecepatan depolarisasi intrinsiknya, keseimbangan anatara kedua reflex tadi mengontrol system yang normalnya menentukan frekuensi jantung. Frekuensi jantung dirangsang juga oleh pengingkatan kadar katekolamin (yang disekresikan oleh kelenjar adrenal) dan oleh adanya kelebihan hormone tiroid yang menghasilkan efek menyerupai katekolamin. Volume sekuncup jantung ditentukan oleh tiga faktor (Muttaqin, 2014). Yaitu :



a.



Kontrakstilitas Intrinsik Otot Jantung Kontraksi intrinsik otot jantung adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tenanga yang dapat dibangkitkan oleh kontraksi miokardium pada kondisi tertentu.Kontraksi ini dapat meningkat akibat aktekolamin yang berdar, aktivitas daraf simpatis dan berbagai obat seoerti digitalis serta dapat menurun akibat hipoksemia dan sidosis, peningkatan kointraktilitas dapat terjadi pada peningkatan volume sekuncup.



b. Derajat peregangan otot jantung sebelum kontraksi (preload) Preload merupakan tenaga yang menyebabkan otot ventrikel meregang sebelum mengalami eksitasi dan kontraksi. Preload ventrikel ditentukan oleh volum darah dalam ventrikel pada akhir diastolic. Semakin besar preload, semakin besar volume sekuncupnya, sampai pada titik dimana otot sedemikian teregangnya dan tidak mampu berkontraksi lagi. Hubungan antara peningkatan volume akhir diastolic ventrikel pada kontraktilitas intrinsik tertentu dinamakan hokum starling jantung, yang didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar pula derajat pemendekan yang akan terjadi. Akibatnya terjadi peningkatan interkasi antara sarkomer filament tebal dan tipis. c. Tekanan yang harus dilawan otot jantung untuk menyeburkan darah selama kontaksi (afterload) Afterload adalah suatu tekanan yang harus dilawan ventrikel untuk menyemburkan darah. Tahanan terhadap ejeksi ventrikel kiri dinamakan tahanan vaskuler sitemik. Tahanan oleh tekanan pulmonal terhadap ejeksi ventrikel dinamakan tahanan vaskuler pulmonal. Peningkatan afterload akan mengakibatkan penurunan volume sekuncup. 1. Definisi Supraventrikular takikardi (SVT) adalah detak jantung yang cepat dan regular berkisar antara 150-250 denyut per menit. SVT sering juga disebut Paroxysmal Supraventrikular Tachycardi (PSVT). Paroksismal atau gangguan tiba-tiba dari denyut jantung yang menjadi cepat (Wangko dan Edmond, 2015 dikutip dalam Siagian, 2018).



Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Siagian, 2018). 2. Etiologi Adapun penyebab dari SVT antara lain Jayanti (2017). Yaitu : a. Kardiomiopati b. Penyakit jantung koroner c. Serangan jantung d. Gagal jantung e. Miokarditis atau peradangan otot jantung f. Cacat jantung bawaan 3. Klasifikasi Berikut ini adalah supraventricular takikardia (Siagian, 2018) yaitu : a. SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial 1) Sinus tachycardia 2) Inappropriate sinus tachycardia 3) Sinoatrial node reentrant tachycardia (sanrt) b. SVT yang melibatkan jaringan atrial : 1) Atrial tachycardia (unifocal) (AT) 2) Multifocal atrial tachycardia (MAT) 3) Atrial fibrillation 4) Atrial flutter c. SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular : 1) AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT) 2) AV reentrant tachycardia (AVRT) 3) Junctional ectopic tachycardia 4. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari Supraventrikular Takikardia (SVT) (Siagian, 2018) Yaitu : a.



Palpitasi



b.



Mudah lelah



c.



Nyeri dada



d.



Nafas pendek



e.



Penurunan kesadaran



f.



Pucat



g.



Gelisah



h.



Takipneu



i.



Sukar minum



j.



Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)



k.



Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)



5. Patofisiologi Otomatisasi (automaticity). Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-Vjunction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya aritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipo magnesemia, dan asidosis (Jayanti, 2017). Reentry ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah (Jayanti, 2017). Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur reentry Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektro fisiologi (Jayanti, 2017).



6. Pathway



Merokok, gagal jantung, jantung coroner, kardimiopati, miokarditis, pericarditis, minum terlalu banyak kafein, stress emosional, PPOK, penyakit tiroid, kehamilan. Supraventrikular Takikardia Perubahan jantung 150-250 x/menit Reentry



Otomatis



Adanya dua jalur yang berhubungan



Akselerasi pada fase ke-4



Aliran listrik salah satu harus searah dengan blok



Vena Cava Superior, Vena Pulmonalis, Bundle His, Atrium AV, Ventrikel



Aliran listrik antregrad tidak memiliki blok searah rangsang bagian distal.



Nafas pendek, batuk, komplikasi



Aliran listrik retrgrad cepat Rasa nyeri Nyeri Akut Kelemahan



Intoleransi Aktivitas



Pola Napas Tidak Efektif



Perubahan tekanan darah



Penurunan Curah Jantung



7. Pemeriksaan Diagnostik Biasanya terbatas pada sistem kardiovaskular dan respirasi. Pasien sering tampak terganggu dan mungkin takikardi satu satunya yang dijumpai pada pasien yang sehat dan memiliki hemodinamik yang baik. Sedangkan pada pasien dengan gangguan hemodinamik dapat dijumpai takipnu dan hipotensi, crackles dapat dijumpai pada auskultasi sekunder terhadap gagal jantung, S3 dapat djumpai dan pulsasi vena jugularisjuga dapat terlihat. Pada pemeriksaaan fisik pada saat episode dapat menunjukkan frogsign – penonjolan vena jugularis , gelombang yang timbul akibat kontraksi atrium terhadap katup trikuspid yang tertutup. Persentasi EKG pada pasien dengan supraventrikular takikardi biasanya terdapat QRS kompleks yang sempit ( QRS interval kurang dari 120msec), tetapi beberapa kasus( kurang dari 10 %), dapat dijumpai QRS kompleks yang lebar jika berhubungan dengan preexisting or rate related bundle branch block. Pada QRS kompleks yang lebar. Setelah kembali keirama sinus rhythm, ke 12 lead EKG harus diperhatikan ada apa tidaknya gelombang delta (slurred upstroke at the onset of QRS complex), yang mengindikasikan adanya jalur tambahan ( accessory pathway). Adapun bukti adanya preexcitation dapat minimal ataupun absen jika jalur tambahan terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan “concealed”. Pada pasien ambulatory dengan episode SVT sering ( dua atau lebih perbulan), rekaman EKG dan lanjutan sampai 7 hari dapat berguna untuk dokumentasi aritmia (Siagian, 2018). Gambaran EKG sesuai dengan tipe SVT : a. Atrioventricular Nodal Re-Entrant Tachycardia (AVNRT) 1) Bentuk yang paling sering 2) Sirkuit re-entrant melibatkan nodus AV 3) Gelombang p retrograd dapat terlihat tertanam (buried within) atau hanya setelah kompleks QRS Pada takikardia. b. Atrioventricular Re-Entrant Tachycardia (AVRT) 1) Bentuk kedua yang paling sering 2) Sirkuit re-entrant melibatkan jalur tambahan 3) Beberapa jalur disebut concealed pathway, hanya berkonduksi dengan arah retrograd. 4) Jalur yang berkonduksi dengan arah anterograd menunjukkan pressxcitation pada EKG.



6. Penatalaksanaan Penting untuk membedakan aritmia reentry SVT berdasarkan miokard atrium ( cth: AFib) versus aritmia pada sirkuit reentry. Karena setiap bentuk aritmia tersebut memiliki respon yang berbeda pada terapi yang ditujukan untuk menghalangi konduksi melalui nodus AV. Denyut ventricular dari aritmia re-entry berasal dari miokard atrium dapat diperlambat, tapi tidak dapat dihentikan oleh obat-obatan yang memperlambat konduksi melalui AV node. Aritmia yang salah satu tungkai sirkuit berada pada nodus AV (AVNRT atau AVRT) dapat diterminasi oleh obat-obat (Sunu & Raharjo,2017) seperti : a. Manuver vagal Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk SVT stabil. Maneuver vagal saja akan menghentikan 25% SVT. Sedangkan untuk jenis SVT lainnya maneuver vagal dan adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel secara transien dan mebantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu menghentikan irama jantung yang abnormal ini. b. Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati - hati. 1)



Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit karotis. JANGAN MELAKUKAN PIJAT KAROTIS !!!!.



2)



Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi anda.



3) Palpasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut selam 10-15 detik. 4) Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan, dahulukan arteri komunisdekstra karena tingkat keberhasilannya sedikit lebih baik. 5) Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat – alat resusitasi karena pada kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus.



c. Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth: antesurbital) diikuti flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2 menit berikan 12 mg adenosine dengan cara seperti diatas. d. Penghambat kanal kalsium.Verapamil 2,5-5mg IV bolus selama 2-3 menit. Bila tidak berespon dan tidak ada efek samping obat, ulang 5-10mg dosis setiap 10-30 menit sampai total dosis 20 mg. atau dosis alternative 5 mg setiap 15 menit sampai total 30 mg.2. diltiazem 15-20 mg ( 0,25mg/kgBB ) IV selama 2 menit, bila diperlukan dapat diberikan dosis tambahan 20 - 25 mg (0,35mg/kgBB) selama 15 menit. Dosis maintenans 5mg/jam sampai 15mg/jam, titrasi sesuai heart rate. e. Penghambat beta (metoprolol, bisoprolol, atenolol, esmolol, labetolol). f. Obat-obat antiaritmia (amiodarone, prokainamide, sotalol). g. Beta blockers seperti propranolol (Inderal), metoprolol (Lopressor, Toprol XL), dan atenolol (Tenormin) biasanya diberikan dini selama serangan jantung dan diteruskan untuk waktu yang lama. Beta blockers menentang (antagonis) aksi dari adrenalin dan membebaskan stres pada otot-otot jantung. Beta blockers mengurangi beban kerja jantung dengan memperlambat detak jantung dan mengurangi kekuatan kontraksi otot jantung. Mengurangi beban kerja mengurangi permintaan untuk oksigen oleh jantung dan membatasi jumlah kerusakan pada otot jantung (Sunu & Raharjo,2017). Pemasukan beta blockers untuk waktu yang lama setelah serangan telah ditunjukan memperbaiki kelangsungan hidup dan mengurangi risiko dari serangan jantung berulang. Beta blockers juga memperbaiki kelangsungan hidup diantara pasien – pasien dengan serangan jantung, dengan mengurangi kejadian dari irama – irama jantung abnormal yang mengancam nyawa. Beta blockers dapat diberikan secara intravena di rumah sakit dan kemudian dimakan secara oral untuk perawatan dalam jangka waktu yang lama (Sunu & Raharjo,2017). Efek samping dari beta blockers adalah mencuit – cuit (perburukan dari pernapasan pada pasien – pasien dengan asma), denyut jantung yang perlahannya secara abnormal, dan perburukan dari gagal jantung (terutama pada pasien – pasien dengan kerusakan yang signifikan pada otot jantung mereka). Meskipun demikian, pada pasien -pasien dengan gagal jantung kronis, beta blockers baru - baru ini telah ditunjukan bermanfaat dalam mengurangi gejala - gejala dan memprerpanjang kehidupan (Sunu & Raharjo,2017).



C. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pertahanan



pasien, mengidektifikasi



kekuatan



dan



kebutuhan



klien



serta



merumuskan diagnose keperawatan. Ada 3 fase dasar untuk pengkajian (Muttaqin, 2014). Yaitu : b.



Pengkajian awal: pengkajian yang dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan pasien yang meliputi ABCD ( airway, breathing, cirkulatio dan disability).



c.



Pengkajian



dasar:



Pengkajian



lengkap



dimana



semua



system



dikaji. d.



Pengkajian terus-menerus: suatu pengkajian ulang secara terus-menerus yang dibutuhkan pada status perubahan yang sakit kritis.



Dalam pengkajian kegawatdaruratan dilakukan dua tahap pengkajian yaitu pengkajian primary survey dan pengkajian sekundery survey. Prioritas dilakukan pada primary survey meliputi : a. Airway maintenance, dengan cervical spine protection. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan napas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan napas pasien terbuka. Hal-hal yang perlu dikaji : 1) Bersihkan jalan napas. 2) Ada tidaknya sumbatan jalan napas. 3) Distress pernapasan. 4) Tanda-tanda pendarahan dijalan napas, muntahan, edema laring. 5) Sumbatan jalan napas total. 6) Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis. 7) Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara napas dan sianosis. 8) Sumbatan jalan napas sebagian. 9) Korban



mungkin



masih



mampu



bernapaas



namun



kualitas



pernapasannya bisa baik atau buruk. 10) Pada korban dengan pernapasan yang masih baik, anjurkan untuk batuk dengan kuat sampai benda keluar.



11) Bila sumbatan parsial menetap, aktifkan system emergency. 12) Obstruksi parsial dengan pernapasan buruk diperlukan seperti sumbatan jalan napas komplit. 13) Sumbatan dapat disebabkan oleh berbagai hal penyebab pasien bernapas dengan berbagai suara: cairan akan menimbulkan gurgling, lidah jatuh kebelakang akan menimbulkan suara ngorok, penyempitan jalan napas akan menimbulkan suara crowing. b. Breathing dan oksigenasi



Menilai kepatenan jalan napas dan keadekuatan pernapasan pada pasien. Jika pernapasan tidak memadai, langka-langka yang harus dipertimbangkan adalah: 1)



Dekompresi dan drainase tension pneumothorax/hematorax



2)



Ventilasi buatan



3)



Frekuensi pernapasan



4)



Suara pernapasan



5)



Adanya udara keluar dari jalan napas. Cara pengkajian seperti Look : apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas klavikula, adanya penggunaan otot tambahan. Listen: Dengan atau tanpa stetoskop, apakah ada suara tambahan dan feel.



c. Circulation dan control pendarahan eksternal.



Syok didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis syok didasarkan pada temuan klinis: 1)



Hipotensi



2)



Takikardi



3)



Takipnea



4)



Hipotermia



5)



Pucat



6)



Ektremitas dingin



7)



Penurunan capillary refill



8)



Penurunan produksi urine



Adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengansumsikan telah terjadi pendarahan. Lakukan upaya menghentikan pendarahan. d. Disability Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU : 1) A ( Alert ) yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan. 2) V ( Vocalizes ) tidak sesuai, atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti. 3) P ( responds to pain only ) 4) U ( unresponsive to pain ) Pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal. e. Eksposure dengan control lingkungan



Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cederah leher atau tulang belakang, imobilisasi penting



untuk



dilakukan.



Pengkajian



sekunder



dilakukan



dengan



menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut : 1) S (Sign and symptom) : Tanda dan gejalah terjadinya tension pneumothoraks, yaitu adanya jejas pada thorak, dan nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan local, dan krepitasi pada saat palpasi, pasien Manahan dadanya dan bernapas pendek, ispnea, hemoptysis, batuk dan emfisema subkutan, penurunan tekanan darah. 2) A (Allergies) : Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alegi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan dan minum. 3) M



(Medications



anticoagulants,



insulin



and



cardiovascular



medicationsespecially) : Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulkan reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien. 4) P (Previous medical osurgical history) : Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya. 5) Last meal ( Time ) : Waktu klien terakhir makan atau minum. 6) E ( Events/environment surrounding the injury ).



Adapun hal-hal yang dikaji dalam pengkajian sekunder seperti berikut ini : 1. Aktivitas/istirahat. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. 2. Sirkulasi



Takikardi, frekuensi tak teratur ( distitmia ), S3 atau S4 irama jantung



gallop,



nadi



apical



berpindah



oleh



adanya



penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukan udara dalam mediastinum). 3. Psikososial. Ketakutan atau gelisah. 4. Makan dan cairan. Adanya pemasangan ( 2 vena sentral dan



infuse tekanan ). 5. Nyeri dan kenyamanan



Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningklat karena batuk, timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam. 6. Pernapasan



Pernapasan meningkat dan takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun dan hilang ( auskultasi ), mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura/fremitus menurun, perkusi dada: hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama bila trauma, Kulit: pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada atau trauma: penyakit paru kronik, inflamasi dan infeksi paru (empiema dan efusi), keganasan (misalnya obstruksi tumor ).



2. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan diagnosis Supraventrikular Takikardia (SVT) menurut SDKI tahun 2017 Yaitu : a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung. Dengan kode (D.0008) b. Pola nafas tidak efektif berhungan dengan hambatan upaya napas. Dengan kode (D.0005) c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. Dengan kode (D.0077) d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Dengan kode (D.0056) 3. Perencanaan Keperawatan Diagnosa



Tujuan dan kriteria hasil



Intervensi



keperawatan



(SLKI)



(SIKI)



(SDKI) Penurunan



curah Tujuan :



Perawatan Jantung (I.02075)



jantung



Setelah dilakukan intervensi atau



Observasi



berhubungan



tindakan selama 3x24 jam curah



1. Identifikasi



tanda/gejala



dengan perubahan jantung meningkat.



primer



frekuensi



jantung (dyspnea, kelelahan



Dengan (D.0008)



jantung. Kriteria hasil : kode



Indikator



penurunan



curah



SA



ST



Palpitasi



3



5



Takikardia



2



5



sekunder penurunan curah



Dyspnea



2



5



jantung



Tekanan



2



5



basah, dll)



dll).



2. Identifikasi



tanda/gejala



(palpitasi,



ronkhi



3. Monitor tekanan darah



darah Sianosis



3



5



CRT



3



5



Lelah



3



5



4. Monitor intake dan output cairan



5. Monitor saturasi oksigen 6. Monitor keluhan nyeri dada 7. Monitor EKG 12 sadapan 8. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)



9. Monitor nilai laboratorium jantung ( elektrolit, enzim



jajntung, dll)



10. Monitor fungsi alat jantung 11. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas



12. Periksa tekanan darah dan frekuensi



nadi



sebelum



pemberian obat. Terapeutik



13. Posisikan pasien semi fowler atau fowler



14. Berikan diet jantung yang sesuai natrium,



(asupan



kafein,



kolestrol,



dan



makanan tinggi lemak)



15. Fasilitasi



pasien



dan



keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat.



16. Berikan



terapi



relaksasi



untuk mengurangi stress.



17. Berikan dukungan emosional dan spiritual.



18. Berikan



oksigen



mempertahankan



untuk saturasi



oksigen >94% Edukasi



19. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi



20. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap



21. Anjurkan berhenti merokok 22. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur BB harian



23. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output



carian harian Kolaborasi



24. Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu



25. Rujuk ke program rehabilitasi jantung. Pola



nafas



tidak Tujuan :



Pemantauan Respirasi (I.01014)



efektif



berhungan Setelah dilakukan intervensi atau



dengan



hambatan tindakan selama 3x24 jam pola



upaya Dengan (D.0005)



napas. napas membaik.



2. Monitor SA



ST



Dyspnea



2



5



Penggunaa



3



5



2



5



3



5



bradipneu,



kussmaul, dll) 3. Monitor kemampuan batuk adanya



produksi



sputum jalan napas 6. Palpasi



napas pursed-lip



napas



5. Monitor adanya sumbatan



napas



Pernapasan



(takipneu,



4. Monitor



napas



Kedalaman



pola



efektif



n otot bantu Frekuensi



1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas.



kode Kriteria hasil : Indikator



Observasi



2



5



kesimetrisan



ekspansi paru. 7. Auskultasi bunyi napas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x-ray toraks Terapeutik 11. Atur



interval



waktu



pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 12. Dokumentasikan



hasil



pemantauan Edukasi 13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 14. Informasikan pemantauan, jika perlu.



hasil



Nyeri berhubungan dengan pencedera



akut Tujuan :



Manajemen nyeri (I.08238)



Setelah dilakukan intervensi atau agen tindakan selama 3x24 jam tingkat



Observasi 1. Identifikasi



nyeri menurun. Indikator Keluhan



SA



ST



2



5



2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal



Gelisah



3



5



Kesulitan



3



5



4. Identifikasi



2



5



dan



5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri



2



5



6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri



napas darah



yang



memperingan nyeri



nadi



Tekanan



faktor



memperberat



tidur



Pola



kualitas,



intensitas nyeri.



nyeri



Frekuensi



durasi,



karakteristik,



fisiologis. Dengan Kriteria hasil : kode (D.0077)



lokal,



2



5



7.



Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.



8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan. 9. Monitor



efek



samping



penggunakan analgetik Terapeutik 10. Berikan



teknik



non



farmakologis



untuk



mengurangi rasa nyeri. 11. Control



lingkungan



yang



memperberatrasa



nyeri



(mis



suhu



:pencahayaan,



ruangan, dll) 12. Fasilitasi istirahat dan tidur 13. Pertimbangkan sumber



nyeri



pemilihan meredakan nyeri.



jenis



dan dalam



strategi



Edukasi 14.



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.



15. Jelaskan strategi meredakan nyeri 16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 17. Anjurkan



menggunakan



analgetik secara tepat 18. Ajarkan



teknik



nonfarmakologis



untuk



mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi 19. Kolaborasi



pemberian



analgetikk, jika perlu. Intoleransi aktivitas Tujuan :



Manajemen energi (I.05178)



berhubungan



Setelah dilakukan intervensi atau



Observasi



dengan



tindakan selama 3x24 jam



ketidakseimbangan



toleransi aktivitas meningkat.



1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan



antara suplai dan Kriteria hasil :



kelelahan.



kebutuhan oksigen.



Indikator



SA



ST



Dengan



Frekuensi



2



5



(D.0056)



kode



2



5



3



5



4. Monitor



lokasi



dan selama



melakukan aktivitas. Terapeutik



lelah Dyspnea



emosional.



ketidaknyamanan



oksigen Keluhan



Monitor kelelahan fisik dan



3. Monitor pola dan jam tidur



nadi Saturasi



2.



2



5



5. Sediakan



lingkungan



saat



nyaman dan rendah stimulus



aktivitas



(mis:cahaya,



Dyspnea



2



5



2



5



gerak



7. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan



iskemia Sianosis



rentang



pasif/aktif.



aktivitas EKG



kunjungan) 6. Lakukan



setelah



suara,



3



5



8. Fasilitas duduk disisi tempat tidur,



jika



tidak



dapat



berpindah atau berjalan. Edukasi 9. Anjurkan tirah baring 10. Anjurkan



melakukan



aktivitas secara bertahap 11. Anjurkan



menghubungi



perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang. 12. Ajarkan



strategi



koping



untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi 13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.



DAFTAR PUSTAKA Rampengan,S.H. (2018) Kedawatdaruratan Jantung. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. RISKESDES, T. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Siagian, L.A. (2018) Tatalaksana Takikardia Ventrikel Vol 45. Continuing Medical Education, 670-673. Suddart, B. & (2014). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC Sunu B. Raharjo, Y.Y. (2017). Pedoman Tatalaksana Takiaritmia Supraventricular (Vol.II). Jakarta: Indonesian J Cardiol. Supriadi, (2018). Asuhan Keperawatan. Pengkajian. Diakses 09 Februari 2020.. Dikutip dari http://eprints.ums.ac.id/25856/22/NASKAH/_PUBLIKASI.pdf Jayanti N., (2013). Supraventrikular tachycardia (SVT). Diakses 07 Januari 2020. Dikutip dalam http://rentalikari.wordpress.com/2013/03/23/lp-gagalgjantung.pdf Muttaqin dan Arif, (2014). Asuhan Keperawatan kasus Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.