LP VULNUS LACERATUM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN VULNUS LACERATUM A. Pengertian Mansjoer (2017) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang



terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui



elastisitas kulit atau otot”. Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot (Mansjoer Effendi, 2018). Luka robek ataau vulnus laceratum merupakan luka dengan tepi yang bergerigi, tidak teratur, seperti luka yang disebabkan oleh kaca atau goresan kawat. Biasanya perdarahan lebih sedikit karena mudah terbentuk cincin trombosis akibat pembuluh darah yang hancur (Suriadi, 2018). B. Etiologi a. Mekanik 



Benda tajam Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk







Benda tumpul







Ledakan atau tembakan Misalnya luka karena tembakan senjata api



b. Non Mekanik 



Bahan kimia Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat







Trauma fisika  Luka akibat suhu tinggi



Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.



 Luka akibat suhu rendah Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya hyperemia, edema dan vesikel,  Luka akibat trauma listrik  Luka akibat petir  Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001) c. Radiasi C. Klasifikasi Menurut Mansjoer, terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang. 1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) penyembuhan yang



yaitu



terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi



luka biasanya dengan jahitan. 2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. 3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir. D. Patofisiologi Vulnus laserratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau



inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.



E. Pathway Etiologi vulnus



Mekanik : benda tajam, benda tumpul, tembakan/ledakan, gigitan binatang



Non mekanik: bahan kimia, suhu tinggi, radiasi



Kerusakan integritas jaringan Traumatic jaringan Kerusakan intergritas kulit



Kerusakan pembuluh darah Terputusnya kontinuitas jaringan



Rusaknya barrier pertahanan primer



Terpapar lingkungan



Pendarahan berlebih Kerusakan syaraf perifer



Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostaglandin, bradikinin, prostagladin)



Keluarnya cairan tubuh Hipotensi, hipovolemi, hipoksia, hiposemi



Resiko tinggi infeksi Resiko syok :hipovolomik Nyeri akut



Pergerakan terbaras



Gangguan mobilitas fisik



ansietas



Gangguan pola tidur



F. Manifestasi Klinis Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah: a.



Luka tidak teratur



b.



Jaringan rusak



c.



Bengkak



d.



Pendarahan



e.



Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut



f.



Tampak lecet atau memar di setiap luka.



G. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya



untuk



mengetahui



tentang



infeksi



yang



kecenderungan



dengan



terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium. b. Sel-sel darah putih.leukosit



dapat



terjadi



kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi. c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap. d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi. e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus  H. Penatalaksanaan Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. 1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi). 2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:  Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).



 Halogen dan senyawanya a)



Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam



b)



Povidon Yodium(Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.



c)



Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.



d)



Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.



 Oksidansia -



Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.



-



Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob







Logam berat dan garamnya -



Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.



-



Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)



 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).  Derivat fenol Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.  Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam



konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2001). Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (ISO Indonesia,2000). 3. Pembersihan Luka Tujuan



dilakukannya



pembersihan



luka



adalah



meningkatkan,



memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu : i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing. ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. iii. Berikan antiseptik iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal v. Bila perlu lakukan penutupan luka



4. Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam. 5. Penutupan Luka Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. 6. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. 7. Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. 1.



Komplikasi 



Kerusakan arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.







Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah







Infeksi







Shock



DAFTAR PUSTAKA Carpenito L.J. 2017. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi 6. EGC: Jakarta. Chada, P.V. 2016. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika: Jakarta. Guyton & Hall. 2017. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta Mansjoer,A. 2017. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI: Jakarta Nanda. 2016. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta. Willson.J.M. 2017. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta. Tucker.S.M. 2018. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.