15 0 158 KB
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DIFTERI
DISUSUN OLEH :
Nama : ANGELINA TAMO INA Nim : PO.530320119105
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG JURUSAN DIII KEPERAWATAN TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat rahmatnya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”DIFTERI. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas matakuliah,semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua. Terima kasih kepada Dosen Pembimbing, Pak Sabinus B.Kedang,M Kep yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini . Penulisan ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh Karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari kita semua.
Dosen Pembimbing
Pak Sabinus B.Kedang,M Kep
Penulis
Kupang,30 Maret 2021
DAFTAR ISI COVER........................................................................................................................................ KATA PENGANTAR................................................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1.1 Latar Belakang..................................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................ 1.3 Tujuan................................................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 2.1 Konsep dasar Difteri............................................................................................................. 2.2 Klasifikasi Difteri................................................................................................................. 2.3 Etiologi Difteri ...................................................................................................................... 2.4 Patofisiologi Difteri.............................................................................................................. 2.5 komplikasi Difteri................................................................................................................. 2.6 Penatalaksaan Difteri........................................................................................................... 2.7 Asuhan keperawatan............................................................................................................
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpula 3.2 Saran...................................................................................................................................... Daftar Pustaka
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang di maksud dengan konsep dasar Difteri 2) Apa yang di maksud dengan klasifikasi Difteri 3) Apa yang di maksud dengan etiologi Difteri 4) Apa yang di maksud dengan patofisiologi Difteri 5) Apa yang di maksud dengan komplikasi Difteri 6) Apa yang di maksud dengan penatalaksaan Difteri 7) Bagaimana asuhan keperawatan Difteri 1.3 Tujuan 1.3.1 Umum Untuk Untuk memenuhi tugas matakuliah yang diberikan Dosen tepat waktu 1.3.2 Khusus 1) Mengetahui dan memahami konsep dasar Difteri
2) Mengerti dan memahami klasifikasi Difteri 3) Mengetahui dan memahami etimologi Difteri 4) Mengetahui dan memahami patofisiologi Difteri 5) Mengetahui dan memahami komplikasi Difteri 6) Mengetahui dan memahami penatalaksaan Difteri 7) Memahami dan Menerapkan asuhan keperawatan Difteri
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Penyakit Difteri Difteri pertama kali ditemukan pada tahun 1884 oleh Loeffler. Difteri merupakan sebuah
penyakit
infeksi
akut
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Corynebacterium
diphtheriae(CD). Bakteri ini biasanya menyerang traktus respiratory bagian atas, menyebabkan
pembentukan
ulcer
pada
mukosa,
dan
pembentukan
sebuah
pseudomembrane. Walaupun infeksi ini pada umumnya menyerang bagian atas traktus respiratory seperti mukosa faring, dapat juga menyebabkan lesi sistemik dari jantung dan juga saraf (Hadfield et al., 2000). Corybacterium diphtheriae merupakan bakteri gram positif,aerobik, pleomorphic coccobacillus. CD menghasilkan sebuah toxin melalui lisogenisasi dengan corynebacteriophage yang membawa gen tox. Efek dari toksin CD inilah yang menyebabkan penyakit difteri (Zasada, 2015).Difteri dikenal sebagai sebuah pembunuh utama yang menyebabkan ribuan kasus kematian pada anak. Tingkat mortalitas mulai menurun drastis pada abad ke-21 setelah diperkenalkannya program imunisasi dan peningkatan taraf hidup (Byard, 2013). 2.2 Klasifikasi Difteri Widoyono (2011) mengklasifikasikan difteri menjadi dua jenis difteri, yaitu: a. Difteri Tipe Respirasi Difteri tipe ini disebabkan oleh strain bakteri yang memproduksi toksin (toksigenik). Biasanya dapat menyebabkan gejala yang berat sampai meninggal. Difteri tipe respirasi terbagi lagi menjadi beberapa tipe, yaitu: 1) Difteri hidung (anterior nasal diphteria) Difteria ini umumnya timbul pada bayi. 2) Difteri faucial Merupakan bentuk paling umum dari difteri. Gejala dapat berupa tonsilitis disertai dengan pseudomembran yang berwarna kuning keabuan pada salah satu atau kedua tonsil. Pseudomembran dapat membesar hingga ke uvula, palatum mole, orofaring, nasofaring, atau bahkan laring. Gejala dapat disertai dengan mual, muntah, dan disfagia. 3) Difteri tracheolaryngeal
Difteri laring biasanya terjadi sekunder akibat difteri faucial. Difteri tracheolaryngeal dapat menimbulkan gambaran bullneck pada pasien difteri akibat cervical adenitis dan edema yang terjadi pada leher. Timbulnya bullneck merupakan tanda dari difteri berat, karena dapat timbul obstruksi pernapasan akibat lepasnya pseudomembran sehingga pasien membutuhkan trakeostomi.
4) Difteri maligna Hal ini merupakan bentuk difteri yang paling parah dari difteri. Toksin secara cepat menyebar dengan demam tinggi, denyut nadi cepat, penurunan tekanan darah dan sianosis. Biasanya penyebaran membran meluas dari tonsil, uvula, palatum, hingga lubang hidung. Gambaran bullneck dapat terlihat, dan timbul perdarahan dari mulut, hidung, dan kulit. Gangguan jantung berupa heart block muncul beberapa hari sesudahnya (FK UB, 2016). b. Difteri Kutan/Kulit Difteri ini menyerang pada kulit dengan gejala yang ringan disertai peradangan yang tidak khas dan sulit untuk dikenali sehingga seringkali tidak masuk dalam catatan kasus maupun program penanggulangan. Disebabkan oleh strain bakteri toksigenik maupun nontoksigenik. Difteri kutan saat ini lebih sering muncul daripada penyakit nasofaring di negara barat. Hal ini berkaitan dengan alkoholisme dan kondisi lingkungan yang tidak higienis (FK UB, 2016)
2.3 Etiologi Difteri Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang pula menyerang konjungtiva atau vagina (Chin, J., J., 2000). Namun kasus yang lebih banyak terjadi yaitu berupa infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan atas. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri tersebut merupakan salah satu jenis bakteri gram-positif yang tidak membentuk spora. Pada kedua ujungnya bakteri ini memiliki granula metakromatik yang memberi gambaran pada pewarnaan. C. diphtheriae berdiameter 0,5-1 µm dan panjangnya beberapa mikrometer, tidak berspora, tidak bergerak, dan termasuk pada organisme yang tidak tahan asam. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob. Dibandingkan dengan kuman lain yang tidak berspora, C. diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan, dan pembekuan. Namun kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan (Putri, 2018). Di alam C. diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri (karier) (Putri, 2018). Bakteri ini terdiri dari beberap tipe atau varian jenis yaitu tipe mitis, intermedius, dan gravis. Sementara itu WHO sendiri menambahkan tipe belfanti menggenapkannya menjadi 4 varian bakteri. Tipe mitis merupakan tipe yang paling sering menimbulkan penyakit diantara tipe lainnya (FK UB, 2016).Sementara untuk keganasannya, bakteri ini dibagi menjadi bakteri toksigenik dan bakteri non toksigenik. Perbedaan keduanya yaitu pada strain toksigenik terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang mengandung diphtheria toxin gene tox (Chin, J., 2000). Tipe bakteri nontoksigenik tidak bersifat patogenik, hanya saja dapat berubah sewaktuwaktu menjadi toksigenik bila terinduksi dengan bakteriofag. Pada dasarnya produksi toksin hanya terjadi bila bakteri tersebut mengalami lisogenasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin, hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit gelap (Kandun, 2016). Spesies bakteri coryneform lain yang dapat juga menimbulkan manifestasi klinis difteri yaitu Corynebacterium ulcerans (FK UB, 2016). Strain toksigenik mampu menghasilkan toksin berupa eksotoksin. Eksotoksin inilah yang merupakan faktor virulensi dari C. diphtheriae (FK UB,
2016). Masa inkubasi biasanya 2-5 hari tapi dapat juga lebih lama (Widoyono, 2011). Gejala klinisnya tergantung dari tempat terjadinya infeksi, status imunisasi, dan penyebaran toksin (Kandun, 2016).
2.4 Patofisiologi Difteri Toksin CD mempunyai kapasitas invasif yang kecil tetapi mempunyai efek lokal dan sistemik. Toksin dari CD memiliki dua subunit, yaitu subunit A dan B. Subunit A mempunyai efek inhibisi terhadap sintesis protein, sedangkan subunit B yang menempel pada reseptornya, akan mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi sel sehingga merubah fungsi normal sebuah sel (Ryan & Ray, 2004).Genyang mengkode toksin CD terdapat pada corynophages/corynobacteriophages (Holmes, 2000). Toksin dari CD yang
disekresi,membawa
gen
struktural
tox
yang
ditemukan
pada
lisogenik
corynobacteriophagesβ tox+, ϒ tox+, and ω tox+yang membuat toksin dari CD berbahaya. Ekspresi dari gen diregulasi oleh host bakteri dan konsentrasi besi yang terkandung pada tubuh bakteri. Pada kondisi dimana konsentrasi besi yang rendah, regulator gen terinhibisi dan menyebabkan kenaikan produksi toksin. 2.5 Komplikasi Difteri Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya: 1) Infeksi tumpangan oleh kuman lain Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan dengan kuman streptokokus. 2) Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3) Sistemik Miokarditis Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman. Virulensi makin tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada minggu keenam. Neuritis Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
Timbul setelah masa laten
Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari pada sensorik
Biasanya sembuh sempur
4) Susunan saraf Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini dapat berupa:
Paralysis palatum molle
Manifestasi saraf yang paling sering
Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara dan regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul pada minggu 1-2
Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh paralysis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Otot yang kena ialah m. rectus externus.
Paralysis diafragma
Dapat terjadi pada minus 5-7
Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi penderita
akan meninggal.
Paralysis anggota gerak
Dapat terjadi pada minggu 6-10
Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian barre.
2.6 Penatalaksanaan keperawatan Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan. Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneum terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut. Sumbatan jalan napas. Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
Berikan O2
Baringkan setengah duduk
Hubungi dokter.
Pasang infus (bila belum dipasang)
2.7 Asuhan Keperawatan Difteri
Klien bernama An.R,umur 4 tahun,jenis kelamin laki-laki,agama Kristen Protetan,alamat Liliba,golongan darah O .Untuk penanggung jawab klien bernama Ny.M,umur 45 tahun ,hubungan dengan klien adalah ibu kandung.Ibu klien mengatakan anakanya mengeluh sesak napas sejak sehari yang lalu. 1. Pengkajian a. Identitas klien 1) Nama : An R 2) Umur : 4 Tahun 3) Jenis kelamin : laki-laki 4) Hubungan pasien dengan keluarga :Ibu Kandung 5) Agama : Kristen Protestan 6) Alamat : Liliba 7) Golongan darah : O 8) Status : Anak b. Keluhan utama Ibu klien mengatakan anakanya mengeluh sesak napas sejak sehari yang lalu. c. Riwayat penyakit sekarang Klien datang ke RS dengan sesak napas yang terjadi sejak sehari yang lalu disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi sudah 2 hari, rewel, dan tidak mau makan. d. Riwayat penyakit dahulu An. R pernah dirawat di RS 2 tahun yang lalu dengan demam berdarah. Klien tidak mempunyai penyakit keturunan. e. Pemeriksaan fisik Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada klien didapatkan hasil :
Keadaan umum :Klien terlihat lemah
Tingkat kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital : Nadi =90, kali/menit, Suhu = 38,4 OC, dan RR = 28 kali/menikt
Kepala : Rambut bersih, kulit kepala bersih
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, mata sembab
Hidung: Lubang hidung kotor, tidak ada polip
Mulut : Membran mukosa lembab, mulut kotor, lidah putih, terdapat membran putih pada langit – langit di dekat faring.
Leher : Tidak terdapat pembesaran tiroid.
Telinga : Bersih
Kulit : Turgor kulit kembali dalam 2 detik
Paru – paru : Hasil inspeksi dada simetris, palpasi vocal fremitus tidak terkaji, perkusi sonor, auskultasi bunyi vesikuler dan tidak terdapat bunyi otot bantu pernapasan.
Jantung :Hasil inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpa teraba, perkusi pekak, auskultasi bunyi S1 dan S2 reguler dan tidak terdapat bunyi tambahan.
Abdomen : Hail inspeksi perut datar dan tidak ada benjolan, auskultasi bising usus 12 kali/menit, perkusi timpani, dan dipalpasi tidak ada massa
Ekstremitas : Tangan dan kaki bisa digerakkan, tidak terdapat edema pada ekstremitas, tangan kiri terpasang infuse
2. Diagnosa Keperawatan 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas. 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. 3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber informasi 4) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Intervensi Keperawatan N O
TUJUAN DIAGNOSA
INTERVENSI
1
KEPERAWATAN Bersihan jalan nafas NOC
NIC
tidak
efektif Setelah diberikan askep selama 1. Berikan
berhubungan
dengan 3x24 jam diharapkan bersihan
obstruksi jalan napas.
jalan
napas
pasien
efektif
dengan criteria hasil :
semi
atau
fowler 2. Ajarkan cara batuk
1. Orangtua klien mengatakan sesak
posisi
pasien
anaknya
efektif
mulai 3. Catat
berkurang
kemampuan
untuk mengeluarkan
2. Tidak ada retraksi dada
secret
,
catat
3. RR : 15-30 x /menit
karakter,
4. Penurunan produksi sputum
sputum,
5. Tidak sianosis
tidak hemoptisis.
jumlah ada
4. Kaji
Batuk efektif
atau fungsi
pernapasan
klien
(bunyi napas,kecepatan,dan irama napas pasien) 5. Kolaborasi dokter obat
dengan
pemberian bronkodilator
dan mukolitik.
6. Bersihkan secret dari saluran
pernapasan
dengan suction bila perlu
2
Ketidakseimbangan nutrisi NOC kurang
dari
NIC
kebutuhan Setelah diberikan askep selama 1. Berikan kalori sesuai
tubuh berhubungan dengan 3x24
jam
diharapkan
kebutuhan nutrisi.
penurunan intake makanan. kebutuhan terpenuhi
nutrisi
pasien 2. Kaji BB klien.
dengan
criteria 3. Monitor turgor kulit.
hasil :
4. Monitor kalori dan
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan. 2. Nafsu
makan
5. Monitor pasien
meningkat. tinggi badan.
makan klien. pertumbuhan
dan
perkembangan. penurunan
berat badan yang berarti. 5. Mampu
nafsu
6. Monitor
3. Berat badan ideal sesuai
4. Tidak terjadi
intake nutrisi.
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi. 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian makanan
7. Kolaborasi ahli
gizi
dengan untuk
menentukan jumlah kalori
dan
yang
nutrisi
diperlukan
klien.
yang tepat 7. Turgor kulit elastic
3. Kurang Pengetahuan NO
DIAGNOSA
1
KEPERAWATAN Kurang pengetahuan NOC
NIC
berhubungan dengan tidak
1. Jelaskan
mengetahui informasi
TUJUAN
sumber
INTERVENSI
Setelah diberikan askep 1x60 menit diharapkan klien dan keluarganya dapat memahami tentang penyakitnya dengan criteria hasil : 1. Pasien
dan
keluaraga
menyatakan paham tentang
kepada
klien dan keluarga tentang
gejala,
pengobatan,
proses
penyakit,cara penanganan, tentang penyakit
yang
penyakit yang dideritanya, kondisi
prognosis,
dan 2. Sediakan
program pengobatan. melakukan prosedur yang dijelaskan dengan benar. dan
klien
sumber
informasi yang tepat
2. Pasien dan klien mampu
Pasien
dialami klien.
mampu
tentang
kondisi
pasien 3. Instruksikan pasien dan
keluarga
menjelaskan kembali apa yang
mengenai tanda dan
telah dijelaskan oleh perawat
gejala yang terjadi
atau
untuk
tim
kesehatan
yang
lainnya.
dilaporkan
pada perawat
4. Hipertermi NO
DIAGNOSA
1
KEPERAWATAN Hipertermi berhubungan NOC dengan proses penyakit
TUJUAN
INTERVENSI NOC
Setelah diberikan askep 2x24 Setelah diberikan askep jam diharapkan suhu badan 2x24 klien
ada
dalam
jam
diharapkan
rentang suhu badan klien ada
normal dengan criteria hasil :
dalam rentang normal
1. Suhu badan pasien dalam dengan criteria hasil : rentang normal yaitu 36-38⁰ 1. Suhu badan pasien dalam
C 2. Badan pasien sudah tidak hangat lagi 3. Warna
normal yaitu 36-38⁰ C
kulit
normal,yaitu kemerahan
rentang
pasien 2. Badan pasien sudah tidak
tidak hangat lagi 3. Warna kulit pasien normal,yaitu kemerahan
tidak
4. Implementasi 31 januari 2021
Bersihan jalan nafas tidak
Jam 08.00
efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
1. memberikan
pasien
posisi semi atau fowler 2. mengajarkan cara batuk efektif 3. mencatat untuk
kemampuan mengeluarkan
secret , catat karakter, jumlah sputum, ada atau tidak hemoptisis. 7. mengkaji
fungsi
pernapasan klien (bunyi napas,kecepatan,dan irama napas pasien) 8. mengkolaborasi dengan dokter
pemberian obat
bronkodilator
dan
mukolitik. 9. membersihkan
secret
dari saluran pernapasan dengan suction bila perlu 01 februari 2021 Jam 10.00
1. memberikan posisi
semi
pasien atau
fowler 2. mengajarkan
cara
batuk efektif 3. mencatat kemampuan mengeluarkan
untuk
secret
,
catat
karakter, sputum,
jumlah ada
atau
tidak hemoptisis. 4. mengkaji
fungsi
pernapasan
klien
(bunyi napas,kecepatan,dan irama napas pasien) 5. mengkolaborasi dengan
dokter
pemberian
obat
bronkodilator
dan
mukolitik. 6. membersihkan secret dari
saluran
pernapasan
dengan
suction bila perlu 02 februari 2021 Jam 15.00
1. menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang
gejala,
pengobatan,
proses
penyakit,cara penanganan, tentang penyakit
yang
dialami klien. 2. memberikan sumber informasi yang tepat tentang
kondisi
pasien 3. menginstruksikan
pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala yang terjadi untuk
dilaporkan
03 februari 2021
pada perawat Setelah diberikan
Jam 16.00
2x24 jam diharapkan suhu badan rentang
klien
askep
ada
normal
dalam dengan
criteria hasil : 1. memonitor
suhu
badan pasien dalam rentang normal yaitu 36-38⁰ C 2. memonitor
badan
pasien sudah tidak hangat lagi 3. memonitor kulit normal,yaitu
warna pasien tidak
kemerahan 4. Evaluasi Telah dilakukan evaluasi pada keluarga klien dan klien dengan hasil : S = Ibu klien mengatakan anak masih sesak napas. O = Anak masih terpasang O2 , RR : 26 kali/menit, posisi anak semifowler, auskultasi napas tidak terdapat bunyi napas tambahan, anak terlihat tidak rewel A = Masalah keperawatan ketidakefektifan pola napas belum teratasi P = Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 1.
Monitor pola napas yang meliputi irama pernapasan, penggunaan otot-otot bantu napas, suara napas, dan frekuensi napas.
2.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
3.
Atur posisi tidur pasien
4.
Berikan terapi oksigen
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN Difteri
merupakan
salah
satu
penyakit
yang
sangat
menular
(contagious
disease).Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.Penderita difteri umumnya anakanak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. 3.2 SARAN Semoga makalah ini dapat bermanfaat,menambah wawasan kita semua. Dan diharapkan untuk kita sebagai perawat dapat memahami dengan jelas dan baik tentang model-model dokumentasi keperawatan agar ketika kita menjalankan tugas dan tanggung jawab kita , kita dapat menjalankannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8447/BAB%20II%20TINJAUAN %20PUSTAKA.pdf?sequence=8&isAllowed=y
https://core.ac.uk/reader/233938910 https://www.academia.edu/30060881/DIFTERI https://www.academia.edu/11526212/Makalah_Askep_anak_dengan_difteri http://repositori.unsil.ac.id/901/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf