MAKALAH Creative Accounting [PDF]

  • Author / Uploaded
  • irma
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI “CREATIVE ACCOUNTING”



DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4 NURUL MUTHMAINAH RIZKI NAHRIYATI MASITA IRMAWATI



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN 2016



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Makalah yang berjudul “Creative Accounting” diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Akuntansi. Adapun makalah yang berjudul “Creative Accounting” ini telah penulis usahakan dapat disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini. Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaikbaiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini. Penulis berharap semoga makalah yang berjudul “Creative Accounting” ini bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.



Makassar, 17 November 2016



Penyusun



DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................................................



ii



Daftar Isi........................................................................................................... iii BAB I



BAB II



PENDAHULUAN............................................................................



1



1.1 Latar Belakang............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1.3 Tujuan Penyusunan ..................................................................... 1.4 Manfaat Penyusunan ...................................................................



1 1 2 2



PEMBAHASAN..............................................................................



3



2.1 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ............................................................................................... ............................................................................................... 3 2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Sebagai Regulasi Terkini di Indonesia ............................................................................................... ............................................................................................... 5 2.3 Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ............................................................................................... ............................................................................................... 8 2.4 Perbedaan antara SAK dan SAP ............................................................................................... ............................................................................................... 11 2.5 Isu-isu Kritis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ............................................................................................... ............................................................................................... 15 ............................................................................................... BAB III PENUTUP........................................................................................ 20



3.1 Kesimpulan ................................................................................. 20 Daftar Pustaka................................................................................................... 21



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan pada dasarnya merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu. Gambaran tersebut menunjukkan apakah perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian, seberapa kemampuannya untuk tetap bertahan atau berkembang. Informasi tentang kondisi keuangan sangat berguna bagi berbagai pihak sebagai pengguna laporan keuangan, baik bagi pihak-pihak internal maupun eksternal. Laporan keuangan disusun untuk kepentingan pihak internal dan eksternal perusahaan. Laporan keuangan untuk kepentingan pihak internal adalah setiap laporan yang memuat informasi keuangan yang hanya berlaku untuk kalangan internal perusahaan, sedangkan laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi keuangan yang terbuka untuk umum (Karyawati,2013) dalam (Zarah,2014). Mengapa muncul pertanyaan studi “masihkah laporan keuangan bisa dipercaya?” Karena, laporan keuangan sebagai informasi akuntansi bukanlah informasi yang disusun dengan tingkat obyektivitas 100%. Pada kenyataannya, terdapat aspek subyektivitas yang melekat ketika menyusun laporan keuangan. (Puspitaningtyas,2007;2010;2012) dalam



(Zarah,2014)



membuktikan



bahwa informasi akuntansi disajikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan bisnis dan biasanya terkait dengan



kegiatan investasi. (Puspitaningtyas dan Kurniawa,2012) dalam (Zarah,2014) menyebutkan bahwa tujuan investor melakukan kegiata investasi ialah untuk mencari (memperoleh) pendapatan atau tingkat pengembalian investasi (return) yang akan diterima di masa depan. Jika informasi yang disajikan tidak dapat dipercaya, akankah keputusan yang diambil tepat? Walaupun dalam hal pengambilan keputusan tidak terlepas dari perilaku manusia. Artinya, keputusan yang diambil berpeluang untuk diperdebatkan karena adanya perbedaan pengetahuan dan pemahaman antara orang yang satu dan lainnya. Implikasi dari adanya perbedaan tersebut ialah keputusan yang diambil cenderung bias dan memihak. Hal inilah yang mendasari penyusunan laporan keuangan tidak obyektif 100%. Praktek creative accounting dalam menyusun



laporan



keuangan



menimbulkan keraguan yang besar bagi para pengguna. Apakah informasi akuntansi yang disajikan adalah benar dan menggambarkan kondisi perusahaan tanpa ada upaya penyembunyian informasi yang relevan, sehingga tidak berakibat pada pengambilan keputusan yang tidak tepat. Akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang tidak terlepas dari dunia bisnis. Dengan adanya ilmu akuntansi maka pembukuan keuangan menjadi lebih mudah dan lebih akurat. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak pembukuan keuangan yang tidak sesuai dengan keuangan yang ada. Hal ini terjadi karena kekeliruan dari penyajian laporan keuangan atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Seorang akuntan harus mengikuti aturan yang ada dalam menyajikan laporan keuangan, yaitu sesuai dengan aturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Akan tetapi, banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan manipulasi data keuangan untuk mendapatkan respon yang baik dari beberapa pihak. Hal ini disebut sebagai akuntansi kreatif (creative accounting). Creative accounting bukan hal yang baru dalam dunia akuntansi, karena banyak perusahaan yang melakukan



hal



tersebut



(Sulistiawan



et



al.,2011) dalam



(Zarah,2014). Creative accounting oleh beberapa kalangan dianggap hal yang tidak etis karena memanipulasi data. Akan tetapi, creative accounting dalam pandangan



teori akuntansi positif, sepanjang creative accounting tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum tidak ada masalah yang harus dipersoalkan. Banyak faktor yang menyebabkan perusahaan melakukan praktek creative accounting dengan tujuan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Untuk tujuan tersebut, diperlukan cara-cara yang kreatif dalam penghitungan keuangan bisnis walaupun terkadang dianggap sebagai hal yang kurang etis.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan creative accounting 2. Apakah tujuan creative accounting 3. Apakah Unsur-unsur creative accounting 4. Apakah penyebab dan Pola creative accounting 5. Apasajakah jenis-jenis dari creative accounting 6. Bagaimana cara mendeteksi terjadinya creative accounting dalam suatu perusahaan?



1.3 Tujuan 1. Dapat memahami dan menjelaskan akunt



BAB II PEMBAHASAN 2.1



PENGERTIAN CREATIVE ACCOUNTING Akuntansi terlepas dari dunia



merupakan salah satu cabang ilmu yang tidak bisnis, dengan adanya



ilmu



akuntansi



pembukuan keuangan menjadi lebih mudah dan lebih akurat.



maka Akan



tetapi, dalam kenyataannya banyak pembukuan keuangan yang tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang ada. Hal ini terjadi karena kekeliruan dari pembuatan laporan keuangan atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Dalam melakukan penyusunan laporan keuangan perusahaan seorang akuntan harus mengikuti aturan yang ada dalam pembuaan laporan keuangan yaitu sesuai dengan aturan PSAK. Akan tetapi, dalam kenyataannya, banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan manipulasi data keuangan untuk mendapatkan respon yang baik dari beberapa kalangan. Hal ini disebut dengan akuntansi kreatif (,Creatif Accounting').Akuntansi



kreatif bukan hal yang



baru dalam



dunia



akuntansi, karena banyak perusahaan yang melakukan hal tersebut. Banyak para pakar yang mengartikan creative accounting sebagai kegiatan memanipulasi data keuangan di perusahaan. Tetapi, kata-kata creative accounting terdiri dari 2 kata yaitu creative yang artinya kebolehan seseorang menciptakan ide baru yang efektif, dan kata 'akuntansi' itu artinya pembukuan tentang financial events yang senantiasa



berusaha untuk setia kepada kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial events). Dalam beberapa pendapat tentang akuntansi kreatif, misalnya Breton, et al. (2000); Suwardjono (1990); Naser (1993) dan Amet et al. (2000) dalam Ldyia (2014) adalah sebagai proses pemanipulasian laporan akuntansi dilakukan dengan cara mencari celah-celah peraturan akuntansi demi keuntungan mereka, hal ini mempengaruhi cara pemilihan tolok ukur laporan dan pengungkapan laporan tersebut sehingga terjadi transformasi dari aturan sebenarnya, mereka mempersiapkan pula bagianbagian laporan yang lebih disukai, dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga dihasilkan laporan akuntansi yang sesuai keinginan, ketimbang membuat laporan berdasarkan cara yang netral dan sesuai prosedur. Dari



definisi



ini,



setidaknya



dua



hal



pokok



dalam menyikapi



akuntansi kreatif yaitu, dalam konteks manajemen laba dan perekayasaan laba. Manajemen laba ini merupakan refleksi sikap oportunis manajer untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.



Sedangkan



persekayasaan laba dengan SPE mengarah pada unsur manipulasi datadata akuntansi.



2.2



TUJUAN AKUNTANSI KREATIF Banyak yang mengatakan bahwa creative accounting adalah sebuah praktek memanipulasi laporan keuangan guna menyajikan sebuah laporan keuangan yang sesuai keinginan. Pengertian tersebut melekat pada istilah creative accounting. Namun, tidak semua creative accounting adalah sebuah kecurangan. Sulistiawan et al. (2011) dalam Zarah (2014) menyebutkan bahwa creative accounting merupakan transformasi informasi keuangan dengan menggunakan pilihan metode, estimasi, dan praktek akuntansi yang diperbolehkan oleh standar akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Misalnya saja penyederhanaan beberapa bentuk laporan atau penggabungan sebuah biaya menjadi satu



dalam biaya lain-lain karena dianggap sebagai transaksi yang jarang terjadi. Creative accounting memanglah tidak dibenarkan ketika tujuannya adalah untuk melakukan kecurangan dan manipulasi data keuangan demi menciptakan kondisi yang menguntungkan. Tujuan dari creative accounting ada beberapa, antara lain: untuk melakukan manipulasi data pajak, untuk melancarkan pengajuan kredit keuangan kepada lembaga keuangan bank, untuk menyembunyikan kinerja buruk perusahaan, untuk memanipulasi harga saham, dan untuk menyembunyikan asset sebenarnya dari perusahaan. Penurunan kualitas financial statements merupakan salah satu dampak dari praktek creative accounting. Akuntan “dipaksa” untuk melakukan praktek creative accounting hanya untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pemilik perusahaan sebagai pengontrol jalannya perusahaan dengan motivasi memperkaya diri sendiri. Biasanya, akuntan akan merasa terintimidasi ketika terdapat tuntutan untuk menyajikan keuangan



laporan



yang bertentangan dengan kaidah akuntansi yang berlaku



umum. Kejujuran seorang akuntan seolah “tergadaikan” ketika praktek creative accounting dipaksakan. Seorang akuntan harus mampu membuat dan menyediakan laporan keuangan yang dibutuhkan oleh para pengguna (users). Dalam rangka penyajiannnya, terdapat metode yang berbeda-beda tergantung kepada tujuan dan pada siapa laporan keuangan akan disajikan. Misalnya: laporan keuangan untuk internal perusahaan, bahwa tidak ada standar pasti yang digunakan untuk membuat laporan keuangan bagi internal perusahaan. Setiap perusahaan bisa memakai metode dan standar apapun yang dianggap paling sesuai dan mencerminkan



keadaan



perusahaannya; laporan keuangan untuk pemerintah, sering digunakan untuk keperluan membayar pajak perusahaan bagi pemerintah, ada suatu standar tertentu yang disebut dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP); dan laporan keuangan untuk investor, biasanya



laporan keuangan akan dibuat "seindah mungkin” dengan tujuan supaya investor berkenan menanamkan dananya atau berinvestasi di perusahaan. Lalu, apakah ketiga contoh tersebut melanggar prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum? Memang tidak ada yang salah dari ketiga contoh tersebut, karena semuanya dibenarkan dalam disiplin ilmu akuntansi. Pembuatan laporan keuangan yang berbeda- beda semacam itu memang hal yang wajar dan tidak melanggar prinsip dalam ilmu akuntansi,



walaupun



akan



masih



terdapat



banyak



celah



yang



memungkinkan terjadinya peneyelewengan.



2.3



UNSUR-UNSUR AKUNTANSI KREATIF Menurut



Mulford



&



Eugene



E.



Comiskey



(2002)



membagi Creative Accounting menjadi beberapa unsur, yaitu:



1. Recognizing Premature or Fictitious Revenue yaitu Mengakui penghasilan prematur atau



penghasilan fiktif



ditinjau dari sudut aggressive accounting.



itu



berbeda jika



Untuk premature



revenue, pengakuannya sudah sesuai dengan GAAP. Sementara itu,



untuk fictitious revenue,



penghasilan dicatat tanpa adanya



penjualan yang terjadi. Bentuk



dari



prematur



revenue



bisa



berupa



pengakuan



penjualan dilakukan pada saat barang sudah dipesan, tapi belum dikirim (goods ordered, but not shipped) atau barang sudah dikirim, tapi belum dipesan (goods shipped, but not ordered).



Sementara



itu, contoh penjualan fiktif adalah backdated invoice, tanggal pengiriman



yang



diubah,



atau



sengaja



salah



mencatat



penjualan. Cara mendeteksi penjualan prematur atau fiktif yaitu: 



Pahami kebijakan pengakuan pendapatan, termasuk perubahannya



 



Cermati piutang usaha Cermati akun-akun yang mungkin digunakan untuk meng-offset



 



penjualan prematur atau fiktif Review transaksi hubungan istimewa Perhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sesuai laporan



2. Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies yaitu dalam kebijakan kapitalisasi yang agresif, perusahaan melaporkan beban



atau



rugi tahun



berjalan



sebagai



pengakuan biaya tertunda dan laba naik.



asset,



akibatnya



Selanjutnya, aset atau



beban ditangguhkan tersebut diamortisasi selama beberapa tahun. Cara mendeteksi kebijakan aggressive capitalitation & extended amortization policies yaitu: 



Pahami



kebijakan



kapitalisasi



asset



dan



apakah



asset



yang



software



yang



dikapitalisasi tersebut melebihi nilai pasar. 



Proporsikan



total



biaya



pengembangan



dikapitalisasi dan tentukan apakah proporsi tersebut wajar. 



Cermati



biaya



bunga



yang



dikapitalisasi



sehubungan



dengan proyek konstruksi yang sudah berakhir. 



Cermati alasan yang mendasari pencatatan normal operating expense ke dalam asset.



3. Misreported Assets & Liailibities Dalam banyak kasus, nilai aset overvalued dan/atau kewajiban undervalued dengan tujuan agar earning power menjadi lebih tinggi dan posisi keuangan lebih kuat. Dengan laba yang tinggi, otomatis saldo laba dan nilai ekuitas akan naik. Beberapa akun aktiva yang potensial dilaporkan overvalued adalah piutang usaha, inventori, investasi (yang diklasifikasikan dalam trading, held to



maturity, atau available for sale). Akun kewajiban yang dicatat undervalued di antaranya adalah accrued expense payable, utang usaha, utang pajak, dan contingent liability. Cara mendeteksi misreported asset & liability yaitu: 



Tandingkan prosentase perubahan piutang usaha dengan perubahan







penghasilan untuk 4-6 triwulan terakhir Pastikan bahwa pembentukan cadangan piutang tak tertagih cukup







untuk menutup risiko inkolektibilitas Cermati apakah persediaan yang overvalued tersebut disebabkan



    



persediaan fiktif Cermati apakah kasus overvalued inventory pernah terjadi sebelumnya Cermati penurunan nilai pasar surat berharga yang held to maturity Cermati trend yang terjadi untuk accrued expense payable Hitung umur utang untuk 4-6 bulan terakhir Review total utang pajak yang tercatat di neraca dengan beban pajak



yang dicatat di laba rugi Cermati kewajiban kontinjensi yang tidak dicatat di neraca 4. Getting Creative with the Income Statement 



Permainan angka-angka di laporan laba rugi terjadi pada cara mempercepat atau memperlambat pengakuan pendapatan dan biaya. Dalam hal ini laba diatur untuk beberapa periode pelaporan. Selain itu, penyajian laporan yang bisa berbentuk single step maupun step memungkinkan perusahaan memainkan angka-angka subtotal, klasifikasi akun, dan catatan laporan keuangan.Misalnya, unsur pendapatan usaha dilaporkan sebagai pendapatan di luar usaha atau sebaliknya, pengeluaran yang termasuk dalam harga pokok penjualan direklasifikasikan ke dalam kelompok akun beban operasi atau sebaliknya. Reklasifikasi demikian tentu saja akan mempengaruhi angka sub total laba kotor atau laba operasi yang nota bene sering dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan. Contoh lainnya yang termasuk dalam kreativitas akuntansi di laporan laba rugi terjadi dalam:







Kelompok akun other expense/income yang seringkali di-netting. Perusahaan hanya melaporkan total other expense/income tanpa







merinci detil dari kelompok akun tersebut. Penggunaan terminologi di dalam laporan laba rugi, seperti istilah restrukturisasi yang ternyata biaya restrukturisasinya mencakup penghapusan inventori, pembayaran pesangon dan biaya PHK,







penghapusan aktiva, biaya relokasi, dan biaya penurunan nilai aktiva. Penentuan tingkat materialitas suatu transaksi. Dengan konsep materialitas ini, perusahaan dapat mengelompokkan transaksi yang



sebetulnya material menjadi tidak material. 5. Problems with Cash-flow Reporting Seperti diuraikan sebelumnya dalam Share Price Effect, para investor tertarik dengan perusahaan yang punya earning power yang bagus dan sustainable. Dengan demikian, future cash flow-nya menjadi baik pula.Bagi para kreditur, dengan cash flow yang baik, utang piutang menjadi lancar. Sudah menjadi hal yang umum bahwa arus kas bersih dari aktivitas operasi merupakan manifestasi operating income yang ada di laporan laba rugi.Arus kas bersih ini menjadi alat ukur utama tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan sustainable cash flow. Di dalam pelaporan arus kas menurut GAAP, arus kas terbagi menjadi arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas pembiayaan (financing) dan aktivitas investasi.Bentuk penyajian laporan arus kas sendiri terdiri dari indirect method dan direct method. Dalam indirect method, arus kas dari aktivitas operasi dihitung dari laba bersih yang disesuaikan dengan transaksitransaksi non kas di laporan laba rugi. Sementara itu, dalam direct method arus kas dari aktivitas operasi ditampilkan berdasarkan transaksi-transaksi kas di laba rugi. Di dalam praktiknya, arus kas dari aktivitas operasi hanya diketahui oleh segelentir pengguna laporan keuangan, tapi tidak diketahui oleh para investor maupun kreditur. Kedua stakeholder tersebut lebih fokus pada



kinerja keuangan.Akibatnya, mereka cenderung menganggap bahwa laporan arus kasnya sudah benar. Pada kenyataannya, laporan arus kas, khususnya arus kas operasi, tidak terlepas juga dari ‘creative accounting’. Berikut ini adalah contohnya : 1) Arus kas operasi memasukan unsur pembayaran pajak penghasilan (PPh), baik PPh Badan maupun PPh final. 2) Operasi dalam penghentian (discontinued operation) juga dimasukkan dalam aktivitas operasi, padahal di dalam laba rugi discontinued operation tersebut dikeluarkan dari laba operasi. 3) Biaya operasi yang dikapitalisasi dimasukkan sebagai arus kas dalam aktivitas investasi, padahal jika dibebankan pada tahun berjalan, masuk dalam arus kas operasi. Untuk mendeteksi adanya ‘creative accounting’, laporan arus kas (setelah dikeluarkan unsur non recurring cash flow seperti discontinued operation) bisa menjadi alat yang efektif. Misalnya, 



Transaksi fiktif seperti prematur revenue atau fictitious revenue tidak akan pernah muncul di laporan arus kas karena tidak melibatkan unsur







kas; dan Aggressive accounting dapat meningkatkan laba perusahaan, tapi arus kas dari aktivitas operasi tetap tidak berubah.



2.4



PENYEBAB dan POLA ‘CREATIVE ACCOUNTING’ Stolowy dan Breton [2000] menyebut ‘creative accounting’ merupakan bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan berarti akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihakpihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan ‘creative accounting’ tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya. Hal yang menyebabkan terjadinya ‘creative accounting’ adalah karena adanya kebijakan dari perusahaan yang menyebabkan banyak pihak manjemen yang melakukan manipulasi



data untuk mendapatkan keuntungan yang lebih khususnya manajer perusahaan. Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman [1986] digolongkan menjadi tiga buah hipotesis, yaitu :







Bonus plan hyphotesis Healy [1985] dalam Scott [1997] menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan ‘creative accounting’ dengan menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer akan menaikkan labanya hingga ke atas batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari risiko (risk averse) sehingga manajer akan memilih discretionary accrual untuk menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual lebih kecil dari bogey (batas bawah) atau melebihi cap (batas atas) menaikkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku







oportunistik menghadapi intertemporal choice. Debt-covenant hyphotesis Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Fields, Lys dan Vincent [2001] mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan



kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya hutang. Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan



manajer



terhadap



kepentingan



kreditur,



seperti



pembagian deviden yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi risiko ‘default’. Sweeney [1994] dalam Scott [1997] menyatakan perilaku ‘memindahkan’ laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam







kebangkrutan dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup. Political-cost hyphotesis. Dalam pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar karena merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum. Para karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagihkan. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Hal ini yang seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis [Watts dan Zimmerman: 1986]. Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka ‘creative accounting’ menurut Scott [1997] sebagai berikut: 1. Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada



periode



berjalan.



Konsekuensinya,



manajemen



melakukan



pembersihan diri dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya. 2. Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang dikehendaki. 3. Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan. 4. Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan. 5. Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.



2.5



JENIS-JENIS AKUNTANSI KREATIF Terdapat beberapa jenis atau pola dari akuntansi kreatif (creative accounting) yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu: 1. Pola big bath, atau disebut juga pola taking bath. Pola ini terjadi ketika ada tekanan organisasional pada saat terjadi pergantian manajemen baru yaitu manajemen baru mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan.



Sebagai



konsekuensinya,



manajemen



melakukan



harus



melakukan taking bath dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan clear the decks, sehingga mengakibatkan laba periode berikutnya lebih tinggi dari seharusnya. 2. Pola income minimization. Pola ini mirip dengan pola taking bath akan tetapi tidak seeksrtim pola taking bath. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan tujuan agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, serta metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi 3. Pola income maximization. Dalam pola ini dilakukan maksimalisasi laba agar manajer memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan. 4. Pola income smoothing. Pola Perataan laba (income smoothing) merupakan cara yang paling populer dan paling sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Pola ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi volatilitas laba bersih.



2.6



CARA



MENDETEKSI



DAN



MENCEGAH



KECURANGAN



AKUNTANSI DALAM PRAKTEK CREATIVE ACCOUNTING Creative accounting memiliki dampak yang kurang baik bagi perusahaan, baik bagi pemilik perusahaan maupun investor yang ingin menanamkan modalnya. Suwardjono (2005) Dalam Zarah (2014) mengemukakan



bahwa



akuntansi



sebagai



ilmu



rekayasa



telah



memberikan peluang dan inovasi bagi entitas untuk melakukan pilihan dari berbagai



alternatif



metode



akuntansi



yang dapat digunakan



dalam praktek-praktek akuntansi, sehingga terdapat celah untuk menginterpretasi standar akuntansi untuk mengambil suatu keuntungan melalui cara penyembunyian



atas



transaksi



tertentu. Guna



mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penyajian laporan keuangan maka diperlukan metode atau cara yang bisa untuk mengetahui adanya kecurangan sebagai akibat dari praktek creative accounting dan cara mencegahnya. Wilopo (2006) dalam Zarah (2014) membuktikan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi



dapat



diturunkan



dengan



meningkatkan



keefektifan



pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh (tidak secara partial), antara lain: mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum; perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian; pelaksanaan good governance; serta memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan



dengan



mengembangkan



sikap



komitmen



terhadap



perusahaan, negara dan masyarakat. Cara mendeteksi dan mencegah kecurangan memanipulasi data salah satunya dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang data yang



ada dan memeriksa kembali sehingga kecurangan yang ada dapat terdeteksi dan dicegah. Harapannya, praktek creative accounting tidak disalahgunakan oleh pihak- pihak tertentu hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi bukan untuk kelangsungan perusahaan dan pemegang saham perusahaan. Melalui cara tersebut maka informasi akuntansi yang disajikan bebas dari bias, sehingga tidak berakibat pada pengambilan keputusan yang tidak tepat. Mulfrod



and



Comiskey



(2002)



dalam



Zarah



(2014)



mengungkapkan bahwa terdapat beberapa atribut yang cenderung gagal digunakan untuk mendeteksi adanya risiko fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain: terdapat kelemahan



dalam



pengendalian



internal (internal control); perusahaan tidak memiliki komite audit; serta terdapat hubungan kekeluargaan antara manajemen dan karyawan perusahaan. Sementara klasifikasi dari praktek creative accounting, terdiri dari pengakuan pendapatan fiktif, kapitalisasi yang agresif dan kebijakan amortisasi yang terlalu lebar; pelaporan keliru atas aktiva dan hutang; perekayasaan laporan laba rugi; dan timbul masalah atas pelaporan arus kas. 2.7



ETIKA DALAM CREATIVE ACCOUNTING Laporan keuangan didasarkan pada hukum dan standar akuntansi. Pelanggaran terhadapnya adalah suatu serangan dan hukum mungkin dirubah. Pertimbangannya adalah ketiadaan semangat dari hukum karena hukum tidak pernah menjangkau secara pidana kepada pelaku, meskipun melihat keuangan sangat kompleks dan mempunyai seperangkat aturan yang ketat. Oleh karena itu, penciptaan creative accounting sangat memungkinkan dan banyak dilakukan walaupun secara moralitas hal tersebut banyak mengalami pelanggaran pada etika bisnis dan etika profesi. Creative accounting merupakan tindakan yang dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan dengan menyajikan informasi yang tidak akurat, dan bahkan kadang merupakan penyebab terjadinya tindakan ilegal, misalnya penyajian laporan keuangan yang terdistorsi atau tidak sesuai dengan sebenarnya serta salah saji secara material. Ditinjau dari sudut pandang etika, tindakan ini berarti pelangaran terhadap kepercayaan



masyarakat. Revsine (1991) dalam Arrozi (2011) mempertimbangkan masalah dalam hubungan antara manajer dengan pemegang saham dan berpendapat bahwa problem menggambarkan keuntungan dari “penurunan” standar akuntansi yang menyediakan manajer dengan kebebasan dalam penentuan pelaporan dari income, mekanisme pasar akan melakukan secara efisien, pengidentifikasian prospek dari manipulasi akuntansi dan mencerminkannya dalam penentuan harga serta keputusan kontraktual. Hal ini menunjukkan etika yang bias dalam pemilihan kebijakan akuntansi yang ditinjau pada tingkatan makro dari peraturan akuntansi. Bagi profesi akuntan, creative accounting memberikan informasi yang menyebabkan pengguna laporan keuangan tidak menerima informasi yang wajar dan secara umum memandang hal tersebut sebagai etika yang meragukan karena akuntan sudah melanggar etika profesinya. Hal ini disebabkan penggunaan creative dalam laporan keuangan adalah suatu ilusi bagi entitas dengan membuat topeng realitas ekonomi melalui kesalahan aplikasi prinsip-prinsip akuntansi dan menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair. Creative accounting merupakan tindakan yang tidak etis karena pelaksanaannya tidak didasarkan pada nilai-nilai kebenaran baik dari sisi cara, teknik, prosedur, maupun dari sisi tujuan yang akan dicapai. Profesi akuntan diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan. Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri akuntan maupun melakukan komunikasi atau interaksi. Kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), serta hati-hati dalam menjalankan profesi (due care).



BAB III KESIMPULAN



DAFTAR ISI Amat, Blake dan Dowd. 1999. “The Ethics of Creative Accounting”. Economics Working Paper, Desember 1999. Mulford, Charles W.; Comiskey, Eugene E. 2002. “The Financial Numbers Game: Detecting Creative Accounting Practices", John Wiley and Sons, Inc., New York. Stolowy Hervé, Breton Gaétan. 2004. "Accounts Manipulation: A Literature Review and Proposed Conceptual Framework", Review of Accounting and Finance, Vol. 3 Iss: 1, pp.5 – 92



Sulistiana, Eka. 2011. “Apakah Creative Accounting itu?”. http://www.ekasulistiyana. web.id/kuliah/bahan-kuliah/apakah-creative-accounting-itu/



http://blog-punyaelin.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-akuntansi-creative.html file:///D:/File/Kuliah/SEMESTER%20V/TA/Apakah%20Creative%20Accounting %20Itu%20..%20%20%C2%AB.htm http://dhaniq.wordpress.com/2007/02/07/accounting-fraud/ http://diaryintan.wordpress.com/2010/11/21/etika-dalam-akuntansi-creativeaccounting-fraud-auditing-accounting-dll/ http://en.wikipedia.org/wiki/Creative_accounting www.fraud-magazine.com http://konsultansolusipajak.blogspot.com/2009/01/creative-accounting-vs-taxplanning.html http://myedensor.wordpress.com/2008/05/21/creative-accounting http://www.buletinpillar.org/artikel/creative-accounting