Makalah Evaluasi Pembelajaran Matematika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INDEKS DAYA PEMBEDA Menurut Sudjana (2010 : 141) analisis daya pembeda bertujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang. Tes dikatakan mempunyai daya pembeda apabila tes diberikan kepada anak mampu hasilnya tinggi dan apabila tes diberikan kepada anak yang tergolong kurang maka hasilnya akan rendah. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan



tinggi



dengan siswa yang berkemampuan



rendah(Arikunto, 1999 : 211). Daya beda soal yang hasilnya negatif disebabkan karena jumlah jawaban benar pada kelompok bawah lebih besar dibandingkan dengan jawaban benar pada kelompok atas. Arikunto (2012 : 232)hal ini menunjukkan bahwa untuk menjawab soal dengan benar, dapat dilakukan dengan menebak.  Cara Menentukan Daya Pembeda Butir Tes Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:



DP=



B A BB − J A JB



(Arikunto, 1999: 213) Keterangan : DP: Indeks daya pembeda, BA : banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, BB : banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, JA : banyaknya peserta tes kelompok atas, dan JB : banyaknya peserta tes kelompok bawah Kriteria indeks daya pembeda adalah sebagai berikut. DP



0,00 – 0,19



Kualifikasi Jelek



0,20 – 0,39



Cukup



0,40 – 0,69



Baik



0,70 – 1,00



Baik sekali



Negatif



Tidak baik, harus dibuang



Untuk mengetahui keberartian daya pembeda soal dilakukan dengan statistik uji-t, dengan persamaan berikut.



t=



X a−X b







S2a S2a + Na N b (Subino dalam sunardi, 2003: 27) Keterangan : t : Indeks Daya Pembeda (DP) antara kemampuan kelompok atas dengan kemampuan kelompok bawah, Xa : skor rata-rata tiap item tes kelompok atas, Xb : skor rata-rata tiap item tes kelompok bawah, Sa : standar deviasi tiap item tes kelompok atas, Sb : standar deviasi tiap item tes kelompok bawah, Na: jumlah siswa kelompok atas, dan Nb : jumlah siswa kelompok bawah. Harga thitung yang dihasilkan dibandingkan dengan dengan harga ttabel dengan dk = (Na –1)+(Nb – 1) pada taraf kepercayaan 95%. Jika thitung > ttabel maka daya pembeda untuk soal tersebut adalah signifikan.



Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menentukan daya pembeda yaitu :



DP=



S A −S B × 100 % IA



Keterangan: DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu SA : Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB : Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : Jumlah skor maksimum salah satu kelompok pada butir soal yang diolah Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sesuai dengan tabel berikut. Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes Indeks Daya Pembeda



Negatif – 9%



Kriteria Daya Pembeda Sangat buruk, harus dibuang



10 % – 19 %



Buruk, sebaiknya dibuang



20 % – 29 %



Agak baik atau cukup



30 % - 49 %



Baik



50 % ke atas



Sangat Baik



(Karno To, 1996:15) Contoh proses penghitungan daya pembeda: a.       Untuk kelompok kecil Misalkan kita melakukan tes matematika kepada 10 orang siswa dengan 12 butir soal. Karena terdiri atas 10 subyek, maka data ini termasuk ke dalam kelompok kecil. Skor total harus diurutkan terlebih dahulu dari yang terbesar ke terkecil. Oleh karena itu untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, masing-masing 50% dari populasi yaitu 5 subyek untuk kelompok atas dan 5 untuk kelompok bawah. Seperti pada table berikut: Tabel kelompok atas dan kelompok bawah untuk hasil tes matematika



Untuk ketiga butir soal diatas, tampak bahwa untuk soal nomor 1 siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah semuanya dapat menjawab soal itu dengan benar, sehingga soal nomor 1 itu tidak dapat membedakan siswa menurut kemampuannya. Pada soal nomor 4, siswa kelompok atas lebih banyak yang menjawab benar daripada siswa pada kelompok bawah. Butir soal ini dapat membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai  dengan baik.



Sedangkan untuk soal nomor 6, siswa pada kelompok bawah banyak yang dapat menjawab dengan benar daripada siswa kelompok atas. Kondisi ini berkebalikan, sehingga butir soal itu bisa menimbulkan kesimpulan yang keliru, sehingga daya pembedanya bernilai negative. b.       Untuk kelompok besar Misalkan kita memberikan tes matematika sebanyak 30 butir soal tipe obyektif dan diujicobakan terhadap suatu kelas yang terdiri dari 32 siswa. Karena lebih dari 30, maka kelompok data ini termasuk pada kelompok besar. Oleh karena itu untuk keperluan perhitungan daya pembeda cukup diambil 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah, yaitu masing-masing sebanyak 8 siswa. Setelah skor untuk setiap siswa diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah, kita tentukan sebanyak 8 siswa untuk kelompok atas yaitu siswa-siswa yang skornya tergolong ke dalam skor tertinggi. Demikian juga untuk 8 siswa yang termasuk kelompok bawah yaitu siswa-siswa yang tergolong mendapat skor 8 terendah. Misalkan skor untuk setiap subyek tersebar menurut nomor urut dari nomor 1 sampai dengan nomorr 32 dan skor totalnya adalah seperti pada table dibawah ini.



Dari data pada table tersebut tampak bahwa skor untuk seluruh subyek dicantumkan, sebetulnya tidak perlu. Data tersebut adalah berupa data kongkrit (bukan fiktif) hasil uji coba tes matematika untuk kelas V SD. Sampai diperoleh data tersebut adalah dengan cara memasukkan kunci jawaban pada computer dan jawaban yang diberikan siswa, dengan menggunakan program “Analisis Butir Soal” maka keluarlah data seperti pada table tersebut. Proses perhitungan untuk mencari daya pembeda setiap butir soal sama dengan proses perhitungan untuk data pada kelompok kecil. Berikut ini akan diambil beberapa contoh



                



Jika kita bekerja secara cermat, perhitungan daya pembeda dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah sebagai sampel mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah karena cara ini tidak melibatkan kelompok tengahsebanyak 46%. Tidak dilibatkannya kelompok tengah setidaknya akan mencemari hasil analisis. Untuk mengatasi kelemahan itu, beberapa pakar evaluasi mengemukakan cara lain yaitu dengan menggunakan teknik korelasi biserial titik (poin biserial correlation). Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir soal tes pilihan ganda dengan teknik tersebut adalah:



Dengan menggunakan data pada table diatas, akan dicari daya pembeda dari beberapa butir soal, yaitu:



Untuk menguji signifikansi daya pembeda di atas dapat menggunakan interval di bawah ini:



      Jika dikaitkan dengan penggunaan kelompok atas dan kelompok bawah dalam mencari daya pembeda akan memberikan hasil yang berbeda. Daya pembeda yang dicari dengan cara koefisien korelasi biserial titik mempunyai makna seberapa jauh butir soal tersebut memuat factor yang setara dengan factor yang termuat dalam butir-butir soal secara keseluruhan, sehingga kemampuan ukur butir soal tersebut dapat setara dengan kemampuan ukur seluruh butir tes. Makin tinggi daya pembeda suatu butir soal dan signifikan, makin besar kesetaraan factor yang termuat dalam butir soal itu dengan factor yang termuat dalam tes secara keseluruhan. Seperti telah dikemukakan bahwa daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai dan kurang pandai. Dari rumus untuk mencari daya pembeda, dapat kita simpulkan bahwa nilai DP berada pada kontinum 1,00 (paling tinggi) dan -1,00 (paling rendah). Nilai DP = 1,00 dicapai bila siswa kelompok pandai semua menjawab benar, sebaliknya siswa kelompok kurang pandai semua jawabannya salah. Nilai DP = 0,00 diperoleh jika banyak siswa kelompok pandai dengan siswa kelompok kurang pandai menjawab soal dengan benar sama jumlahnya, soal tersebut tidak bisa membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Dan nilai DP = -1,00 dicapai jika siswa kelompok kurang pandai



semuanya menjawab benar, sedangkan siswa kelompok pandai menjawab salah, kondisi ini menggambarka sesuatu yang terbalik.



DAFTAR PUSTAKA Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.s Suharsimi Arikunto. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).Jakarta: Bumi Aksara Suharsimi Arikunto. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara