Makalah Ayat Dan Hadits Ekonomi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AL-QUR’AN DAN HADITS EKONOMI “Harta dan Hak Kepemilikan” Dosen Pengampu : Dr. Supian S.Ag., M.Ag



Disusun oleh : Kelompok I 1. Amaluddin Efendi Harahap (C1F015008) 2. Rahmad Haryadin



(C1F015007)



PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2017



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain yang termasuk perhiasan dunia. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup. Harta yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan kehormatan jiwa tersebut. Menjaga jiwa menuntut adanya perlindungan dari segala bentuk penganiayaan, baik pembunuhan, pemotongan anggota badan atau tindak melukai fisik. Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta.



Namun sebaliknya kondisi saat ini khususnya di Indonesia ada batas-batas kepemilikan harta yang sebenarnya dapat dimiliki untuk umum. Bahkan banyak intervensi Negara asing yang ingin menguasai kepemilikan umum menjadi milik pribadi. Berangkat dari permasalahan diatas, maka makalah ini akan menguraikan Makna harta dalam pandangan Islam, Kedudukan dan Fungsi Harta, Makna dari Hak



dan



Kepemilikan,



Sebab-sebab



Kepemilikan



dan



Macam-macam



kepemilikan.



1.2. Rumusan Masalah 1.



Apakah yang dimaksud dengan Harta atau Mal ?



2.



Bagaimanakah kedudukan dan fungsi Harta atau Mal ?



3.



Apakah yang dimaksud dengan Hak dan Milik ?



4.



Apa Saja Sebab-sebab Kepemilikan itu ?



5.



Apa Saja Macam-macam Kepemilikan itu ?



1.3. Tujuan Masalah 1.



Untuk Mengetahui Pengertian Harta atau Mal.



2.



Untuk Mengetahui kedudukan dan fungsi Harta atau Mal.



3.



Untuk Mengetahui Makna dari Hak dan Milik.



4.



Untuk Mengetahui Sebab-sebab Kepemilikan.



5.



Untuk Mengetahui Macam-macam Kepemilikan.



BAB II



PEMBAHASAN



2.1



PENGERTIAN HARTA Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata



‫ ميال‬-‫ بميل‬-‫مال‬



yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat. Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara manusia”[1] Menurut ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Nasrun Haroen,2 al-mal (harta) yaitu:



‫ما يميل إليه طبع االنسان ويمكن إدخاره الى وقت الحاجة أو كان ما يمكن حيازتة واحرازه‬ ‫وينتفع به‬ “Segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan.” Menurut jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) yang juga dikutip oleh Nasroen Haroen, al-mal (harta) yaitu:



‫كل ما له قيمة يلزم متلفها بضمانه‬ "segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenal ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya. Harta tidak saja bersifat materi melainkan juga termasuk manfaat dari suatu benda. Akan tetapi, ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang dimaksud dengan harta itu hanya bersifat materi.



1



Wahab al-Zuhaily, Al Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), juz 4, hlm.8. Muhammad Abu Zahrah, Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-‘aqad fi al-syari’ah al-Islamiyah, (Mesir; Dar alFikr al-Arabi, 1962), hlm. 15. 2



Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain. Adapun harta adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta dapat dicampuri oleh orang lain. Jadi, menurut ulama Hanafiyah, yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).



2.2. UNSUR-UNSUR HARTA Menurut para Fuqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah dan unsur urf. Unsur aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk hak atau milik. Unsur urf ialah seseuatu yang dipandang hartah oleh seluruh manusia sebagai manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali ia menginginkan manfaatnya.. 2.3. KEDUDUKAN DAN FUNGSI HARTA Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta. Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat. Allah berfirman: Surat At-Taghaabun: 15



‫ِإنَّ َما أ َ ْم َوالُ ُك ْم َوأ َ ْو ََل ُد ُك ْم ِفتْنَةٌ َۚوالَّهُ ِع ْن َد ُه أَجْ ٌر ع َِظي ٌم‬ “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Ali-Imran: 14



َّ ‫ب ال‬ ‫ير‬ ِّ ‫ش َه َوا‬ ُّ ‫اس ُح‬ ِّ ‫ساء َو ْال َب ِّنينَ َو ْالقَن‬ ِّ َ‫ت ِّمن‬ ِّ َّ‫ُز ِّينَ ِّللن‬ َ ‫الن‬ ِّ ‫َاط‬ َ ‫ْال ُمقَن‬ ‫ث‬ ِّ ‫س َّو َم ِّة َواأل َ ْن َع ِّام َو ْال َح ْر‬ َّ ‫ب َو ْال ِّف‬ ِّ ‫ط َرةِّ ِّمنَ الذَّ َه‬ َ ‫ض ِّة َو ْال َخ ْي ِّل ْال ُم‬ ‫ب‬ ُ ‫﴾ ذَ ِّل َك َمتَا‬١٤﴿ ِّ ‫ع ْال َحيَاةِّ الدُّ ْنيَا َوّللاُ ِّعندَهُ ُح ْس ُن ْال َمآ‬ “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak



dan sawah ladang. Itulah



kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman: Surat Al-Baqarah: 262.



َ ُ‫سبِي ِل هللاِ ث ُ َّم الَ يَتْبِع‬ َ ُ‫ِين يُن ِفق‬ َ ‫الَّذ‬ ‫ون َمآأَنفَقُوا َمنًّا َوآلَ أَذًى لَّ ُه ْم‬ َ ‫ون أ َ ْم َوالَ ُه ْم ِفي‬ َ ُ‫ع َل ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم يَحْ َزن‬ ‫ون‬ َ ‫ف‬ ٌ ‫أَجْ ُر ُه ْم ِعن َد َر ِبِّ ِه ْم َوالَ َخ ْو‬ “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Adapun fungsi harta dapat dijelaskan sebagai berikut :3 Fungsi harta sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik maupun kegunaan hal yang jelek. Di antara sekian banyak fungsi harta sebagai berikut : 1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk beribadah diperlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, sedekah dan hibah. 2. Untuk meningkatkan (ketakwaan) kepada Allah, sebab kekafiran cenderung dekat kepada kekafiran, sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.



3



Lihat Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm. 27-29. Lihat pula Rahmat Syafe’i. Fiqh Muamalah, hlm. 3031.



Untuk meneruskan kehidupan dari suatu periode ke periode berikutnya, sebagaimana firman Allah: Surat An-Nisa: 9.



َّ ْ‫ض َٰ َعفًا خَافُواْ َعلَ ۡي ِّه ۡم فَ ۡل َيتَّقُوا‬ ِّ ‫ش ٱلَّذِّينَ لَ ۡو ت َ َر ُكواْ ِّم ۡن خ َۡل ِّف ِّه ۡم ذُ ِّري َّٗة‬ َ‫ٱّلل‬ َ ‫َو ۡل َي ۡخ‬ ٩ ‫سدِّيدًا‬ َ ‫َو ۡليَقُولُواْ قَ ۡو ٗٗل‬ “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”



Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat. Nabi SAW bersabda:



‫ليس بخير كم من ترك الدنيا آلخرته وآلخرة لدنياة حتى يصيبا جميعا فإن الدن بالغ الى‬ )‫اآلخرة (رواه البخارى‬ “Bukanlah orang yang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang meniggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah akhirat.” 3. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak dapat kuliah di perguruan tinggi, jika ia tidak memiliki biaya. 4. Untuk memutar (men-tasharruf) peran-peran kehidupan, yakni adanya pembantu dan tuan, adanya orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan, sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan. 5. Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan antara satu sama lain. Firman Allah: Surat Al-Hasyr: 7. “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.”



Penggunaan harta dalam ajaran Islam harus senantiasa dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka membantu sesama manusia. 2.4.



Pengertian Hak dan Milik Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi



mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, di antaranya berarti: milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan mejelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran. Contoh al-haqq diartikan dengan ketepatan dan kepastian terdapat dalam surat Yasin ayat 7:



٧ َ‫لَقَ ۡد َح َّق ۡٱلقَ ۡو ُل َعلَ َٰ ٰٓى أ َ ۡكث َ ِّر ِّه ۡم فَ ُه ۡم َٗل يُ ۡؤ ِّمنُون‬ “Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.”



Dalam mitologi



fiqh



terdapat



beberapa



pengertian



al-haqq



yang



dikemukakan oleh para ulama fiqh, di antara menurut Wahbah al-Zuhaily4 : Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al Milk juga berarti sesuatu yang dimilki (harta). Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali adanya kalangan syara’. Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab. Secara mitologi, al-milk didefinisikan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut5 :



4



M. Abdul Mujieb (et al), Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-1, hlm. 191.



5



Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke-2, hlm.73.



‫إختصاص يمكن صاحبه شرعا أن يستبد بالتصرف واالنتفاع عند عدم‬ .‫المانع الشرعي‬ “Pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang bersifat syara.” Berdasarkan definisi tersebut, dapat dibedakan antara hak dan milik. Untuk lebih jelasnya dicontohkan sebagai berikut: Seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya. Pengampu berhak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada dibawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki benda berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki. Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah (kekuasaan) adakalanya berupa taklif (tanggung jawab). 1.



Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al-nafsi dan ‘ala syaiin mu’ayyanin. a) Sulthah ‘ala al-nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak hadhanah (pemeliharaan anak). b) Sulthah ‘ala syaiin mu’ayyanin ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseorang berhak memiliki mobil.



2.



Taklif adalah orang yang bertanggung jawab. Taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhshiyyah), seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdahmaliyah), seperti membayar utang.



2.5. Sebab-Sebab Kepemilikan Sebab-sebab Kepemilikan di antaranya6 : 1.



Melalui Pewarisan Allah Swt berfirman dalam Alqur’an surat An-Nisa ayat: 7



‫يب ِّم َّما ت َ َر َك‬ ٞ ‫َص‬ ٞ ‫َص‬ ِّ ‫سا ٰٓ ِّء ن‬ ِّ ‫ِّل ِّلر َجا ِّل ن‬ َ ‫ان َو ۡٱأل َ ۡق َربُونَ َو ِّل ِّلن‬ ِّ َ‫يب ِّم َّما ت َ َر َك ۡٱل َٰ َو ِّلد‬ ٧ ‫صيبٗ ا َّم ۡف ُروضٗ ا‬ ِّ َ‫ان َو ۡٱأل َ ۡق َربُونَ ِّم َّما قَ َّل ِّم ۡنهُ أ َ ۡو َكث ُ َر ن‬ ِّ َ‫ۡٱل َٰ َو ِّلد‬ 6



Mohammad Hidayat, The Sharia Economic, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), cet. Ke-1, hlm.125-128.



“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”



2.



Melalui Akad Kepemilikan yang dilakukan melalui akad (transaksi) yang dilakukannya



dengan orang lain atau suatu badan hukum, seperti jual beli, hibah dan wakaf. Dengan hibah, Allah Swt berfirman surat Al-Baqarah ayat 177 :



‫ب َو َٰلَ ِّك َّن ۡٱل ِّب َّر َم ۡن‬ ِّ ‫ق َو ۡٱل َم ۡغ ِّر‬ َ ‫۞لَّ ۡي‬ ِّ ‫س ۡٱل ِّب َّر أَن ت ُ َولُّواْ ُو ُجو َه ُك ۡم ِّق َب َل ۡٱل َم ۡش ِّر‬ ٰٓ َّ ‫َءا َمنَ ِّب‬ ‫ب َوٱلنَّ ِّبيِّۧنَ َو َءاتَى ۡٱل َما َل َعلَ َٰى‬ ِّ َ ‫ٱّللِّ َو ۡٱليَ ۡو ِّم ۡٱأل ٰٓ ِّخ ِّر َو ۡٱل َم َٰلَئِّ َك ِّة َو ۡٱل ِّك َٰت‬ ‫سآٰئِّ ِّلينَ َوفِّي‬ َّ ‫سبِّي ِّل َوٱل‬ َّ ‫س ِّكينَ َو ۡٱبنَ ٱل‬ َ َٰ ‫ُح ِّب ِّهۦ ذَ ِّوي ۡٱلقُ ۡربَ َٰى َو ۡٱليَ َٰت َ َم َٰى َو ۡٱل َم‬ ْ‫ٱلز َك َٰوة َ َو ۡٱل ُموفُونَ بِّعَهۡ ِّد ِّه ۡم إِّذَا َٰ َع َهدُو ْۖا‬ َّ ‫صلَ َٰوةَ َو َءاتَى‬ َّ ‫ام ٱل‬ ِّ ‫ٱلرقَا‬ ِّ َ َ‫ب َوأَق‬ ٰٓ َٰ ۡ ْ‫صدَقُو ْۖا‬ َّ َٰ ‫َوٱل‬ َ ‫ص ِّب ِّرينَ ِّفي ۡٱل َب ۡأ‬ َ َ‫سا ٰٓ ِّء َوٱلض ََّّرآٰ ِّء َو ِّحينَ ۡٱلبَأ ِّس أ ُ ْو َل ِّئ َك ٱلَّذِّين‬ ٰٓ ١٧٧ َ‫َوأ ُ ْو َٰ َلئِّ َك ُه ُم ۡٱل ُمتَّقُون‬ “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”



3.



Melalui Penggantian (Khalafiyah) Kepemilikan yang diperoleh melalui penggantian dari seseorang kepada



orang lain (waris) seperti yang tercantum dalam An Nisa Ayat: 7



‫يب ِّم َّما‬ ٞ ‫َص‬ ٞ ‫َص‬ ِّ ‫سا ٰٓ ِّء ن‬ ِّ ‫ِّل ِّلر َجا ِّل ن‬ َ ِّ‫ان َو ۡٱأل َ ۡق َربُونَ َو ِّللن‬ ِّ َ‫يب ِّم َّما ت َ َر َك ۡٱل َٰ َو ِّلد‬ ٧ ‫َصيبٗ ا َّم ۡف ُروضٗ ا‬ ِّ ‫ان َو ۡٱأل َ ۡق َربُونَ ِّم َّما قَ َّل ِّم ۡنهُ أ َ ۡو َكث ُ َر ن‬ ِّ َ‫ت َ َر َك ۡٱل َٰ َو ِّلد‬ ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”



4.



Melalui tawallud bin mamluk kepemilikan dari hasil harta yang telah dimiliki seseorang baik hasil itu



dating secara alami (seperti buah di kebun, anak kambing lahir dan bulu domba) atau melalui usaha pemiliknya seperti hasil usaha sebagai pekerja atau keuntungan yang diperoleh sebagai pedagang dengan usaha yang halal, artinya sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral. Allah Swt Berfirman surat An-Nisa’ Ayat 32 :



َّ ‫ض َل‬ ‫يب ِّم َّما‬ َّ َ‫َو َٗل تَت َ َمنَّ ۡواْ َما ف‬ ٞ ‫َص‬ َ ۡ‫ٱّللُ ِّب ِّهۦ َبع‬ ِّ ‫ض ُك ۡم َع َل َٰى بَعۡ ض ِّل ِّلر َجا ِّل ن‬ ْۖ َ ‫ۡٱكت‬ ۡ َ‫ٱّللَ ِّمن ف‬ َّ ْ‫س ۡبنَ َو ۡسلُوا‬ َ‫ض ِّل ِّ ٰٓهۦ ِّإ َّن ٱ َّّللَ َكان‬ ٞ ‫َص‬ ِّ ‫سا ٰٓ ِّء ن‬ َ َ ‫يب ِّم َّما ۡٱكت‬ َ ِّ‫سبُواْ َو ِّللن‬ َ ٣٢ ‫ِّب ُك ِّل ش َۡيءٍ َع ِّل ٗيما‬ “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.



2.6. Macam-macam Kepemilikan Macam-macam Kepemilikan ada 27 : 1.



Milik Sempurna (Al-Milk At-Tam) Jika materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta berada di bawah penguasaannya. Kepemilikan seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi masa



7



Mohammad Hidayat, The Sharia Economic, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), cet. Ke-1, hlm.133-134.



dan tidak bisa digugurkan oleh orang lain. Contoh kepemilikan seseorang atas sebuah rumah membuat orang tersebut berkuasa terhadap rumah itu dan bisa memenfaatkannya secara bebas.



2.



Milik Tidak Sempurna (Al-Milk An-Naqish) Apabila seseorang hanya menguasai materi harta tersebut tetapi manfaatnya dikuasai oleh orang lain, Ada 5 kepemilikan jenis ini: a.



I’arah (Pinjam-meminjam); akad terhadap kepemilikan manfaat tanpa ganti rugi



b.



Ijarah (Sewa-Menyewa); pemilikan manfaat dengan kewajiban membayar ganti rugi atau sewa



c.



Wakaf; akad pemilikan manfaat untuk kepentingan orang yang diberi wakaf sehingga ia memanfaatkannya dan orang lain hanya boleh memanfaatkan melalui izinnya.



d.



Wasiat; akad yang bersifat pemberian sukarela dari pemilik harta kepada orang lain tanpa ganti rugi yang berlaku setelah si pemberi wasiat wafat.



e.



Ibahah; penyerahan manfaat hak milik seseorang kepada orang lain seperti; mengizinkan seseorang untuk menimba air dari sumurnya dan menyediakan harta untuk kepentingan umum.



BAB III



PENUTUP



3.1. KESIMPULAN Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata ‫ ميال‬-‫ بميل‬-‫ مال‬yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat. Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara manusia” Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta. selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat. Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, di antaranya berarti: milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan mejelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran. Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al Milk juga berarti sesuatu yang dimilki (harta). Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali adanya kalangan syara’. Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.



DAFTAR PUSTAKA



Al-Zuhaily, Wahab. 2005. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus : Dar Al-Fikr, 2005. Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muammalah. Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007. Hidayat, Mohammad. 2010. The Sharia Economic. Jakarta : Zikrul Hakim, 2010. Mujieb, M. Abdul. 1994. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994. Zahrah, Muhammad Abu. 1962. Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-'aqad fi 'al-syari'ah al;islamiyah. Mesir : Dar Al Fikral-Arabi, 1962.