Makalah Hukuman Etika Dokter Gigi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1) ETIK KEDOKTERAN Definisi Etika Kedokteran Gigi Pendidikan etika kedokteran gigi yang mengajarkan tentang etika profesi dan prinsip moral kedokteran dianjurkan dimulai sejak tahun pertama pendidikan kedokteran gigi, dengan membuat keputusan etik, memberikan banyak pelatihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi kondisi etik-klinik tertentu, sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Etik berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘Ethicos’ yang berarti ‘moral’ dan ‘ethos’ yang berarti ‘karakter, kebiasaan’. Etika merupakan falsafah moral yang mengukur norma atau nilai yang benar dan baik dari perilaku dan perikehidupan yang harus berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik Kedokteran adalah suatu landaskan atas norma-norma etik dalam praktik seorang dokter yang mengatur hubungan manusia umumnya dan dimiliki azas-azasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia- azas itu adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan UndangUndang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter Indonesia, baik yang bergabung secara fungsional terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam organisasi di bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, telah merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Etika Kedokteran Gigi adalah: falsafah moral yang mengukur norma dan nilai yang baik dan benar dari prilaku menjalankan profesi kedokteran gigi dan hasil karya keilmuan kedokteran gigi sebagai mana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik kedokteran gigi yang telah disusun oleh organisasni profesi dengan pemerintah. Etika dalam berprofesi merupakan satu tingkah laku konkrit dan merupakan pelaksanaan tanggung jawab pribadi dokter/dokter gigi dalam melaksanakan rasa kemanusiaan terhadap penderitanya. Yang berisikan keselamatan kepentingan penderita, dan perlindungan pada dokter. Fungsi dari kode etik kedokteran ini adalah : 1. Memberikan perlindungan kepada pasien 2. Meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi 3. Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Tujuan kode etik kedokteran : 1. Agar seorang dokter dapat menaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik kedokteran 2. Agar seorang dokter dan dokter gigi dapat bekerja dengan sepenuh hati dalam memberikan pelayanan kesehatan 3. Menjungjung tinggi norma luhur dalam menjalankan pekerjaan maupun kehidupan pribadinya 4. Agar tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dengan etik dan moral 5. Agar tidak memberikan keterangan palsu tentang pasien



Prinsip etika kedokteran Prinsip adalah berpihak pada pasien, artinya dalam mengambil tindakan seorang dokter harus mempertimbangkan manfaat dan resiko yang sekecil mungkin, termasuk resiko biaya. Prinsip etika kedokteran tersebut meliputi : 1. Autonomy, yaitu prinsip moral dokter untuk selalu menghargai dan menghormati hak otonomi pasien, terutama dalam hal hak untuk memperoleh informasi yang jujur dan benar serta hak untuk melakukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya. 2. Beneficience, yaitu melakukan tindakan untuk kebaikan pasien 3. Non-Malefience, yaitu prinsip moral yang selalu berorientasi kepada kebaikan pasien dan tidak melakukan tindakan yang memperburuk keadaan pasien. 4. Justice, yaitu sikap keadilan dan tidak diskriminatif 5. Altruisme, yaitu pengabdian profesi dokter sebagai profesi seumur hidup dan aplikasinya untuk masyarakat. Kode etik kedokteran Gigi Indonesia (SK MENTERI KESEHATAN RI NO. 128/MENKES/SK/III/1981) 1. Adalah menjadi kewajiban semua dokter gigi yang menjalankan praktek di Indonesia untuk mentaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik kedokteran gigi Indonesia. 2. Seorang dokter gigi berkewajiban untuk bekerja dengan penuh pengabdian bagi kepentingan pelayanan kepada masyarakat bagi kemajuan ilmu kedokteran gigi dan bagi martabat profesi kedokteran gigi. 3. Sebagai manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dokter gigi berkewajiban menjunjung tinggi norma hidup yang luhur, dalam kehidupan pribadinya dan dalam menjalankan pekerjaannya. 4. Dalam menjalankan pekerjaannya, seorang dokter gigi janganlah melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan etik, misalnya : – Melakukan perbuatan-perbutan yang bersifat memuji diri sendiri, baik yang menyangkut kepandaiannya, peralatannya, maupun cara pengobatannya – Melakukan usaha-usaha untuk menarik perhatian umum, melalui cara yang tidak wajar, supaya praktek lebih dikenal orang – Menjual obat di tempat praktek, bukan dengan maksud memberikan pertolongan pertama – Melakukan tindakan kedokteran gigi tanpa indikasi bahwa tindakan itu perlu dilakukan hanya dengan maksud mendapatkan keuntungan belaka dari tindakan itu – Meminta uang jasa atau menetapkan tarif pengobatan yang tidak wajar yang melampaui batas-batas yang tidak lazim – Mempergunakan gelar yang tidak menjadi haknya – Melakukan atau mencoba melakukan tindakan-tindakan yang bersifat asusila terhadap penderita di kamar prakteknya 5. Seorang dokter gigi hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya



Pelanggaran Etika Kedokteran 1. Pelanggaran Etika Murni a. Menarik Imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. Seorang dokter dapat menerima imbalan jasanya, jika diberikan dengan keikhlasan, sepengetahuan atau atas kehendak penderita. b. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya. Seorang dokter yang baik tidak menyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun itu benar), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan sebaliknya mengembalikan pasien sejawatnya yang pertama kali dikunjungi pasien tersebut. c. Memuji diri sendiri di depan pasien. Pada dasanrnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam berbagai kegiatan promosi, karena promosi tersebut terkait dengan kepentingankepentingan yang sering kali bertentangan atau tidak menunjang tugas mulia seorang dokter. Perbuatan dokter sebagai pemeran langsung atau iklan promosi komoditi yang dimuat media masa atau elektronik merupakan perbuatan tercela, karena tidak dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat lain untuk memuji diri sendiri. Walaupun hal itu dilakuakn dalam wahana ilmiah kedokteran, dianggap juga sebagai perbuatan tercela, apalagi jika tidak berlandaskan pengetahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya, sehingga tidak diyakini sebagai produk yang layak diberikan kepada pasien, sehingga untuk dirinya sendiri maupun kepada sanak keluarganya bila mengalami hal yang sama. d. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan. e. Dokter mengabaikan kesehatan dirinya. 2. Pelanggaran Etikolegal a. Pelayanan kedokteran di bawah standar b. Menerbitkan surat keterangan palsu c. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan kedokteran d. Abortus Provokatus e. Pelecehan seksual 3.



Kasus Malprakter Tolak ukur praktek kedokteran dianggap kriminal jika : a. Bertentangan dengan hukum b. Akibatnya dapat dibayangkan c. Akibatnya dapat dihindarkan d. Perbuatannya dapat dipersalahkan



Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan MKEKG telah menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain sebagai berikut :



1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan lebih dahulu kepada MKEK. 2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK. 3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi. 4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan). 5. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan. 6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi. 7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat. 8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang. Pedoman penilaian kasuskasus pelanggaran etik kedokteran Sanksi pelanggaran etik diantaranya: 1. Peringatan kepada dokter/dokter gigi agar dapat memperbaiki, bersikap lebih baik, dan profesional dalam menjalankan profesinya. 2. Teguran dikeluarkan dari anggota profesi apabila pelanggaran etik yang dilakukan dokter/dokter gigi dianggap sudah berat/melampaui batas pelanggaran etik. 2) DISIPLIN KEDOKTERAN Disiplin kedokteran di atur dalam PERATURAN INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 yang berisi :



KONSIL



KEDOKTERAN



DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI Pasal 1 Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Disiplin Profesional Ookter dan Ookter Gigi adalah ketaatan terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran. 2. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. 3. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan doktergigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia. 4. Konsil Kedokteran Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKI adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.



5. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yang selanjutnya disingkat MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan sanksi. 6. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat Provinsi, yang selanjutnya disebut MKDKI-P adalah lembaga di wilayah provinsi tertentu yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan sanksi. Pasal 2 Pengaturan Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi bertujuan untuk: a. memberikan perlindungan kepada masyarakat; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; dan c. menjaga kehormatan profesi. Pasal 3 1. Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang melakukan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. 2. Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28 bentuk: a. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten; b. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter Gigi lain yang memiliki kompetensi yang sesuai; c. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut; d. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut; e. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien; f. tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien; g. melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien; h. tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan Praktik Kedokteran; i. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya; j. tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja; k. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; l. melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau keluarganya;



m. menjalankan Praktik Kedokteran dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara Praktik Kedokteran yang layak; n. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah; o. tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; p. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku; q. membuka rahasia kedokteran; r. membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut; s. turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi hukuman mati; t. meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku; u. melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan Praktik Kedokteran; v. menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya; w. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau memberikan resep obat alat kesehatan; x. mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan pelayanan yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan; y. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya; z. berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan aa. tidak jujur dalam menentukan jasa medis; bb. tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi; 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan KKI ini. Pasal 4 Dalam rangka penegakan disiplin, Dokter dan Dokter Gigi yang melanggar ketentuan dalam Peraturan KKI ini dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5



Pada saat Peraturan KKI tru mulai berlaku, Keputusan KKI Nomor 17/KKIIKEPNIIII2006 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Peraturan KKI ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



3) HUKUM KEDOKTERAN Definisi Hukum Prof.H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi salah satu pihak, adalah bagian dari hukum kesehatan. Dari perumusan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum kesehatan (gezondheidsrecht, health law) adalah lebih luas dari pada hukum medis (Medical law). Hukum kedokteran memiliki ruang lingkup seperti di bawah ini: a. Peraturan perundangundangan yang secara langsung dan tidak langsung mengatur masalah bidang kedokteran, contohnya: UUPK b. Penerapan ketentuan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana yang tepat untuk hal tersebut c. Kebiasaan yang baik dan diikuti secara terusmenerus dalam bidang kedokteran, perjanjian internasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan dalam praktik kedokteran, menjadi sumber hukum dalam bidang kedokteran d. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menjadi sumber hukum dalam bidang kedokteran. Uraian di atas menunjukkan bahwa UUPK hanya salah satu aspek hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran dan tidak dapat disebut sebagai hukum kedokteran ataupun hukum kesehatan. UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN (UUPK)



Pengaturan penyelenggaraan praktik kedokteran dilandaskan pada asas kenegaraan, keilmuan, kemanfaatan, kemanusiaan dan keadilan. Keberadaan UUPK dimaksudkan untuk: a. Memberikan perlindungan kepada pasien, b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Untuk mencapai tujuan tersebut, diatur pembentukan dua lembaga independenyaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), masing-masing dengan fungsi, tugas dan kewenangan yang berbeda. Keberadaan KKI yang terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi, dimaksudkan untuk melindungi masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan dokter dan dokter gigi. Fungsi KKI meliputi fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, dan pembinaan. Sebagai implementasi dari fungsi tersebut maka KKI mempunyai tugas : a. Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi b. Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi c. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam menjalankan tugas tersebut KKI memiliki kewenangan untuk: a. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi b. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi c. Mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi d. Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi e. Melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi f. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang melanggar etika profesi. Keanggotaan KKI meliputi unsur-unsur dari organisasi profesi, asosiasi terkait, wakil dari pemerintah (departemen kesehatan dan departemen pendidikan nasional), serta wakil tokoh masyarakat. Selanjutnya, untuk melaksanakan ketentuan dalam UUPK, KKI diberi kewenangan untuk menjabarkannya dalam peraturan KKI. Dalam hubungannya dengan penyelenggaraan registrasi dokter dan dokter gigi, saat ini KKI telah mengeluarkan Peraturan KKI No. 1/2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi serta Keputusan KKI No. 1/2005 tentang Pedoman Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. Dari pengertian dan lingkup hukum kedokteran sebagaimana diuraikan di atas, berikut ini akan diuraikan aspek hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran.