LP Vulnus Laceratum Lutfi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN VULNUS LACERATUM DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA



LUTFI FATIKASARI 2011040103



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2020



A. Definisi Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot (Mansjoer, 2000). Vulnus Laceratum adalah luka yang terjadi akibat trauna oleh benda yang tidak tajam, misalnya tepi meja, terkena bagian dari kendaraan bermotor dan sebagainya, tetapi tidak rata (Sudjatmiko, 2007) Vulnus Laseratum adalah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul, robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang B. Etiologi Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu : 1. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit 2. Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir 3. Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin 4. Trauma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya. C. Tanda dan Gejala Tanda – tanda umum adalah syok dan syndorma remuk (cris syndroma) dan tanda – tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan pendaragan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, berkeringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot – otot pada daerah yang luka hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebut “menurunkan nepron/neprosis”, tandanya air seni berwarna merah, disuria hingga anuria dan ureum darah meningkat. D. Patofisiologi Menurut Price (2006), Vulnus Laseratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi, reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi



peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak ditemukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan. Sel – sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano sensitif dan hernosensitif. Apabila nyeri diatas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.



E. Pathway Benturan atau kekerasan benda tumpul Kontuinitas jaringan terputus Kerusakan Integritas Jaringan



Nyeri Akut



Lesi yang dalam dan luas Pendarahan Respon tubuh terhadap trauma



Proses peradangan atau inflamasi reaksi Hambatan Mobilitas Fisik



Nekrosis Resiko Infeksi



F. Pemeriksaan Penunjang



Resiko Kekurangan Volume Cairan



1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan terutama jenis darah lengkap tujuannya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi, pemeriksaannya melalui laboratorium. 2. Sel – sel darah putih, leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi. 3. Hitung darah lengkap, hematokrit mungkin tinggi atau lengkap. 4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi 5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit diabetus melitus G. Penatalaksanaan Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan. 1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokal dan ekspolarasi) 2. Tindakan antiseptik, prinsipnya untuk mensucikan kulit. Untuk melakukan pencucian / pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti : a. alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif) b. Halogen dan senyawanya c. Oksidansia d. Logam berat dan garamnya e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%) f. Derivat fenol g. Basa ammonium kuartener disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dan konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000). Dalam proses pencucian / pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemilihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaik, dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang



jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langka yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu : a. Irigasi dengan sebanyak – banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati c. Berikan antiseptik d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal e. Bila perlu lakukan penutupan luka 3. Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam lebih dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebiaknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam. 4. Penutupan luka Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. 5. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. 6. Pemberian antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau koto maka perlu diberikan antibotik. 7. Pengangkatan jahitan Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi. H. Fokus Pengkajian 1. Aktivitas / istirahat -



Gejala : Merasa lemah, lelah



-



Tanda : Perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasan rentang gerak, perubahan aktifitas



2. Sirkulasi -



Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal



-



Tanda : Perubahan frekuensi jantung takikardi atau bradikardi



3. Integritas ego -



Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian



-



Tanda : Ketakutan, cemas, gelisah



4. Eliminasi -



Gejala : Konstipasi, retensi urin



-



Tanda : Belum buang udara besar dalam 2 hari



5. Neurosensori -



Gejala : Vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri



-



Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera, kemerah - merahan



6. Nyeri / Kenyamanan -



Gejala : Nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan



-



Tanda : Wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah



7. Kulit -



Gejala : Nyeri, panas



-



Tanda : Pada luka warna kemerahan, bau, edema



I. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan 2. Gangguan pola tidur b.d nyeri 3. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot 4. Kerusakan integritas kulit b.d kerusakan jaringan 5. Resiko infeksi b.d perawatan luka tidak efektif J. Rencana Tindakan 1. Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan -



Tujuan : Nyeri hilang / berkurang



-



Kriteria hasil : 



Pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan penghilang nyeri







Pasien rileks



 -



Dapat istirahat / tidur dan ikut sera dalam aktifitas sesuai kemampuan



Intervensi : 



Kaji tanda – tanda vital







Lakukan ambulasi diri







Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi misalnya nafas dalam







Berikan obat sesuai petunjuk



2. Gangguan pola tidur b.d nyeri -



Tujuan : Gangguan pola tidur teratasi



-



Kriteria hasil : 



Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar hitam pada mata



 -



Melaporkan perbaikan dalam pola tidur



Intervensi : 



Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur







Berikan posisi nyaman pada klien







Anjurkan minum hangat







Kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang



3. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot -



Tujuan : Mempertahankan mobilitas fisik



-



Kriteria hasil : 



Mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh yang terkena



-







Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan







Kemungkinan melakukan aktifitas



Intervensi : 



Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal







Bantu dalam aktifitas perawatan diri







Pantau respon terhadap aktivitas



4. Kerusakan integritas kulit b.d kerusakan jaringan -



Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit



-



Kriteria hasil :



-







Bebas tanda – tanda infeksi







Mencapai penyembuhan luka tepat waktu



Intervensi : 



Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar luka







Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik







Observasi tanda – tanda infeksi



5. Resiko infeksi b.d perawatan luka tidak efektif -



Tujuan : Tidak terjadi infeksi lebih lanjut



-



Kriteria hasil : 



Tidak terdapat tanda – tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada pus



-



Intervensi : 



Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan







Pantau suhu tubuh secara teratur







Berikan antibiotik secara teratur



DAFTAR PUSTAKA Carpenito L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. Edisi 6. EGC : Jakarta. Chada, P.V. 2011. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi. Widya Medika : Jakarta. Guyton & Hall. 2015. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC : Jakarta. Nanda. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta. Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC : Jakarta. Tucker. S.M. 2008. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi. Volume 2. Edisi 2. EGC : Jakarta.