Makalah Belajar Dan Pembelajaran PJKR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI



Dosen Pengampu : Nofa Arif W, M.Pd



Disusun Oleh : 1. AVIQ 2. AGUS 3. EKKI



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA PACITAN 2016



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pada pembahasan di makalah ini kami ditugaskan untuk memaparkan tentang teori belajar, manfaat, tujan dan hal-hal yang mempengaruhi dalam belajar. Yang kami pahami selama ini belajar merupakan proses seseorang dalam mengenal, yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dan lain-lain. Belajar merupakan bagian dari kehidupan kita, tanpa kalian sadari kalian telah melakukan yang namanya belajar. Belajar juga tidak hanya dilakukan di sekolah, belajar dapat juga diperoleh di luar sekolah. Bahkan beberapa ahli mengatakan, belajar yang paling akan melekat pada diri seseorang biasanya diperoleh dari pengalamannya sendiri. Untuk lebih jelasnya lagi ada beberapa penjelasan yang akan kami paparkan lewat makalah ini. Adapun jika terdapat kesalahan dalam makalah ini, kami mohon maaf. Semua diri kami sebagai manusia dan



ini kami masih dalam proses



pembelajaran.



Pacitan, November 2016



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kita selama ini telah mengenal istilah belajar. Mungkin sejak bayi kita telah mengalami



hal



yang



namanya



belajar.



Seperti



kebanyakan



orang



mendefiniskan belajar sebagai suatu proses yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dan yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Meskipun hanya sebatas itu tapi setidaknya yang didefiniskan oleh orang kebanyakan juga merupakan salah satu pengertian dari belajar. Ada beberapa hal yang dibahas dalam belajar. Bukan dari pengertian saja melainkan dari segi tujuan, prinsip, dan masalah-masalah yang akan dihadapi dalam belajar. Sebagai calon seorang pendidik kita perlu mengetahui ilmu-ilmu yang terkait dalam belajar dan poin-poin yang harus diterapkan dalam menghadapi proses belajar. Karena sebagian besar yang kita hadapi bukan satu atau dua orang siswa didalam satu kelas. Maka dari itu selayaknya seorang pendidik untuk mengetahui pengetahuan dan teori-teori serta apliaksinya nanti didalam belajar. Perlunya pengetahuan dan pemahaman ini sangat melatar belakangi makalah ini dibuat. Selain untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen, makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi yang juga dikutip dari referensi yang diambil dari buku terkait dengan materi belajar agar memperkuat pengetahuan dan pemahaman yang ada.



B. Tujuan Penulisan Tujuan makalah ini dibuat adalah agar penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang pengertian belajar, teori-teori dalam belajar, tujuan, prinsip, serta masalah-masalah yang dihadapi dalam belajar khususnya mata pelajaran Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi.



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Belajar Anda, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah “belajar”. Kata ini, secara efektif sudah Anda kenali sejak anda bersekolah di Kelompok Berrmain maupun Taman Kanan-kanak (TK). tahukah Anda apa definisi belajar? Untuk memudahkan konsep belajar simaklah ilustrasi berikut z; “Si Fulan sebelum masuk ke sekolah TK tingkat A, belum bisa membaca. Di TK , ia bersama teman-temannya dikenalkan berbagai abjad oleh Ibu Rina, sang Guru. Dengan menggunakan alat peraga bu Rina menunjukan kepada siswa-siswanya huruf A s.d Z. Sambil menunjuk hurufhuruf itu, bu Rina meminta kepada siswa-siswanya untuk menirukan apa yang dikatakannya. Bu Rina melafalkan huruf “A”, serentak siswa-siswa mengucapkan “A”. Seiring dengan waktu, diakhir tahun ajaran si Fulan beserta temannya di TK tingkat A dapat menulis dan membaca” fenomena apa yang dapat Anda indentifikasikan dari ilustrasi tersebut? Benarkah fenomena tersebut “belajar”? Jika benar, apa cirri-ciri belajar? Tahukah Anda apa belajar itu? Beberapa pakar pendidikan mendefiniskan belajar sebagai berikut : a. Gagne Belajar adalah perubahan disposisi atau kemmpuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.



b. Travers Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku c. Cronbach Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. (Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman). d. Harold Spears Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu). e. Geoch Learning is change in performance as a result of practice. (Belajar adalah perubahan performance sebaga hasil latihan). f. Morgan Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman). Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Namun, realitas



yang dipahami oleh



sebagian besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya property sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah saha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan tersebut tidak seluruhnya



salah, sebab seperti dikatakan Reber, belajar adalah The Process of acquiring knowl edge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.



B. Prinsip Belajar Berikut ini adalah prinsip-prinsip belajar : Pertama, prinsip belajar prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri : 1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental, yaitu perubahan yang disadari. 2. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. 3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup 4. Positif atau berakumulasi 5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dab dilakukan. 6. Permanen atau tetap 7. Bertujuan dan terarah 8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sismetik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi anatara peerta didik dengan lingkungannya.



C. Tujuan Belajar Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effect, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai belajar instruksional lazim disebut nuturant effect. Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujaun ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.



D. Unsur-unsur Belajar dan Pembelajaran 1. Dinamika Siswa dalam Belajar Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotrik terhadap lingkungannya. Ada beberapa hal yang mempelajari



ranah-ranah



tersebut



dengan



hasil



penggolongan



kemampuan-kemampuan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara hierarkis. Hasil penelitian para ahli tersebut berbeda-beda.Diantara ahli yang mempelajari ranah-ranah kejiwaan tersebut adalah Bloom, Krathwohl, dan Simpson. Mereka ini menyusun penggolongan perilaku berkenaan dengan kemampuan internal dalam hubungannya dengan tujuan pengajaran. Hasil penelitian mereka dikenal dengan taksonomi instruksional Bloom. Kebaikan taksonomi Bloom terletak pada rincinya jenis perilaku yang terkait dengan kemampuan internal dan kata-kata kerja operasional. Walaupun ada kritik-kritik tentang taksonomi Bloom,



kiranya taksonomi tersebut masih dapat dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar. Ranah kognitif (Bloom, dkk.) terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut: a) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. b) Pemahaman, mencakup kemampuan mengangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip. d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga terstruktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya, mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil. e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya, kemampuan menyusun suatu program kerja. f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil karangan. g) Keenam jenis perilaku



ini bersifat hierarkis, artinya perilaku



pengetahuan tergolong terenah dan perilaku evaluasi tegrolong tertinggi. Perilaku yang terendah merupakan perilaku yang “harus” dimiliki



terlebih dahulu sebelum mempelajari perilaku yang lebih tinggi. Untuk dapat menganalisis misalnya, siswa harus memiliki pengetahuan pemahaman, penerapan tertentu. Dapat diketahui bahwa siswa yang belajar akan memperbaiki kemampuan internalnya. Dari kemampuankemampuan awal pada pra-belajar, meningkat memperoleh kemampuankemampuan yang tergolong pada keenam jenis perilaku yang di didikan di sekolah. h) Ranah afektif (Krathowl & Bloo, dkk.) terdiri dari lima perilaku-perilaku sebagai berikut: i) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan. j) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan mempeerhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. k) Penilaian dan penentuan sikap, mencakup menerima suatu nilai, meghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya, menerima suatu pendapat orang lain. l) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya, menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab. m) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya,



kemampuann mempertimbangkan dan menunjukan tindakan yang disiplin.



Kelima jenis perilaku tersebut tampak mengandung tumpang tindih dan juga berisi kemampuan kognitif. Perilaku penerimaan merupakan jenis perilaku terendah dan perilaku pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi. Ranah psikomotorik (Simpson) terdiri dari tujuh jenis perilaku sebagai berikut: a) Persepsi,



yang



mencakup



(mendeskriminasikan)hal-hal



kemampuan



secara khas,



memilah-milahkan



dan menyadari



adanya



perbedaan yang khas tersebut. Misalnya, pemilahan warna, angka 6 (enam) dan 9 (sembilan), huruf b dan d. b) Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup jasmani dan rohani. Misalnya, posisi star lomba lari. c) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan peniruan. Misalnya, meniru gerak tari, membuat lingkaran di atas pola. d) Gerakan yang terbiasa,mencakup kemampuan melakukan gerakangerakan tanpa contoh. Misalnya, melakukan lompat tinggi dengan tepat. e) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien, dan tepat. Misalnyabongkar-pasang peralatan secara tepat.



f) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pla gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya, keterampilan bertanding. g) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri. Misalnya, kemampuan membuat tari kreasi baru. Ketujuh perilaku tersebut mengandung urutan taraf keterampilan yang berangkaian. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan urutan fase-fase belajar motorik. Biggs dan Telfer berpendapat siswa memiliki bermacam-macam motivasi dalam belajar. Macam-macam motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu: a) Motivasi instrumental b) Motivasi sosial c) Motivasi berprestasi dan d) Motivasi intrinsik Dari segi siswa, maka bila siswa memiliki motivasi berprestasi dan motivasi instrinsik diduga siswa akan berusaha belajar segiat mungkin. Pada motivasi instrinsik ditemukan sifat perilaku berikut: a) Kualitas keterlibatan siswa dalam belajar sangat tinggi, hal ini berarti guru hanya memelihara semangat. b) Perasaan dan keterlibatan ranah afektif tinggi, dalam hal ini guna memelihara keterlibatan belajar siswa.



c) Motivasi intrinsik bersifat memelihara diri sendiri. Dengan ketiga sifat tersebut, berarti guru harus memelihara keterlibatan siswa dalam belajar. 2. Dinamika Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Menurut Biggs danTefler di antara motivasi belajar siswa ada yang dapat diperkuat dengan cara-cara pembelajaran. Motivasi mental, motivasi sosial, dan motivasi berprestasi rendah dapat dikondisikan secara bersyarat agar terjadi peran belajar siswa. Adapun acara-acara pembelajaran yang berpengaruh pada proses belajar dapat ditentukan oleh guru. Kondisi eksternal yang berpengaruh pada belajar yang penting adalah bahan belajar, suasana belajar, media, sumber belajar, subjek pembelajaran itu sendiri. a) Bahan Belajar Bahan belajar dapat berrwujud benda dan isi pendidikan. Iisi pendidikan tersebut dapat berupa pengetahuan, perilaku, nilai, sikap, dan metode pemerolehan. Sebagai ilustrasi buku biografi Panglima Sudirman adalah bahan belajar sejarah. Wujud buku biografi tersebut dapat dibuat menarik perhatian siswa, misalnya dengan gambar yang bagus, foto-foto berwarna, dan bentuk huruf yang indah. Isinya tentang cerita kepahlawanan. Dari kasus buku biografi tersebut dapat diketahui bahwa bahan belajar dapat dijadikan sarana mempergiat belajar. Dari segi guru, bila bahan belajar telah menarik perhatian siswa, maka



akan lebih



mempermudah upaya pembelajaran siswa. b) Suasana Belajar Kondisi gedung sekolah, tata ruang kelas, alat-alat belajar mempunyai pengaruh pada kegiatan belajar. Disamping kondisi fisik



tersebut, suasana pergaulan di sekolah juga berpengaruh pada kegiatan belajar. Guru memiliki peranan penting dalam menciptakan suasana belajar yang menarik bagi siswa. c) Media dan Sumber Belajar Media dan sumber belajar dapat ditemukan dengan mudah. Sawah percobaan, kebun bibit, kebun binatang, tempat wisata, museum, perpustakaan umum, surat kabar, majalah, radio, sanggar seni dapat ditemukan di dekat sekolah. Disamping itu buku pelajaran, buku bacaan, dan laboratorium sekolah juga tersedia semakin baik. Guru berperan penting memanfaatkan media dan sumber belajar tersebut. d) Guru sebagai Subjek Pembelajar Guru adalah subjek pembelajar siswa. Sebagai subjek pembelajar guru berhubungan langsung dengan siswa. Siswa SMP dan SMA merupakan pribadi-pribadi yang sedang berkembang. Siswa SMP dan SMA tersebut memiliki kotivasi belajar yang berbeda-beda. Guru dapat menggolongkan motivasi belajar siswwa tersebut. Kemudian guru melakukan penguatan-penguatan pada motivasi instrumental, motivasi sosial, motivasi berorestasi dan motivasi intrinsik siswa.



3. Model-Model Pembelajaran Penjas Model Pembelajaran Penjas Model pembelajaran (models of teaching) dalam konteks pendidikan jasmani lebih banyak berkembang berdasarkan orientasi dan model kurikulumnya. Dalam hal ini, model pembelajaran lebih sering dilihat sebagai pilihan guru untuk melihat manfaat dari pendidikan jasmani terhadap siswa, atau lebih sering disebut sebagai orientasi. Di bawah



ini diuraikan beberapa model pembelajaran, sebatas untuk dipahami perbedaan antara satu dengan lainnya. a) Model Pendidikan Gerak (Movement Education) Pendidikan



gerak



atau movement



education,



menekankan



kurikulumnya pada penguasaan konsep gerak. Di Amerika Serikat, program pendidikan gerak mulai berkembang sejak tahun 1960-an, yang pelaksanaannya didasarkan pada karya Rudolph Laban. Kerangka kerja program Laban ini meliputi konsep kesadaran tubuh (apa yang dilakukan tubuh), konsep usaha (bagaimana tubuh bergerak), konsep ruang (di mana tubuh bergerak), dan konsep keterhubungan (hubungan apa yang terjadi). Masing-masing konsep tersebut, merupakan panduan untuk dimanfaatkan manakala anak harus bergerak, sehingga gerakan anak bermakna dalam keseluruhan konsep tersebut. Dari setiap aspek gerak di atas, tujuan dan kegiatan belajar dirancang dengan memanfaatkan pendekatan gaya mengajar pemecahan masalah, penemuan terbimbing, dan eksploratori (Logsdon et al., 1984). Menurutnya, dalam model pendidikan gerak ini, siswa akan didorong untuk mampu menganalisis tahapan gerakan ketika menggiring bola basket (misalnya) dan menemukan posisi yang tepat ketika berada dalam permainan. Steinhardt (1992), mengutip Nichols, telah mengusulkan suatu kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang mengajarkan pada siswa hubungan antara gerak yang dipelajari dengan berbagai kegiatan pendidikan jasmani. Dalam pengembangan kurikulum pendidikan gerak, keseluruhan konsep itu dimanfaatkan dan dielaborasi, serta menjadi wahana bagi anak untuk mengeksplorasi kemampuan



geraknya. Termasuk, jika ke dalam kurikulum tersebut dimasukkan beberapa orientasi kecabangan olahraga seperti senam atau permainan, bahkan dansa sekalipun. Di bawah ini akan diuraikan ruang lingkup kurikulum pendidikan gerak yang diorientasikan melalui permainan kependidikan dan senam kependidikan. Jewet dan Bain (1985) menyatakan bahwa model pendidikan gerak telah dikritik dalam hal tidak ditemukannya klaim tentang transfer belajar‖ dan juga mengakibatkan menurunnya waktu aktif bergerak yang disebabkan oleh penekanan berlebihan pada pengajaran konsep gerak. Kritik lain telah mengajukan lemahnya bukti empiris untuk mendukung praktek penggunaan gaya pengajaran penemuan untuk mengajarkan keterampilan berolahraga (Dauer and Pangrazi, 1992; Siedentop, 1980). b) Model Pendidikan Kebugaran (Fitness Education) Salah satu literatur yang banyak membahas tentang pendidikan Jasmani orientasi model kebugaran adalah Physical Education for Lifelong



Fitness(AAHPERD).



Buku



ini



mendeskripsikan



model



pembelajaran pendidikan jasmani dari perspektif health-related fitness education (Steinhard, 1992). Model ini memiliki pandangan bahwa para siswa dapat membangun tubuh yang sehat dan memiliki gaya hidup aktif dengan cara melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-harinya. Namun kenyataan tersebut tidak mungkin dicapai tanpa adanya usaha karena sebagian besar anak dan remaja tidak memiliki kebiasaan hidup aktif secara teratur dan aktivitas fisiknya menurun secara drastis setelah dewasa. Untuk itu, program penjas di sekolah harus membantu para siswa



untuk tetap aktif sepanjang hidupnya. Kesempatan membantu para siswa untuk tetap aktif sepanjang hidupnya menurut model ini masih tetap terbuka sepanjang merujuk pada alasan individu melakukan aktivitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa alasan individu melakukan aktivitas fisik adalah (1) aktivitas fisik meyenangkan, (2) dapat dilakukan rame-rame, (3) dapat meningkatkan keterampilan, (4) dapat memelihara bentuk tubuh, dan (5) nampak lebih baik. Beberapa alasan individu melakukan aktivitas fisik tersebut harus menjadi dasar dalam menerapkan model kebugaran ini. c) Model Pendidikan Olahraga (Sport Education) Sport



education yang



sebelumnya



diberi



nama play



education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model



ini



berorientasi



pada



nilai



rujukan



Disciplinary



Mastery (penguasaan materi), dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Siedentop banyak membahas model ini dalam bukunya yang berjudul Quality PE Through Positive Sport Experiences: Sport Education. Beliau mengatakan bahwa bukunya merupakan model kurikulum dalam pembelajaran penjas. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah satu materi penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas sering tidak



lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-teknik olahraga yang sering terpisah dari suasana permainan sebenarnya. Atau, jika pun melakukan permainan, permainan tersebut lebih sering tidak sesuai dengan tingkat kemampuan anak sehingga kehilangan nilai-nilai keolahragaannya.



Akibatnya,



pelajaran



permainan



itupun



tidak



memberikan pengalaman yang lengkap pada anak dalam berolahraga. Dalam pandangan Siedentop, pembelajaran demikian tidak sesuai dengan konsep praktek yang seirama dengan perkembangan (developmentally appropriate practices/DAP). Bahkan dalam kenyataannya, untuk sebagian besar siswa, cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai. Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas. d) Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Davidson dan Warsham “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan



pendekatan



pembelajaran



yang



berefektifitas



yang



mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Slavin menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam model pembelajaran



kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan



suatu



permasalahan.



Dengan



begitu



siswa



akan



bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial. Johnson & Johnson menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.



4. Masalah-masalah dalam belajar Dalam belajar pasti siswa maupun guru mendapatkan beberapa masalah. Terdapat dua masalah bila dilihat dari segi factor. Yaitu masalah-masalah intern belajar, dan masalah-masalah ekstern belajar. a. Masalah-masalah intern belajar Dalam interaksi belajar-mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan engan bahan belajar. Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswa lah yang menentukan terjadi atau tidaknya belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut.



1. Sikap Terhadap Belajar Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut. 2. Motivasi Belajar Motivasi belajar dalam diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan. 3. Konsentrasi Belajar Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Untuk memperkuat perhatian pada pembelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan waktu istirahat. 4. Mengolah Bahan Belajar Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan terebut dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut



menjadi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri, ataupun laboratory. 5. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isis pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. 6. Menggali hasil belajar yang tersimpan. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud (i) transfer belajar, atau (ii) unjuk prestasi belajar. Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau



pembangkitannya



bersumber



dari



sendiri.



kesukaran



Gangguan



penerimaan,



tersebut pengolahan,



dapat dan



penyimpanan. Dengan kata lain, penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan kesan. 7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian



siswa



tidak



mampu



berprestasi



dengan



baik.



Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses



penerimaan,



pengaktifan,



pra-pengolahan,



pengolahan,



penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi. 8. Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Sebagai ilustrasi, siswa yang gagal ujian bahasa Inggris, bila didorong terus, akhirnya akan berhasil lulus. Bahkan bila kepercayaan dirinya timbul, ia dapat lulus pada saat ujian akhir dengan nilai baik pada mata pelajaran bahas Inggris. 9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar Menurut Wechler (Monks dan Knoers, Siti Rahayu Haditono) Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Menurut Siti Rahayu Haditono, di Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh factor-faktor seperti (i) kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah diberbagai pelosok, (ii) siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal, (iii) Kurangnya



dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami apa yang dipelajari oleh anaknya disekolah, dan (iv) keadaan gizi yang rendah sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik, serta (v) dari gabungan factor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar. 10. Kebiasaan Belajar Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajat tersebut antara lain (i) belajar pada akhir semester, (ii) beajar tidak teratur, (iii) menyianyiakan kesempatan belajar, (iv) bersekolah hanya untuk bergengsi, (v) datang terlambat bergaya pemimpin, (vi) bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (vii) bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar. 11. Cita-cita Siswa Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Citacita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. b. Faktor-faktor Ekstern Belajar Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan factor ekstern belajar. Di tinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut :



1. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar Guru adalah pengajar yang mendidik. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia. Di satu pihak, guru mempelajari perilaku budaya wilayah tempat tinggal bertugas. Di lain pihak, pada tempatnya warga masyarakat setempat perlu memahami dan menerima guru sebagai pribadi yang sedang tumbuh. Guru juga menumbuhkan diri secara professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. 2. Prasarana dan Sarana Pembelajaran Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas labolatarium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah



“bagaimana



mengelola



prasarana



dan



sarana



pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil



baik”. Dengan tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti menuntut guru dan siswa dalam mengguanakannya. 3. Kebijakan Penilaian Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Dengan penilian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar adalah guru. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut seorang siswa yang keluar dapat di golongkan lulus atau tidak lulus. Oleh Karena itu, sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputusan hasil belajar siswa. 4. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah Siswa-siswa



di



sekolah



membentuk



suatu



lingkungan



pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seseorang siswa terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika ia tertolak maka ia akan merasa tertekan.



5. Kurikulum Sekolah Program pembelajaran di Sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.



Kurikulum



yang



diberlakukan



sekolah



adalah



kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Kurikulum disusun sesuai tuntutan kemajuan masyarakat.



E. Hasil belajar Menurut Gagne, “hasil belajar adalah kemampuan (performance) yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut kapabilitas.” Gagne membagi hasil belajar menjadi 5 kategori kapabilitas manusia. Tabel Lima kategori hasil belajar menurut gagne (1992) Jenis hasil belajar



Keterampilan intelektual



Strategi kognitif



Informasi verbal



Definisi Jenis ketrampilan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan dalam konteks simbol atau konseptualisasi. Kemampuan seseorang yang mengarahkan seseorang untuk mengatur cara belajarnya, cara mengingat, dan tingkah laku berpikir. Jenis pengetahuan yang dinyatakan secara verbal.



Contoh kemampuan Mengidentifikasikan garis diagonal suatu persegi panjang



Mendemonstrasikan menurunkan rumus kimia/fisika.



Mengatur kembali problem yang dinyatakan secara verbal dengan bekerja ulang. Menghitung jumlah sel dalam satu lapang pandang mikroskop.



Keterampilan motoric



Kemampuan yang direfleksikan dalam bentuk kecepatan, ketepatan, tenaga dan secara keseluruhan berupa gerak tubuh seseorang dalam rangka melakukan tugas – tugas tertentu yang memerlukan integrasi ketiga aspek tersebut.



Menyebutkan fase – fase pembelahan sel. Mengoperasikan mikroskop, Mencetak huruf tertentu



Memilih untuk membaca fiksi ilmiah Memilih menjadi ahli dalam bidang biologi, kimia, fisika.



Sikap



Pakar pendidikan lain, Benyamin s. Bloom (1994) mengklasifikasikan hasil belajr menjadi tiga ranah atau domain yaitu: 1. Kognitif Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif menurut Bloom, et.al (Winkel, 1999; Dimyati & Modjiono, 1994) dibedakan atas 6 tingkatan dari yang sederhana hingga yang tinggi, yakni: a. Pengetahuan (knowledge), meliputi kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. b. Pemahaman (comprehension), meliputi kemampuan menangkap arti dan makna dari hal yang dipelajari. Ada tiga subkategori dari pemahaman, yakni: 



Translasi, yaitu kemampuan mengubah data yang disajikan dalam suatu bentuk ke dalam bentuk lain.







Interpretasi, yaitu kemampuan merumuskan pandangan baru







Ekstrapolasi, yaitu kemampuan meramal perluasan trend atau kemampuan meluaskan trend di luar data yang diberikan



c. Penerapan (aplication), meliputi kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. d.



Analisis (analysis), meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Analisis dapat pula dibedakan atas tiga jenis, yakni: 



Analisis elemen, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan merinci elemenelemen dari suatu masalah atau dari suatu bagian besar.







Analisis relasi, yaitu kemampuan mengidentifikasi relasi utama antara elemen-elemen dalam suatu struktur.







Analisis organisasi, yaitu kemampuan mengenal semua elemen dan relasi dari struktur kompleks.



e. Sintesis (synthesis), meliputi kemampuan membentuk suatu pola baru dengan memperhatikan unsur-unsur kecil yang ada atau untuk membentuk struktur atau sistem baru. Dilihat dari segi produknya, sintesis dapat dibedakan atas: 



Memproduksi komunikasi unik, lisan atau tulisan







Mengembangkan rencana atau sejumlah aktivitas







Menurunkan sekumpulan relasi-relasi abstrak







Evaluasi (evaluation), meliputi kemampuan membentuk pendapat tentang sesuatu atau beberapa hal dan pertanggungjawabannya berdasarkan kriteria tertentu.



2. Ranah Afektif Ranah afektif



berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan



penyesuaian perasaan sosial. Ranah efektif menurut Karthwohl dan Bloom (Bloom.,et.al,1971) terdiri dari 5 jenis perilaku yang diklasifikasikan dari yang sederhana hingga yang kompleks, yakni:



a. Penerimaan (reseving) yakni sensitivitas terhadap keberadaan fenomena atau stimuli tertentu, meliputi kepekaan terhadap hal-hal tertentu, dan kesediaan untuk memperhatikan hal tersebut. b. Pemberian respon (responding) yakni kemampuan memberikan respon secara aktif terhadap fenomena atau stimuli. c. Penilaian atau penentuan sikap (valuing) yakni kemampuan untuk dapat memberikan penilaian atau pertimbangan terhadap suatu objek atau kejadian tertentu. d. Organisasi (organization), yakni konseptualisasi dari nilai-nilai untuk menentukan keterhubungan diantara nilai-nilai. e. Karakterisasi, yakni kemampuan yang mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang.



3. Ranah Psikomotorik Ranah psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik. Ranah psikomotor menurut Simpson (Winkel, 1999;Fleishman & Quaintance, 1984) dapat diklasifikasikan atas: a. Persepsi (perception), meliputi kemampuan memilah-milah 2 perangsang atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing perangsang. b. Kesiapan melakukan suatu pekerjaan (set), meliputi kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. c. Gerakan terbimbing (mechanism), meliputi kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerak peniruan. d. Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya.



e. Gerakan kompleks (complex overt response), meliputi kemampuan untuk melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen secara lancar, tepat, dan efisien. f.



Penyesuaian pola gerakan (adaptation), meliputi kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.



g. Kreativitas, meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Gaya mengajar adalah hal yang sangat penting untuk menentukan bagaimana cara mengajar yang tepat atau yang terbaik. Untuk memilih gaya mengajar yang tepat biasanya dilihat dari karakteristik guru dan muridnya juga dan didasarkan atas interaksi antara perilaku siswa dan perilaku guru, serta hubungannya dalam mencapai suatu sasaran tertentu. Guru harus bisa memilih gaya yang benar atau pas untuk materi pembelajaran yang akan diberikan terhadap muridnya. Dalam satu pertemuan tidak hanya satu gaya mengajar saja yang digunakan, akan tetapi harus banyak variasinya dalam gaya mengajar supaya murid atau siswa tertarik terhadap penampilan mengajar guru.



B. SARAN Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran dalam memilih gaya yang tepat, penting dipertimbangkan karakter sosial, emosional, fisikal, mental, dan karakteristik lainnya yang melekat pada anak dan relatif berbeda.



DAFTAR PUSTAKA



Agus Suprijono Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Pustaka Pelajar, Yogyakarta tahun 2012.



Tite Juliantine. 2013. Belajar dan Pembelajaran Penjas. FPOK-UPI. Bandung.



Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono Belajar dan PEmbelajaran penerbit: PT RINEKA CIPTA , Jakarta Februari 2013