Makalah BAM Kelompok 7 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA ALAM MINANGKABAU TENTANG TRADISI MERANTAU DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU



Oleh Kelompok 7: FANISA AZZURA



1830111017



MIFTAHUL KHAIRA AFNEL



1830111031



MIRA ANGGRAINI



1830111034



MUHAMMAD JIHAD



1830111036



DOSEN PENGAMPU: SUSI RATNA SARI, M. Pd



JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR TP. 2019/2020



A. PEMBAHASAN 1. Pengertian, Filosofis dan Tujuan Merantau a. Pengertian Merantau Merantau menurut bahasa adalah migrasi, sedangkan menurut istilah merantau adalah tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan kedalam bahasa inggris atau bahasa barat manapun. Merantau merupakan istilah melayu, indonesia dan minang kabau yang sama arti dan pemakamannya dengan akar kata “rantau” ini hanya sekedar awalan kata kerja “me” yang berarti pergi merantau. Jadi, merantau merupakan sebagai migrasi atau comon denomunation untuk segala jenis perpindahan tempat tinggal, dekat atau jauh, dengan kemauan sendiri atau tidak, untuk sementara atau selamanya, dengan tanpa atau tujuan yang pasti, dengan tanpa maksud untuk kembali pulang, melembaga secara sosial dan kultural atau tidak akan tetapi “merantau” adalah suatu jenis migrasi yang dibatasi oleh keenam kriteria. b. Filosofis merantau Tanbo minangkabau menyebutkan tiga orang putra Iskandar Zulkarnain, yakni Maharajo Alif, Maharajo Dapang dan Maharajo Dirajo yang berlayar bersam-sama di laut. Dalam pelayaran mereka bertengkar mengenai siapa diantara mereka yang akan memiliki mahkota berikutnya. Ketika mereka bertengkar, mahkota yang diperebutkannya jatuh kelaut. Namun pengiring dari yang terkecil yang juga pandai bernama Cati Bilang Pandai, membuatkan gantinya yang persis serupa dengan yang aslinya dan ditunjukkan kepada kedua kakaknya sebagai mahkota yang hilang yang ttelah ditemukan kembali. Kedua kakaknya percaya bahwa ia yang menemukan, maka dengan demikian Maharajo Dirajo ia yang berhak atas tahta. Ketiganya tersebut berpisah, Maharajo Alif seterusnya jadi raja



binzantium dan memerintah bahagian barat dan kerajaannya, Maharajo Dapang menjadi raja cina dan jepang dan memerintah bahagian timur dari kerajaan sedangkan Maharajo Dirajo melanjutkan pelayaran ke selatan menjadi raja Minangkabau pelayarannya ke selatan kapalnya tersandung pada puncak merapi yang waktu itu masih sebesr telur terapung dilaut. Ketika banjir besar Nabi Nuh surut dan reda, raja dan pengikutnya bergerak kebawah dan demikianlah bermulanya alam Minangkabau. Dari taratak berkembang jadi dusun, dusun menjadi nagari, nagari menjadi koto, koto menjadi luhak. Daerah sekitar gunung merapi, Singgalang, Tandikat dan Sago didarat kemudian dibagi menjadi tigo luhak yang disebut dengan luhak nan tigo. Diantaranya : a. Luhak Tanah Daatar, Luhak Tertua (sekitar Batusangkar) b. Luhak Agam, Luhak tengah(sekitar Bukittingg) c. Luhak Lima puluh koto, luhak termuda(sekitar payakumbuh) c. Tujuan merantau a. Cara ideal untuk mendapatkan kesuksesan dan kematangan hidup b. Untuk mempelajari hubungan anatar manusia, anatar kelompok, antar manusia dengan kelompok dalam dunia luar c. Mencari penghidupan yang lebih dinegeri orang d. Tempat untuk mencari, menggali ilmu, harta dan kekayaan yang akan ditanam di alam minangkabau 2. Faktor-faktor yang menyebabkan orang Minang Merantau Budaya Minangkabau dikenal dengan tradisi merantaunya. Ada beberapa faktor penyebab masyarakat Minangkabau untuk pergi merantau diantaranya: a.



Faktor ekonomi Menurut Naim (2013:254), faktor ekonomi selalu dapat dianggap sebagai faktor yangbuilt-in dalam perantauan orang



Minangkabau,



karena



perantau



selalu



terjalin



ke



dalam



pelembagaan merantau itu sendiri. Salah satu alasan primordial untuk pergi merantau adalah perjuangan ekonomi. Secara tradisional, sekalipun sawah cukup untuk kelangsungan hidup keluarga, orang muda selalu didorong untuk pergi merantau mencari rezeki sehingga ia nanti sanggup berdiri sendiri dan untuk menghidupi keluarganya. Hal ini tergambar pada data berikut ini. Kau pergi menemui gelombang lantaran ingin mengubah takdir itu, bukan? Seperti juga bagi bujang-bujang lain,kampung ini: tanah mati adalah tanah yang dingin. Ibu ingat keluhanmu, terutama setiap kali merasa tidak bahagia (melulu) memakan nasi yang ditanak nasi. Ibu, melulu berbesar hati dalam keterasingan di sebuah negeri di mana orang-orang berduyun-duyun ke kota. (Yang Menunggu di Hulu, 2009:177—178) Berdasarkan data di atas dapat dianalisis bahwa faktor penyebab merantau dalam data tersebut adalah faktor ekonomi. Persoalan ekonomi tersebut tergambar pada kalimat ”Kau pergimenemui gelombang lantaran ingin mengubah takdir” tokoh Aku pergi merantau karena mata pencaharian kurang memadai di kampung halamannya. Tokoh Aku pergi merantau ke luar kota untuk mencari uang dan ingin mengubah takdirnya sama dengan anak-anak bujang di kampungnya. Ia mencoba peruntungan di kota besar karena mencari uang di kampung halaman kurang menjamin masa depannya b. Faktor pendidikan Menurut Naim (2013:271), faktor pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong yang penting pergi merantau, terutama semenjak perkembangannya sekolah-sekolah sejak bagian pertama abad ini. Berbeda dari faktor ekonomi yang biasanya mengenai



keseluruhan penduduk, merantau dengan tujuan mencari pendidikan selalu akan terbatas pada golongan penduduk tertentu. Sementara, sepenjang musim, mereka ditindih oleh impian tentang anak-anak yang harus bersekolah ke kota. Berdasarkan data di atas dapat dianalisis bahwa impian seorang ibu tentang pendidikan anaknya ini merupakan faktor pendidikan salah satu pendorong untuk pergi merantau. ”SMP hanya ada satu di kecamatan. SMA di kota kabupaten. Kalau ingin kuliah harus pergi ke kota provinsi”. Kalimat ini menegaskan bahwa keterbatasan sarana pendidikan di kampungnya. Jika ingin melanjutkan pendidikan tingkat sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi maka mereka harus ke kota. Oleh karena itu mereka harus merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Karena kota menyediakan semua fasilitas dalam dunia pendidikan. c. Daya tarik kota Sejalan dengan ide kemajuan melalui pendidikan dan modernisasi. Menurut Naim (2013:276), dalam prakteknya segala rupa ide untuk kemajuan dilaksanakan. Di kota tersedia kesempatan-kesempatan kerja yang banyak. Oleh sebab itu, daya tarik kota dirasakan oleh golongan terpelajar, karena sedikit sekali yang mereka dapat pekerjaan kalau mereka tetap tinggal di kampung atau bahkan di kota-kota kabupaten. Dengan demikian, satu-satunya pilihan bagi mereka adalah pindah ke kota, dan ke kota besar. Hal tersebut terdapat pada data berikut ini. Tapi subuh itu, apa hendak dikata. Setelah ijazah sekolah menengah ekonomi aku terima, ada tawaran pekerjaan sebagai pegawai tata usaha di sekolah



yang



sama.



Aku



harus



kembali



ke



kota.



Pekerjaan itu tidak ditawarkan ke sembarangan orang. Aku anggap sebagai kesempatan yang hanya datang sekali. Setelah



mengemukakan alasanya, akhirnya kau dengan berat melepasku. (Perempuan Bau Asap, 2009:37) Berdasarkan data di atas dapat dianalisis bahwa faktor penyebab merantau dalam data tersebut adalah daya tarik kota. Masalah daya tarik kota tersebut tergambar pada kalimat ”Tawaran pekerjaan sebagai pegawai tata usaha di sekolah yang sama. Aku harus kembali ke kota”. Di kota tersedia kesempatan-kesempatan kerja yang lebih banyak. Tokoh aku memilih kembali ke kota untuk menerima tawaran pekerjaan sebagai pegawai tata usaha di sekolah tempat ia pernah menuntut ilmu. Tokoh aku bertekad kembali ke kota karena tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang datang pada nya. Tawaran pekerjaan sebagai tata usaha tersebut hanya ditawarkan padanya tidak ditawarkan kesembarangan orang, maka tokoh aku menganggap keberuntungan itu hanya datang satu kali walaupun ibunya berat untuk melapaskan kepergiannya. d. Keresahan politik Sejalan dengan ide kemajuan melalui pendidikan dan modernisasi. Menurut Naim (2013:276), dalam prakteknya segala rupa ide untuk kemajuan dilaksanakan. Di kota tersedia kesempatan-kesempatan kerja yang banyak. Oleh sebab itu, daya tarik kota dirasakan oleh golongan terpelajar, karena sedikit sekali yang mereka dapat pekerjaan kalau mereka tetap tinggal di kampung atau bahkan di kota-kota kabupaten. Dengan demikian, satu satunya pilihan bagi mereka adalah pindah ke kota, dan ke kota besar. Hal tersebut terdapat pada data berikut ini. Tapi subuh itu, apa hendak dikata. Setelah ijazah sekolah menengah ekonomi aku terima, ada tawaran pekerjaan sebagai pegawai tata usaha di sekolah yang sama. Aku harus kembali ke kota. Pekerjaan itu tidak ditawarkan ke sembarangan orang. Aku anggap sebagai kesempatan yang hanya datang sekali. Setelah mengemukakan



alasanya, akhirnya kau dengan berat melepasku. (Perempuan Bau Asap, 2009:37) Berdasarkan data di atas dapat dianalisis bahwa faktor penyebab merantau dalam data tersebut adalah daya tarik kota. Masalah daya tarik kota tersebut tergambar pada kalimat ”Tawaran pekerjaan sebagai pegawai tata usaha di sekolah yang sama. Aku harus kembali ke kota”. Di kota tersedia kesempatan-kesempatan kerja yang lebih banyak. Tokoh aku memilih kembali ke kota untuk menerima tawaran pekerjaan sebagai pegawai tata usaha di sekolah tempat ia pernah menuntut ilmu. Tokoh aku bertekad kembali ke kota karena tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang datang pada nya. Tawaran pekerjaan sebagai tata usaha tersebut hanya ditawarkan padanya tidak ditawarkan kesembarangan orang, maka tokoh aku menganggap keberuntungan itu hanya datang satu kali walaupun ibunya berat untuk melapaskan kepergiannya. e. Arus baru Menurut Naim (2013:298) sumando ditempatkan secara adat sebagai kepala keluarga dirumah istrinya, tanpa mengurangi hak mamak sebagai kepala waris. Tidak satu pun desa atau nagari di Minangkabau dimana kekuasaan di rumah istri telah berpindah ke tangan sumando. Tetapi jika suami menginginkan rumah tangga sendiri



yang



terpisah



dari



rumah



tangga



keluarga



istirinya ia dapat melakukannya dengan pindah ke kota dimana bisa berbuat sebagai tuan di rumahnya sendiri. Ia juga yang bercerita, bahwa ia juga punya dua orang anak perempuan. Dua orang sudah bertahun-tahun dibawa suaminya. Sedangkan si bungsu tiga tahun lalu tamat SMU baru beberapa bulan meninggalkan rumah guna mengurus persyaratan demi persyaratan yang diperlukan untuk menjadi tenaga kerja wanita. Si bungsu bercitacita menjadi



penakluk



dunia



(pahlawan



devisa).



(Yang



Terbungkukbungkuk di Halaman,2009:70). Dari sistem adat di



Minangkabau sumando memang berhak menentukan tempat hidup dan tinggal bersama keluarga kecilnya, tanpa mengurangi hak mamak sebagai kepala waris”Ia juga yang bercerita, bahwa ia juga punya dua orang anak perempuan. Dua orang sudah bertahuntahun dibawa suaminya”. Kalimat tersebut menegaskan bahwa sumando mempunyai hak atas keluarganya. Di daerah perantauan istri dan suami bersama-sama mengatur kendali rumahnya. 3. Jenis-jenis Daerah Rantau Jenis-jenis daerah rantau dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Rantau politik Walaupun tipe rantau ini bagian yang esensial dari rantau orang Bugis, orang Aceh, orang Jawa pada abad-abad yang lalu (waktu orang buugis melebarkan kekuasan politiknya sampai kedaerah Riau dan Jambi) seperti Johor Selangor, orang aceh ke sepanjang pantai barat Sumatera dan Kedah, orang Jawa dalam zaman



kerajaan



Majapahit



mengawal



seluruh



kepulauan



semenanjung. b. Rantau pedesaan Rantau ini merupakan suatu ciri rantau pada abad keduapuluhan dan tidak begitu berarti dibandingkan dengan rantau kota masa kini. Rantau pedesaan adalah hasil perpindahan penduduk secara berkelompok ke berbagai tempat sepanjang barat (mulai dari Meulaboh di Aceh sampai ke Bengkulu di selatan) ke pantai timur (dari asahan sampai ke Kampar, Riau dan Jambi) dan menyeberangi selat sampai ke Naning dan negeri Sembilan tapi kebanyakan para perantau disini lebih sukamengaku bahwa mereka berasal darri tempat mereka tinggal sekarang. c. Rantau kota Ratau



ini



makna



dan



pengaruhnya



sejalan



dengan



perkembangan uban. Berbeda dari rantau pedesaan, sekarang tujuan rantau adalah pusat-pusat kota, makin besar kota itu semakin besar



daya tariknya untuk pergi kesana. Untuk pergi ke rantau-rantau seperti ini mereka tidak perlu pergi berkelompok seperti dulu, mereka bisa pergi secara individual dan lebih menyenangkan, karena bis, kereta api, kapal dan pesawat mereka bisa pergi kemanpun yang mereka suka. 4. Relasi Kampung dan Rantau Pada umumnya kebiasaan orang yang akan pergi merantau pergi merantau meninggalkan kampung halamannya secara suka rela sanak keluarganya akan melepas dengan perasaan haru dan sedih yang di sertai dengan iringan doa dan ajaran adat merantau yang semestinya ia lakukan. Dan orang kampung yang melepas akan punya harapan terhadap oran yang merantau di suatu hari nanti apabila ia akan kembali ke kampung halaman bisa membawa hasil dari rantau sehingga hubungan perantau dengan karibkerabat yang mereka tinggalkan di kampung halamannya masih sangat akrab dan menyatu,memang secara fisik mereka berpisah tetapi secara rohaniah mereka tetap menyatu. Seseorang yang merantau meninggalkan kampung halamannya, hanyalah sekedar pindah tempat tinggal saja, sementara kebiasaan adat dalam menyelesaikan suatu permasalahan dari suatu kaum, layaknya dilakukan di rantau sesuai dengan kebiasaan di kampung dan kaumnya sama saja waktu dikampung dahulu, jika terjadi suatu permasalahan, maka orang dari kampung akan datang untuk menyelesaikan kedaerah mana kita merantau. Dan kebiasaan perantau pada awalnya secara fisik selalu pulang kampung setidaknya sekali setahun demi melepaskan rindu dengan kampung halamanya,bahkan ada yang pulang kampung melalu organisasi kekerabatan dengan istilah pulang basamo yang bertujuan untuk meningakatkan para perantau akan kampung halamannya dan ada yang menunjukkan keberhasilannya di rantau dengan menggerakkan bantuan-bantuan



di



kampung



halamannya



masing-masing



serta



mendorong pariwisata bagi anak-anaknya yang lahir di rantau.mereka belum pernah melihat kampung halaman orang tuanya semuanya adalah bertujuan bahwa pulang dari rantau membawa hasil yang berguna bagi kampung halamannya. Bagi perantau yang kurang berhasil. Pulang kampung bagi mereka mejadi beban mental dan financial. Mereka takut diejek dan dicemooh yang sudah menjadi kebiasaan buruk orang awak. Pergi keromutan mencarikan “punggung nan indak basaok”, pulang kampung tetap menggadai sawah amai. Malu pulang kampuang dan berat karena biaya yang memang susah didapat. Mereka melahirkan papatah baru berbunyi sbb; Dari Maek ka Koto Gadang Bakelok jalan ka Pasa Ibuah Kok bansaek ka dibawo pulang Eloklah rantau di Pajauah Keinginan hati hendak pulang sama besarnya dengan mereka yang berhasil, apa daya tangan tak sampai. Fakta sejarah membuktikan. Satu demi satu perantau Minangkabau, yang sukses maupun yang gagal memulai pola hidup sebagai perantau menetap atau perantau cino. Kampung halaman yang sudah merupakan masa lampau. Tinggal kenangan. Sebaliknya bagi masyarakat adat di Alam minangkabau di Tigo Luhak, maupun dirantau dakek Padang, Pariaman, Pesisir dan Rantau Timur, mereka perantau pemukim/ perantau cino ini sudah dianggap dan diperlakukan seperti orang asing pula, orang datang yang sudah hampir tak dikenal. Para perantau sudah dianggap “tamu” di Nagarinya sendiri. Pepatah Minang yang berbunyi “Nan tuo dihormati, samo gadang ajak bakawan. Nan ketek dilindungi” tidak berlaku bagi perantau cino. Dari perantau cino mereka hanya butuh bantuan “pitih”. Bantuan dalam bentuk nasihat, pemikiran, saran-saran, konsep jarang mereka terima. Prinsip mereka sederhana “Kami lebih tahu urusan kami dari anda



para perantau” yang kami butuhkan hanya pitih, sekali lagi pitih. Dengan pitih bereslah segalanya. 5. Perbedaan Merantau Dulu dan Sekarang Merantau pada zaman dahulu adalah sebuah semangat atau sebuah motivasi yang dapat menentukan arah hidup mereka pada dasarnya tradisi merantau dominan pada kaum laki-laki karena mereka ingin merobah nasib dengan mencari penghidupan yang lebih baik di negri orang sehingga bekal mereka untuk pergi merantau tidak ada yang mereka bawa dari kampung berupa uang ataupun hasil dari penjualan harta pusaka dan harta warisan kaum. Jika hal itu mereka lakukan tentunya merupakan sebuah kekerangan yang sangat memalukan bagi masyarakat.karena harta itu bukanlah milik pribadi tapi milik kaum Merantau pada zaman sekarang masih melekat untuk masyarakat, hanya saja pada zaman sekarang pemuda-pemuda lebih didominasi memilih melanjutkan pendidikan di tempat merantaunya misalnya Jakarta



bahkan



samapai



keluar



negeri.



Merantau



tidak



lagi



meninggalkan kampung untuk bertahun – tahun lamanya. Setiap bulannya bisa untuk kembali ke kampung halaman tentunya. Merantau pada zaman sekarang untuk penempaan diri dan mencari lingkungan yang baru. Bagi yang memilih bekerja, pekerjaan di kampung halaman pun pada zaman sekarang tersedia banyak. Tak perlu meninggalkan kampung halaman untuk mencari penghidupan yang layak. Merantau bagi mahasiswa daerah adalah sebagai bekal untuk kehidupan yang dari masa yang akan datang. Di daerah daerah mulai berdiri berbagai jenis usaha usaha rakyat yang membutuhkan banyak tenaga kerja.Bahkan perusahaan perusahaan pun mulai berkembang hingga ke daerah – daerah di Indonesia. Dilain pihak terkadang pada zaman sekarang juga tidak menjamin dalam mencari kehidupan yang lebih baik. Apapun bentuknya merantau adalah untuk memberikan kepada kita apa tentang kehidupan ketika.jauh dari kampung halaman. Ketika sudah



berhasil jangan lupakan kampung halaman dan berikan kontribusi untuk membangun kampung halaman sehingga akan semakin lebih baik lagi. Ketika berada di tanah perantauan jangan lupa untuk mematuhi peraturan yang berlaku “dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung”, hargai orang lain dan jadilah perantau yang memberikan manfaat bagi sesama. B. Penutup 1. Kesimpulan Merantau merupakan sebagai migrasi atau comon denomunation untuk segala jenis perpindahan tempat tinggal, dekat atau jauh, dengan kemauan sendiri atau tidak, untuk sementara atau selamanya, dengan tanpa atau tujuan yang pasti, dengan tanpa maksud untuk kembali pulang, melembaga secara sosial dan kultural atau tidak akan tetapi “merantau” adalah suatu jenis migrasi yang dibatasi oleh keenam kriteria. Budaya Minangkabau dikenal dengan tradisi merantaunya. Ada beberapa faktor penyebab masyarakat Minangkabau untuk pergi merantau diantaranya: Faktor ekonomi, faktor pendidikan, daya tarik kota, keresahan politik, dan arus baru. Jenis jenis rantau itu dibedakan menjadi tiga yaitu : Rantau politik, rantau pedesaan, rantau kota. Bagi perantau yang kurang berhasil. Pulang kampung bagi mereka mejadi beban mental dan financial. Mereka takut diejek dan dicemooh yang sudah menjadi kebiasaan buruk orang awak. Pergi keromutan mencarikan “punggung nan indak basaok”, pulang kampung tetap menggadai sawah amai. Malu pulang kampuang dan berat karena biaya yang memang susah didapat. Keinginan hati hendak pulang sama besarnya dengan mereka yang berhasil, apa daya tangan tak sampai. Apapun bentuknya merantau adalah untuk memberikan kepada kita apa tentang kehidupan ketika.jauh dari kampung halaman. Ketika sudah berhasil jangan lupakan kampung halaman dan berikan



kontribusi untuk membangun kampung halaman sehingga akan semakin lebih baik lagi. Ketika berada di tanah perantauan jangan lupa untuk mematuhi peraturan yang berlaku “dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung”, hargai orang lain dan jadilah perantau yang memberikan manfaat bagi sesama. 2. Saran Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan dari pembuatan makalah ini. Jadi, pemakalah sangat mengharapkan saran, kritikan dan masukan dari para pembaca agar pembuatan makalah yang selanjutnya lebih baik lagi dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Khazrin, M. T. 2001. Dinamika Adat dan Tradisi Merantau di Alam Melayu. Dalam Abdul Latif, A. B. (Ed.), Adat Melayu Serumpun (pp. 73-85). Melaka: Perbadanan Muzium Melaka. Afif, F., dan Savaria. 2008. Kebudayaan Minangkabau dan Perantauan. http://www.scribd.com/doc/50636800/16376462-KebudayaanMinangkabau-dan-perantauan. (Diakses pada 25 Ogos 2011). Azmie, M. Z. 2008. Sopan: Daripada Perspektif Pengurusan Organisasi. Kuala Lumpur: Utusan Publication and Distribution Sdn.Bhd. Dewan Bahasa dan Pustaka. 2011. Pusat Rujukan Persuratan Melayu. http://www.prpm.dbp.gov.my/ (Diakses pada 15 Ogos 2011). Naim, Mochtar. 2013. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau Edisi Ke Tiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada