Makalah Akfor 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK PERNYATAAN PERANG TERHADAP KECURANGAN : SEBUAH TINJAUAN DAN PENCEGAHAN KECURANGAN



Disusun Oleh : Farah Nabilah (186020300111011) Irmayanti (186020300111029)



PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2019



PERNYATAAN PERANG TERHADAP KECURANGAN : SEBUAH TINJAUAN Mengetahui Berbagai Cara yang Dilakukan Perusahaan untuk Memerangai Kecurangan Terdapat empat aktivitas untuk mengurangi terjadinya kecurangan a. Pencegahan kecurangan b. Pendeteksian kecurangan sejak dini c. Investigasi kecurangan d. Tindak lanjut secara hukum dan/atau upaya penyelesaian Konsultan akan menginformasikan kepada perwakilan perusahaan bahwa tidak ada yang dapat disebut sebagai kecurangan kecil – tidak ada hanyalah kecurangan besar yang dapat dideteksi lebih awal. Konsultan harus memberitahu perusahaan bahwa kecurangan berkembang secara geometris, dan jika kecurangn dapat berlanjut tanpa terdeteksi, pelaku akan menjadi semakin berani, dan nilai yang dicuri atau dimanipulasi dalam periode terjadinya kecurangannya biasanya menjadi lebih besar dari jumlah yang diambil pada periode awal terjadinya kecurangan. Saran yang diberikan termasuk kombinasi pelatihan kecurangan, program etika, pengendalian yang lebih baik, peninjauan program intensif, dan perlakuan yang lebih tegas terhadap pelaku kecurangan. Program penanggulangan kecurangan yang komprehensif berfokus kepada empat elemen kecurangan, yaitu pencegahan, pendeteksian secara proaktif, investigasi, dan tindak lanjut secara hukum. Pencegahan Kecurangan Pencegahan kecurangan secara umum merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi kerugian akibat kecurangan. Setelah kecurangan dilakukan, tidak ada pemenang. Pelaku merugi karena mereka biasanya merupakan pelaku yang baru pertama kali melakukan kecurangan yang akan merasa terhina dan malu apalagi ketika akan menerima konsekuensi hukum. Pelaku harus membayar pajak dan juga ganti rugi, dan sering kali ada sanksi secara finansial dan konsekuensi lainnya. Korban merugi karena tidak hanya aset yang dicuri namun juga harus membayar biaya hukum, kehilangan waktu, publisitas negatif, dan konsekuensi merugikan lainnya. Apabila organisasi tidak bersikap tegas terhadap pelaku kecurangan maka akan membuat orang lain dalam organisasi menganggap bahwa pelaku kecurangan tidak dikenakan sanksi yang serius, sehingga memungkinkan orang lain untuk melakukan kecurangan. Di sisi lain, investigasi kecurangan memerlikan biaya yang sangat besar. Pelaku kecurangan mungkin melakukan kecurangan kerena kombinasi dari tiga faktor berikut : a. Tekanan yang dirasakan b. Peluang/kesempatan yang dimiliki c. Rasionalisasi bahwa kecurangan tersebut dapat diterima Ketiga faktor tersebut memiliki intensitas yang berbeda pada kecurangan yang satu dengan kecurangan yang lainnya. Ketika tekanan yang dirasakan dan/atau peluang/kesempatan yang dimilliki cukup besar, seseorang membutuhkan sedikit rasionalisasi untuk melakukan kecurangan. Ketika tekanan yang dirasakan dan/atau peluang/kesempatan yang dimiliki kecil, seseorang membutuhkan lebih banyak rasionalisasi untuk melakukan kecurangan. Sayangnya, terkadang tekanan dan/atau kemampuan untuk merasionalisasi sangat besar, sehingga tidak peduli seberapa kerasnya usaha suatu organisasi untuk mencegah terjadinya kecuangan, pencurian masih saja terjadi. Kecurangan secara umum tidak mungkin dapat benar-benar dicegah, dan pasti memerlukan banyak



1



biaya. Hal terbaik yang dapat dilakukan organisasi adalah dengan mengatur kerugian akibat kecurangan secara efektif. Organisasi dapat secara eksplisit mempertimbangkan risiko kecurangan dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan mengurangi terjadinya kecurangan sebagai upaya yang cukkup berhasil untuk mencegah sebagaian besar kecurnagan yang terjadi. Pencegahan yang efektif melibatkan dua aktivitas dasar, yaitu : a. Mengambil tahapan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya jujur dan beretika b. Menilai risiko kecurangan dan mengembangkan respons yang konkrit untuk mengurangi risiko dan mengeliminir kesematan terjadinya kecurangan 1. Menciptakan Budaya Jujur dan Beretika a. Pengaruh Manajemen Puncak Peneitian terkait pengembangan moral secara tegas meyakinkan bahwa kejujuran dapat diperkuat jika terdapat contoh keteladanan yang sesuai – yang disebut pengaruh manajemen puncak. Manajemen dalam suatu organisasi tidak dapat bertindak satu arah dan mengharapkan orang lain dalam organisasi untuk kemudian berperilaku secara berbeda. Manajemen harus memperkuat pegawainya melalui saksi tegas ketika perilaku tidak jujur, perilaku yang patut dipertanyakan, atau perilaku tidak etis tidak dapat lagi ditoleransi. Alasan mengapa orang berbohong (atau tidak jujur) menunjukkan bahwa terdapat empat alasan, yaitu :  Pertama, ketakutan terhadap sanksi atau konsekuensi yang buruk. Ketakutan ini dapat terjadi karena mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang salah atau kinerja mereka tidak memenuhi harapan.  Kedua, individu yang selalu merasa ketakutan terhadap kemungkinan adanya sanksi akan membiasakan dirinya untuk terus berbohong.  Ketiga, individu telah belajar untuk berbohong karena melihat orang lain berbohong atau melalui contoh keteladanan yang negatif.  Keempat, individu berbohong karena merasa bahwa ketika mereka mengatakan kebenaran maka mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. b. Mempekerjakan Pegawai yang Tepat Tidak semua orang sama-sama berlaku jujur atau memiliki kode etik pribadi yang cukup baik. Faktanya, berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa banyak orang, ketika dihadapkan dengan tekanan dan kesempatan yang cukup besar, akan berlaku tidak jujur daripada menghadapi “konsekuensi negatif” dari perilaku jujur. Apabila suatu organisasi berhasil mencegah terjadinya kecurangan, organisasi tersebut harus memiliki kebijakan perekrutan yang efektif yang dapat membedakan sejumlah individu marginal dengan individu yang beretika, terutama ketika melakukan perekrutan untuk posisi dengan risiko tinggi. Prosedur perekrutan secara proaktif meliputi beberapa hal, yaitu melakukan investigasi latar belakang calon pegawai, mengecek referensi yang ditunjukan calon pegawai secara mendalam, dan belajar bagaimana menginterpretasikan respons untuk sejumlah pertanyaan yang ditanyakan terkait calon pegawai, serta menguji kejujuran dan sifat-sifat calon pegawai. Ethical Maturity Model (EMM) menjelaskan mengapa orang membuat keputusan yang tidak etis.



2



Ethical maturity model (EMM) menjelaskan mengapa orang membuat keputusan yang tidak etis i. Pemahaman Etis secara Pribadi Pemahaman etis secara pribadi merupakan batasan etis yang paling mendasar dalam tindakan seseorang secara pribadi. Termasuk mempelajari perbedaan diantara yang benar dan yang salah, mengembangkan sifat adil, belajar untuk peduli dan berempati dengan orang lain, mengembangkan rasa hormat kepada orang lain, mempelajari prinsip dasar integritas dan realitas, dan bertindak dengan cara yang konsisten dengan nilai-nilai yang diketahui sebagai sesuatu yang benar. ii. Penerapan Etika dalam Situasi Bisnis Penerapan etika dalam situasi bisnis, dapat mengubah etika seseorang terhadap dunia bisnis atua terhadap keadaan lain di tempat kerja. Proses perubahan tersebut tidak selalu mudah. Sebagian besar orang yang terlibat dalam “skema permainan keuangan dengan nilai yang cukup besar – financial shenanigans” menganggap diri mereka sebagai seseorang yang jujur dan beretika. Namun, apabila dihadapkan dengan keputusan akan menerima permintaan untuk “mengolah pembukuan” atau mengungkapkan perilaku tidak etis yang ditemuan, mereka akan membuat pilihan yang salah. Mereka tidak tahu bagaimana cara atau merasa takut untuk mengubah nilai etis secara pribadi ketika masuk ke dunia bisnis. iii. Keyakinan Etis Keyakinan etis merupakan kekuatan dan keyakinan untuk bertindak dengan tepat dalam situasi yang cukup sulit atau situasi yang patus dipertanyakan. iv. Kepemimpinan Etis Kepemimpinan etis merupakan upaya untuk menanamkan pemikiran kepada orang lain akan perlunya pengembangan kesadaran etis dan keberanian untuk mempertahankannya. Bentuk tindakan etis ini membutuhkan seseorang untuk menginspirasi orang lain melalui ucapan, contohnya seperti keteladanan, upaya persuasif, dan manajemen yang baik. Perusahaan seharusnya melakukan yang terbaik dengan mempekerjakan individu yang beretika baik dan kemudian memastikan bahwa eksekutif manajemen puncak dapat memberikan pengaruh positif kepada para pegawainya. c. Mengomunikasikan Ekspektasi dari Kejujuran dan Integritas Elemen penting ketiga dalam menciptakan budaya jujur dan beretika adalah mengomunikasikan ekspektasi kejujuran dan integritas yang meliputi :  Identifikasi dan kodifikasi nillai dan etika yang sesuai



3







Pelatihan kesadaran kecurangan yang membantu pegawai memahami permasalahan yang berpotensi menimbulkan kecurangan yang mungkin dihadapi dan bagaimana menyelesikan atau melaporkannya  Mengomunikasikan ekspektasi yang konsisten mengenai adanya sanksi bagi pelanggar Kode etik dapat menjadi efektif apabila kode etik tersebut tertulis dan dikomunikasikan kepada pegawai, pemasok dan pelanggan. Kode etik juga harus dikembangkan sehingga dapat mendorong manajemen dan pegawai untuk bertindak sesuai kode etik tersebut. Perusahaan sebaiknya mengharuskan pegawai untuk memberikan konfirmasi secara tertulis bahwa mereka memahami ekspektasi etik organisasi yang merupakan elemen efektif dari komunikasi dalam menciptakan budaya jujur. Faktanya banyak perusahaan yang sukses telah mendapati bahwa konfirmasi tertulis sangat efektif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sebelum berkembang menjadi kecurangan yang lebih besar. Selain ekspekstasi mengenai perilaku etis, ekspektasi terkait adanya sanksi bagi pihak yang melakukan kecurangan juga harus dikomunikasikan dengan jelas dari manajemen puncak ke semua orang dalam organisasi. Kode etik (seperti kode etik Red Hat) harus didasarkan pada Sarbanes-Oxley Act tahun 2002 untuk menyampaikan ekspektasi mengenai apa yang sesuai dan apa yang tidak sesuai dalam organisasi. d. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif Kecurangan lebih jarang terjadi ketika pegawai memiliki perasaan positif terhadap organisasi, dan memiliki rasa memiliki dalam oraganisasi tersebut, dibandingkan ketika mereka merasa tidak diperlakukan dengan semestinya, terancam, atau diabaikan. Faktor-faktor yang dihubungan dengan tingginya tingkat kecurangan dan yang mengurangi nilai dari lingkungan kerja yang positif antara lain sebagai berikut :  Manajemen puncak yang tidak peduli atau memerhatikan perilaku pegawai  Umpan balik negatif atau berkurangnya pengakuan kinerja dalam pekerjaan  Adanya ketidakadilan yang dirasakan dalam organisasi  Manajemen autokrasi, bukan manajemen partisipatif  Loyalitas organisasi yang rendah  Ekspektasi anggaran yang tidak masuk akal  Pemabayaran dengan nilai rendah yang tida realistis  Pelatihan dan kesempatan promosi yang buruk  Tingkat perputaran dan/atau ketidakhadiran yang tinggi  Kurangnya kejelasan tanggung jawab dalam organisasi  Komunikasi yang buruk dalam organisasi e. Penanganan Kecurangan dan Pelaku Kecurangan secara Tepat ketika Tejadi Kecurangan Tidak peduli seberapa baik aktivitas pengendalian kecurangan suatu organisasi, seperti yang dinyatakan sebelumnya, kecurangan masih dapat terjadi. Cara organisasi merespons insiden kecurangan berpengaruh besar terhadap jumlah insiden di masa mendatang. Kebijakan yang efektif untuk menangani kecurangan adalah harus memastikan bahwa fakta diinvestigasi secara mendalam, dilakukan tindakan yang tegas dan konsisten terhadap para pelaku, terdapat penilaian dan peningkatan atas risiko dan pengendalian, serta komunikasi dan pelatihan yang terus menerus. Setiap organisasi harus memiliki kebijakan kecurangan yang menentukan siapa yang 4



bertanggung jawab terhadap pencegahan, pendeteksian, dan investigasi kecurangan, bagaimana insiden kecurangan akan ditangani melalui proses hukum, dan apa jenis upaya pemulihan dan pelatihan yang harus dilakukan ketika terjadi kecurangan. 2. Menilai dan Mengurangi Risiko Kecurangan Pencegahan kecurangan yang efektif adalah dengan menghilangkan kesempatan terjadinya kecurangana. Baik kecurangan yang dilakukan oleh manajemen puncak atas nama organisasi maupun kecurangan yang dilakukan terhadap suatu organisasi, yang dapat terjadi tanpa adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan. Organisasi dapat secara proaktif menghilangkan kesempatan dilakukannya kecurangan dengan beberapa hal berikut : a. Secara akurat mengidentifikasi sumber dan mengukur risiko Mengidentifikasi, menelusuri, dan mengukur risiko kecurangan berarti organisasi harus menerapkan suatu proses yang dapat menunjukkan di mana risiko kecurangan terbesar serta mengevaluasi dan menguji pengendalian yang mengurangi risiko tersebut. Organisasi seharusnya mempertimbangkan karakteristik khusus organisasional, industrim dan negara yang memengaruhi risiko kecurangan. Organisasi dapat secara efektif mencegah sebagaian besar kecurangan dengan mengadakan sesi diskusi dengan pihak manajemen, audit internal, keamanan perusahaan, dan konsultan hukum. b. Mengimplementasikan pengendalian preventif dan pengendalian detektif yang sesuai untuk mengurangi risiko-risiko tersebut Langkah selanjutnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi proses, pengendaian, dan prosedur lain yang dibutuhkan untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi. Sistem pengendalian internal yang memadai akan menyertakan lingkungan pengendalian yang dikembangkan dengan baik, sistem akuntansi yang efektif dan aktivitas pengendalian yang sesuai. c. Membuat permonitoran secara menyeluruh oleh pegawai Pegawai dan manajer, bukan auditor, yang mampu mendeteksi sebagaian besar kecurangan. Mereka adalah orang yang bekerja berdampingan dengan pelaku dan dapat dengan mudah menyadari perubahan pada perilaku, gaya hidup, catatan keuangan, dan hal lainnya yang akan mengindikasikan bahwa kecurangan mungkin sedang terjadi. Rekan kerja lebih mudah mendeteksi kecurangan dibandingkan auditor dan orang lain yang hanya memberikan peninjauan sercara tidak lengkap. Cara paling efektif untuk melibatkan pegawai dalam proses pemonitoran adalah dengan menyediakan protokol untuk komunikasi yang menginformasikan kepada pegawai dan orang lain. Protokol harus menjamin kerahasiaan dan menekankan bahwa retribusi dalam bentuk apapun tidak ditoleransi. Sarbanes-Oxley Act 2002 mengakui pentingnya suatu sistem bagi pegawai dan pihak lain untuk melaporkan kesalahan, termasuk kecurangan. Section 307 menunjukkan bahwa mengharuskan setiap perusahaan publik memiliki sistem whistle blower dalam perusahaan dan melarang adanya tindakan balas dendam terhadap pegawai atau orang lain yang melaporkan aktivitas yang mencurigakan dengan menggunakan sistem whistle blower. d. Memiliki auditor internal dan eksternal yang melakukan pengecekan independen pada kinerjanya Langkah terakhir yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan memiliki auditor internal dan eksternal yang melakukan audit terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi secara periodik. Kehadiran auditor internal dan eksternal 5



memberikan dampak pencegahan yang cukup besar dan audit terhadap pembukuan dan catatan sering kali menemukn adanya kecurangan, khususnya ketika kecurangan tersebut terjadi dalam jumlah besar. Pendeteksian Kecurangan Saat jumlah kecurangan kecil, polanya akan sangat khas. Sebagaian kecurangan dimulai dari jumlah yang kecil, dan jika tidak terdeteksi akan berlanjut menjadi semakin besar. Kejadian yang membuat pelaku merasa ketakutan atau terancam akan membuatnya menghentikan kecurangan, dan hanya akan dilanjutkan ketika ancaman tersebut berlalu. Karena pelaku meningkatkan jumlah yang meraka curi, pada sebagian besar kasus, jumlah yang diambil jauh melebihi jumlah yang diambil pada periode awal kecurangan. Dalam kasus kecurangan yang melibatkan manajemen puncak atau pemilik bisnis sebagai pelakunya, pencegahan kecurangan sulit dilakukan dan diperlukan pendeteksian sejak dini. Penekanan jenis kecurangan ini harus ada pada pendeteksian kecurangan. Karena semua kecurangan tidak dapat dicegah, organisasi seharusnya menerapkan pengendalian preventif maupun pengendalian detektif dalam perusahaan. Pengendalian preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya kecurangana, sementara tujuan pengendalian detektif adalah untuk menangkap kecurangan sebelum berkembang menjadi lebih besar. Pencegahan kecurangan melibatkan tahapan atau tindakan yang diambil untuk menemukan kecurangan yang telah atau sedang dilakukan. Pendeteksian tidak termasuk prosedur investigatif yang diambil untuk menentukan motif, ruang lingkup, metode penggelapan, atau elemen lain dari tindakan yang tidak jujur. Pendeteksian kecurangan biasanya dimulai dengan mengidentifikasi sejumlah indikator yang cenderung berkaitan dengan kecurangan. Indikator tersebut biasanya juga berkaitan dengan faktor non-kecurangan. Terdapat tiga cara utama untuk mendeteksi kecurangan : 1. Secara tidak sengaja 2. Menyediakan sejumlah cara bagi orang yang ingin melaporkan dugaan adanya kecurangan 3. Memeriksa catatan dan dokumen transaksi untuk menentukan apakah ada anomali yang mungkin merepresentasikan suatu kecurangan Pendekatan pendeteksian kecurangan secara proaktif yang paling umum adalah dengan memasang saluran pengaduan untuk menerima laporan (sistem whistle blowing), hal ini memungkinkan pegawai, rekan kerja, dan pihak lain untuk menghuungi dengan menggunakan telepon atau memberikan informasi melalui halaman situs mengenai dugaan adanya kecurangan secara anonim. Beberapa saluran pengaduan tersebut dikelola oleh perusahaan, sedangkan yang lainnya dialihdayakaan kepada organisasi independen untuk memberikan layanan saluran pengaduan. Pendekatan pendeteksian kecurangan secara proaktif yang kedua adalah dengan menganalisis data dan transaksi untuk mencari trend, jumlah dan anomali lainnya yang mencurigakan. Perkembangan teknologi memungkinkan organisasi untuk menganalisis dan mengumpulkan basis data secara komprehensif untuk mencari adanya indikator kecurangan secara proaktif. Investigasi Kecurangan Dugaan mengacu kepada keseluruhan situasi yang akan membuat pegawai profesional yang dapat dipercaya dan bijaksana meyakini bahwa kecurangan telah, sedang atau akan terjadi. Investigasi kecurangan tidak boleh dilakukan tanpa adanya dugaan. Dugaan kecurangan yang dilakukan pihak lain tanpa disertai bukti tidak diperlukan, tetapi harus ada beberapa dasar yang logis bahwa kecurangan mungkin terjadi. Setelah adanya dugaan, 6



investigasi biasanya dilakukan untuk menentukan apakah kecurangan benar-benar terjadi atau tidak, serta elemen-elemen kecurangan, yaitu siapa, mengapa, bagaimana, kapan dan di mana. Tujuan investigasi adalah untuk menemukan kebenaran – untuk menentukan apakah indikator-indikator yang diamati benar-benar merupakan kesalahan yang tidak disengaja atau faktor lainnya. Investigasi kecurangan merupakan permasalahan yang kompleks dan sensitif. Jika investigasi tidak dilakukan dengan benar, reputasi individu yang tidak bersalah dapat menjadi rusak, pihak yang bersalah dapat menjadi tidak terdeteksi dan bebas mengulangi tindakannya, dan entitas yang menjadi korban kecurangan mungkin tidak memiliki informasi yang diperlukan untuk mencegah dan mendeteksi insiden yang sama atau untuk upaya pemulihan kerugian akibat adanya kerugian. 1. Pendekatan terhadap Investigasi Kecurangan Investigasi kecurangan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis bukti yang ditemukan atau didasarkan pada elemen kecurangan. Kotak Pembuktian menunjukkan empat klasifikasi teknik investigasi.



Bukti Testimonial



Bukti Dokumentasi



Bukti Fisik



Pengamatan Pribadi



Empat jenis bukti yang dapat diakumulasi dalam investigasi kecurangan : a. Bukti testimonial, yang dikumpulkan dari individu. Teknik investigasi secara khusus digunakan untuk mengumpulkan bukti testimonial adalah wawancara, interogasi, dan uji kejujuran. b. Bukti dokumentasi, yang dikumpulkan dari dokumentasi tertulis, program komputer, dan sumber tertulis atau tercetak lainnya. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bukti ini antara lain adalah pengujian dokumen, pengumpulan data, pencarian catatan publik, audit, pencarian menggunakan komputer, perhitungan kekayaan bisnis, dan analisis laporan keuangan. c. Bukti fisik meliputi sidik jari, jejak kendaraan, senjata, properti yang dicuri, nomor identifikasi atau tanda pada barang yang dicuri, dan bukti nyata lainnya yang dapat dihubungkan dengan tindakan yang tidak jujur. Pengumpulan ini seringkali melibatkan para ahli. d. Pengamatan pribadi meliputi bukti-bukti yang dirasakan (panca indra) oleh investigator. Teknik investigasi antara lain adalah pengawasan, penjagaan dan investigasi tersembunyi. Pendekatan investigasi kecurangan yang kedua adalah dengan berfokus pada dua segitiga kecurangan yang berbeda :



7



a. Segitiga motivasi kecurangan Pada segitiga motivasi kecurangan, peneliti menemukan adanya tekanan yang dirasakan, peuang/kesempatan yang dimiliki, atau rasionalisasi bahwa orang lain telah melaukan pengamatan atau mendengarnya. b. Segitiga elemen kecurangan Fokus segitiga elemen kecurangan menjadi sedikit lebih kompleks. Metode investigasi terhadap tindakan pencurian melibatkan usaha untuk menangkap pelaku tindak penggelapan atau untuk mengupulkan informasi terkait tindakan pencurian yang benar-benar terjadi. Metode investigasi penyembunyian berfokus pada catatan, dokumen, program dan server komputer, dan tempat lain yang memungkinkan pelaku untuk mencoba menyembunyikan tindakan yang tidak jujur. Metode investigasi konversi merupakan upaya untuk menemukan cara-cara yang dipakai pelaku dalam menghabiskan atau menggunakan aset yang mereka curi. 2. Melakukan Investigasi Kecurangan Beberapa investigasi nilainya sangat besar, dan melakukan sejumlah tahapan investigasi secara tidak berurutan atau melakukan secara tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan investigasi itu sendiri, serta sejumlah permasalahan lainnya. Investigasi kecurangan harus dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Investigasi harus dilakukan hanya untuk “mengungkapkan kebenaran atas permasalahan yang masih dipertanyakan” b. Individu dianggap bertanggung jawab untuk melakukan investigasi seharusnya memiliki pengalaman dan bersikap objektif. Jika individu yang melakukan investigasi tidak berhati-hati dalam memilih kata-kata untuk menjelaskan insiden yang terjadi atau mempertahankan perpektif sebagai pihak yang netral, objektivitas mereka dapat diragukan oleh pihak manajemen dan sejumlah pegawai. Investigator tidak diperbolehkan untuk langsung mengambil kesimpulan c. Hipotesis apa pun yang dimiliki investigator mengenai apakah seseorang melakukan atau tidak melakukan kecurangan harus tetap dijaga kerahasiaannya ketika melakukan pembahasan kemajuan proses investigasi dengan pihak lain. Ketika investigator sering kali membuat opini atau pernyataan pendahuluan di awal investigasi, mereka harus menimang semua informasi yang ada secara objektif selain fakta dan bukti yang benar-benar diketahui, serta harus melindungi kerahasiaan proses investigasi itu sendiri. d. Investigator harus memastikan bahwa hanya pihak-pihak yang berkepentingan yang mendapatkan informasi terkait aktivitas investigasi dan memberikan persetujuan terkait metode investigasi dan teknik yang digunakan e. Investigator harus memastikan bahwa semua informasi yang dikumpulkan selama proses investigasi dapat diperkuat secara independen dan dapat diketahui kebenaran informasi itu sendiri.



8



f.



Investigator harus berhati-hati untuk menghindari adanya teknik investigasi yang mencurigakan. Investigator yang berpengalaman memastikan bahwa semua teknik yang digunakan adalah sah secara hukum, dapat diuji secara ilmiah, dan wajar. Ketelitian dan kuatnya teknik akan menunjang keberhasilan investigasi. g. Investigator harus melaporkan semua fakta secara jujur dan objektif. Komunikasi yang dilakukan selama proses investigasi, dari tahap pendahuluan hingga laporan akhir, harus dikendalian dengan hati-hati untuk menghindari tersamarnya fakta dan opini. Komunikasi, termasuk laporan investigasi, tidak hanya harus mencakup informasi yang diperoleh dengan tujuan untuk membuktikan adanya kesalahan, tetapi juga harus berisi fakta dan informasi yang dapat menunjukkan bahwa mereka bersih dari dugaan adanya kecurangan. Mengabadikan dan tidak melakukan pendokumentasian informasi merupakan permasalah serius dengan potensi konsekuensi yang serius pula. Tindak Lanjut secara Hukum Salah satu keputusan yang harus diambil perusahaan, pemegang saham, atau pihak lain yang bekepentingan ketika terjadi kecurangan adalah tindak lanjut secara hukum dan tindakan lain yang harus diambil. Alasan mengapa kecurangan terjadi harus selalu diketahui, dan pengendalian atau langkah-langkah lain untuk mencegah atau menghalangi terjadinya kecurangan harus tetap diimplementasikan. Sebagian besar organisasi dan korban kecurangan lainnya biasanya memilih salah satu dari tiga alternatif, yaitu : a. Tidak mengambil tindaan hukum b. Mengambil upaya hukum secara perdata c. Mengambil tindakan secara pidanan terhadap para pelaku, yang terkadang dilakukan oleh lembaga penegak hukum. 1. Tindakan secara Perdata Tujuan tindakan secara perdata adalah untuk mengembalikan uang atau aset lainnya yang diambil para pelaku kecurangan dan pihak lain yang terkait dengan kecurangan. Tindakan secara perdata lebih umum dilakukan ketika kecurangan melibatkan organisasi lain. Pemasok yang membayar kickback untuk pegawai perusahaan sering kali merupakan traget tindakan secara oerdata oleh perusahaan yang menjadi korban, terutama jika kerugian perusahaan cukup tinggi. 2. Tindakan secara Pidana Tindakan secara pidana hanya dapat dilakukan oleh lembaga penegak hukum atau lembaga terkait sesuai undang-undang yang berlaku. Organisasi yang ingin melakukan tindakan secara pidana terhadap para pelaku harus bekerjasama dengan lembaga penegakan hukum setempat, negara bagian, atau federal agar pegai atau pelaku lainnya dapat dikenai sanksi hukum. Sanksi pidana biasanya dapat berupa denda, kurungan, atau keduanya. Dapat pula melibatkan para pelaku yang membuat perjanjian ganti rugi untuk membayar kembali dana yang dicuri selama periode waktu tertentu. Membebankan sanksi secara pidana menjadi semakin umum dalam kasus kecurangan. Mendapatkan putusan secara pidana jauh lebih sulit apabila dibandingkan dengan mendapatkan putusan pada kasus secara perdata. Untuk memenangkan kasus secara perdata, jumlah bukti yang diperlukan haruslah sedikit lebih banyak (lebih dari lima puluh persen), sedangkan untuk memenangkan kasus secara pidana diperlukan bukti “di luar keragu-raguan yang beralasan” bahwa pelaku “secara sengaja” mencuri uang atau aset lainnya.



9



Analisis Pengaruh Dimensi Fraud Triangle terhadap Perilaku Kecurangan Akademik Mahasiswa pada Saat Ujian dan Metode Pencegahannya Oleh : Dian Purnamasari, Gugus Irianto, SE., MSA., Ph.D., Ak Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kecurangan akademik mahasiswa pada saat ujian dengan menggunakan dimensi fraud triangle yang terdiri dari tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi serta metode pencegahannya di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.Pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa (Suharsaputra, 2012). Salah satu tempat dimana pendidikan diberikan secara formal adalah perguruan tinggi. Perguruan tinggi diharapkan tidak hanya dapat menghasilkan tenaga ahli yang baik dalam segi intelektualitas saja, tetapi juga berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Namun saat ini, hal yang sangat mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa kecurangan pun banyak terjadi di dalam lingkungan pendidikan termasuk di perguruan tinggi. Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru. Fenomena kecurangan akademik ini telah menjadi masalah di sebagian besar negara di dunia. Bowers (1964) dalam McCabe et al. (2001), melakukan penelitian pertama dalam skala besar mengenai kecurangan yang terjadi di perguruan tinggi. Penelitian tersebut mencakup lebih dari 5.000 mahasiswa dari 99 perguruan tinggi dan universitas di AS dan menemukan bahwa 75% dari responden pernah terlibat dalam satu atau lebih insiden kecurangan akademik. Sierra dan Hyman (2008) dan penelitian Nonis dan Swift (2001) yang menyatakan bahwa pelajar yang selalu melakukan kecurangan akan cenderung terlibat dalam situasi serupa ketika menemui kesempatan di dunia kerja nantinya. Albercht (2012) menyatakan bahwa terdapat tiga elemen kunci (The Fraud Triangle) yang mendasari seseorang melakukan perbuatan fraud yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Jika salah satu dari ketiga elemen tersebut dapat diminimalisir, maka risiko kecurangan juga dapat diminimalisir. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Becker et al. (2006) yang menggunakan konsep fraud triangle dalam meneliti model The Academic Dihonesty Scale modifikasi pada mahasiswa bisnis karena mahasiswa serta pelaku bisnis berkutat dengan “praktik” yang kadang bertentangan dengan “etika” bahkan harus menggunakan keseimbangan dari keduanya untuk membuat keputusan dalam dunia bisnis. Hasil dari penelitian Becker yaitu konsep fraud triangle dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena perilaku kecurangan akademik mahasiswa dan mengacu pada penelitian Adelaja (2011) melakukan penelitian tentang perilaku kecurangan mahasiswa akuntansi di perguruan tinggi Lagos State. Hasil penelitian Adelaja yaitu menemukan bahwa beberapa mahasiswa akuntansi di perguruan Lagos State terlibat dalam kecurangan akademik. Selain itu penelitian ini juga menemukan bahwa beberapa tindakan pencegahan dapat diintensifkan dalam mengendalikan perilaku kecurangan jika diterapkan dengan baik. Beberapa tindakan pencegahan tersebut antara lain: meminta mahasiswa untuk menempatkan semua buku dan barang-barang pribadi di luar, pengawasan yang baik ketika mahasiswa ujian, memastikan adanya kursi kosong antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, peringatan konsekuensi dari kecurangan pada awal mulai ujian, dan tindakan dispiner yang cepat kepada mahasiswa yang melakukan kecurangan. Pengertian Kecurangan Akademik Fraud merupakan suatu bentuk penipuan ataupun kecurangan yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Fraud telah merambah banyak bidang. Salah satunya 10



adalah academic fraud atau bentuk kecurangan yang terjadi di dalam lingkungan akademik/pendidikan. Menurut Eckstein (2003), academic fraud meliputi berbagai macam cara yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk menipu yang berasal dari perbuatan tidak jujur sehingga menyebabkan perbedaan pemahaman dalam menilai maupun menginterprestasikan sesuatu. Sedangkan menurut Irawati (2008), kecurangan akademik adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan caracara yang tidak jujur. Tabel Faktor Penyebab Kecurangan Akademik Alhadza (2002) Matindas (2010) a. Faktor Individual a. individu yang bersangkutan tidak tahu bahwa perbuatan itu atau pribadi tidak boleh dilakukan; b. Faktor b. individu yang bersangkutan tahu hal itu tidak boleh dilakukan lingkuangan atau tetapi yakin bahwa ia dapat melakukannya tanpa ketahuan; pengaruh c. individu tidak melihat kemungkinan lain untuk mencapai tujuan kelompok utamanya (lulus atau mendapat nilai kredit untuk kenaikan c. Faktor sistem pangkat). evaluasi d. individu yang bersangkutan tidak percaya bahwa ancaman d. Faktor guru, sanksi akan benar-benar dilakukan; dosen, atau e. individu yang bersangkutan tidak merasa malu apabila penilai perbuataanya diketahui orang lain. Kategori kecurangan akademik (academic cheating) berdasarkan Wood (2004), yaitu: a. Plagiat (Plagiarism) b. Collussion c. Falsification d. Replication e. Membawa dan/atau mencari copy soal dan/atau menggunakan catatan atau perangkat yang tidak diijinkan selama ujian f. Memperoleh dan/atau mencari copy soal dan/atau jawaban ujian; g. Berkomunikasi atau mencoba berkomunikasi dengan sesama peserta ujian selama ujian berlangsung; h. Menjadi pihak penghubung antar peserta ujian yang bekerja sama/melakukan kecurangan atau menjadi orang yang pura-pura tidak tahu jika ada yang sedang melakukan kecurangan. Metode Pencegahan Kecurangan Akademik Matindas (2010) memaparkan upaya-upaya mencegah kecurangan akademik antara lain sebagai berikut: a. Menjelaskan kegiatan yang tergolong kecurangan serta sanksinya; b. Mengusahakan timbulnya keyakinan bahwa kecurangan yang dilakukan seseorang pasti akan ketahuan dan akan diumumkan; c. Mengusahakan agar mahasiswa tidak berada dalam situasi yang mendorong keputusasaan untuk menghasilkan karya tanpa melakukan kecurangan; d. Menunjukkan bukti bahwa semua kecurangan yang terbukti akan dikenai sanksi; e. Melatih mahasiswa untuk mampu menulis tanpa melakukan kecurangan; f. Mendorong mahasiswa dan tenaga pengajar untuk memiliki kebanggaan diri bila bertindak sesuai dengan ajaran moral maupun etika. Fraud Triangle Menurut Albrecht (2012), terdapat 3 elemen kunci (The Fraud Triangle) yang mendasari seseorang melakukan perbuatan fraud yaitu: 11



a. Tekanan (pressure), b. Kesempatan (opportunity) c. Rasionalisasi (rationalization) Pembahasan 1. Pengaruh tekanan terhadap perilaku kecurangan akademik Tekanan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecurangan akademik dan menyatakan bahwa kecurangan akan muncul seiring dengan adanya tekanan yang dirasakan oleh mahasiswa. Tekanan untuk mendapatkan nilai yang baik masih merupakan faktor tekanan yang paling dominan yang sering dirasakan oleh mahasiswa. Nilai memiliki dampak yang besar bagi mahasiswa karena nilai merupakan cerminan dari suatu keberhasilan studi mereka sehingga tidak jarang banyak mahasiswa yang lebih mementingkan nilai dibanding ilmu yang mereka dapatkan. Tekanan untuk mendapatkan nilai baik tidak hanya datang dari dalam diri mahasiswa saja yang menginginkan mendapatkan nilai lebih unggul dari teman-temannya, melainkan ada juga tekanan untuk mendapatkan nilai baik dari pihak eksternal seperti orang tua, fakultas, pihak pemberi beasiswa, dan pihak tempat bekerja. Banyaknya kegiatan di luar perkuliahan juga menjadi salah satu penyebab mahasiswa melakukan kecurangan akademik. Kegiatan di luar perkuliahan menyebabkan kurangnya waktu untuk belajar sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu serta tidak dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. Informan dari mahasiswa mengakui bahwa mereka melakukan kecurangan dikarenakan keadaan yang memaksa. Mereka belum siap untuk mengikuti ujian karena malas belajar atau belum menguasai materi ujian tersebut, sedangkan mereka menginginkan mendapatkan nilai yang bagus sehingga mereka melakukan kecurangan. 2. Pengaruh kesempatan terhdap perilaku kecurangan akademik Terdapat pengaruh antara kesempatan dengan perilaku kecurangan akademik mahasiswa pada saat ujian. Kecurangan dapat dengan mudah terjadi ketika adanya kesempatan. Kesempatan ada ketika lemahnya suatu sistem seperti kurangnya kontrol dan penerapan sanksi yang tidak tegas. Mahasiswa akan melakukan kecurangan ketika mereka tertekan dan dalam keadaan seperti itu pengawas ujian lalai menjalankan tugasnya yaitu mengawasi dengan baik dan cermat serta pengawas ujian yang tidak mengambil tindakan yang tegas kepada mahasiswa yang melakukan kecurangan dapat mempermudah mereka melakukan kecurangan. Adanya fasilitas internet juga menjadi salah satu kesempatan yang digunakan mahasiswa untuk melakukan kecurangan. mahasiswa melakukan kecurangan ketika pengawas ujian lengah dalam mengawasi mereka. Kesempatan tersebut dimanfaatkan mahasiswa untuk melakukan kecurangan. Adanya solution manual pada mata kuliah tertentu membuat mahasiswa memanfaatkan solution manual tersebut dan jadi malas untuk belajar. Hal tersebut juga menjadi pemicu terjadinya kecurangan akademik. Selain itu, penerapan sanksi yang tidak tegas juga menjadikan mahasiswa berani melakukan kecurangan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, sanksi yang diberikan kepada mahasiswa yang melakukan kecurangan memang tidak diberikan secara 100% seperti tertera di dalam buku pedoman. Tetapi ada beberapa hal yang dipertimbangkan, pertama mahasiswa tersebut akan diperingati terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk edukasi atau pembelajaran. Jika mahasiswa tersebut mengulangi perbuatannya baru akan diberikan sanksi sesuai dengan buku pedoman bahkan dapat di DO apabila perbuatan kecurangannya dinilai sudah melewati batas.



12



3. Pengaruh rasionalisasi terhadap perilaku kecurangan akademik Terdapat pengaruh rasionalisasi terhadap perilaku kecurangan akademik mahasiswa pada saat ujian. Mahasiswa yang melakukan kecurangan selalu membuat pembenaran atas tindakannya tersebut. Banyak dari mahasiswa yang melakukan pembenaran dengan mengatakan bahwa kecurangan akademik wajar dilakukan karena banyak mahasiswa lain yang juga melakukannya. Selain itu, adanya juga pembenaran yang dilakukan mahasiswa dengan mengaku bahwa mereka tidak melakukan kecurangan, mereka hanya membantu teman dalam menjawab ujian sebagai bentuk solidaritas. rasionalisasi melakukan kecurangan karena tidak dapat menjawab soal ujian dan pengawasan yang tidak ketat sehingga mahasiswa melakukan kecurangan. Selain itu, secara norma dan etika melakukan kecurangan memang tidak dibenarkan, namun bagi mahasiswa yang berorientasi dengan nilai suatu perbuatan kecurangan menjadi hal yang wajar-wajar saja dilakukan. 4. Metode pencegahan kecurangan akademik dalam ujian Adelaja (2011) yang mengatakan beberapa tindakan pencegahan yang sama seperti peneliti lakukan dapat efektif dalam mengendalikan perilaku kecurangan jika diterapkan dengan baik. Penyataan-pernyataan tersebut antara lain: a. Menjelaskan silabus dan tata tertib perkuliahan pada awal kuliah kepada mahasiswa, termasuk konsekuensi yang akan diterima jika melanggar tata tertib tersebut. b. Tidak memberikan materi ujian dan tugas yang terlalu banyak/sulit kepada mahasiswa. c. Memperingatkan kembali mahasiswa mengenai konsekuensi yang akan diterima jika melanggar tata tertib yang ada sebelum ujian dimulai. d. Mewajibkan mahasiswa meletakkan seluruh barang bawaannya ke dalam tas dan meletakkan tas tersebut di depan ruang ujian. e. Mengatur jarak posisi tempat duduk yang cukup jauh antar mahasiswa agar sulit bekerja sama satu sama lain. f. Membuat soal ujian yang bervariasi (misal soal A dan B) yang berbeda setiap semesternya dan setiap kelas yang diajar jika memungkinkan. g. Memastikan bahwa identitas yang ditulis mahasiswa sama dengan kartu identitasnya (KTM). h. Memberikan sanksi yang tegas kepada mahasiswa yang terbukti melakukan tindakan kecurangan akademik. Tindakan kecurangan akademik dapat dicegah atau diminimalisasi dengan cara memperketat pengawasan pada saat ujian dan memberikan sanski yang tegas kepada para pelaku kecurangan akademik. Selain itu, dibutuhkan kesadaran dari masing-masing mahasiswa bahwa perbuatan kecurangan itu tidak benar dan akan merugikan diri sendiri.



13



Pencegahan kecurangan Pencegahan kecurangan merupakan upaya penghematan uang yang cukup besar. Ketika kecurangan dapat dicegah, maka tidak terdapat biaya pendeteksian dan investigasi. Terdapat dua faktor dasar yang penting dalam pencegahan kecurangan. Pertama, menyertakan penciptaan budaya kejujuran, keterbukaan, dan dukungan. Kedua, menyertakan penghapusan kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menciptakan adanya ekspektasi bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam kasus kecurangan akan mendapatkan hukuman.



MENCIPTAKAN BUDAYA KEJUJURAN, KETERBUKAAN, DAN MEMBERI DUKUNGAN Tiga faktor utama dalam pencegahan kecurangan terkait dengan menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan dan dukungan yaitu: Mempekerjakan orang yang jujur dan menyediakan pelatihan kesadaran akan adanya kecurangan Dengan hukum privat yang ketat saat ini, menajdi penting bagi perusahaan untuk memiliki kebijakan penyaringan tenaga kerja yang baik. Bahkan, dalam lingkungan pengendalian yang sangat ketat, pegawai yang tidak jujur dengan tekanan yang berat sering kali dapat dengan mudah melakukan kecurangan. Verifikasi dan sertifikasi resume adalah dua strategi yang sebaiknya dilakukan organisasi untuk mencegah terjadinya kecurangan. Salah satu tanggung jawab yang paling penting dari pemberi kerja adalah perekrutan dan pengelolaan sumber daya tenaga kerja mereka. Rekomendasi berikut dapat menjadi bagian dari kebijakan dan praktik perekrutan dan pengelolaan sumber daya tenaga kerja dalam mencegah kecurangan dan klaim kelalaian dalam mempekerjakan pegawai. Pertama, sebelum mempekerjakan pelamar untuk beberapa posisi, terutama posisi pengelolaan yang utama, pemberi kerja sebaiknya memverifikasi semua informasi pada resume dan/atau aplikasi yang diajukan pelamar. Verifikasi sebaiknya dilengkapi dan dilakukan oleh pegawai secara terperinci dan adanya verifikasi dari pemberi rekomendasi yang diajukan oleh pelamar. Keuntungan dari tindakan pencegahan termasuk diantaranya meningkatnya pengetahuan terkait pelamar dan kecenderungannya untuk jujur yang secara signifikan mengurangi permasalahan yang mungkin timbul akibat adanya perekrutan dan penggajian, pegawai yang tidak sesuai, atau pegawai yang tidak jujur. Kedua, pemberi kerja sebaiknya mengharuskan semua pelamar untuk memberikan pernyataan bahwa semua informasi yang ada di aplikasi dan/atau resume mereka telah akurat. Kewajiban bahwa semua pelamar harus menginformasi kebenaran semua informasi yang disampaikan dalam aplikasi dan/atau resume adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan, informasi yang menyesatkan atau terabaikan. Ketiga, pemberi kerja sebaiknya memberikan pelatihan pada orang-orang yang terlibat dalam proses perekrutan untuk melakukan wawancara secara lebih terampil dan terperinci. Menciptakan lingkungan kerja yang positif 14



Lingkungan kerja yang positif tidak terjadi secara otomatis, mereka harus dipupuk. Hal ini merupakan fakta bahwa kecurangan pegawai dan tindakan tidak jujur lainnya lebih umum terjadi di beberapa organisasi dibanding lainnya. Tiga elemen yang berkontribusi dalam penciptaan lingkungan kerja yang positif adalah 1.



2.



3.



Menciptakan ekspektasi terkait kejujuran melalui kode etik yang cukup baik yang dimiliki organisasi dan kemudian menyampaikan ekspektasi ini ke seluruh bagian dari organisasi. Salah satu cara untuk membuat dan mengomunikasikan ekspektasi yang jelas mengenai apa yang dapat diterima atau tidak dapat diterima dalam organisasi adalah dengan menyampaikan standar perilaku (code of conduct) secara eksplisit. Section 406 Sarbanes-Oxley Act 2002,”Code of Ethics for Senior Financial Officers”, mensyaratkan kepada setiap perusahaan publik untuk memiliki kode etik untuk manajemen dan dewan direksinya. Ketika perusahaan merinci apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima dan mengharuskan pegawai untuk menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi organisasi, mereka menyadari bahwa kecurangan merugikan organisasi dan bahwa organisasi tidak akan memberikan toleransi terhadap tindakan yang tidak jujur. Memiliki kebijakan yang sifatnya terbuka dan mudah diakses Kebijakan yang terbuka mencegah kecurangan dalam dua cara. Pertama, banyak orang yang melakukan kecurangan karena mereka merasa bahwa tidak ada seorang pun yang dapat diajak bicara. Terkadang, ketika mereka menyimpan permasalahan mereka sendiri, mereka kehilangan perspektif mereka mengenai kesesuaian tindakan dan konsekuensi dari kesalahan. Hilangnya perspektif dapat menimbulkan keputusan yang tidak jujur. Kedua, kebijakan yang terbuka memungkinkan manajer dan orang lain menyadari tekanan, permasalahan, dan rasionalisasi pegawai. Kesadaran ini membuat manajer mengambil langkah pencegahan kecurangan. Memiliki prosedur operasional dan personel yang positif Penelitian telah menunjukkan bahwa pegawai dan kebijakan operasional yang positif merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap tinggi rendahnya kecurangan yang terjadi di lingkungan perusahaan. Ketidakpastiaan mengenai keamanan kerja, misalnya, terkait dengan lingkungan dengan kecurangan tinggi.



Mengimplementasikan Program Dukungan untuk pegawai (Employee Assitance Programs-EAP) Metode yang paling umum dalam membantu pegawai mengatasi tekanan adalah dengan mengimplementasikan EAP formal. EAP membantu pegawai menangani penyalahgunaan substansial (alcohol dan obat-obatan); perjudian; manajemen uang; dan permasalahan kesehatan, keluarga, dan pribadi. EAP yang dapat terintegrasi ke dalam sistem dukungan pegawai lain dalam organisasi dengan program dan pelayanan yang mencakup kesehatan, pembentukan tim, pelatihan, penyelesaian konflik, respons insiden yang penting, penilaian, konseling, dan referensi yang dapat membantu mengurangi kecurangan dan bentuk ketidakjujuran yang lain. MENGELIMINASI KESEMPATAN TERJADINYA KECURANGAN Lima metode dalam mengeliminasi kesempatan kecurangan yaitu 15



Memiliki sistem pengendalian internal yang baik Cara yang paling umum digunakan untuk mencegah kecurangan adalah dengan memiliki sistem pengendalian yang baik. Situs Institute of Internal Auditor berisi pernyataan berikut, misalnya “ Auditor internal mendukung usaha manajemen untuk menciptakan budaya yang mencakup etika, kejujuran, dan integritas. Mereka membantu manajemen dengan evaluasi pengendalian internal yang digunakan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya kecurangan” Lingkungan pengendalian adalah inti keseluruhan organisasi yang diciptakan manajemen yang membuatnya melalui contoh keteladanan dan pencitraan, organisasi, komunikasi, dan aktivitas lainnya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam laporan COSO, lingkungan pengendalian menentukan sifat organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orang yang ada di dalamnya. Aktivitas pengendalian yang baik melibatkan kebijakan dan praktik yang memberikan pengendalian fisik atas aset, otorisasi yang sesuai, pemisahan tugas, pengecekan independen, dan dokumentasi yang tepat. Sistem pengendalian yang memenuhi persyaratan ini memberikan jaminan bahwa tujuan dan sasaran organisasi akan tercapai dan kecurangan akan semakin berkurang. Dalam menentukan aktivitas pengendalian apa yang sebaiknya dimiliki oleh organisasi, perlu diidentifikasi sifat risiko yang menyertai dan jenis pelanggaran yang dapat ditimbulkan dari risiko-risiko ini. Ada lima jenis aktivitas pengendalian yaitu: 1. Pemisahaan tugas, menugaskan dua orang untuk melakukan tugas bersama atau membagi tugas menjadi beberapa bagian, sehingga tidak ada satu orang yang menangani suatu penugasan yang lengkap. 2. Memiliki sistem otorisasi yang sesuai, sehingga hanya individu yang terotorisasi atau yang ditunjuk yang memiliki izin untuk menyelesaikan tugas tertentu. 3. Mengimplementasikan perlindungan fisik seperti gembok, kunci, dan sebagainya untuk mencegah akses ke aset dan catatan. 4. Mengimplementasikan sistem pengecekan independen seperti rotasi pekerjaan, audit, dan sebagainya. 5. Memiliki sistem dokumentasi dan pencatatan yang memberikan jejak audit yang dapat diikuti untuk memeriksa aktivitas yang mencurigakan.



Pemisahan tugas Menilai Resiko



Otorisasi



Pengendalian



Pengendalian fisik Pengecekan independen Dokumentasi



Kelima aktivitas pengendalian tersebut dikelompokkan menjadi pengendalian preventif dan pengendalian detektif. Pengendalian preventif atau fisik adalah pengendalian



16



yang biasanya mencegah kecurangan sedangkan pengendalian detektif pengendalian yang memberikan kesempatan pendeteksian kecurangan di awal. Jenis Pengendalian Pengendalian preventif



1. 2. 3. 1. 2.



Pengendalian detektif



adalah



Aktivitas pengendalian Pemisahaan tugas Sistem otorisasi Pengamanan fisik Pengecekan independen Dokumentasi dan pencatatan



Dalam menentukan jenis aktivitas pengendalian seperti apa yang akan diimpelemntasikan, penting untuk diperhitungkan biaya serta manfaatnya. Misalnya, meskipun pengendalian yang paling sesuai dari perspektif risiko melibatkan pemisahaan tugas, pengendalian ini biasanya sangat mahal untuk bisnis berskala kecil. Dalam kasus seperti itu, perlu diidentifikasi pengendalian yang tidak terlalu mahal atau pengendalian “kompensasi” yang dapat memberikan suatu jaminan terhadap pencegahan kecurangan seperti pemilik mungkin dapat menandatangani sendiri semua cek dan merekonsiliasi semua pernyataan bank dan pengendalian kas. Sering kali, permasalahaan ketika terjadi kecurangan bukanlah kurangnya pengendalian, tetapi mengesampingkan pengendalian yang telah dibuat oleh manajemen atau pihak lain. Terkadang, kurangnya kepatuhan terjadi karena pegawai berusaha menyamai perilaku apatis manajemen terhadap pengendalian. Terkadang, manajer mencontohkan dan menandai prosedur pengendalian yang baik, tetapi pegawai tidak mematuhinya karena tidak merasa terdorong, kurangnya penghargaan untuk mengikuti atau untuk hukuman karena tidak mengikuti pengendalian, dan alasan lainnya. Mengurangi kerja sama antara pegawai dan pihak lain dan memberitahu pemasok dan kontraktor terkait kebijakan perusahaan Penelitian empiris telah menunjukkan bahwa sekitar 71% dari semua kecurangan dilakukan oleh individu yang bertindak sendiri. sisanya, 29% kecurangan yang melibatkan kerjasama, biasanya paling sulit terdeteksi dan sering kali melibatkan jumlah yang sangat besar. Dua trend terbaru dalam bisnis telah meningkatkan jumlah kecurangan secara kolusif. Trend pertama, meningkatnya kompleksitas bisnis dimana pegawai yang dipercaya mungkin akan melakukan kegiatan operasional di lingkungan khusus atau terpisah dari individu lain. Trend kedua, meningkatnya frekuensi aliansi pemasok, dimana perjanjian lisan menggantikan dokumentasi secara tertulis dan terjalin hubungan yang lebih dekat antara pembeli dan pemasok. Tindakan pencegahan terkait yang sering kali efektif dalam mengurangi kecurangan kolusi adalah dengan mencetak klausul “hak audit” pada bagian belakang semua faktur pembelian. Klausul tersebut menginformasikan kepada pemasok bahwa perusahaan memiliki hak untuk mengaudit pembukuan mereka kapanpun. Pemasok yang lebih mengetahui bahwa catatan mereka akan diaudit biasanya lebih enggan untuk membuat pembayaran yang tidak sesuai dibandingkan mereka yang yakin bahwa catatan mereka rahasia dan tidak akan pernah diperiksa. Klausul hak audit juga merupakan alat yang penting ketika melakukan investigasi kecurangan. 17



Mengawasi pegawai dan memiliki sistem Whistle Blowing Pengawasan secara seksama mempermudah pendeteksian dini. Hal itu juga akan mencegah kecurangan karena pelaku yang akan melakukannya menyadari bahwa “orang lain melihat”. Karena pengawasan oleh kolega merupakan cara yang efektif untuk menangkap tindakan tidak jujur, maka Section 307 dari Sarbanes-Oxley Act 2002 mensyaratkan semua perusahaan public memiliki sistem whistle blower yang mempermudah pegawai dan publik lain melaporkan aktivitas yang mencurigakan. Deloitte, salah satu KAP dari Big 4, dalam studi yang dilakukan di seluruh dunia, menyimpulkan bahwa ada empat alasan mengapa beberapa sistem whistle-blowing gagal untuk mendeteksi adanya pelanggaran. 1.



2.



3.



4.



Kurangnya anonimitas. Salah satu rintangan terbesar bagi whistle blower untuk melaporkan tindakan pelanggaran adalah takut akan adanya sanksi. Jika pegawai harus melaporkan tindakan pelanggaran melalui jalur internal yang tidak menjamin anominitas, mereka mungkin tidak akan memberikan informasi. Budaya. Budaya organisasi terbentuk berdasarkan pengaruh manajemen puncak. Jika memberi contoh yang buruk, pegawai hanya akan diam karena dua alasan yaitu mereka takut dihukum oleh manajamen dan mereka percaya bahwa manajemen tidak akan menindaklanjuti laporan whistle blower. Kebijakan. Jika kebijakan terkait perilaku yang dapat diterima dan etika dalam organisasi tidak cukup jelas, pegawai tidak tahu pasti mengenai apa yang disebut pelanggaran. Kurangnya kesadaran. Jika adanya sistem whistle blowing tidak dikomunikasikan secar efektif atau tidak terus didorong, pegawai tidak akan menggunakannya atau tidak tahu bagaimana aksesnya. Berdasarkan temuan ini, penelitian telah menunjukkan bahwa supaya sistem whistle blowing berfungsi secara efektif, harus ada elemen-elemen berikut:



1.



2. 3.



4.



Anonimitas. Pegawai harus diyakinkan bahwa mereka dapat melaporkan insiden mencurigakan tanpa takut dikenakan sanksi. Sistem yang efektif harus menyembunyikan identitas whistle blower. Independensi. Pegawai merasa lebih nyaman melaporkan pelanggaran terhadap pihak yang independen yang tidak terkait dengan organisasi. Akses. Pegawai harus memiliki beberapa jalur yang berbeda untuk melaporkan adanya pelanggaran, yaitu melalui telepon, surel, online, atau surat. Hal ini memastikan bahwa semua pegawai dapat secara anonym membuat laporan menggunakan jenis saluran sesuai kehendak mereka. Tindak lanjut. Insiden yang dilaporkan melalui sistem whistle blowing harus ditindaklanjuti dan tindakan korektif harus diambil ketika dibutuhkan. Hal ini akan menggambarkan manfaat sistem dan mendorong pelaporan pelanggaran lebih lanjut.



Membuat ekspektasi hukuman Faktor keempat dalam mengeliminasi kesempatan kecurangan adalah membuat ekspektasi bahwa ketidakjujuran akan dihukum. Hukuman merupakan salah satu penghalang terbesar tindakan tidak jujur. Kebijakan penuntutan yang tegas dan sesuai untuk dipublikasikan membuat pegawai tahu bahwa hukuman yang tegas akan dikenakan 18



terhadap pelakukan tindakan tidak jujur. Seperti kode etik yang baik menyampaikan ekspektasi, kebijakan yang kuat mengenai hukuman membantu mengeliminasi rasionalisasi. Beberapa orang percayabahwa alasan terdapat banyak kecurangan dan kejahatan kerah putih adalah pelaku biasanya tidak diberi hukuman, atau diberi hukuman yang ringan. Melakukan audit kecurangan secara proaktif Organisasi yang melakukan audit kecurangan secara proaktif meningkatkan kesadaran di antara pegawai bahwa tindakan mereka selalu ditinjau. Dengan meningkatkanya ketakutan akan tertangkap, auditing secara proaktif mengurangi perilaku kecurangan. Bahkan KAP menjadi sangat serius dalam auditing kecurangan secara proaktif. Motivasinya sebagian besar berasal dari Statement on Auditing Standards (SAS) No. 99. SAS NO.99 dikeluarkan karena Auditing Standard Board yakin bahwa dengan memaksa auditor untuk secara eksplisit mempertimbangkan dan bertukar pikiran mengenai kecurangan, dimungkinkan bahwa auditor akan dapat mendeteksi salah saji secara material terkait kecurangan dalam audit laporan keuangan. Pendeteksian kecurangan secara proaktif tidak hanya dapat mendeteksi kecurangan secara lebih dini, tetapi juga digunakan sebagai penghalang kuat ketika pegawai dan pihak lain tahu bahwa organisasi selalu melakukan penelusuran kecurangan yang mungkin terjadi. ORGANISASI DAN KECURANGAN Kebanyakan organisasi tidak memiliki pendekatan secara proaktif untuk menangani kecurangan dan mengurangi terjadinya tindakan kecurangan. Karena pencegahan kecurangan tidak ditekankan pada kebanyakan perusahaan, terdapat sejumlah kekacauan terkait siapa yang memiliki tanggung jawab dalam pendeteksian, pencegahan, dan investigasi kecurangan. Sering kali dalam bentuk baku, model saat ini biasanya digunakan oleh sebagian besar perusahaan dalam mengatasi kecurangan yang ditunjukkan pada gambar dibawah.



Model ini dengan empat 1.



4. Penyelesaian



1. Insiden kecurangan



3. Tindakan



2. Investigasi



ditandai tahapan.



Insiden kecurangan terjadi dalam organisasi. Setelah insiden terjadi, perusahaan mengalami masa krisis karena perlu mengidentifikasi pelaku, menghindari publisitas, berusaha mengembalikan kerugian, meminimalkan dampak keseluruhan dari kecurangan dan terjebak dalam emosi krisis.



19



2. 3.



4.



Investigasi. Tahap ini melibatkan keamanan perusahaan dan audit internal. Sebagian besar pekerjaan investigasi melibatkan wawancara dan pemeriksaan dokumen. Setelah investigasi selesai, perusahaan harus memikirkan tindakan apa yang harus diambil terkait pelaku. Pilihannya adalah tidak mengambil tindakan apa pun, memberhentikan atau hanya mentransfer, atau memberhentikan dan mengajukan tuntutan. Melibatkan penutupan dokumen, penyelesaian prosedur yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan, penggantian pegawa, dan mungkin implementasi beberapa pengendalian baru, dan penyelesaian permasalahan. Setelah empat tahapan tersebut dilaksanakan, tindak ada tindak lanjut yang dilakukan, hingga kecurangan lain terjadi. Dengan model tersebut kecurangan tidak pernah berkurang melainkan menjadi permasalahan yang berulang. Pendekatan yang jauh lebih baik untuk memerangi kecurangan adalah seperti pada gambar berikut. 1. Sifat manajemen puncak



2. pendidikan dan pelatihan



6. investigasi dan tindak lanjut



5. pendeteksian kecurangan secara proaktif



3. pengendalian dan risiko integritas



4. pelaporan dan pengawasan



Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat enam elemen yang tercakup dalam model untuk memerangi kecurangan. Elemen pertama, membuat manajemen, dewan direksi, dan pihak lain yang berada pada puncak organisasi untuk menciptakan “pengaruh manajemen pucak” yang positif dengan cara peduli terhadap organisasi yang positif dan memberikan contoh yang baik atau menjadi contoh keteladanan dari perilaku manajemen yang sesuai. Elemen kedua adalah mengedukasi pegawai dan pihak lain mengenai keseriusan kecurangan dan menginformasikan kepada mereka apa yang harus dilakukan jika terdapat kecurangan. Elemen ketiga adalah penilaian resiko integritas dan penerapan sistem pengendalian internal yang baik. Penerapan sistem pengendalian yang baik berarti aka nada riset eksplisit mengenai semua kecurangan dan mengapa kecurangan itu terjadi, serta impelementasi aktivitas pengendalian yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kecurangan yang sama di masa yang akan datang. Elemen keempat meliputi penerapan sistem pelaporan dan pengawasan dimana pelaporan kecurangan harus difasilitasi. Adapun 20



pengawasan meliputi pelaksanaan audit dan tinjauan oleh auditor internal, auditor eksternal, dan bahkan manajemen. Pegawai dan pemasok yang mengetahui diterapkannya sistem pengawasan dan pelaporan yang efektif memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk melakukan kecurangan daripada individu yang bekerja dlam lingkungan dengan kecurangan yang tinggi. Elemen kelima dari sistem untuk memerangi kecurangan yaitu penerapan metode pendeteksian kecurangan secara proaktif. Tidak peduli seberapa baik usaha pencegahan kecurangan, beberapa kecurangan pasti akan tetap terjadi. Karena kecurangan semakin meningkat dari waktu ke waktu, kecurangan harus dideteksi sejak dini. Elemen keenam adalah pelaksanaan investigasi dan upaya tindak lanjut yang efektif ketika kecurangan terjadi. Investigasi yang efektif berarti organisasi memiliki kebijakan formal secara khusus terkait kecurangan yang menyatakan siapa yang bertanggung jawab terhadap semua elemen investigasi. Sebisa mungkin pelaku kecurangan harus dituntut, jangan sampai tidak dikenai sanksi apa pun karena satu-satunya faktor terbesar dalam mencegah tindakan tidak jujur adalah ketakutan akan hukuman.



21



Kasus - Jawab Kasus 3-1 Asumsikan bahwa anda adalah seorang konsultan di Long Range Building, sebuah perusahaan yang memiliki spesialisasi pada produksi masal truss kayu – struktur bangunan yang terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu unit atau lebih segitiga yang terbentuk dari elemen lurus yang ujung-ujungnya dihubungakan dengan joint. Truss digunakan dalam bangunan rumah di seluruh Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Ketika mengimplementasikan program pencegahan kecurangan, Anda menyadari pentingnya menciptakan budaya jujur dan beretika dalam perusahaan 1. Apa saja elemen penting yang merupakan faktor inti dalam menciptakan atmosfer yang jujur dan beretika? 2. Bagaimana anda mengimplementasikan elemen-elemen ini dalam perusahaan Anda? Jawab : 1. Dalam menciptakan atmosfer yang jujur dan beretika, setiap organisasi setidaknya mengikuti lima elemen yang paling umum dan penting yang terdapat dalam buku Zimbelman (2014 : 398) yaitu mematikan bahwa manajemen puncak memberikan contoh perilaku yang tepat, mempekerjakan pegawai yang tepat, mengomunikasikan sejumlah ekspektasi di seluruh posisi yang ada dalam struktur oranisasi dan meminta konfirmasi tertulis atas penerimaan ekspektasi secara periodik, menciptakan lingkungan kerja yang positif, dan mengembangkan dan mempertahankan kebijakan yang efektif untuk menangani kecurangan ketika hal itu benar-benar terjadi. 2. Pengimplementasian elemen-elemen yang sudah disebutkan sebelumnya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu menciptakan lingkungan kerja yang positif merupakan aspek penting didalam kegiatan pencegahan kecurangan di dalam organisasi. Mempekerjakan pegawai yang tepat juga merupakan salah satu aspek penting lainnya yang harus dilakukan dengan pertimbangan yang baik melalui verifikasi latar belakang atas pegawai tersebut. Manajemen puncak juga harus terlibat dalam struktur kompensasi dan penggajian untuk seluruh pegawai, yang harus direview untuk setiap tahunnya. Promosi yang baik seharusnya terjadi kepada seluruh pegawai yang didasarkan atas kinerja. Manajemen puncak seharusnya menunjukkan perhatian, perilaku yang baik dan selalu berkomunikasi dengan para pegawainya untuk mengupdate kondisi didalam lingkungan organisasinya. Selain itu pengakuan dan apresiasi atas kinerja pegawainya seharusnya dilakukan oleh manajemen puncak. Tidak ada yang namanya ketidaksamarataan, setiap individual harus ketulusan, menghargai dan menghormati satu sama lain. Komunikasi manajemen puncak yang harus dipahami dan diikuti oleh seluruh karyawan. Penetapan standar etis yang dilakukan oleh manajemen puncak yang sesuai dengan kebutuhan setiap lapisan organisasi dan setiap individu harus memahami dan melaksanakannya. Setiap karyawan seharusnya bekerja dengan ketulusan, kejujuran, kepercayaan dan integritas. Pelatihan karyawan untuk setiap bidang yang relevan seharusnya dilakukan. Alat peaporan kecurangan seharusnya diimplementasikan dimana karyawan dapat melaporkan mengenai kegiatan yang mencurigakan kepada manajemen yang lebih tinggi. Sistem whistle blower harus di bentuk di dalam perusahaan. Pengawasan kinerja setiap karyawan juga harus dilakukan. 22



Independen, eksternal auditor seharusnya mengaudit akun-akun dan kualitas kerja setiap triwulanan. Strategi mitigasi kecurangan seharusnya tersedia dan dilaksanakan dengan baik apabila kecurangan terjadi. Kasus 3-2 Bab ini menekankan bahwa mencegah kecurangan adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi kerugian akibat kecurangan. Mengapa pencegahan kecurangan lebih efektif daripada pendeteksian atau investigasi kecurangan? Jawab : Pendeteksian dan investigasi kecurangan merupakan langkah yang diambil apabila kecurangan telah terjadi. Pada tahap ini, sudah banyak kerusakan yang telah terjadi, yaitu aset korban telah dicuri, koban harus menanggung biaya hukum, kerugian waktu, pandangan negatif publik, dan konsekuensi merugikan lainnya. Investigasi kecurangan sangat mahal apabila dilakukan. Organisasi dan individu yang secara proaktif telah menerapkan pengukuran pencegahan kecurangan menemukan bahwa usaha pencegahan mereka dapat menghasilkan keuntungan yang besar. Berdasarkan Zimbelman (2014 : 397), organisasi dapat secara efektif mempertimbangkan risiko kecurangan dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk menciptakan lingkungan dengan kondusif dan mengurangi terjadinya kecurangan sebagai upaya yang cukup berhasil untk mencegah sebagian besar kecurangan yang terjadi. Kasus 3-3 Pendeteksian kecurangan merupakan elemen penting dalam meminimalkan kerugian akibat kecurangan, terutama jika kecurangan dapat dideteksi sejak dini. Jelaskan pentingnya pendeteksian kecurangan sejak dini? Jawab : Pendeteksian keurangan sejak dini sangat penting dilakukan oleh perusahaan sebagai langkah lanjutan dari pencegahan kecurangan. Tidak peduli seberapa baik aktivitas pencegahan kecurangan organisasi, beberapa kecurangan masih akan terus terjadi. Zimbelman (2014) mengungkapkan bahwa pendeteksian kecurangan melibatkan tahapan atau tindakan yang diambil untuk menemukan kecurangan yang telah atau sedang dilakukan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kecurangan, yaitu : secara tidak sengaja, dengan menyediakan sejumlah cara bagi orang yang ingin melaporkan dugaan adanya kecurangan, dan dengan memeriksa catatan dan dokumen transaksi untuk menentukan apakah ada anomali yang mungkin merepresentasikan suatu kecurangan. Perusahaan atau organisasi seharusnya menggunakan teknik pendeteksian kecurangan secara proaktif, seperti sistem whistle blower dan alat pengumpulan data, untuk mendeteksi kecurangan sebelum berkembang menjadi lebih besar. Kasus 3-6 Buku ini menekankan petingnya untuk mempekerjakan pegawai yang jujur dan memiliki kode etik secara pribadi yang cukup baik. Derek Bok, mantan profesor bidang hukum dan rektor Harvard University, menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki kewajiban khusus untuk memberikan pelatihan kepada mahasiswa agar dapat bersikap lebih bijaksana dan 23



cerdas terkait isu moral dan etika. Beberapa pihak lain telah menyimpulkan bahwa etika tidak mungkin “diajarkan”. Bagaimana menurut anda? Apakah etika dapat diajarkan? Jika anda sepakat bahwa perguruan tinggi dapat mengajarkan etika dari bisnis diajarkan kepada mahasiswa? Jawab : Menurut pendapat kelompok kami, etika dapat diajarkan dala perkuliahan atau diajarkan kepada mahasiswa namun pengimplementasian dan pemahaman mengenai etika itu sendiri sepenuhnya dilakukan oleh setiap mahasiswa atau individu. Etika merupakan suatu norma atau aturan yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat terkait apa yang baik dan buruk. Etika juga dapat dipahami sebagai suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dna aturan tentang tingkah laku yang benar. Etika harus diajarkan kepada seluruh lapisan pendidikan atau lapisan pekerjaan karena etika merupakan suatu tata cara yang harus kita terapkan didalam kehidupan bermasyarakat. Namun pengimplementasian dan pemahaman mengenai etika itu sendiri harus dipahami dan dimengerti oleh masing-masing individu. Oleh karena itu penting pengajaran mengenai etika di dalam pendidikan dan penerapan akan etika itu sendiri harus dilakukan oleh mahasiswa didasarkan dengan pengalaman bermasyarakat dan pengalaman di dunia pendidikan. Kasus 4-1 Karen, teman anda, baru-baru ini memulai bisnisnya, The bike and Boulder Company (B&B). B&B berspesialisasi dalam penjualan sepeda gedung dan peralatan pendakian. Karen sedang menyelesaikan seluruh kebijakan dan prosedur perusahaannya. Ia tahu anda mengambil kelas kecurangan dan meminta bantuan anda untuk meninjau apa yang telah dibuat. Anda segera menyadari bahwa Karen telah mengabaikan ketentuan mengenai kecurangan dan pencegahan kecurangan dalam kebijakan dan prosedurnya. Kebijakan dan prosedur seperti apa yang akan anda sarankan untuk diimplementasikan Karen dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan pada B&B? Jawab: Karen dapat menggunakan kebijakan dan prosedur model “organisasi yang sehat” dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan. Model “organisasi yang sehat” ini terdiri dari enam elemen yaitu 1. Sifat manajemen puncak. Pihak manajemen atau pihak lain yang berada pada manajemen



puncak



pada



perusahaan



B&B



khususnya



Karen



sebaiknya



menciptakan pengaruh positif. Karen dapat mengadakan program pengajaran dan pelatihan yang terkait kecurangan. 2. Pendidikan dan pelatihan. Karen dapat mengedukasi pegawainya mengenai keseriusan kecurangan dan menginformasikan kepada mereka apa yang harus 24



dilakukan jika terdapat kecurangan. Pelatihan kesadaran kecurangan ini dapat membantu Karen mencegah kecurangan yang terjadi di perusahaannya. 3. Pengendalian



dan



resiko



integritas.



Karen



sebaiknya



menerapkan



sistem



pengendalian internal yang baik dan efektif yang didasarkan pada biaya dan manfaat. 4. Pelaporan dan pengawasan. Karen dapat menerapkan sistem pelaporan dan pengawasan yang efektif, dimana pelaporan kecurangan harus difasilitasi sehingga pegawai Karen dapat dengan sukarela melaporkan tindak kecurangan yang mereka temukan. 5. Pendeteksian kecurangan secara proaktif. Karen sebaiknya melakukan pendeteksian kecurangan sejak dini dengan menggunakan metode pendeteksian kecurangan secara proaktif. 6. Investigasi dan tindak lanjut. Karen secara jelas menginformasikan siapa yang bertanggung jawab terhadap semua elemen investigasi. Kasus 4-5 Ketika melakukan audit untuk TCC Corporation, tim audit mengetahui sesuatu yang tampak tidak benar. Laporan piutang perusahaan yang lama menunjukkan piutang yang memenuhi syarat pinjaman bank senilai $91 juta. Tim audit menghitung piutang yang memenuhi syarat pinjaman bank hanya senilai $50 juta. Klien tidak mengidentifikasi akun-akun yang secara khusus menghapus kerugian piutang, pemrosesan memo kredit yang sangat lamban, dan akun-akun yang tidak menjadi fokus manajemen tetap tidak tertagih dan tidak memenuhi syarat pendanaan. Selain itu, selama dua tahun, tingkat perputaran pada departemen kredit perusahaan cukup tinggi, tidak seperti biasanya-empat orang yang berbeda menduduki posisi manajer kredit di bawah intimidasi CFO. Manajer kredit saat ini adalah teman dari CFO dan telah bekerja dengannya di perusahaan sebelumnya. Setelah melihat beberapa faktur dan menanyakan informasi terkait nasabah untuk dikonfirmasi, manajer kredit mengakui telah membuat dokumen fiktif dengan klien-semua itu dengan pengetahuan CFO. 1. Apa saja indikator yang mengindikasikan kemungkinan kecurangan? Indikator yang mengindikasikan kemungkinan kecurangan atau red flags di perusahaan TCC Corporation adalah pergantian tinggi yang tidak biasa dari departemen kredit dalam dua tahun terakhir. Umumnya setiap keluaran yang tidak biasa disebabkan oleh beberapa fenomena luar biasa, sebagian besar bersifat negative. Faktur fiktif dan manajer kredit yang sering berubah dalam masa yang singkat adalah tanda yang jelas. Selisih $41 juta dalam pinjaman bank yang



25



memenuhi syarat piutang, bersama dengan pemrosesan memo kredit yang sangat lamban adalah bendera merah dari penipuan yang mendasarinya. 2. Menurut anda, apa yang menjadi permasalahan utama dalam kasus ini, yang memungkinkan terjadinya kecurangan? Permasalahan utama yang menjadi permasalahan dalam perusahaan TCC adalah penyaringan terhadap pelamar kerja yang kurang efektif yaitu perusahaan mempekerjakan pegawai-pegawai yang tidak jujur. Selain itu, sistem pengendalian internal perusahaan juga kurang baik khususnya pada aktivitas pengendaliannya dimana aktivitas pengendalian melibatkan kebijakan dan praktik yang memberikan pengendalian fisik atas aset, otorisasi yang sesuai, pemisahaan tugas, pengecekan independen, dan dokumentasi yang tepat. Pada dokumentasi dan pencatatan Klien tidak mengidentifikasi akun-akun yang secara khusus menghapus kerugian piutang, pemrosesan memo kredit yang sangat lamban, dan akun-akun yang tidak menjadi fokus manajemen tetap tidak tertagih dan tidak memenuhi syarat pendanaan. Pada pengecekan independen tidak berjalan dengan baik khususnya terkait rotasi pekerjaan dimana tingkat perputaran pada departemen kredit perusahaan cukup tinggi, tidak seperti biasanya-empat orang yang berbeda menduduki posisi manajer kredit.



26