Makalah Iptek Dan Seni Dalam Islam [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dina
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Islam dalam harafiah berarti berserah diri, selamat, keselamatan. Muslim berarti orang



yang menyerahkan diri. Allah menghendaki perilaku baik dan hidup harmonis. Islam menghendaki segala sesuatu berpedoman pada Al- Quran dan hadist, termasuk dalam bidang llmu Pengetahuan Teknologi (IPTEK) dan Seni. Islam merupakan sebuah kebudayaan dan berkembang dalam sejarah. Islam memiliki aturan-aturan tertulis bagaimana cara mendapatkan ilmu, mengajarkan ilmu, dan menerapkan ilmu dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam. Banyak ayat Al- Qur’an maupun hadist Nabi berisi anjuran agar menuntut ilmu, namun di sana tidak ada pemilahan disiplin ilmu yang dimaksud, sifatnya umum dan global. Secara khusus Nabi mewajibkan menuntut ilmu. Kata Nabi : “Mencari ilmu wajib bagi setiap Muslim” (HR. Ibn ‘Aday, Al- Baihaqi, Al- Thabarani, Ibn Majah, dan Ibn ‘Abd Al- Barr) Anjuran mencari ilmu di sini bersifat umum, meliputi segala bidang keilmuan, termasuk di dalamnya ilmu tentang kedokteran. Disebutkan pula, posisi tinggi dan terhormat orang yang mencari ilmu, seperti ditegaskan : “Pencari ilmu karena Allah lebih afdhal di sisi Allah dibanding dengan mujahid di jalan Allah.” Agama Islam berkembang pesat di seluruh belahan dunia. Tidak terkecuali di Indonesia. Namun, dalam era modern ini paradigma Islam di Indonesia sedikit demi sedikit hilang karena terakulturasi dengan budaya dunia barat. Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan peradaban lain dalam sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan berkembang (berubah) dalam sejarah. Islam merupakan produk kebudayaan. Islam tidaklah datang dari langit, ia berproses dalam sejarah. Pandangan tersebut telah melahirkan pemahaman rancu terhadap Islam. Pembongkaran terhadap sejarah Al-Qur’an, justifikasi terhadap ide-ide sekulerisme, dan desakan untuk ‘berdamai’ menjadi Islam Inklusif, merupakan produk dari kerancuan pemahaman tersebut. Contohnya, cara menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada aspek kesehatan, operasi bedah plastik dan operasi kelamin. Penerapan teknologi itu pada era ini dapat dikatakan lumrah. 1



Oleh karena itu, makalah ini penulis tulis untuk menjabarkan analisis pandangan Islam terhadap penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, khususnya pada kasus operasi plastik dan ganti kelamin. Selain itu, makalah ini juga menjelaskan sejauh apa kebudayaan Islam (dalam aspek seni) mempengaruhi dan turut ambil andil dalam “ pewarnaan “ budaya era modern. 1.2.



Rumusan Masalah a. Bagaimanakah IPTEK dalam pandangan Islam? b. Bagaimanakah pandangan Islam terhadap seni, masyarakat, dan kebudayaan? c. Bagaimanakah hukum penerapan IPTEK bidang kesehatan untuk operasi ganti kelamin (transeksual) menurut pandangan Islam? d. Bagaimana integrasi iman, ilmu, amal dalam satu kesatuan?



1.3.



Tujuan Kepenulisan Makalah a. Mengetahui pandangan Islam mengenai IPTEK b. Mengetahui pandangan Islam terhadap seni, masyarakat, dan corak kebudayaan? c. Memecahkan suatu studi kasus mengenai hukum penerapan IPTEK bidang kesehatan untuk operasi ganti kelamin (transeksual) menurut pandangan Islam. d. Mengetahui integrasi antara iman, ilmu, dan amal dalam satu kesatuan.



1.4.



Metode Penulisan a. Metode Problem Based Learning b. Metode Literatur / Kepustakaan Penulis menggunakan study kepustakaan dari berbagai sumber berupa buku, media cetak, maupun media elektronik yang memuat informasi berkaitan dengan makna Agama Islam dan Sejarah Agama Islam.



1.5.



Sistematika Penulisan Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab : BAB I



Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.



BAB II



Isi yang terdiri dari Iptek dan seni dalam pandangan Islam 2



BAB III



Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.



DAFTAR PUSTAKA



BAB II PEMBAHASAN Dalam pandangan Islam, antara agama, Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut Dinul 3



Islam. Di dalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu akidah, syariah dan akhlak (iman, ilmu & amal shalih). Islam merupakan ajaran yang sempurna, kesempurnaannyan terkandung dalam inti ajarannya. Ada 3 inti ajaran Islam yaitu Iman, Islam dan Ikhsan, ketiga inti ajaran itu disebut dinul Islam. Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an artinya “Tidakkah kamu perhatikan Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (Dinul Islam) seperti sebatang pohon yg baik ,akarnya kokoh(menghujam ke bumi) dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan – perumpamaan itu agar manusia selalu ingat” (QS. Ibrahim 14 : 24-25). Ayat diatas mengindentikkan bahwa Iman adalah akar, Ilmu adalah pohon yg mengeluarkan dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu identik dengan teknologi dan seni. Iptek dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal saleh bukan kerusakan alam.



a. IPTEK dalam Pandangan Islam Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap berkiblat pada budaya Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Eksisnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam. Namun, di sini perlu dipahami dengan seksama bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur alQur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12). 4



Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambil iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir. 5



Pengertian IPTEK IPTEK merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Pengetahuan yang dimiliki manusia ada dua jenis, yaitu dari dalam diri manusia dari luar diri manusia. Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga kategori yaitu: pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Ilmu dari manusia diterima dengan kritis, sifatnya nisbi. Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber Islam yang isi keterangannya mutlak dan wajib diyakini. Sedangkan dari luar manusia, ialah wahyu, yang hanya diyakini bagi mereka yang beriman kepada Allah swt. Ilmu dari wahyu diterima dengan yakin, sifatnya mutlak. IPTEK Menurut Pandangan Islam Ilmu sangat penting dalam kehidupan. Rasulullah pernah bersabda bahwa untuk hidup bahagia di dunia ini, manusia memerlukan ilmu dan untuk hidup bahagia di akhirat pun manusia memerlukan ilmu. Untuk bahagia di dunia dan di akhirat, manusia juga memerlukan ilmu. Jadi kita mesti menuntut ilmu, baik ilmu untuk keselamatan dunia, terlebih lagi ilmu yang membawa kebahagiaan di akhirat. Atas dasar itulah Islam mewajibkan menuntut ilmu ini. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat.” Bahkan dalam Islam menuntut ilmu itu dilakukan tanpa batasan atau jangka waktu tertentu, ia mesti dilakukan sejak dalam buaian hingga keliang lahad. Ini diberitahu oleh Rasulullah dengan sabdanya : “Tuntutlah ilmu dari dalam buaian hingga keliang lahad’’ Islam, agama yang sesuai dengan fitrah semula jadi manusia, maka syariatnya bukan saja mendorong manusia untuk mempelajari sains dan teknologi, kemudian membangun dan membina peradaban, bahkan mengatur umatnya kearah itu agar selamat dan menyelamatkan baik di dunia terlebih lagi di akhirat kelak. Allah menghendaki manusia dapat lebih merasakan kebesaran, kehebatan dan keagunganNya. Betapa hebatnya alam ciptaan Allah, yang kebesaran dan keluasannya-pun manusia belum sepenuhnya mengetahui, maka sudah tentu Maha hebat lagi Allah yang menciptakannya. 6



1. Konsep Pengembangan IPTEK dalam Islam Peran Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bahwa syariat Islam harus dijadikan standar pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tolak ukur. Artinya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan syariat boleh dimanfaatkan, akan tetapi ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertentangan dengan syariat harus dijauhi. Dengan kata lain syariat juga berfungsi sebagai filter dari pengaruh-pengaruh negatif akibat dari kemajuan teknologi terutama teknologi informasi yang tidak terbatas dengan adanya teknologi internet. Sesunggunya Al- Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran sebagai bekal untuk hidup di dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut, manusia dapat memahami dan menyelidiki elemenelemen yang terdapat di alam serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan mereka. Akal dan pikiran tersebut merupakan kelebihan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Isra 70:



‫بوبلبققد بكطرقمبنتا بتن ي آبدبم بوبحبمقلبنتاههق م تف ي اقلبير بواقلبقحتر بوبربزققبنتاهه م يمبن الططيببتاتت‬ ‫بوبفطضقلبنتاههق م بعبل ى بكتثيرر يمطمقن بخبل ق بنتا بتقفتضيل‬ Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” Manusia juga diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya di alam ini. Ketika Allah dalam firman-Nya di Q.S. Ar- Ra’du 2 memilih kata ”sakhkhara” yang berarti ”menundukkan” atau ”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan bahwa alam dengan segala manfaat yang dapat diperoleh darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia. Terhambatnya kemajuan umat Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini disebabkan umat Islam tidak memahami konsep dan mengoptimalkan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Seharusnya, dengan memahami konsep dan fungsinya sebagai khalifah di bumi, umat 7



Islam mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menguasai dan memanfaatkan alam demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi, umat Islam adalah umat pilihan Allah yang dianugerahi iman dan petunjuk berupa Al Quran dan sunnah rasul. 2. Manfaat IPTEK dalam Kehidupan Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia. Pesatnya perkembangan Sains danTeknologi semakin terasa dari hari kehari. Banyak hasil dari perkembangan Sains dan Teknologi yang tadinya diluar angan-angan manusia sudah menjadi keperluan harian manusia. Contohnya: penyampaian informasi yang dahulu memerlukan waktu hingga berbulan-bulan, kini dengan adanya telpon, hand phone, faksimili, internet, dapat sampai ketujuan hanya dalam beberapa detik saja, bahkan pada masa yang (hampir) bersamaan. Melalui TV, satelit dan alat komunikasi canggih lainnya, kejadian di satu tempat di permukaan bumi atau di angkasa dekat permukaan bumi dapat diketahui oleh umat manusia di seluruh dunia dalam masa yang bersamaan. Selain dalam bidang komunikasi, perkembangan dalam bidang lain pun seperti material, alat-alat transportasi, alat-alat rumah tangga, bioteknologi, kedokterandan lain-lain begitu maju dengan pesat. Kita mengakui bahwa sains dan teknologi memang telah mengambil peranan penting dalam pembangunan peradaban material atau lahiriah manusia. Namun apabila teknologi digunakan tidak sesuai dengan norma agama dapat membawa dampak negatif



berupa



ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya yang berakibat kehancuran alam semesta. Kebenaran iptek menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatannya iptek itu sendiri. Iptek akan bermanfaat apabila :    



Mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya Dapat membantu umatdan merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik) Dapat memberikan pedoman bagi sesama Dapat menyelesaikan persoalan umat Syariah Islam Sebagai Dasar Iptek



Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh 8



dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65). “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya…[i/]” (Qs. al-A’raaf [7]: 3). Sabda Rasulullah Saw: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim]. Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama. Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam. 9



Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek “Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. al-A’raaf [7]: 96). Wallahu a’lam



b. Seni, Masyarakat, dan Corak Kebudayaan dalam Pandangan Islam Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia yang didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya (Quraish Shihab: 1996). Di sisi lain, Al- Quran memperkenalkan agama yang lurus sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia. “Maka tetapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah): (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Al-Rum [30]: 30). Adalah satu hal yang mustahil, bila Allah yang menganugerahkan ma- nusia potensi untuk menikmati dan mengekpresikan keindahan, kemudian Ia melarangnya. Bukankah Islam adalah agama fitrah? Segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya, dan yang mendukung kesuciannya ditopangnya.



Kemampuan berseni merupakan salah satu perbedaan manusia



dengan makhluk lain. Jika demikian, Islam pasti mendukung kesenian selama penampilannya lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci itu, dan karena itu pula Islam bertemu dengan seni dalam jiwa manusia, sebagaiman seni ditemukan oleh jiwa manusia di dalam Islam. Allah Swt tidak hanya menciptakan langit, tetapi juga memeliharanya. “Bukan hanya hifzhan, melainkan juga zinatan (hiasan yang indah)”. Begitu pernyataan Allah dalam surat AshShaffat (37) 6-7 dan Fushshilat (41): 12. Laut pun diciptakan antara lain agar dapat diperoleh darinya bukan sekadar “daging segar”, melainkan juga hiasan yang memperindah penampilan seseorang.



“Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat



memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu dapat mengeluarkan darinya (lautan itu) 10



per- hiasan yang kamu pakai, serta kamu dapat melihat bahtera yang berlayar padanya…”(zsasss). Gunung-gunung dengan ketegarannya, bintang ketika terbenam, matahari ketika naik sepenggalannya, malam ketika hening, dan masih banyak lagi yang lain, semua diungkapkan oleh Alquran. Bahkan pemandangan ternak dinyatakannya: “Kamu memperoleh pandangan yang indah ketika kamu membawanya ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat pengembalaan” (QS Al-Nahl [16]: 6). Ayat terakhir ini melepaskan kendali kepada manusia yang memandangnya untuk menikmati dan melukiskan keindahan itu, sesuai dengan subjektivitas perasaannya. Begitu kurang lebih uraian para mufassir ketika menganalisis redaksi ayat itu. Hal ini berarti bahwa seni dapat dicetuskan oleh perseorangan sesuai dengan kecenderungannya atau oleh kelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa diberi batasan ketat kecuali yang digariskan-Nya pada awal uraian surat Al-Nahl itu, yakni Mahasuci Allah dari segala kekurangan dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. Memang kehidupan dunia tidak akan berakhir kecuali apabila dunia telah sempurna keindahannya dan manusia telah mengenakan semua hiasannya. Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia ini adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman- tanaman di bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. “Hingga apabila bumi telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, serta pemilik- pemiliknya merasa yakin berkuasa atasnya, ketika itu sertamerta datang siksa Kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan tanaman-tanamannya laksana tanaman yang telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang yang berpikir” (QS Yunus [10] : 24). Bumi berhias sedemikian itu sebagai buah keberhasilan manusia memperindahnya. Tentu saja hal tersebut merupakan hasil dorongan naluri manusia yang selalu mendambakan keindahan. Kembali kepada keindahan alam raya dan peranannya dalam pembuktian keesaan dan kekuasaan Allah. Kita dapat berkata bahwa mengabaikan sisi-sisi keindahan yang terdapat di alam raya ini, berarti mengabaikan salah satu bukti keesaan Allah Swt., dan mengekspresikannya merupakan upaya membuktikan ke- besaranNya, tidak kalah – kalau enggan berkata lebih kuat dari upaya mem- buktikannya dengan akal pikiran.



11



Seni Islami pada Zaman Nabi Bagaimana gambaran seni pada zaman Nabi? Mengapa warna kesenian islami tidak tampak dengan jelas pada zaman Nabi Saw? Demikian juga pada masa sahabat-sahabatnya? Bahkan mengapa terasa atau terdengar semacam pembatasan yang menghambat per- kembangan seni pada masa itu? Boleh jadi sebabnya menurut Sayyid Quthb yang berbicara tentang masa Nabi dan para sahabatnya adalah karena seniman, baru berhasil dalam karyanya jika ia dapat berinteraksi dengan gagasan, menghayatinya secara sempurna sampai menyatu dengan jiwanya, lalu mencetuskannya dalam bentuk karya seni. Pada masa Nabi dan sahabat beliau, proses penghayatan nilai-nilai islami baru dimulai, bahkan sebagian mereka baru dalam tahap upaya “membersihkan” gagasan-gagasan Jahiliah yang telah meresap selama ini dalam benak dan jiwa masyarakat sehingga kehati- hatian amat diperlukan baik dari Nabi sebagai pembimbing maupun dari kaum lainnya. Atas dasar inilah kita harus memahami larangan yang ada, kalau kita menerima adanya larangan penampilan karya seni tertentu. Apalagi seperti dikemukakan di atas bahwa apresiasi Alquran terhadap seni sedemikian besar. Mari kita coba melihat dua macam seni yang sering dinyatakan terlarang dalam Islam. Seni Lukis, Pahat, atau Patung Alquran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Alquran. 1. Dalam surat Al-Anbiya (21): 51-58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh “ayah” Nabi Ib- rahim dan kaumnya. Sikap Alquran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui penghancurannya.



“Maka Ibrahim menjadikan



berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patungpatung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya” (QS Al-Anbiya [21]: 58). Ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti dari sikap Nabi Ibrahim di atas, yaitu bahwa beliau menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar. Membiarkan satu di antaranya dibenarkan karena ketika itu berhala tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala itulah Nabi Ibrahim membuktikan kepada mereka bahwa berhala betapapun besar dan indahnya tidak wajar untuk disembah. “Sebenarnya patung yang besar inilah yang melakukannya 12



(penghancuran berhala- berhala itu). Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri).” (QS Al-Anbiya‟ [21]: 63-64).



Sekali lagi Nabi Ibrahim a.s. tidak



menghancurkan berhala yang terbesar pada saat berhala itu difungsikan untuk satu tujuan yang benar. Jika demikian, yang dipersoalkan bukan berhalanya, tetapi sikap terhadap berhala, serta peranan yang diharapkan darinya. 2. Dalam surat Saba (34): 12-13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Sulaiman, yang antara lain adalah,“ (Para jin) membuat untuknya (Sulaiman) apa yang dikehendakinya seperti gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung… “ (QS Saba‟ [34]: 13). Dalam Tafsir Al-Quthubi di- sebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer, dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu. (Baca tafsirnya menyangkut ayat tersebut). Di sini, patung-patung tersebut karena tidak disembah atau diduga akan disembah, keterampilan membuatnya serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah ilahi. 3. Dalam Al-Quran surat Ali- Imran (3): 48-49 dan Al-Maidah (5): 110 diuraikan mukjizat Nabi Isa a.s. antara lain adalah menciptakan patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi burung yang sebenarnya atas izin Allah. “Aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu) berbentuk seperti burung kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung seizin Allah.” (QS Ali „Imran [3]: 49). Di sini, karena kekhawatiran kepada penyembahan berhala atau karena faktor syirik tidak ditemukan, Allah Swt. membenarkan pembuatan patung burung oleh Nabi Isa a.s. Dengan demikian, penolakan Al- Quran bukan disebabkan oleh patungnya, melainkan karena kemusyrikan dan penyembahannya. Kaum Nabi Shaleh terkenal dengan keahlian mereka memahat, sehingga Allah berfirman, “Ingatlah olehmu di waktu Tuhan men- jadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Ad, dan memberikan tempat bagimu di bumi, Kamu dirikan istana-istana di tanah- tanah yang datar, dan kamu pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah, dan janganlah kamu merajalela di bumi membuat kerusakan” (QS Al-A‟raf [7]: 74). Kaum Tsamud amat gandrung melukis dan memahat, serta amat ahli dalam bidang ini sampai-sampai relief- relief yang mereka buat demikian indah bagaikan “sesuatu yang hidup”, menghiasi gunung-gunung tempat tinggal mereka. Kaum ini enggan beriman, maka kepada 13



mereka disodorkan mukjizat yang sesuai dengan “keahliannya” itu, yakni keluarnya seekor unta yang benar-benar hidup dari sebuah batu karang. Mereka melihat unta itu makan dan minum (QS Al-A‟raf [7]:73 dan QS Al-Syu’ara [26]: 155-156), bahkan mereka meminum susunya. Ketika itu relief-relief yang mereka lukis tidak berarti sama sekali dibanding dengan unta yang menjadi mukjizat itu. Sayang mereka begitu keras kepala dan kesal sampai mereka tidak mendapat jalan lain kecuali menyembelih unta itu sehingga tuhan pun menjatuhkan palu godam terhadap mereka (baca QS AL- Syams [91]: 13-15). Yang digarisbawahi di sini adalah bahwa pahat-memahat yang mereka tekuni itu merupakan nikmat Allah Swt yang harus disyukuri, dan harus mengantar kepada pengakuan dan kesadaran akan kebesaran dan keesaan Allah Swt. Allah sendiri yang menantang kaum Tsamud dalam bidang keahlian mereka itu, yang pada hakikat- nya merupakan “seniman agung” kalau istilah ini dapat diterima. Kembali kepada persoalan sikap Islam tentang seni pahat atau patung, maka agaknya dapat dipahami antara lain melalui penjelasan berikut. Syaikh Muhammad Ath- Thahir bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang patung- patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam mengharamkan patung karena agama ini sangat tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu. Sebagian besar berhala adalah patung-patung sehingga Islam mengharamkannya karena alasan tersebut bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan. Atas dasar inilah, hendaknya dipahami hadis-hadis yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Ketika itu ia telah menjadi salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian Muhammad Imarah dalam bukunya Ma‟alim Al-Manhaj Al- Islami yang penerbitannya disponsori oleh Dewan Tertinggi Dawah Islam, Al- Azhar bekerja sama dengan Al-Ma‟had Al-„Alami lil Fikr Al-Islami (Inter- national Institute for Islamic Thought). Seni Suara 14



Ada tiga ayat yang dijadikan alasan oleh sementara ulama untuk melarang paling sedikit dalam arti “memakruhkan”- nyanyian, yaitu: surat Al-Isra (17): 64, Al-Najm (53): 59-61, dan Luqman (31): 6. Surat Al-Isra dimaksud adalah perintah Allah kepada setan: “ Hasut siapa yang kamu sanggup (hasut) di antara mereka (manusia) dengan suaramu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak, dan berjanjilah mereka. Tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka kecuali tipuan belaka. “Sebagai bentuk ekspresi dan realisasi dari musyahadah. Seni di sini untuk memenuhi implikasi negatif di balik pernyataan la ilaha illallah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Dia benar-benar berbeda dari manusia dan alam. Namun, seni Islam juga untuk mengekspresikan dimensi positif tauhid (yang menekankan apa Tuhan itu). Akan tetapi, aspek yang terpenting adalah transeden yang diajarkan doktrin Islam adalah bahwa Allah tidak terbatas dalam setiap aspek (dalam rahmat, dalam pengetahuan, dalam cinta). Yak berawal dan tak berakhir, yang memberi kesan tak terbatas merupakan cara terbaik untuk mengekspresi doktrin tauhid dalam seni. Al Quran sebagai Pendefinisi Tauhid Risalah yang Diungkapkan secara Estetis: Tauhid. Al-Quran di- maksudkan untuk mengajarkan kembali doktrin monoteisme, suatu risalah yang diturunkan kepada banyak nabi Semit pada zaman sebelumnya, Ibrahim, Nuh, Musa, dan Isa misalnya.



Al-Quran berisi



pernyataan baru tentang doktrin monoteisme, tentang Tuhan Yang Maha Esa yang abadi pencipta maupun pemandu alam semesta dan segala isinya. Allah digambarkan dalam Alquran sebagai wujud transenden. Yang tak dapat ditangkap pengalaman visual ataupun indrawi. Tak ada pandangan yang dapat menangkap- Nya. Dia di luar pemahaman (QS 6:103). Pernyataan Alquran tentang sifat Allah menghindarkan peng-gambaran Allah dengan sarana indrawi, baik dalam bentuk manusia atau hewan, atau dengan simbol figural dari alam. Namun, ini bukanlah sumbangan risalah Alquran dalam seni Islam. Kita temukan segenap ikonografi seni Islam sangat dipengaruhi doktrin tauhid (monoteisme Islam) dalam Alquran. Jika Allah sepenuhnya bukan makhluk sedemikian berbeda dengan ciptaan-Nya, yang penting bukanlah sekadar pelarangan negatif penggambaran naturalistis Allah ketika Islam memulai penyebarannya. Kaum muslim baru ini membutuhkan mode estetis yang dapat menyediakan objek-objek perenungan dan kenikmatan estetis yang akan memperkuat ideologi 15



dasar struktur masyarakat dan selalu menjadi peringatan prinsip-prinsipnya. Karya seni seperti ini akan memperkuat kesadaran akan wujud tran- senden. Orientasi dan sasaran estetis Islam tak mungkin tercapai melalui penggambaran manusia dan alam. Ini hanya dapat terwujud melalui perenu- ngan kreasi artistik yang menggiring perasaan intuisi kebenaran itu sendiri bahwa Allah berbeda dengan ciptaan- Nya sehingga tak dapat direpre- sentasikan dan tak dapat diekspresikan. Seni kaum Muslim sering disebut sebagai seni pola tak terbatas atau sebagai “seni tak terbatas”. Eks- presi estetis ini juga disebut “arabesques”. Arasbesque tak boleh dibatasi pada jenis desain daun tertentu yang disempurnakan oleh kaum Muslim. Ia bukan semata-mata pola dua dimensi abstrak yang menggunakan kaligrafi, bentuk geometris, dan bentuk tumbuhan yang modis. Namun arasbeque melakukannya tanpa membuat klaim musykil bagi muslim bahwa pola ini sendiri menunjukkan apa yang berada di luar. Dengan merenungkan pola tak terbatas ini, benak orang yang mem- persepsinya dialihkan ke Allah, dan seni pun memperkuat keyakinan religius. Interpretasi atas adanya seni Islam ini menyingkirkan banyak kesalahan kon- sepsi yang lazim terjadi menyangkut penolakan seni ini terhadap seni figura dan konsentrasinya justru pada motif abstrak. Seni Islam mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan Alquran yaitu mengajar dan memperkuat persepsi tentang transendensi Allah dalam diri manusia. Karakteristik Ungkapan Estetis Tauhid Abstraksi, Pola seni tak terbatas dalam seni Islam, yang pertama adalah abstrak. Sementara representasi figural bukan sama sekali tak ada, umumnya ada sedikit argumen bahwa gambar na- turalistis jarang terdapat dalam seni Islam. Walaupun gambar alam diguna- kan gambar-gambar itu terwujud dengan teknik denaturalisasi dan stailisasi yang menjadikan gambar tersebut lebih berperan sebagai penolak naturalisme daripada sebagai gambaran sejati fenomena alam yang sebenarnya. Struktur modular, Karya seni Islam diciptakan dari banyak bagian atau modul yang digabung untuk melahirkan desain yang lebih besar.Kombinasi berurutan. Pola tak terbatas dari suara, gambar, dan gerak menunjukkan kom- binasi berurutan modul-modul dasar dan pengulangannya. Pengulangan, karak- teristik keempat yang dituntut untuk menciptakan kesan tak terbatas dalam objek seni adalah pengulangan tingkat tinggi. Dinamisme, desain Islam ber- sifat dinamis yaitu desain yang harus dinikmati sepanjang zaman. Kerumitan, detail yang rumit merupakan karakteristik keenam yang mencirikan seni 16



Islam. Kerumitan meningkatkan kemampuan pola atau arasbeque untuk menarik perhatian orang yang memandangnya dan meng- upayakan konsentrasi pada entitas struktural yang ditampakkannya. Al-Quran sebagai Model Artistik Selain ditentukan oleh pesan ideologis Al-Quran, seni Islam juga bersifat Qurani dalam arti bahwa kitab suci kaum muslim ini memberikan model pertama dan utama bagi kreativitas dan produk estetis. Al-Quran digambarkan sebagai karya seni pertama dalam Islam. Isi dan bentuk Al-Quran ini memberikan segenap karakteristik pembeda yang menunjukkan pola tak terbatas seni Islam. Al-Quran merupakan contoh paling sempurna pola tak terbatas contoh yang mempengaruhi segenap kreasi seni sastra, seni visual (baik dekorasi maupun monumen arsitektural), bahkan seni suara dan gerak. Al-Quran memberikan model pertama bagi enam karakteristik seni Islam yang disebutkan di atas. Pertama, alih- alih menekankan gambaran realistis atau naturalistis, Al-Quran justru menunjukkan penolakan terhadap perkembangan naratif sebagai prinsip organisasional sastra. Kedua, Alquran seperti karya seni Islam, dibagi menjadi modul-modul sastra (ayat dan surah) yang berdiri sendiri sebagai bagian yang indah. Ketiga, ayat-ayat Alquran di- gabung untuk membentuk identitas lebih panjang atau kombinasi berurutan. Keempat, yang dapat dijumpai dalam semua seni budaya Islam ber- limpahnya sarana repetitif juga direp- resentasikan dalam prototip Alquran. Sarana puitis yang menghasilkan repetisi bunyi atau irama banyak ter-dapat dalam Alquran. Selain contoh sajak satu suku kata atau banyak suku kata, Alquran mengandung banyak sajak dalam kalimat- kalimatnya. Kelima, yang mengagumkan dari seni visual budaya Islam keharusan menikmatinya melalui waktu.



Diharapkan dalam Alquran, semua karya sastra dianggap sebagai seni waktu.



Namun dalam kasus ini, seperti dalam semua seni Islam, ada rangkaian proses persepsi dan apresiasi yang menolak perkembangan menuju satu klimaks utama dan konklusi selanjutnya. Keenam, seni kaum muslim, juga meniru Al-Quran. Paralelisme, antitesis, metafora, kias, tamsil, dan alegori hanyalah be-berapa dari sarana puitis yang mem-berikan kekayaan dan uraian verbal dalam Al-Quran.



17



Al-Quran sebagai Ikonografi Artistik Al-Quran bukan saja memberikan peradaban Islam ideologi yang diekspresikan dalam seninya. Al-Quran bukan hanya memberikan model kandungan dan bentuk artistik yang pertama dan terpenting, namun ia juga memberikan material terpenting bagi ikonografi seni Islam. Tulisan digunakan sebagai alat bantu logis untuk menjelaskan makna gambar visual. Penggunaan tulisan da- lam produk seni seperti itu berlanjut dalam seni Byzantium. Namun dengan Islam, tulisan dan kaligrafi mengalami metamorfosis mendalam yang meng- ubah tulisan dan kaligrafi dari sekadar simbol-simbol diskursif menjadi ma- terial estetis yang sepenuhnya ikonografis. Macam-macam Seni Islam Kaligrafi Untuk menguji karakteristik pemersatu seni Islam yang dihasilkan pesan tauhid Alquran, maupun ke- pandaian dan kelihaian mencapai bentuk kreatif yang senantiasa baru dari karakteristik itu, perlu kita melihat karya yang berasal dari berbagai daerah dan tercipta selama berabad-abad dalam sejarah Islam. Karakteristik struktural pada umumnya mempunyai arti sangat luas, sementara motif tertentu, teknik pem- buatan, atau material menunjukkan kecenderungan untuk variabilitas yang lebih besar. Alquran berpengaruh menjadikan kaligrafi bentuk seni yang paling penting dalam budaya Islam. Pengaruh dan keutamaannya ditemukan pada setiap wilayah dunia Muslim, pada setiap abad dalam sejarah Islam, pada setiap cabang produksi atau media estetis, dan pada setiap tipe objek seni yang dibayangkan. Diantara semua kategori seni Islam, kaligrafi adal Wahyu yang turun kepada Muhammad, yang kemudian tersusun sebagai Al-Quran Suci, segera dihafal oleh nabi dan sahabatnya. Selain itu, sebagian sahabat nabi yang dapat menulis, menuliskan surah demi surah di atas lempung, batu, tulang, papyrus, atau material lain yang dapat digunakan. Beberapa bagian Alquran disimpan di Masjid Nabi, sebagian di rumah Nabi, dan sebagian di rumah sahabat.



Dengan wafatnya Nabi pada 10/632, dan gugurnya para



pengikut nabi yang hafal seluruh Al-Quran di medan perang, umat merasakan ke- butuhan mendesak untuk mencatat wahyu dalam bentuk lebih permanen. Atas desakan Umar bin AlKhaththab, Abu Bakar, khalifah pertama memerintahkan sekretaris Nabi, Zaid bin Tsabit untuk menghimpun dan menulis semua ayat Al-Quran dalam susunan seperti yang ditunjukkan Nabi. Setelah problem awal pengembangan sistem tulisan yang lengkap dan akurat terpecahkan, kaum Muslim awal lalu memperindah tulisan mereka. Selain variasi gaya tulisan kufi yang 18



diperpanjang secara vertikal atau horizontal, ahli-ahli kaligrafi Muslim mengembangkan varian baru bentuk yang pada dasarnya bundar.



Tiga ragam tulisan kufi yang paling terkenal



merupakan hasil dari pemanjangan huruf-hurufnya sendiri menjadi berbagai motif nonkaligrafis. Banyak gaya lain berkembang dari tulisan dasar yang berbentuk bulat dan siku. Beberapa derivatif meliputi ciri dari kedua kategori. Setiap tulisan baru diberikan nama khusus dan aturan pembuatannya.



c. Studi Kasus : Hukum Penerapan IPTEK Bidang Kesehatan untuk Operasi Ganti Kelamin (Transeksual) Menurut Pandangan Islam Dalam The New Encyclopedia Britannica, dinyatakan “Transsexualism is a condition in which a biologically normal person believes himself (or herself) to be truly a member of opposite sex, despite anatomical evidence to the contrary.” Kondisi dimana seseorang secara biologis adalah normal, namun ia merasa dirinya benarbenar sebagai anggota dari lawan jenis kelaminnya kendati secara kenyataan anatomisnya berlawanan. Pada umumnya muncul di kalangan laki- laki. Untuk mengetahui hukum operasi ganti kelamin menurut pandangan Islam, maka perlu diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Operasi Transeksual Tanpa Sebab (‘Illat) 2. Operasi Transeksual Terhadap Orang yang Jenis Kelaminnya Berbeda dengan yang Dimiliki 1. Operasi Transeksual Tanpa Sebab (‘Illat) Jelas diharamkan dalam syariat Islam (termasuk dalam mengubah ciptaan Allah yang dilarang dalam surah An- Nisa’ 4 : 119.



19



“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka ( merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Siapa saja yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS.al-Nisa’:119). Dalam hadist diriwayatkan : “Dalam Ibn’ Abbas, ia berkata : Rasulullah SAW melaknat kaum laki- laki yang menyerupakan dirinya dengan perempuan- perempuan, juga kaum perempuan yang menyerupakan dirinya dengan laki- laki.” (HR. Bukhari, tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, dan Darimi). “Rasulullah SAW melaknat laki- laki yang kebanci- bancian dan perempuan kelakilakian. Dan Beliau bersabda : Keluarkan mereka dari rumahmu, dan Nabi pernah mengusir seseorang, demikian juga ‘Umar pernah mengusir seseorang,.” (HR. Bukhari, Tarmadzi, Abu Dawud, Darimi, Ahmad). Di sampaikan alasan nash di atas para ulama juga melihat keharamannya terdapat dalam pelaksanaannya operasi kelamin yang mengharuskan melihat aurat orang lain, padahal saat itu tidak dalam keadaan darurat atau keadaan yang sangat diperlukan, atau perbuatan itu tidak dapat dikategorikan dengan darurat atau sangat diperlukan sebagaimana rumusan para ulama.



20



2. Operasi Transeksual Terhadap Orang yang Jenis Kelaminnya Berbeda dengan yang Dimiliki Syeikh Jad al- Haqq ‘Ali Jad al- Haqq membolehkan operasi ganti kelamin sepanjang direkomendasikan oleh dokter ahli dalam kerangka pengobatan karena adanya tanda- tanda yang meyakinkan tentang jenis kelamin sesungguhnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa mengenai hukum ganti kelamin ini yang difatwakan pada tanggal 1 Juni 1980. Isi fatwa MUI tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengubah jenis kelamin laki- laki menjadi kelamin perempuan, atau sebaliknya, hukumnya haram. Karena bertentangan dengan Al- Qur’an surat An- Nisaa 119, bertentangan pula dengan jiwa syara’. 2. Orang yang kelaminnya diganti, kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelaminnya semula sebelum diubah. 3. Seorang khuntsa (banci) yang kelaki- lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelakilakiannya. Demikian pula sebaliknya dan hukumnya menjadi positif. Pendapat ulama NU sepakat mengharamkan operasi ganti kelamin, dengan alasan di samping merubah ciptaan Allah juga dapat mengecoh orang lain. Sesuai dengan batasan hukum Islam, maka semua orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam operasi penggantian kelamin termasuk menanggung dosa, termasuk dokter dan orang- orang yang memberi fasilitas terhadap terlaksananya operasi. Sejalan dengan kaidah hukum Islam: “Rela (memberi dukungan) terhadap sesuatu, berarti rela pula terhadap resiko (dosa) yang ditimbulkannya.”



d. Integrasi Iman, Ilmu, dan amal sebagai satu kesatuan Iman adalah kepercayaan terhadap wujud Zat yang Maha Mutlak yang menjadi tujuan hidup



manusia.



Iman



merupakan



potensi



dasar



yang



harus



dikembangakan



dan



pengembangannya adalah dalam bentuk amal. Iman tanpa amal sama dengan potensi yang tak dikembangkan. Supaya perkembangan iman bermakna maka diperlukan ilmu. Ilmu merupakan motor penggerak untuk majunya Islam. Iman adalah kendali yang mengarahkan motor tadi supaya mencapai tujuan. Iman tidak akan bisa dipisahkan oleh ilmu. Islam melihat bahwa IPTEKS dan agama adalah sesuatu yang memiliki kaitan. Sains tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan. Agama menjadi landasan segala perilaku 21



manusia termasuk di dalam sains dan teknologi. Islam melihat sains sebagai suatu hal yang sangat penting karena dengan sains dan teknologi manusia akan dapat: 1. Mengenal Tuhannya 2. Menegakkan hakikat kebenaran 3. Membawa manusia kepada sikap tafakkur dan berpikir 4. Membantu manusia memenuhi keperluan material untuk kehidupannya 5. Membantu manusia dalam melaksanakan syariat 6. Menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam. Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila perbuatan tersebut tidak dibagun di atas landasan iman dan takwa. Sama halnya dengan pengembangan ipteks yang lepas dari keimanan dan ketakwaan, tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam lingkungannya. Apabila IPTEKS tidak dikembangkan di atas dasar iman, maka akan timbul kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan umat manusia.



22



BAB III KESIMPULAN 3.1.



Kesimpulan







Agama menjadi landasan segala perilaku manusia termasuk di dalam sains dan teknologi.







Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk manusia, manusia hendaknya memahami konsep dan tugasnya sebagai khalifah di bumi.







Manusia jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui nilai-nilai materialistis dan keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut melanggar kodrat manusia yang diberikan oleh Allah.







Yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits.







Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam hendaknya memiliki dasar dan motif bahwa yang mereka lakukan tersebut adalah untuk memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan di dunia sebagai jembatan untuk mencari keridhaan Allah.







Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya.







Simpulan







Dalam tradisi Islam, seni adalah sarana ibadah. 23







Semua bentuk ibadah adalah realisasi tauhid, penyaksian dan pembuktian bahwa Allah itu satu. Sebagai yang satu, Allah itu adalah maha indah.







Keindahan-Nya tampak dalam berbagai bentuk dan objek-objek indah yang merupakan karya-Nya serta merupakan pengenjawantahan dan sifat- sifat dan asma-Nya.







Keindahan nama- nama-Nya serta sifat-sifat-Nya diringkas dalam sifat al-rahman (pengasih) dan Al- Rahim (penyayang) serta lebih jauh lagi diringkas dalam istilah cinta.







Kalbu seorang seniman Muslim yang dilimpahi cinta akan keindahan dan kebenaran juga dapat merefleksikan keindahan dari nama-nama Sang Pencipta.







Islam ingin membawa penikmatnya melakukan perjalanan batin dari yang banyak, yakni objek-objek visual yang kadang- kadang menyerupai objek-objek di alam syahadah dan kadang tak ada padanan- nya di alam syahadah karena merupakan ciptaan citra seniman menuju yang satu maka estetika Islam dapat dinamakan sebagai estetika kenaikan, yaitu menuju yang satu.







Karya seni Islam juga merupakan proyeksi zikir dan musya- hadah, penyaksian dan perenungan bahwa Allah itu satu. Yang banyak, yakni objek-objek visual yang dihadirkan para seniman dalam karya- karya mereka tak lain dari tangga naik menuju Yang Satu.



 



Islam tidak melarang operasi medis sebagai salah satu bentuk pengobatan medis. Para ulama menetapkan bahwa operasi plastik yang dikategorikan merubah ciptaan Allah hukumnya haram, terhadap operasi yang dimaksudkan menormalkan fungsi organ tubuh







tertentu agar berfungsi normal dapat dibenarkan, termasuk dalam anjuran berobat. Mengubah jenis kelamin laki- laki menjadi perempuan, atau sebaliknya, hukumnya haram, termasuk tindakan mengubah ciptaan Allah, hal itu bertentangan pula dengan jiwa







syara’. Orang yang kelaminnya diganti, kedudukanhukum jenis kelaminnya sama dengan jenis







kelamin semula sebelum diubah. Seorang khutsa (banci) yang kelaki- lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelakilakiannya, demikian pula sebaliknya. Untuk lebih memastikannya maka harus ditentukan







oleh ahli kedokteran dan ulama. Orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam operasi penggantian kelamin dan operasi bedah plastik estetika termasuk menanggung dosa, termasuk dokter dan orangorang yang memberi fasilitas terhadap terlaksananya operasi. 24



3.2.



Saran Sebagai orang muslim yang beriman kita semua harus bisa memanfaatkan alam yang ada



untuk perkembangan iptek dan seni dengan sebaik-baiknya, dan harus tetap menjaga serta tidak merusak yang ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap berpegang teguh pada syari’at Islam.



25



DAFTAR PUSTAKA Anshari, Endang Saifuddin. 1986. Kuliah Al-Islam. Jakarta: CV. Rajawali. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2003. Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2. Jurnal Sosioteknologi Edisi 19 Tahun 9, April 2010. hlm. 786. Nata, Abuddin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nurhasan, dkk. 2011. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan KepribadianAgama Islam. Palembang: Universitas Sriwijaya. Shihab, M Quraish. 2003. Wawasan Al- Quran. Bandung : Mizan. Syamsuri. 2007. Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga. Yudoseputro, Wiyoso. 2000. Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung : Angkasa.



26