11 0 166 KB
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Sigli, 23 Maret 2020 Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.........................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3 A. Pengertian Cedera Kepala.............................................................................3 B. Klasifikasi Cedera Kepala.............................................................................4 C. Etiologi Cedera Kepala................................................................................4 D. Patofisiologi Cedera Kepala.........................................................................5 E. Manifestasi Klinis........................................................................................6 F.
Pemeriksaan Penunjang................................................................................7
G. Penatalaksanaan............................................................................................7 H. Komplikasi....................................................................................................8 I. Pencengahan.................................................................................................9 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................12 A. Pengkajian...................................................................................................12 B. Diagnosa......................................................................................................13 C. Intervensi...................................................................................................14 D. Implementasi..............................................................................................20 E. Evaluasi......................................................................................................21 BAB IV PENUTUP...............................................................................................22 A. Kesimpulan.................................................................................................22 B. Saran............................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan
lalu
lintas.
Diperkirakan
100.000
orang
meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna
kendaraan
bermotor
karena
tingginya
tingkat
mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan
lebih
dari
100.000
orang
yang
selamat
akan
mengalami
disabilitas. Kasus
trauma
terbanyak
disebabkan
oleh
kecelakaan
lalu
lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat kekerasan. Menurut
penelitian
nasional
Amerika,
di
bagian
kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala
1
karena
trauma
kendaraan
kemudian
bermotor
dan
menurun
pada
kekerasan
usia
yang
dewasa;
sebelumnya
kecelakaan merupakan
etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Cedera Kepala Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di tentukan saat pasien tiba di rumah sakit. Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak. Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena
2
hemoragi, serta edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio, kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan fraktur tengkorak. B. Klasifikasi Cedera Kepala Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma (cedera sekunder). 1.
Cedera primer Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. 2.
Cedera sekunder Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi. Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya, yaitu: a. Ringan 1.
GCS = 13 – 15
2.
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang 1. 2.
GCS = 9 – 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
3.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat 1.
GCS = 3 – 8
2.
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3
3.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi Cedera Kepala Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan. Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul. Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala. D. Patofisiologi Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
4
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi
terus-menerus
dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009). E. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak. 1.
Cedera kepala ringan a.
Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b.
Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c.
Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan. 2.
Cedera kepala sedang a.
Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau hahkan koma.
b.
Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3.
Cedera kepala berat
5
a.
Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b.
Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c.
Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d.
Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang 1.
Foto polos tengkorak (skull X-ray) Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2.
Angiografi cerebral Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial hematoma.
3.
CT-Scan Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio dan pergeseran tulang tengkorak.
4.
Pemeriksaan darah dan urine.
5.
Pemeriksaan MRI
6.
Pemeriksaan fungsi pernafasan Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7.
Analisa Gas Darah Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Penatalaksaanan Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu : 1.
Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (AirwaysBrething-Circulation).
Keadaan
hipoksemia,
hipotensi,
anemia,
akan
cenderung memper-hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk. 2.
Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan pertama. 6
3.
Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
4.
Pemeriksaan
neurologos
mencakup
respon
mata,
motorik,
verbal,
pemeriksaan pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok). 5.
Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium bikarbonat.
6.
Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak, angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu: 1.
Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3.
Pemberian analgetik.
4.
Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol.
5.
Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6.
Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer
dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. H. Komplikasi Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah; 7
1.
Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. 2.
Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan. 3.
Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga. 4.
Hipoksia
8
I.
5.
Gangguan mobilitas
6.
Hidrosefalus
7.
Oedem otak
8.
Dipnea
Pencegahan Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :
a.
Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm. b.
Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu : 1.
Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway). Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan
pembunuh tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway. 9
2.
Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing) Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatanadalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian. 3.
Menghentikan perdarahan (Circulations). Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat
yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah. c.
Pencegahan Tertier Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi
yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan
pengobatan
serta
memberikan
dukungan
psikologis
bagi
penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial. 1.
Rehabilitasi Fisik
a.
Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas dan bawah tubuh.
b.
Perlengkapan splint dan caliper.
c.
Transplantasi tendon
2.
Rehabilitasi Psikologis Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya
dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup. 3.
Rehabilitasi Sosial
10
a.
Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b.
Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).
11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA A. Pengkajian 1.
Riwayat kesehatan Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2.
Pemeriksaan fisik a.
Sistem respirasi:
Suara
nafas,
pola
nafas
(kusmaull,
cheyene
stokes,
biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif(kemungkinan karena aspirasi). b.
Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Kemampuan komunikasi: Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. d. Aktivitas/istirahat S
:
O :
Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
e. Sirkulasi O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia. f.
Neurosensori S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengar-an,
perubahan
penglihatan,
diplopia,
gangguanpengecapan/pembauan. O : Perubahan
kesadaran,
koma.
Perubahan
status
mental
(orientasi,kewas-padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan
12
pembauan
serta
pendengaran.Postur
(dekortisasi,
desebrasi),
kejang.Sensitive terhadap sentuhan / gerakan. g.
Nyeri/Keyamanan S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda. O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah.
3.
Pemeriksaan Penunjang
a.
CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. b.
MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras. c.
Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. d.
Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang. e.
GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK. B.
Diagnosa Keperawatan a.
Ketidakefektifan pola nafas.
b.
Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine dan elektrolit meningkat.
c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
e.
Penuruna kapasitas adaptif intakranial.
f.
Hambatan interaksi sosial.
g.
Kelebihan volume cairan. 13
h.
Gangguan rasa nyaman.
i.
Gangguan pertukaran gas.
j.
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
C.
Intervensi Keperawatan NO. 1.
Diagnosa NOC Keperawatan Risiko
NIC
Mendemonstrasikan
ketidakefektifan
status
perfusi jaringan
ditandai dengan:
otak
sirkulasi
tekanan
- Monitor
yang
adanya
daerah
tertentu yang peka terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
systole
dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk yang diharapkan. Tidak
ada
mengobservasi kulit jika ada
ortostatik
hipertensi.
isi atau laserasi. - Gunakan sarung tangan untuk
Tidak ada tanda-tanda peningkatan
proteksi.
tekanan - Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial
(tidak
boleh dari 15 mmHg), Mendemonstrasikan kemampuan
kognitif
yang ditandai dengan: - Berkomunikasi dengan
leher dan punggung. - Monitor kemampuan BAB. - Kolabrasi
pemberian
analgetik. - Diskusikan
mengenai
penyebab perubahan sensasi.
jelas dan sesuai dengan kemampuan. - Menunjukkan perhatian, 2.
Hambatan mobilitas fisik
konsentrasi
dan orientasi. Klien meningkat dalam - Monitoring vital sign sebelum/ aktivitas fisik.
sesudah latihan.
Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi peningkatan
dari
peningkatan mobilitas.
14
fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Memverbalisasikan perasaan
- Kaji pasien dalam mobilisasi.
dalam
meningkatkan kekuatan dan 3.
kemampuan
berpindah. Mendemonstrasikan
Gangguan pertukaran gas
peningkatan dan
- Buka jalan nafas, gunakan
ventilasi
oksigenasi
yang
adekuat.
bila perlu. - Posisikan
Memelihara kebersihan paru-paru dari
teknik chin lift atau jaw thrust
dan
tanda
pasien
memaksimalkan ventilasi.
bebas - Identikasi distress
pernafasan.
untuk
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan.
Mendemonstrasikan
- Pasang mayo bila perlu.
batuk efektif dan suara - Lakukan fisioterapi dad bila nafas yang bersih, tidak ada
sianosis
dyspneu
perlu.
dan - Keluarkan secret dengan batuk
(mampu
atau saction.
mengeluarkan sputum, - Auskultasi suara nafas, catat mampu
bernafas
adanya suara tambahan.
dengan mudah, tidak - Lakukan suction pada mayo. ada pursed lips). Tanda-tanda 4.
- Berikan vital
dalam rentang normal. Ketidakefektifan Mendemonstrasikan pola
nafas
bronkodilator
bila
perlu. - Berikan pelembab udara. Airway Management
batuk efektif dengan - Buka
jalan
nafas
dengan
berhubungan
suara nafas yang besih,
teknik chin lift atau jaw thrust
dengan
tidak ada sianosis dan
bila perlu
penurunan
dyspneu
ekspansi paru
mengeluarkan septum,
Definisi
:
Inspirasi
atau
ekspirasi
yang
(mamou - Posisikan
mampu
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
bernafas - Identifikasi pasien perlunya
dengan mudah, tidak
15
pemasangan alat jalan nafas
tidak
memberi
ada pursed lips) Menunjukkan
ventilasi
buatan jalan - Pasang mayo bila perlu
Batasan
nafas yang paten (klien - Auskultassi suara nafas, catat
Karakteristik:
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
Perubahan
kedalaman
pernafasan
bernafas
rentang normal, tidak
ada suara abnormal)
Penurunan
tekanan ekspirasi Tanda
dalam
tanda
vital
Penurunan
dalam rentang normal
ventilasi se menit
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Penurunan
adanya suara tambahan Oxygen Therapy - Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea - Pertahankan jalan nafas yang paten - Atur peralatan oksigen - Monitor aliran oksigen - Pertahankan posisi pasien
kapsitas vital
- Observasi adanya tanda – tanda hiperventilasi - Monitor adanya kecemasan pasien terhadan oksigenasi Vital Sign Monitoring - Monitor TD,nadi,suhu,dan RR - Monitor
pola
pernafasan
abnormal - Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign 5.
Ketidakseimban Adanya gan
nutrisi
kurang
dari
berat
bedan
sesuai - Kaji adanya alergi makanan
dengan tujuan Berat
kebutuhan
peningkatan Nutrition Management - Kolaborasi dengan ahli gizi
badan
ideal
tubuh
sesuai dengan
tinggi
Definisi : asupan
badan
nutrisi
tidak Mampu
cukup
untuk
memenuhi
untuk
menentukan
jumlah
kalori dan nutrisi yang di butuhkan pasien - Anjurkan
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
16
pasien
untuk
meningkatkan intake Fe - Anjurkan
pasien
untuk
Tidak ada tanda-tanda
kebutuhan metabolik
malnutrisi
Batasan
Menunjukkan fungsi
pengecapan
dari
menelan berat badan
kecemasan
fisik,
lingkungan
tidur
dan
Batasan
dan
pengendalian
prosedur - Berikan
obat
untuk
mengurangi kecemasan
terhadap
pengobatan
karakteristik
Control gejala
Ansietas
Status
Menangis
Gangguan Dapat
pola tidur
kenyamanan
meningkat mengontrol
ketakutan
Takut
Ketidakm Keinginan untuk hidup
ampuan
terhadap pelaku pasien
diri Respon
sosial
jumlah
apa yang dirasakan selama
istirahat adekuat Agresi
psikospiritual,
dan
- Jelaskan semua prosedur dan
dalam Kualitas
dimensi
7.
nyaman
dan Mengontrol nyeri
lega
tipe
- Nyatakan dengan jelas harapan
Definisi : merasa Status lingkungan yang senang,
penurunan
aktivitas yang biasa dilakukan mengontrol Anxiety reduction
rasa Mampu
nyaman
adanya
berat badan - Monitor
Gangguan
sempurna
yang
dibutuhkan
- Monitot
menghind
kurang
nutrisi
Nutrition monitoring
ari makanan 6.
mendapatkan
Tidak terjadi penurunan - BB pasien dalam batas normal
nyeri
abdomen
dan
- Kaji kemampuan pasien untuk
peningkatan
abdomen
protein
vitamin C
karakteristik : kram
meningkatkan
Support social
untuk
rileks Hambatan interkasi social
Menggunakan aktivitas Socialization Enhancement yang
menenangkan, - Buat interaksi terjadwal
17
Definisi
:
Insufisiensi
atau
kelebihan
menarik
dan - Dorong pasien ke kelompok
menyenangkan
untuk
atau
program
keterampilan
meningkatkan
interpersonal yang membantu
kesejahteraan interaksi
meningkatkan
ketidakefektifan
sosial dengan orang,
tentang pertukaran informasi
kualitas
kelompok,atau
atau sosialisasi, jika perlu
perukuran social
organisasi
kuantitas
atau
pemahaman
- Identifikasi
Memahami
dari
perubahan
perilaku tertentu
dampak diri perilaku - Berikan umpan balik positif diri
pada
interaksi
sosial
jika pasien berinteraksi dengan orang lain
Mendapatkan
/ - Fasilitas pasien dalam member
meningkatkan
masukkan
keterampilan interaksi
perencanaan
sosial,kerja
dan
membuat
- Anjurkan bersikap jujur dan
sama,ketulusandan
apa adanya dalam berinteraksi
saling memahami
dengan orang lain
Perkembangan
- Anjurkan menghargai orang
fisik,kognitif,dan
lain
psikososial anak sesuai - Minta dan harapkan informasi 8.
dengan usianya verbal Terbebas dari edema, Fluid management
Kelebihan volume cairan
efusi, anaskara : Memelihara
Definisi
- Timbang popok/pembalut jika fena
diperlukan
Peningkatan
sentral, tekanan kapiler - Pertahankan catatan intake dan
retensi
paru,
isotonik
cairan
output
jantung
output yang akurat
dan vital sign dalam - Pasang batas normal
urine
kateter
jika
diperlukan
Terbatas dari kelelahan - Monitor status nutrisi kecemasan kebingungan
atau - Kolaborasi pemberian diuretik sesuai intruksi
Menjelaskan endikator - Batasi masukan cairan pada kelebihan cairan 18
keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l - Kolaborasi dokter jika tanda cairan 9.
berlebihan
muncul
memburuk Mempertahankan urine Fluid management
Resiko ketidakseimbang
output sesuai dengan - Timbang popok/pembalut jika
an elektrolit
usia dan BB, BJ urine
Definisi
:
normal, HT normal Tekanan darah, nadi,
Berisiko
diperlukan - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
mengalami
suhu tubuh dalam batas - Monitor vital sign monitor
perubahan kadar
normal
dan
status nutrisi
elektrolit Tidak ada tanda-tanda - Berikan cairan IV pada suhu
serum yang dapat
dehidrasi,
mengganggu
turgor
kesehatn
membran
elastisitas kulit
ruangan
baik, - Dorong masukan oral mukosa - Pelihara IV line
lembab, tidak ada rasa - Monitor haus yang berlebihan
tingkat
HB
dan
hematokrit - Monitor tanda vital - Monitor
10.
Mendemonstrasikan
Penurunan kapasitas adaptif
status
intrakranial
ditandai dengan:
Definisi
yang
diastole dalam rentang cairan
intracranial yang normalnya melakukan
yang
Monitoring (monitor tekanan intracranial)
- Tidak
ada
informasi
kepada
tekanan
perfusi
keluarga
diharapkan - Monitor
120/80 mmHg
pasien
terhadap penambahan cairan Intrakranial Pressure (ICP)
: - Tekanan systole dan - Berikan
Mekanisme dinamika
sirkulasi
respon
serebral ortostatik - Catatan respon pasien terhadap
hipertensi
stimulasi
kompensasi untuk - Tidak ada tanda-tanda - Monitor tekanan intracranial meningkatkan
peningkatan
volume
intrakranial (tidak lebih
intrakranial
dari 15 mmH)
19
tekanan
dan respon neurology terhadap aktifitas - Monitor intake dan out put
mengalami gangguan,
yang
menyebabkan
intracranial (TIK) secara
tidak
merata
dan
berespon terhadap stimuli
berbahaya
dan
kognitif
- Berkomunikasi dengan
tekanan
ynag
kemampuan
yang ditandai dengan:
peningkatan
berbagai
Mendemonstrasikan
tidak
berbahaya
jelas
yang
cairan - Monitor suhu dan angka WBC - Kolaborasi
pemberian
biotik
sesuai
dengan kemampuan - Menunjukkan perhatian,
konsentrasi
dan orientasi - Memproses informasi - Membuka
keputusan
dengan benar Menunjukkan
sensori
motorik cranial yang utuh: - Tingkat
kesadaran
membaik - Tidak
ada
gerakan
infolunter
D.
Implementasi Keperawatan Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari, namun ada beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya peralatan, seringnya tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara bergantian, sehingga resiko infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/ praktikan yang melakukan ganti balut tanpa komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar. Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu meliputi persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan menggunakan prinsip steril.
E.
Evaluasi
20
anti
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung dari respon klien.
21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh total sampai cacat menetap bahkan kematian. B. Saran Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
22
DAFTAR PUSTAKA Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005.
Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8. Alih bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan
Diagnosa
Medis
Dan
Mediaction Publishing
23
NANDA
NIC-NOC.
Yogyakarta: