LP Vomiting Profuse [PDF]

  • Author / Uploaded
  • febry
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1



Konsep Dasar



1.1.1 Definisi Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen (Markum : 1991). Muntah merupakan keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan masuk ke dalam lambung (Depkes R.I, 1994). Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secara sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat. 1.1.2 Etiologi a. Kolitis Alergika Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel. b. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan. c. Tumor otak Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntahmuntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut. d.



Ketoasidosis diabetikum



2



Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi. e. Gastroenteritis Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam. f.



Pielonefritis



Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya. 1.1.3 Patofisiologi Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dan simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadangkadang sebagai respon terhadap rangsangan kimiawi oleh bahan yang menyebabakan muntah. Muntah



merupakan



respon



refeks



simpatis



terhadap



berbagai



rangsangan yang melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Proses muntah dibagi dalam 3 fase berbeda yaitu : 1. Nausea Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam, labirin atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh muntah. 2. Redching Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spamodie dengan grotis tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratorak yang negative. 3. Emesis (Ekspusi) Terjadi bila fase redching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma, disertai dengan penekanan mekanisme antireflug. Pada fase ini pylorus dan antrum berkontraksi fundus dan esophagus relaksi dan mulut terbuka.



1.1.4



Web Of Caution (WOC)



3



1.1.5 Manifestasi klinis



4



1) Seringkali muntah,kembung,buang angin bunyinya keras,sering ngeden dan sering rewel,gelisah terutama malam hari,bab tidak tiap hari,bab >3kali perhari. 2) Lidah/mulut sering timbul putih,bibir kering. 3) Kepala,telapak tangan atau telapak kaki sering teraba sumer/hangat,keringat berlebihan. Gejala muntah cairan regurgitasi (aliran dengan arah yang berlawanan dari normal,aliran kembali isi lambung dan kedalam eshophagus (tabung yang berulang /berrongga yang mengangkut makanan dan cairan dari tenggorokan kelambung. (Dorland,2002) 1.1.6 Komplikasi a.



Komplikasi metabolic Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi



kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium. b.



Aspirasi Isi Lambung Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi



ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD. c.



Mallory Weiss syndrome Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.



Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah



5



d. Peptik esophagitis Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh asam lambung. 1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik 1)



Pemeriksaan laboratorium a. Darah lengkap b. Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi. c. Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik. d. Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya. e. Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea. f. Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit hati. g. Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.\ h. Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi parasit.



2) Ultrasonografi Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.



3) Foto polos abdomen



6



a. Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi. b. Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis c. Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya perforasi. 4) Barium meal Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster. 5) Barium enema Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi. 1.1.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi. Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal. Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut : 1) Antagonis dopamin



7



Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik. Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat



dikatakan



lebih



aman.



Domperidon



merupakan



derivate



benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah. 2) Antagonisme terhadap histamine (AH1) Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 11,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis. 3) Antikolinergik Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis. 4) 5-HT3 antagonis serotonin Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan



8



kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr 40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.)



1.2



Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan



1.2.1 Pengkajian 1) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan 2) Riwayat kesehatan a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian): mual, muntah. b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit). c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien). d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak).



9



3) Pemeriksaan fisik a. Tanda-tanda vital sign b. Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering, kelopak mata cekung, produksi urine berkurang). c. Tanda- tanda shock d. Penurunan berat badan 4) Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah b. Foto polos abdomen meupun dengan kontras c. USG d. Pyelografi intravena/ sistrogram e. Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus 1.2.2 Diagnosa Keperawatan 1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs 2) Nausea berhubungan dengan iritasi gastric 3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia



10



1.2.3 Intervensi Keperawatan N o 1.



Diagnosa



Tujuan dan kriteria hasil



Intervensi (NIC)



Keperawatan Ketidakseimbangan



(NOC) Setelah dilakukan tindakan



Monitor nutrisi :



nutrisi kurang dari



keperawatan selama …x 24



1) Kaji adanya alergi



kebutuhan tubuh



jam, status nutrisi pasien



berhubungan dengan



seimbang dengan kriteria hasil



gangguan absorbsi



1) Mempertahankan BB atau



Batasan karakteristik : 1) BB 20% atau lebih dibawah normal 2) Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recommended Daily Allowance) 3) Membrane mukosa



pertambahan 2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 3) Tidak ada tanda- tanda malnutrisi 4) Tidak terjadi penurunan BB yang berarti



makanan 2) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 3) Ketahui makanan kesukaan klien 4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 5) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C



dan konjungtiva



6) Berikan substansi gula



pucat



7) Yakinkan diiit yang



4) Kelemahan otot



dimakan mengandung



yang digunakan



tinggi serat untuk



untuk menelan/



mencegah konstipasi



mengunyah 5) Luka, inflamasi pada rongga mulut 6) Mudah merasa kenyang, sesaat



8) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsulkan dengan ahli gizi) 9) Ajarkan pasien



setelah mengunyah



bagaimana membuat



makanan



catatan makanan harian



7) Dilaporkan atau



10) Monitor jumlah nutrisi



11



fakta adanya kekurangan makanan 8) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa 9) Perasaan



dan kandungan kalori 11) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 12) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.



ketidakmampuan



Nutrition monitoring



untuk mengunyah



1) BB pasien dalam batas



10) Kehilangan BB dengan makanan cukup 11) Keengganan untuk makan 12) Kram pada abdomen 13) Tonus otot jelek 14) Nyeri abdominal



normal 2) Monitor adanya penurunan BB 3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4) Monitor lingkungan selama makan 5) Jadwalkan pengobatan



dengan atau tanpa



dan tindakan tidak



patologi



selama makan



15) Kurang berminat terhadap makanan 16) Pembuluh darah kapiler mulai rapuh 17) Diare atau steatorrhea 18) Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) 19) Suara usus hiperaktif



6) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 7) Monitor turgor kulit 8) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 9) Monitor mual dan muntah 10) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, da



12



20) Kurangnya



kadar Ht.



informasi, miss



11) Monitor pertumbuhan



informasi



dan perkembangan 12) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva 13) Monitor kalori dan intake nutrisi 14) Catat adanya edema, iperemik, hipertonik, papilla lidah dan cavitas oral 15) Catat jika lidah berwarana magenta,



2.



dilakukan



scarlet. tindakan Fluid management:



Nausea berhubungan



Setelah



dengan iritasi gastrik



keperawatan selama …x 24



1) Pertahankan catatan



jam, fluid balance dengan



intake dan output



kriteria hasil :



yang akurat



1) Keseimbangan



asupan



2) Monitor status



dan keluaran dalam 24



dehidrasi( kelembaba



jam



n membrane mukosa,



2) Berat badan stabil



nadi adekuat, tekanan



3) Tidak terdapat cekung



darah ortostatik)



mata



3) Monitor vital sign



4) Rasa haus yang tidak normal tidak ada 5) Hidrasi



kulit



makanan/ cairan dan tidak



terganggu 6) Membrane



4) Monitor aupan hitung intake kalori harian



mukosa



5) Lakukan terapi IV



13



lembab



6) Monitor status nutrisi



7) Elektrolit serum dalam batas normal 8) BJ urine dalam batas normal



7) Berikan cairan 8) Berikan cairan IV pada suhu ruangan 9) Dorong masukan oral 10) Berikan penggantian nesogastrik sesuai output 11) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan 12) Kolaborasi dokter jika tabda cairan berlebih muncul memburuk 13) Atur kemungkinan



3.



transfuse 1) Manajemen sensasi



Ketidakefektifan



Setelah dilakukan tindakan



perfusi jaringan



keperawatan selama ….X 24



berhubungan dengan



jam, pasien menunjukan



hipovolemia



keefektifan perfusi jaringan



tertentu yang hanya



dengan criteria hasil :



peka terhadap



1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan : 



tekanan systole



2) Monitor adanya daerah



panas/dingin/tumpul 3) Monitor adanya paretese 4) Instruksikan keluarga



dan diastole



untuk mengobservasi



dalam rentang



kulit jika ada isi atau



yang



laserasi



diharapkan 



perifer



tidak ada



5) Gunakan sarung tangan untuk proteksi



14



ortostatikhipert 



6) Batasi gerakan pada



ensi,



kepala, leher dan



tidak ada tanda-



punggung



tanda peningkatan tekanan intracranial



7) Monitor kemampuan BAB 8) Kolaborasi pemberian analgetik



(tidak lebih dari 9) Monitor adanya 15 mmHg) 2) Mendemonstrasikan



tromboplebitis 10) Diskusikan mengenai



kemampuan kognitif



penyebab perubahan



yang ditandai dengan :



sensasi







berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan







menunjukan perhatian, konsentrasi dan orientasi







memproses informasi







membuat keputusan dengan benar



3) Menunjukan fungsi sensori motory cranial yang utuh : 



tingkat kesadaran



15



membaik 



tidak ada gerakangerakan involunter



16



1.2.4 Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Sumber: Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu. Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien. Sumber: Potter & Perry. (2009). Fundamental of Nursing 7 th Edition. 1.2.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Sumber: Potter & Perry. (2009). Fundamental of Nursing 7 th Edition. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Sumber: Hidayat A. Aziz Alimul (2007), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika



17



DAFTAR PUSTAKA Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241 Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC. Nanda NIC- NOC .2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.