Makalah Kasus I Ppok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KASUS I PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Dosen Pengampu: Ns. Mareta Dea Rosaline, S. Kep., M.Kep.



Disusun Oleh: Ega Rakha Alvita Deli



1810711012



Geofunny Valeryta Dewi



1810711019



Kiana Alif Fatwa Supendi



1810711025



Yashinta Ariyanti



1810711068



Alfiyatul Hasanah



1810711071



Rensi Hepi Farenta



1810711076



PROGRAM STUDI S1- KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Selawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini. Makalah yang berjudul Kasus I PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang Prevelensi PPOK (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan Pekerjaan), Pengertian dan Klasifikasi, Etiologi dan Faktor Risiko, Tanda dan Gejala, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan Medis, Asuhan Keperawatan PPOK, Telaah Jurnal, Materi Edukasi PPOK, Proses Terjadinya Sesak, Proses Terjadinya Demam, Proses Terjadinya Batuk disertai sputum, Proses Terjadinya SEring berkeringat, Proses Terjadinya Anoreksi, Proses Terjadinya Letarghi. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa hormat dan ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnaan makalah kami.



Jakarta, 16 Oktober 2019



Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 4 1.5 Tujuan .................................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronis ............................................................................. 6 2.2 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................................... 7 2.3 Patofisiologi.............................................................................................................7 2.4 Prevelensi PPOK (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan Pekerjaan) ................. 11 2.5 Tanda dan Gejala .................................................................................................... 15 2.6 Komplikasi .............................................................................................................. 23 2.7 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................... 25 2.8 Penatalaksanaan Medis ........................................................................................... 29 2.9 Asuhan Keperawatan PPOK ................................................................................... 31 2.10 Telaah Jurnal ......................................................................................................... 65 2.11 Materi Edukasi PPOK ........................................................................................... 70 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan ................................................................................................................ 77 3.2 Saran ...................................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 82



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible dan bersifat progresif (Depkes RI, 2004). Indikator diagnosis PPOKadalah penderita diatasusia 40 tahun, dengan sesak napas yang progresif, memburuk dengan aktivitas, persisten,batuk kronik, produksi sputum kronik. Biasanya terdapat riwayat pejanan rokok, asap atau gas berbahaya didalam lingkungan kerja atau rumah. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan pada tahun 2002 PPOKtelah menempati urutan kelima penyebab utama kematian setelah penyakit kardiovaskuler (WHO, 2002).Diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ketigadi seluruh dunia. Menurut American Lung Association(ALA), PPOKmerupakan penyebab utama keempat kematian di Amerika Serikat. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktur Jendral PPM &PL di 5 Rumah Sakit di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan)pada tahun 2004, PPOKmenempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%) (Depkes RI, 2004). 1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Apa yang dengan Prevelensi PPOK (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan Pekerjaan)? Apa Pengertian dan Klasifikasi dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? Apa saja Etiologi dan Faktor Risik dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? Apa saja Tanda dan Gejala dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? Komplikasi apa saja yang dapat terjadi dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? Pemeriksaan Penunjang apa saja yang digunakan untuk pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 7. Apa saja Penatalaksanaan Medis yang digunakan untuk pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 8. Bagaimana Asuhan Keperawatan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 9. Telaah Jurnal PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 10. Apa saja Materi Edukasi yang dapat diberikan untuk pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 11. Bagaimana Proses Terjadinya Sesak pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 12. Bagaimana Proses Terjadinya Demam pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 13. Bagaimana Proses Terjadinya Batuk disertai sputum pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 4



14. Bagaiamana Proses Terjadinya Sering berkeringat pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 15. Bagaimana Proses Terjadinya Anoreksi pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 16. Bagaimana Proses Terjadinya Letarghi pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui Prevelensi PPOK (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan Pekerjaan). 2. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian dan Klasifikasi dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 3. Untuk mempelajari dan memahami Etiologi dan Faktor Risik dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 4. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala dari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 5. Untuk mengetahui dan memahami Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 6. Untuk mengetahui jenis-jenis Pemeriksaan Penunjang apa saja yang digunakan untuk pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 7. Untuk mempelajari dan memahami Penatalaksanaan Medis yang digunakan untuk pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 8. Untuk menegtahui, mempelajari dan memahami Asuhan Keperawatan apa saja yang tepat bagi pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 9. Untuk menambah pengetahuna dan memberikan referensi mengenai Telaah Jurnal PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 10. Untuk mangetahui dan memahami Materi Edukasi apa saja yang baik untuk pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 11. Untuk memahami dan mempelajari Proses Terjadinya Sesak pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 12. Untuk memahami dan mempelajari bagaimana Proses Terjadinya Demam pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 13. Untuk memahami dan mempelajari bagaimana Proses Terjadinya Batuk disertai sputum pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 14. Untuk memahami dan mempelajari bagaiamana Proses Terjadinya Sering berkeringat pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 15. Untuk memahami dan mempelajari bagaimana Proses Terjadinya Anoreksi pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). 16. Untuk memahami dan mempelajari bagaimana Proses Terjadinya Letarghi pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik).



5



BAB II PEMBAHASAN



2.1 PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)







PPOK merujuk pada beberapa hal yang menyebabkan tergangunya pergerakan udara masuk dan keluar paru. Meskipun beberapa jenis yang paling penting – bronkitis obstruktif, emfisema dan asma – dapat muncul sebagai penyakit tunggal, sebagian besar terjadi bertumpangan dalam manifestasi klinisnya. PPOK dapat terjadi sebagi hasil dari peningkatan resistansi sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi otot polos. Hal tersebut juga bisa diakibatkan oleh penurunan kelenturan, seperti pada emfisema. Kelenturan (elastic recoil) adalah kemampuan mengempiskan paru dan mengehembuskan nafas secara pasif, serupa dengan kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. Penurunan kelenturan dapat dibayangkan sebagai pita karet yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas kemampuannya, sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru untuk mengosongkan diri. PPOK merupakan gangguan yang diderita banyak orang, diperkirakan 11,4 juta penduduk dewasa AS (usia 18 tahun keatas) menderita penyakit tersebut. Hampir 24 juta terbukti mengalami penurunan fungsi paru, yang menunjukan kondisi tersebut belm terdignosis dengan baik. Pada tahun 2003 di Amerika, PPOK menyebabkan kematian 122.283 orang. Perawatan klien dengan PPOK diperkirakan menghabiskan 20.9 miliar dolar per tahun hanya untuk pembiayaan perawatan secara langsung ; bagaimanapun juga beban penyakit PPOK lebih luas lagi bila dilihat dari perspektif global, yang diperkirakan akan menempati urutan kelima pada tahun 2020 pada beban penyakit di seluruh dunia. termasuk negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Penderita PPOK di Rumah Sakir Umum Daerah Pandan Arang Boyolali berdasarkan data instalasi rekam medik pada tahun 2014 sebanyak 217 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 84dan 47 jiwa diantaranya mengalami komplikasi dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan meningkat di tahun mendatang. Jumlah penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara Klasifikasi Derajat



Derajat I (ringan)



Klinis Gejala Klinis (Batuk,Produksi,sputum) Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun



Faal Paru Nomal VEP1 VEP /KVP < 70% 1 ≥80% prediksi



6



Derajat II (PPOK Sedang)



Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya



VEP1 50% < VEP /KVP < 70% 1 < 80% prediksi



Derajat III ( PPOK Berat)



Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat



VEP1 30% < VEP /KVP < 70% : < 50% prediksi



Derajat IV ( PPOK sangat berat )



VEP1 VEP /KVP < 70% 1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi disertai gagal



2.2 ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO Merokok adalah resiko utama terjadinya PPOK. Sejumlah zat iritan yanh ada di dalam rorok menstimulasi produksi mukus berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan bronkiolus dan dinding alveolus. Faktor resiko lain termasuk polusi udara, perokok pasif, riwayat infeksi saluran nafas saat anak-anak, dan keturunan. Paparan terhadap beberapa polusi industri di tempat kerja juga dapat menjadi resiko. 2.3 PATOFISIOLOGI PPOK merupakan kombinasi bronkitis obstruksi kronis, emfisema dan asma. 2.3.1 BRONKITIS OBSTRUKSI KRONIS Bronkitis obstruksi kronis merupakan akibat dari inflamasi bronkus, yang merangsang peningkatan produksi mukus, batuk kronis, dan kemungkinan terjadi luka pada lapisan bronkus. Berbeda dengan bronkitis akut, manifestasi klinis bronkitis berlangsung minimal 3 bulan selama satu tahun dalam 2 tahun berturut-turut. Bila klien memiliki rasio FEV,/FVC kurang dari 70% setelah pemberian bronkodilator dan bronkitis kronis, maka klien trsebut memiliki bronkitis obstruktif, yang menunjukkan



7



klien memiliki kombinasi penyakit obstruksi paru dengan batuk kronis. Bronkitis kronis ditandai dengan hal sebagai berikut :



1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar submukosa pada bronkus utama yang menyebabkan peningkatan produksi mukus 2. Peningkatan jumlah sel goblet yang juga memproduksi mukus 3. Terganggunnya fungsi silia, sehingga menurunkan pembersihan mukus Kemampuan pertahanan mukosilier paru berkurang, sehingga paru akan lebih mudah terinfeksi. Ketika terjadi infeksi, produksi mukus akan menjadi lebih banyak, serta dinding bronkus akan meradang dan menebal. Bronkitis kronis awalnya hanya mengenai bronkus besar, namun pada akhirnya seluruh saluran napas akan terlibat. Mukus kental dan inflamasi bronkus akan menghalangi jalan nafas, terutama saat ekspirasi. Jalan nafas yang tertutup menyebabkan udara terjebak dibagian bawah paru. Obstruksi ini menyebabkan ventilasi alveolus berkurang. Kemudia rasio ventilasi-persusi V/Q menjadi tidak normal dan berhubungan dengan turunnya PaO2, akan terjadi polisitemia ( produksi eritrosit berlebih), sebagai kompensasi dari hipoksemia.



2.3.2 EMFISEMA Emfisema adalah gangguan yang berupa dinding alveolus mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan ruang udara terdistensi secara permanen. Aliran udara terhambat sebagai hasil dari perubahan tersebut, bukan dari produksi mukus seperti yang terjadi padab bronkitis. Beberapa bentuk dari emfisema dapat terjadi akibat rusaknya fungsi pertahanan normal pada paru (alfa1, -antirtripsin [AAT]) melawan enzim-enzim tertentu. Penelitian 8



menunjukan enzim protease dan elastase dapat menyerang dan menghancurkan jaringan ikat paru. Ekspirasi yang sulit pada emfisema merupakan akibat dari rusaknya dinding antara alveolus (septa), kolaps parsial pada jalan nafas, dan hilangnya kelenturan. Dengan kolapsnya alveolus dan septa, terbentuknya kantong udara di antara ruang alveoli (blep) dan di dalam parenkim paru (bula). Proses tersebut menyebabkan peningkatan ruang rugi ventilasi (ventilatory dead space), yaitu area yang tidak berperan dalam pertukaran udara maupun darah. Usaha untuk bernafas akan meningkat karena jaringan fungsional paru untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida berkurang. Emfisema menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler paru, serta penurunan perfusi dan ventilasi oksigen lebih jauh. Tiga tipe emfisema adalah sentriasiner, panasiner dan paraseptal. Emfisema sentriasiner ( atau sentrilobuler) adalah tipe yang paling sering, menyebabkan kerusakan di bronkiolus, biasanya dibagian atas paru paru. Inflamasi dimulai di bronkiolus dan menyebar ke arah perifer, namun biasanya kantong alveolus masih utuh. Emfisema jenis ini paling sering terjadi pada perokok.



Emfisema panasiner menghancurkan seluruh alveolus dan biasanya melibatkan bagian bawah paru. Penyakit tipe ini biasanya ditemukan ada klien dengan difesiensi AAT. Emfisema panasiner lokal juga dapat ditemukan pada bagian dasar paru perokok dengan bentuk sentriasiner.



9



Emfisema paraseptal (asiner distal) utamanya melibatkan struktur saluran nafas bawah , duktus alveolus, dan kantong alveolus. Prosenya terbatas disekitar septa paru atau pleura, yang menyebabkan bleb terisolasi di perifer paru dan dipercaya menjadi penyebab pneumoyoraks spontan. Bula raksasa (giant bullae) kadang menyebabkan kompresi berat pada jaringan paru sekitarnya. Penentuan diagnosis penyakit dan keparahnannya dilakukan melalui spinometri. Di antara ketiga penyakit yang terjadi pada klien COPD- asma, bornkitis, dan emfisema-, klien dengan bronkitis obstruksi kronis adalah yang biasanya mengalami batuk produktif, penurunan toleransi latihan, mengi, sesak dan ekspirasi memanjang. Dengan demikian beratnya bronkitis kronis, maka semakin banyak pula sputum yang dihasilkan dan biasa terjadi infeksi paru. 2.3.3 ASMA Asma adalah gangguan pada bronkus yang ditandai adanya bronkospame periodik yang revelsibel (kontraksi berkepanjangan saluran nafas bronkus). Asma sering disebut juga dengan saluran nafas reaktif. Gangguan ini melibatkan beberapa faktor antara lain biokimia, imunologis, endokrin, infeksi, otonom, dan psikologis. Pada tahun 2005, hampir 2,2 juta warga Amerika didiagnosis asma dan 12,2 juta orang mengalami serangan asma. Efek finansial untuk penyakit asma hampir mencapi 16,1 miliar dolar untuk perawatan dan kehilangan produktivitasnya. Asma terjadi dalam keluarga yang menunjukan bahwa asma merupakan gangguan yang diturunkan. Tampaknya, faktor lingkungan ( infeksi virus, alergen, polutan) berinteraksi dengan faktor ketururan mengakibatkan penyakit asma. Faktor keturunan mengakibatkan penyakit asma. Faktor lain yang memicu termasuk keadaan pemicu ( stress, tertawa, menangis), olahraga, perubahan suhu, dan bau-bau yang menyengat. Asma termasuk sebagai komponen dari triad penyakit, yaitu asma, polip nasal, dan alegri aspirin.



10



Asma melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan edema mukosa, sekresimukus, dan peradangan saluran nafas. Ketika orang dengan asma terpapar oleh alergen ekstrinsik dan iritan ( debu, serbuk sari, asap, tungau, obat-obatan, makanan, infeksi saluran nafas) saluran nafasnya akan meradang yang menyebabkan kesulitan bernafas, dada terasa sesak, dan mengi. Manifestasi klinis awal, disebut reaksi fase cepat (early-phase),berkembang dengan cepat dan bertahan sekitar satu jam. 2.4 Prevelensi PPOK (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan Pekerjaan) Menurut World Of Health Organization, PPOK adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi kronik pada saluran pernapasan yang mengganggu pernapasan normal dan tidak sepenuhnya reversible. PPOK merupakan penyakit paru progresfif yang dapat mengancam jiwa. Istilah-istilah familiar seperti bronchitis kronik, emfisema sudah tidak lagi digunakan, tapi sekarang termasuk ke dalam diagnosa Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). WHO menyatakan, secara global, pada tahun 2016 PPOK menempati peringkat ketiga kematian di dunia dengan prevalensi 4,1% dari total penduduk di dunia jumlah kematian lebih dari tiga juta jiwa. Prevalensi kematian pada laki-laki adalah 4,4% dan perempuan 3,7%. Penyebab utamanya adalah polusi udara, kebiasaan merokok, dan pajanan agen lainnya.



11



Sejalan dengan hal itu, Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Indonesia 2013 menyatakan prevalensi PPOK di Indonesia adalah 3,7% atau sekitar 9,2 juta penduduk. Prevalensi laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, yaitu 4,2%. Prevalensi kelompok usia 75 tahun+ menjadi yang paling tinggi, yaitu 9,4%. Prevalensi latar belakang pekerjaan sebagai petani, pendidikan tidak sekolah, tempat tinggal pedesaan, kuintil indeks kepemilikan terbawah menjadi yang paling tinggi, yaitu 4,7%, 7,9%, 4,5%, dan 7,0%.



12



Angka penderita PPOK memang tidak begitu tinggi, namun berpotensi menjadi meningkat setiap tahunnya, mengingat prevalensi kebiasaan merokok yang dimiliki oleh penduduk Indonesia masih terbilang tinggi, yaitu 28,8% pada penduduk dengan usia ≥10 tahun (Riskesdas 2018), dan mengalami peningkatan pada penduduk usia 10-18 tahun dari 8,8% (Sinkernas 2016) menjadi 9,1% (Riskesdas 2018).



13



2.5 Tanda dan Gejala a. Batuk berdahak yang tak kunjung sembuh b. Sesak napas dan tersengal-sengal c. Mengi d. Lemas e. Penurunan berat badan f. Demam g. Sering berkeringat h. Letarghi i. Bibir dan kuku berwarna kebiruan Proses Terjadinya Kelelahan, Mengi, Edema dan bibir serta kuku berwarna kebiruan Dari tenggorokan, saluran pernapasan terbagi menjadi 2 cabang yang menuju paruparu kiri dan kanan. Di dalam paru-paru, saluran pernapasan terbagi lagi menjadi banyak cabang yang berujung pada kantong kecil (alveoli) tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Paru-paru mengandalkan kelenturan alami dari saluran udara dan alveoli untuk mendorong udara berisi karbon dioksida keluar dari tubuh. Saat mengalami penyakit paru obstruktif kronis, baik alveoli dan seluruh cabang saluran napas menjadi tidak lentur 14



lagi,karena ada reaksi inflamasi dinding bronkus yang membuat dinding bronkus dalam menebal yang terjadi karena ada nya infeksi saluran napas, sehingga sulit mendorong udara. Selain itu, saluran pernapasan juga menjadi bengkak (edema) dan menyempit akibat adanya ekskresi mukus (dahak) yang di produksi menumpuk pada bronkus serta menyebabkan penyumbatan jalan nafas. Karena saluran napas yang bengkak otot otot yang melapisi saluran udara (bronkus) di paru paru (bronkospasme) menurun, akhir nya jalan napas membengkak dan sempit sehingga menekan sekret untuk keluar (batuk lendir). Saat penderita membuang napas melalui saluran udara yang sempit dan tersumbat penderita akan sering mendengar seperti suara siulan yang disebut (mengi). Akibatnyaa, karbon dioksida tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan pasokan oksigen juga menjadi berkurang. Otot dan darah tidak mendapatkan cukup oksigen menyebabkan fungsi tubuh akan melambat sehingga membuat seseorang terasa lelah. Rendahnya kadar oksigen dalam darah membuat bibir dan kuku berwarna kebiruan. Proses Terjadinya Batuk disertai sputum Batuk yang terjadi pada kondisi normal merupakan refleks alami yang menjadi bagian dari sistem pertahanan tubuh untuk melindungi saluran pernapasan dari zat asing yang mengganggu. Sementara batuk yang berlangsung secara menerus dan menimbulkan gangguan kesehatan lainnya disebabkan oleh masalah dalam sistem pernapasan. Batuk disebabkan oleh iritasi membran mukosa dimana saja dalam saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara, seperti asap, kabut, debu, atau gas. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus. Pasien yang batuk cukup lama hampir selalu membentuk sputum. Pembentukan sputum adalah reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang kambuh secara konstan. Signifikansi jumlah sputum purulen yang sangat banyak (kental dan kuning atau hijau) atau perubahan warna sputum kemungkinan menandakan infeksi bakteri. Sputum rusty menandakan adanya pneumonia bakterialis. Proses terbentuknya sputum, orang dewasa biasanya memproduksi mukus sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Mekanisme abnormal 15



produksi mucus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mucus ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan udara keluar dengan akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mucus yang tertimbun tadi. Mucus tersebut akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya, kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologic pada pembentukan sputum itu sendiri (Sylvia, 2011).



Proses Terjadinya Demam Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas angka 38 derajat celsius. Demam merupakan bagian dari proses kekebalan tubuh yang sedang melawan infeksi akibat virus, bakteri, atau parasit. Selain itu, demam juga bisa terjadi pada kondisi hipertiroidisme, artritis, atau karena penggunaan beberapa jenis obat-obatan, termasuk antibiotik. Kenaikan suhu tubuh akibat konsumsi obat ini disebut dengan demam obat atau “drug fever”. Meskipun terkadang mengkhawatirkan, demam yang tinggi tidak selalu menandakan bahwa Anda menderita suatu penyakit yang serius. Demam yang seringkali dijumpai pada kasus infeksi anak-anak seringkali tidak berbahaya. Malahan, demam merupakan pertanda bahwa sistem kekebalan tubuh sedang berusaha untuk melawan infeksi tersebut.



16



Asap rokok, polusi rangsangan terjadi karena suhu pembuluh darah atau suhu lingkungan ↑ Perubahan sel-sel penghasil mukus bronkus



rangsangan diterima oleh saraf sensorik Pemumpukan sekret menjadi tempat berkembangnnya mikroorganisme



rangsangan diteruskan ke otak bagian hipotalamus Infeksi (pirogen eksogen)



hipotalamus memproduksi enzimlimfosit, bradikinin Menstimulasi sel darah putih (monosit, neutrofil) Menstimulasi pirogen endogen (IL-1, IL- 6, TNF-a dan IFN



terjadinya pelebaran pembuluh darah pembuluh darah ini mengandung air, garam, urea, dan sisa zat metabolisme dialirkan ke daerah kulit Meramgsang endotellium hipotalamus



Membentuk prostaglandin



diserap oleh kelenjar keringat Meningkatkan patokan thermostat di hipotalamus kelenjar keringat mengeluarkan air, garam, urea, dan sisa zat metabolisme melalui saluran keringat dan pori-pori ke permukaan kulit



Kenaikan suhu tubuh



keringat sampai di permukaan Demam kulit dan menguap



panas tubuh menguap



Suhu tubuh ↓ Proses Terjadinya Sering berkeringat Kelenjar keringat pada kulit mengeluarkan keringat saat tubuh naik. Ini terjadi saat berolahraga, demam, cemas atau stress. Komsumsi makanan pedas, minuman soda, kafein, efek samping obat dan minuman beralkohol juga dapat merangsang keringat berlebih.



17



Saat sakit atau tubuh terkena infeksi, otak secara otomatis akan menaikkan suhu. Pada saat tubuh naik maka terjadilah pengeluaran keringat untuk mendinginkan tubuh. Proses pengeluaran keringat tersebut dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus merupakan sistem saraf pusat pengatur suhu badan yang menghasilkan enzim bradikinin. Enzim bradikinin mempengaruhi kerja kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat. Selain dipengaruhi hipotalamus, kerja kelenjar keringat juga dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan dan pembuluh darah. Suhu pembuluh darah yang tinggi (karena suhu lingkungan tinggi) akan memberikan rangsangan terhadap hipotalamus. Oleh rangsangan tersebut, hipotalamus segera mempengaruhi kelenjar keringat untuk menyerap air, garam, urea, dan berbagai zat sisa metabolisme dari pembuluh kapiler darah.



Berbagai zat ini dikeluarkan melalui saluran keringat dan pori-pori kelenjar keringat ke permukaan kulit dalam bentuk keringat. Keringat segera menguap dan suhu tubuh turun sehingga normal kembali. Apabila keringat yang keluar terlalu berlebihan, kadar garam yang berada dalam darah bisa berkurang. Akibatnya, otot bisa mengalami kekejangan atau mungkin bisa pula pingsan. Selain itu karena pembuluh darah pada lapisan dermis mengembang, kulit wajah bisa menjadi merah. Keadaan ini dapat terjadi saat kita melakukan aktivitas fisik yang berat. Namun, sebaliknya kulit kita dapat memucat bila pembuluh darah pada dermis menyempit, misalnya saja saat kita ketakutan.



18



rangsangan terjadi karena suhu pembuluh darah atau suhu lingkungan ↑ rangsangan diterima oleh saraf sensorik rangsangan diteruskan ke otak bagian hipotalamus hipotalamus memproduksi enzim bradikinin terjadinya pelebaran pembuluh darah pembuluh darah ini mengandung air, garam, urea, dan sisa zat metabolisme dialirkan ke daerah kulit diserap oleh kelenjar keringat kelenjar keringat mengeluarkan air, garam, urea, dan sisa zat metabolisme melalui saluran keringat dan pori-pori ke permukaan kulit keringat sampai di permukaan kulit dan menguap panas tubuh menguap Suhu tubuh ↓



Proses Terjadinya Sesak Proses Terjadinya Dipsnea Pada Pasien PPOK Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. 19



Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamousa akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru.



20



Proses Terjadinya Anoreksia Pada Pasien PPOK Polusi Udara ↓ Stres Oksidasi ↓ Peroksidasi Lipid ↓ Kerusakan & Inflamasi Sel ↓ Mengaktifkan Sel Makrofag Alveolar ↓ Kadar Penanda Inflamasi↑ (IL-1, Interferon-gamma, & TNF α) ↓ Leptin Dalam Sirkulasi ↑ ↓ Feedback Hipotalamus (Nukleus Akuarta & Paraventrikuler) ↓ Nafsu Makan↓ ↓ Intake↓ ↓ BB Menurun ↓ Anoreksia ↓ Dx. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh



21



Proses terjadinya lethargi Pathway Dispneu



Kerja nafas meningkat



Suplai O2 menurun



hipertakipne



hipoksemia



ATP menurun



Gagal napas



Penurunan Jumlah PaO2 dan peningkatan jumlah PaCO2



Pemeriksaan AGD



hipoksemia



Perfusi O2 ke jaringan otak menurun



Jaringan otak hipoksia



Mengganggu fungsi rangsanganrangsangan hipotalamus



Menurunnya kesadaran



Letargi



22



2.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain a) Radiologi (foto toraks) b) Spirometri c) Laboratorium darah rutin d) Analisa Gas Darah e) Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)



1. Pemeriksaan Fungsi Paru Pemeriksaan fungsi paru sangat penting dalam menegakkan diagnosis, menentukan tingkat keparahan PPOK dan untuk mengkaji ulang kondisi pasien PPOK. Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver tersebut, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran inilah (FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta nilai FEV1/FVC < 70%. Pemeriksaan post-bronchodilator dilakukan dengan memberikan bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 15 jam per hari) Telah menunjukkan peningkatan angka harapan hidup dan kualitas hidup klien yang Hipoksemia. Oksigen menggunakan kanul nasal kecepatan aliran udaranya harus mencukupi untuk menghasilkan PaO2 Istirahat minimal 60 mmHg atau SaO2 lebihdari 89%. Penting untuk diketahui bahwa klien dengan hiperkapnea (kadar PaCO2 Akan meningkat dengan pemberian oksigen yang menyebabkan supresi sistem saraf pusat dan latergi. Fenomena ini dikenal dengan narkosis CO2.Terdapat beberapa teori mengapa suplementasi oksigen meningkatkan hiperkapnea pada klien yang mennimbun C O2 yang kemungkinan besar hal tersebut melibatkan beberapa faktor. Pada intinya, Klien Dengan kadar PACO2 Tinggi yang diberikan oksigen harus diawasi dengan ketat untuk menentukan Responnya terhadap terapi. Ada saat klien membutuhkan ventilasi mekanik untuk mendapatkan oksigenisasi yang adekuat selama Eksaserbasi.Bantuan ventilasi termasuk ventilasi intermiten non inflasif menggunakan baik ventilasi tekanan positif maupun negatif dan ventilasi invasif berkelanjutan melalui pipa endotrakeal atau trakeostomi. Membersihkan Sekret di Bronkus Kebersihan paru diperlukan untuk membuang sekret paru dan mengurangi risiko infeksi. Di rumah sakit, klien dapat diterapi dengan nebulizer bronkodilator dan penggunaan alat dngan aliran udara tekanan positif atau akhir ekpiratori positif untuk meningkatkan diameter



27



saluran napas. Drainas postural dan fisioterapi dada dapat diberikan untuk menyingkirkan sekret dari saluran napas kecil hingga besar, sehingga mreka dapat dikeluarkan. Mendorong Olahraga Semua klien dengan PPOK mendapatkan keuntungan dengan program olahraga, toleransi yang meningkat terhadap olahraga, serta menurunnya dispnea dan kelelahan. Olahraga tidak memperbaiki fungsi paru, namun otot pernapasan menjadi lebih kuat meski ketika paru sedang sakit. Latihan bernapas juga bisa disarankan. Sarankan pernapasan diafragma dan mengerucutkan bibir saat bernapas, serta hindari napas cepat dan dangkal (panic breathing). Meningkatkan Kesehatan Secara Umum Cara paling efektif untuk memperlambat progresi penyakit ini adalah dengan berhenti merokok. Allergen yang diketahui, menjadi perokok pasif, debu, dan bahan kimia akibat pekerjaan, serta polusi udara harus diminimalisasi. Nutrisi yang adekuat penting untuk menjaga kekuatan otot pernapasan. Malnutrisi sering terjadi dan berperan dalam penurunan kekuatan otot pernapasan. Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah : 1.



Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.



2.



Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan : a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari. b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase. c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 728



10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tandatanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat. d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2. e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan. 3.



Terapi jangka panjang dilakukan dengan : a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,250,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut. b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru. c. Fisioterapi. d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik. e. Mukolitik dan ekspektoran. f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan PaO2 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan:  Jaga keseimbangan PO2dan PCO2  Bronkodilator adekuat 29



 Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur  Antioksidan  Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing 



Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh:  Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis  Sputum bertambah dan purulent  Demam  Kesadaran menurun



2. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. 3. Cor pulmonal Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung kanan. Cor pulmonal atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak bagi penderita PPOK. Cor pulmonal merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ, maka hal ini akan merembet ke sistem organ yang lainnya. Dalam PPOK, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru, yang kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonary. Efek dari perubahan fisiologis ini adalah terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dan memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi (ukurannya membesar). Perawatan penyakit jantung paru-paru perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah (dibatasi hingga 2 liter per menit), diuretik untuk menurunkan edema perifer, dan istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain, karena darah balik ke jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan dan peningkatan tekanan ventrikel kanan. Digitalis ini digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri.



30



2.9 Asuhan Keperawatan Pasien PPOK FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN



FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN Tanggal Pengkajian



: 18 Oktober 2019



Tanggal Masuk



: 18 Oktober 2019



Ruang / Kelas



: IGD



Nomor Register



: 234567891123



Diagnosa Medis



: PPOK ( Bronkhitis Kronis )



A. IDENTITAS KLIEN Nama Klien



: Tn. A



Jenis Kelamin



: Laki-Laki



Usia



: 49 Tahun



Status Perkawinan



: Menikah



Agama



: Islam



Suku Bangsa



: Indonesia



Pendidikan



: SMA Sederajat



Bahasa yang digunakan



: Indonesia



Pekerjaan



: Kondektur Metro Mini



Alamat



: Sukaharjo



Sumber biaya



: Pribadi / perusahaan / lain-lain (sebutkan : …………….)*



Sumberinformasi



: Pasien / Keluarga / ………………………………………*



B. RIWAYAT KEPERAWATAN 1. Riwayat Kesehatan Sekarang a. Keluhan utama : Dispneu, demam dan batuk – batuk disertai pengeluaran sputum sekurang-kurangnya 3 bulan dalam satu tahun. Paling sedikit 2 tahun



31



b. Kronologis keluhan  Faktor pencetus



  



Timbulnya keluhan Lamanya Upaya mengatasi



: Lemah, Letih, Lesu : memiliki riwayat penyakit bronkitis tetapi tidak pernah meminum obat



: ( ) Mendadak ( ) Bertahap : 3 bulan dalam satu tahun : tidak ada



2. Riwayat Kesehatan Masa lalu a. Riwayat alergi ( obat, makanan, binatang, lingkungan ) Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap apapun b. Riwayat Kecelakaan : Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat kecelakaan c. Riwayat di rawat di RS ( kapan, alasan,, dan berapa lama ) : Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat di rawat di RS d. Riwayat penggunaan obat-obatan : Pasien mengatakan Tidak Memiliki riwayat penggunaan obat-obatan



3. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram dan keterangan) Tidak ada



4. Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga ( faktor resiko ) Pasien mengatakan tidak ada penyakit yang diderita oleh anggota keluarga



5. Riwayat Psikososial dan Spiritual a. Adakah orang terdekat dengan pasien : Istri dan Anak b. Interaksi dalam keluarga  Pola komunikasi  Pembuatan keputusan  Kegiatan kemasyarakatan



: Baik : Tidak Ada : Tidak Ada



c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga : Tidak bisa mencari Nafkah



d. Masalah yang mempengaruhi pasien : 32



Tidak ada



e. Mekanisme koping terhadap stress ( ) Pemecahan masalah ( )



Minum obat



( )



Makan



() Cari pertolongan



( )



Tidur



( )



Lain – lain, sebutkan : ........................



f. Persepsi pasien terhadap penyakitnya :  Hal yang sangat di pikirkan saat ini : Kenapa pasien bisa terkena penyakit PPOK ( Bronkhitis kronis ) 



Harapan setelah menjalani perawatan : Ingi cepat sembuh







Perubahan yang di rasakan setelah jatuh sakit : Letraghi, anoreksia, sering berkeringat, batuk-batuk disertai pengeluaran sputum, demam



g. Sistem nilai kepercayaan :  Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : Tidak ada 



Aktivitas Agama / Kepercayaan yang di lakukan : Pasien mengatakan Sholat 5 waktu



6. Kondisi Lingkungan Rumah ( Lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini ) : Tidak ada 7. Pola Kebiasaan sehari-hari Pola Kebiasaan



Sebelum Sakit



Sesudah Sakit ( di RS )



Nutrisi a. Makan  Frekuensi / hari  Nafsu makan  Gangguan makanan ( mual, muntah, sariawan, dsb)  Porsi makanan  Jenis makanan



3x/hari



3x/hari



Baik



Menurun



Tidak ada



Tidak ada



33



 Makanan yang di sukai  Makanan yang tidak di sukai  Makanan pantangan  Penggunaan alat bantu ( NGT / OGT, mandiri, dll ) b. Minum  Kuantitas ( liter / hari )  Jenis minuman  Minuman yang disukai  Minuman yang tidak di sukai  Minuman pantangan



1 porsi



1/2 porsi



Padat



Lunak



Nasi Padang



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Mandiri



Mandiri



2L/hari



2L/hari



Air putih



Air putih



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak Ada



Tidak ada



Tidak ada



1x/hari



1x/hari



Pagi



Pagi



kuning



kuning



-



-



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



8x/hari



6x/hari



Kuning pucat



Kuning pucat



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Eliminasi a. BAB  Frekuensi / hari  Waktu  Warna  Konsistensi  Keluhan  Penggunaa pencahar b. BAK  Frekuensi / hari  Warna  Keluhan  Penggunaan alat bantu ( kateter, dll )



34



Personal Hygiene a. Mandi  Frekuensi / hari  Penggunaan sabun mandi  Cara ( dibantu / mandiri )  Waktu b. Oral hygiene  Frekuensi / hari  Penggunaan pasta gigi  Cara ( dibantu / mandiri )  Waktu c. Cucu rambut  Frekuensi / hari, atau / minggu  Penggunaan sampo  Cara ( dibantu / mandiri ) d. Perawatan kuku  Frekuensi / minggu, atau / bulan  Cara ( dibantu / mandiri )  Alat yang di gunakan ( silet, gunting kuku, dsb )



2x/hari



1x/hari



Sabun cair



Sabun cair



Mandiri



Mandiri



Pagi & Malam



siang



2x/hari



2x/hari



-



-



Mandiri



Mandiri



Pagi & Malam



Pagi & Malam



3x/Minggu



3x/Minggu



Emeron



Emeron



Mandiri



Mandiri



3x/bulan



3x/bulan



Mandiri



Mandiri



Gunting kuku



Gunting kuku



Nonton Tv



Tidak Ada



Istirahat dan tidur a. Istirahat  Kegiatan saat istirahat ( baca buku, nonton tv, dsb )



 Waktu istirahat  Orang yang menemani waktu 8 jam istirahat Istri b. Tidur  Lama tidur siang ( jam / hari )  Lama tidur malam ( jam / hari )  Kebiasaan sebelum tidur  Gangguan tidur Tidak Pernah



5 jam Istri



Tidak Pernah 35



8 jam/hari



5 jam/hari



Nonton Tv



Tidak ada



Tidak Ada



Tidak ada i.



Aktivitas dan latihan      



Waktu bekerja (pagi/siang/malam ) Lama bekerja ( jam / hari ) Aktif Olahraga Jenis Olahraga Frekuensi Olahrag / minggu Keluhan ketika beraktifitas



Pagi-malam



Pagi-siang



20 jam/hari



18 jam/hari



Tidak pernah



Tidak pernah



Tidak ada



Tidak ada



Tidak pernah



Tidak pernah



Tidak ada



Letih, lemas, lesu



Ya



Tidak



> 10 batang/hari



0



6 tahun yang lalu



-



Tidak



Tidak



Tidak Ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Kegiatan yang mempengaruhi kesehatan a. Merokok  Ya / tidak  Jumlah ( batang/hari )  Lama pemakaian ( ... tahun / bulan / minggu / hari yang lalu ) b. Minuman keras / NAFZA  Ya / tidak  Jenis  Frekuensi ( / hari, atau / minggu )  Lama pemakaian ( ... tahun / bulan / minggu / hari yang lalu )



C. PENGKAJIAN FISIK 1. Pemeriksaan Fisik Umum a. Berat badan : 55 kg b. Tinggi badan



Sebelum sakit : 58 kg



: 167 cm



36



c. Tekanan darah



: 140/90 mmHg



d. Nadi



: 100 x/menit



e. Frekuensi nafas



: 28 x/menit



f. Suhu tubuh



: 38,5 ° C



g. Keadaan umum



( ) Sakit Ringan



( ) Sakit Sedang



( ) Sakit Parah h. Pembesaran kelenjar betah bening



( ) Tidak



( ) Ya, Lokasi : ................ ....................................



2. Sistem Penglihatan a. Posisi mata



( ) Simetris



( ) Asimetris



b. Kelopak mata



() Normal



( ) Ptosis



c. Pergerakan bola mata



( ) Normal



( ) Abnormal



d. Konjunctiva



( ) Merah muda



( ) Sangat merah



( ) Anemis e. Kornea



( ) Normal



( )Keruh / berkabut



( ) Terdapat perdarahan f. Sklera



( ) Ikterik



( ) Anikterik



g. Pupil



( ) Isokor



( ) Anisokor



( ) Midriasis



( ) Miosis



( ) Tidak ada kelainan



( ) Juling ke dalam



( ) Juling ke luar



( ) Berada di atas kabur



( ) Baik



( ) Kabur



h. Otot – otot mata



i. Fungsi penglihatan



( ) Dua bentuk / diplopia j. Tanda – tanda radang



: Tidak ada



k. Pemakaian kaca mata



: Ya, jenis : .....................



l. Pemakaian kontak lensa



: Tidak ada



m. Reaksi terhadap cahaya



: Bereaksi



Tidak : ( )



37



3. Sistem Pendengaran a. Daun telinga



( ) Normal



( ) Tidak, kanan / kiri



b. Karakteristik serumen



Warna : kuning



Konsistensi : lengket



Bau c. Kondisi telinga tengah



: ......................



( ) Normal



( ) Kemerahan



( ) Bengkak



( ) Terdapat lesi



() Tidak



( ) Darah



( ) Nanah



( ) lain-lain,.......



e. Perasaan penuh di telinga



( ) Ya



() Tidak



f. Tinitus



( ) Ya



() Tidak



g. Fungsi pendengaran



( ) Normal



( ) Kurang



d. Cairan dari telinga



( ) Tuli, kanan / kiri h. Gangguan keseimbangan



( ) Ya



( ) Tidak



i. Pemakaian alat bantu



( ) Ya



( ) Tidak



4. Sistem Wicara ( ) Normal



( ) Tidak : ............. ( ) Aphasia ( ) Aphonia ( ) Dysartria ( ) Dysphasia ( ) Anarthia



5. Sistem Pernafasan a. Jalan nafas



:



( ) Bersih



( ) Ada sumbatan, Jenis : sputum



b. Pernafasan



:



() Sesak



( ) Tidak sesak



c. Penggunaan otot bantu



:



( ) Ya



( ) Tidak



d. Frekuensi



:



28



X / menit



e. Irama



:



( ) Teratur



( ) Tidak teratur



38



f. Jenis pernafasan



:



( ) Spontan



( ) Chetnestoke



( ) Kausmaull



( ) Biot



( ) lainnya, Dispnea g. Kedalaman



:



() Dalam



( ) Dangkal



h. Batuk



:



( ) Ya



( ) Tidak



Produktif / tidak produktif i. Sputum



:



( ) Ya



( ) Tidak



Putih/kuning/hijau j. Konsistensi



:



( ) Kental



( ) Encer



k. Terdapat darah



:



( ) Ya



() Tidak



l. Palpasi dada



:



......................................



m. Perkusi darah



:



......................................



n. Suara nafas



:



( ) Vesikuler



( ) Ronkhi



( ) Wheezing



( ) Rales



:



() Ya



( ) Tidak



:



( ) Ya



() Tidak



o. Nyeri saat bernafas p. Penggunaan alat bantu nafas 6. Sistem Cardiovaskuler a. Sirkulasi perifer  Nadi : Irama : Denyut :



100 x / menit () Teratur



( ) Tidak teratur



( ) Lemah



( ) Kuat







Tekanan darah



: 140/90 mmHg







Distensi vena jugularis Kanan



:



Kiri



: ( ) Ya



() Tidak



: ( ) Ya



() Tidak







Temperatur kulit



: () Hangat



( ) Dingin







Warna kulit



: () Pucat



( ) Kemerahan 39



( ) Cyanosis 



Pengisian kapiler



: ..........................detik







Edema



: ( ) Ya :



() Tidak



( ) Tungkai atas ( ) Periorbital ( ) Skrotalis ( ) Tungkai bawah ( ) Muka ( ) Anasarka



b. Sirkulasi jantung  Kecepatan denyut apikal



:



.................... x / menit







Irama



:



() Teratur



( ) Tidak teratur







Kelainan bunyi jantung



:



( ) Murmur



( ) Gallop







Sakit dada Timbulnya



:



( ) Ya



( ) Tidak



:



( ) Saat aktifitas ( ) Tanpa aktivitas



Karakteristik



:



( ) Seperti ditusuk ( ) Seperti terbakar ( ) Seperti tertimpa benda berat



Skala nyeri



:



Tidak Ada



7. Sistem Hematologi Gangguan Hematologi 



Pucat



:



( ) Ya



() Tidak







Perdarahan



:



( ) Ya



() Tidak



( ) Petekie ( ) Purpura 40



( ) Mimisan ( ) Perdarahan gusi ( ) Ekimosis 8. Sistem saraf pusat  Keluhan sakit kepala



:



( ) Vertigo



( ) Migrain



( ) Lainnya: Tidak ada 



Tingkat kesadaran



:



() Compos mentis



( ) Somnolent



( ) Apatis



( ) Sopor ( ) Koma











Glasgow Coma Scale ( GCS )



:



Tanda-tanda peningkatan TIK



:



E:-



V:-



M:( ) Ya



() Tidak



( ) Muntah proyektil ( ) Nyeri kepala hebat ( ) Papil edema







Gangguan Sistem Persarafan



:



( ) Kejang



( ) Disorientasi



( ) Mulut mencong



( ) Kelumpuhan



( ) Polineuritis / kesemutan 



Pemeriksaan refleks : Reflek fisiologis Reflekpatologis



9. Sistem Pencernaan a. Keadaan mulut  Karies  Gigi berlubang  Penggunaan gigi palsu  Stomatitis



Ekstremitas ( kanan/kiri/atas/bawah )



:



() Normal



( ) Tidak



:



( ) Ya



( ) Tidak



:



( ) Ya



() Tidak



:



( ) Ya



() Tidak



41



 



Lidah kotor Salifa



:



( ) Ya



() Tidak



:



( ) Ya



() Tidak



:



( ) Ya



() Tidak



( ) Normal



() Abnormal



b. Muntah 



Isi







Warna



:



( ) Ya



() Tidak



( ) Makanan



( ) Darah



( ) Cairan



 



Frekuensi Jumlah



:



( ) Sesuaiwarnamakanan



( ) Kuning



( ) Kehijauan



( ) Hitam



( ) Coklat :



…………………………



x / hari



:



…………………………



ml



c. Nyeri daerah perut ( ) Ya



() Tidak



d. Skala nyeri : ................................. e. Lokasi & karakter nyeri ( ) Seperti di tusuk-tusuk ( ) Melilit



( ) Kanan atas



( ) Panas / seperti terbakar



( ) Setempat



( ) Kanan bawah



( ) Berpindah-pindah



( ) Menyebar



( ) Kiri Bawah



( ) Cramp



( ) kiri atas



f. Bising usus : ........................... x / menit g. Diare ( ) Ya ( ) Tidak Lamanya : .................................



42



Frekuensi : .................... x / hari



h. Warna Feses  kuning  Coklat  Hitam  Putih seperti air cucian beras  Seperti dempul



() ( ) ( ) ( ) ( )



i. Konsistensi Feses  Setengah padat  Terdapat lendir  Cair



 



( ) ( )



Berdarah Tidak ada kelainan



( ) ( )



( )



j. Konstipasi  Ya ( )  Lamanya : ................... hari







Tidak ()



k. Hepar  Teraba



( )



l. Abdomen  Lembek



()







Assites



( )



( )







Distensi



( )







Kembung



10. Sistem endokrin  Pembesaran kelenjar tiroid



:







Tidak teraba



( ) Ya



()



() Tidak



( ) Exopthalmus ( ) Tremor ( ) Diaporesis 



Nafas bau keton



:



( ) Ya



() Tidak







Luka Gangren



:



( ) Ya



() Tidak



43



Lokasi .......................   



Polidipsi ( ) Pilophagi ( ) Poliuri ( )



11. Sistem Urogenital a. Balance Cairan Intake : ................................. ml



b. Perubahan pola kemih  ( ) Retensi  ( ) Tidak lampias  ( ) Anuria



 



Output : ........................................... ml



( ) Urgensi ( ) Nokturia



 ( ) Disuria  ( ) Inkontinensia



c. B.A.K Warna  



 



() Kuning jernih ( ) Merah



( ) Kuning kental / coklat ( ) Putih



d. Distensi kandung kemih ( ) Ya



() Tidak



e. Sakit pinggang ( ) Ya



() Tidak



f. Skala nyeri : .................................. 12. Sistem Integumen  Turgor kulit  Temperatur kulit  Warna Kulit () Pucat







Keadaan kulit :



: () Baik : 38,5° C : ( ) Sianosis



( ) Buruk



( ) Kemerahan



() Baik ( ) Lesi ( ) Ulkus ( ) Luka, lokasi : ........................................................... 44



( ) Insisi operasi, lokasi : .............................................. Kondisi luka : ......................................................... ( ) Gatal-gatal



( ) Memar / lebam



( ) Luka bakar, grade : .................. luas luka : ..........% ( ) Dekubitus, lokasi : ................................................... ( ) Kelainan pigmen



  



Kelainan kulit ( ) Ya, sebutkan : .................



() Tidak



Kondisikulitdaerahpemasanganinfus : ....................................................... Keadaan rambut Tekstur : () Baik ( ) Tidak ( ) Alopesia Kebersihan



:



() Bersih



( ) Ketombe ( ) Lengket



( ) Lainnya : ........................................................







Keadaan kuku () Normal ( ) Abnormal



( ) Paronikia



( ) Clubbing



( ) Garis beau



( ) Spoon nail



13. Sistem Muskuloskeletal  Kesulitan dalam pergerakan  Sakit pada tulang, sendi, kulit  Fraktur



: : :



( ) Ya () Tidak ( ) Ya () Tidak ( ) Ya () Tidak Lokasi : ....................................... Kondisi : .....................................







Kelainan bentuk tulang sendi : ( ) Kontraktur



( ) Bengkak



( ) Lainnya, sebutkan : .................................................................................. 



Kelainan struktur tulang belakang : ( ) Skoliasis ( ) Lordosis



( ) Kiposis 45







Keadaan tonus otot ( ) Baik ( ) Hipertoni







( ) Hipotoni



( ) Atoni



Kekuatan otot



Tangan kanan



Kaki kanan



4



4



Tangan Kiri



Kaki kiri



4



4



D. DATA PENUNJANG ( Laboratorium, radiologi, endoskopi, EKG, dsb ) o Foto Rontgen : kesan o Tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang parallel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah E. PENATALAKSANAAN ( Terapi / tindakan pengobatan, termasuk diet ) Memberikan O2 dan terapi Eksaserbasi akut : Kontrimoksazol.



F. RESUME Berisi tentang pasien mulai masuk RS dan masuk ruang perawatan yang meliputi : data fokus, masalah keperawatan yang muncul, tindakan keperawatan mandiri serta kolaborasi yang telah dilakukan secara umum sebelum dilakukan pengkajian oleh mahasiswa.



G. DATA TAMBAHAN (PENGKAJIAN PEMAHAMAN TENTANG PENYAKIT)



46



DATA FOKUS Nama klien / Umur



:



Tn. A



No. tempat tidur



:



03



Ruang / RS



:



IGD/ Rs. Sukahati



No 1.



Data Subjektif Pasien Mengatakan badannya demam, sesak nafas, dan batuk disertai sputum sekurangkurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun.



Data Objektif  



   Pasien mengatakan lemah, letih, lesu 2.







Pasien tampak sesak TTV : - TD : 140/90 mmHg - N : 100x/mnt - R : 28x/mnt - S : 38,5 ° C Pasien tampak lemas Pasien tampak anoreksia Pasien tampak mengeluarkan sputum saat batuk Pasien tampak sering berkeringat



47



48



2.



Jika ada data baru yang ditemukan selama proses ASKEP



49



ANALISA DATA Nama klien / Umur



:



Tn. A



No. tempat tidur



:



03



Ruang / RS



:



IGD/ Rs. Sukahati



No Data



Masalah



Etiologi



1.



Ketidak efektifan bersihan jalan nafas



Perokok d.d dispnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan dan perubahan pola nafas



Ds : Pasien Mengatakan badannya demam, sesak nafas, dan batuk disertai sputum sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun.



( NANDA, 2018 : 384, 00031 )



Do : -



Pasien tampak sesak TTV : TD : 140/90 mmHg N : 100x/mnt R : 28x/mnt S : 38,5 ° C



Ds : -



Pasien mengatakan lemah, letih, lesu Intoleran aktivitas



2.



Do : -



Pasien tampak lemas Pasien tampak



(NANDA, 2018:226,00092)



Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d keletihan dan kelemahan umum



50



-



-



anoreksia Pasien tampak mengeluarkan sputum saat batuk Pasien tampak sering berkeringat



Ds : -



Pasien mengatakan sesak nafas



-



Pasien tampak sesak Pasien tampak mengeluarkan Pasien tampak mengeluarkan Hambatan sputum saat batuk pertukaran gas R : 28x/mnt (NANDA, 2018:207,00030)



Do :



3. -



Ketidakseimbangan vertilasi-perfusi d.d dispnea dan hipoksemia



51



2.



Dan seterusnya...



52



DIAGNOSA KEPERAWATAN Nama klien / Umur



:



Tn. A



No. tempat tidur



:



03



Ruang / RS



:



IGD/ Rs. Sukahati



No



1.



DiagnosaKeperawatan



Tanggal



Tanggal



Paraf&



( P&E)



Ditemukan



teratasi



Nama jelas



Ketidak efektifan 18 oktober kebersihan jalan nafas b.d 2019 perokok d.d dispnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan, dan perubahan pola nafas



2.



Hambatan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusin d.d dispnea dan hipoksemia



3.



Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d keletihan dan kelemahan umum



18 okrober 2019



20 oktober 2019



20 oktober 2019 Ega Rakha Alvita Deli



18 oktober 2019



20 oktober 2019



53



54



2.



55



RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Nama klien / Umur



:



Tn. A



No. tempat tidur



:



03



Ruang / RS



:



IGD/ Rs. Sukahati



Tanggal



18/10/19



No.



Tujuan&



diagnosa



Criteria hasil Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil A. Status pernafasan jalan nafas (NOC, 2013 : 558:0410) -



-



-



Frekuensi pernafasan dipertahankan pada skala 2-4 Kemampuan untuk mengeluarkan sekret dipertahankan pada skala 2-4 Batuk dipertahankan pada skala 2-4



RencanatindakandanR asional



Paraf&nama jelas



Monitor pernafasan Ega Rakha (NIC,2013 :500) Alvita Deli



1. Monitor kemampuan batuk efektif pasien 2. Catat onset karakteristikmd an lemahnya batuk 3. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan/m emperburuk sesak nafas tersebut Monitor TTV (NIC, 2013 : 500) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan dengan tepat 2. Monitor tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan 56



sebelum, selama, sesudah beraktivitas dengan tepat 3. Monitor pola pernafasan abnormal 4. Monitor irama dan laju pernafasan



Manajemen jalan nafas (NIC, 2012 : 575)



Setelah dilakukan perawatan selama 1x24jam hambatan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil : A. Perfusi jaringan pulmonari (NOC, 2013 : 449 : 0408) -



18/10/19 2.



-



Tekanan darah sistolik dipertahankan pada skala 2-3 Tekanan darah



1. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk/menyedot lendir 2. Posisikan untuk meringankan sesak nafas 3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya 4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam berputar, dan batuk 5. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif



57



-



-



diastolik dipertahankan pada skala 2-3 Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (P2O2) dipertahankan pada skala 2-4 Sesak nafas dipertahankan pada skala2-4



Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam intoleran aktivitas teratasi dengan kriteria hasil : A. Tingkat Kelelahan (NOC, 2013 : 575 :0007) -



-



-



Manajemen energi (NIC, 2013 : 527) 1. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat 2. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan energi dari makan 3. Anjurkan periode istirahat dan kegiatan secara bergantian



Kelelahan dipertahankan pada skala 2-4 Kelesuan dipertahankan pada skala2-4 Kehilangan selera makan dipertahankan pada skala 2-4



18/10/19 3.



58



PELAKSANAAN (CATATAN KEPERAWATAN) Nama klien / Umur



:



Tn. A



No. tempat tidur



:



03



Ruang / RS



:



IGD/ Rs. Sukahati



Hari / tanggal



No.



Jam, Tindakankeperawatan&



Paraf&



Diagnosa



Hasil



Namajelas



59



19/102019



-



08.00, mengidentifikasi karakterisik dan lamanya batuk. RH : Batuk Berdahak



-



Memonitor keluhan sesak nafas pasien RH : Pasien bernafas pelan dan dalam



-



Melakukan observasi TTV RH :



1.



Ega Rakha Alvita Deli



TD : 120/80mmHg N : 88x/mnt R : 22x/mnt S : 37,5 ° C -



Amjurkan pasien untuk batuk efektif RH : Pasien mengeluarkan sputum dengan baik



-



12.00, Anjurkan pasien untuk batuk efektif RH : Pasien mengeluarkan sputum dengan baik



19/10/19



2.



-



Membantu pasien untuk posisi semi fowler RH : pasien mengikuti instruksi dengan baik



-



Memonitor status pernafasan dan oksigenisasi RH : Pasien sudah berkurang



60



sesak nafasnya



-



14.00, Memberikan makan yang bernutrisi RH : Pasien menghabiskan makannya ½ porsi



-



19/10/19



Memonitor pola makan pasien RH : Pasien makan sedikit tapi sering



3. -



Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup RH : Pasien tidur selama 6 jam



61



EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN) Nama klien / Umur



:



Tn. A



No. tempat tidur



:



03



Ruang / RS



:



IGD/ Rs. Sukahati



No.



Hari / tanggal



Evaluasihasil



Paraf&



Diagnosa



Jam



(SOAP)



Nama jelas



1.



Senin/21-1019/ 08.00



S : pasien mengatakan batuk dan disertai sputum sekurangkurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun



Ega Rakha Alvita Deli



O : - pasien tampak sesak -



-



Pasien tampak mengeluarkan sputum saat batuk TTV : TD : 120/80 mmHg N : 88x/mnt R : 22x/mnt S : 37,5 ° C



A : Masalah Keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebagian teratasi



P : intervensi dilanjutkan observasi TTV



S : pasien mengatakan sesak nafas



62



O : - pasien tampak sesak 2.



Senin/21-1019/ 08.00



-pasien tampak mengeluarkan sputum saat batuk - TTV : TD : 120/80 mmHg N : 88x/mnt R : 22x/mnt S : 37,5 ° C



A : Masalah keperawatan hambatan pertukaran gas sebagian teratasi



P : Intervensi dilanjutkan observasi TTV



S : pasien mengatakan lemah, letih, lesu



O : - Pasien tampak lemas 3.



Senin 21-1019/08.00



-



Pasien tampak Anoreksia Pasien sering berkeringat



A : Masalah keperawatan intoleran aktivitas sebagian teratasi



P : Intervensi dilanjtkan Obsevasi 63



TTV



64



2.10 Telaah Jurnal Kasus PPOK a. Ringkasan Artikel Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta benda, ekosistem maupun iklim. Salah satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema. Berbagai jenis zat dapat terbawa dalam udara lingkungan kerja. Efek paparan zat melalui saluran pernapasan sangat beragam, tergantung pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan orang yang terpapar (Mulia, 2005). Banyak partikel kotoran dalam udara inspirasi ditangkap oleh mukus yang menutupi rongga nasal dan faring, maupun trakea dan percabangan bronkus. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas di seluruh dunia yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang progesif dan sebagian besar yang irreversible (Macnee, 2006). 65



Gejala klinis pada PPOK berupa batuk, produksi sputum yang meningkat dan adanya gejala sesak. Beberapa faktor risiko sebagai penyebab PPOK yaitu merokok, usia, paparan asap populasi lingkungan atau pekerjaan, alpha-1 antitripsin, riwayat infeksi pernapasan dan riwayat keluarga yang mengalami PPOK (Stephen and yew, 2008). Tujuan penulisan efek paparan partikel terhadap kejadian PPOK adalah untuk mencegah sedini mungkin supaya tidak mudah mengalami fungsi paru menurun akibat paparan partikel yang berefek perubahan fatal paru akibat pencemaran udara partikel. b. Pembahasan Fungsi Faal Paru Fungsi paru yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu pengambilan O2 dari luar masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme dan CO2 yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Parikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005).



Paparan Partikel Inhalasi Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama hidupnya. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain enviromental smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga (Gan, 2005). Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan respon inflamasi paru yang abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi (Agusti et al, 2003). Stres oksidatif disebabkan karena paru yang selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Demikian halnya temuan hasil penelitian ini diketahui bahwa teknik aplikasi pestisida belum sepenuhnya dilakukan dengan cara kerja yang aman dan terbukti berpengaruh terhadap derajat keparahan PPOK. Dalam teknik aplikasi pestisida biasanya



66



petani cenderung menganggap ringan bahaya pestisida sehingga tidak mematuhi syaratsyarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Keracunan pestisida, terutama keracunan kronis sering tidak terasa dan akibatnya sulit diperkirakan. Oleh karena itu kebanyakan petani yang sudah belasan tahun mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka dan tidak merasa terganggu. Padahal justru anggapan praktek pengelolaan pestisida yang dilakukan petani di Indonesia saat ini sangat berbahaya bagi diri mereka sendiri maupun lingkungan hidup disekitarnya. Pemilihan



arah



angin



yang



salah



saat penyemprotan



pestisida



dapat



mempengaruhi kadar cholinestrase karena ketika menyemprot pestisida dengan melawan arah angin atau sembarang arah maka pestisida akan terbawa angin dan terhirup oleh responden terutama jika alat pelindung diri (APD) tidak lengkap. Hal ini disebabkan karena petani yang melakukan penyemprotan melawan arah angin akan mendapat paparan lebih banyak, sehingga lebih mudah terjadi keracunan. Lama penyemprotan adalah lama waktu yang digunakan untuk menyemprot tanaman menggunakan pestisida dalam satuan jam setiap harinya. Jika lama penyemprotan petani masih dalam batas aman 1-5 jam maka keracunan akibat pestisida bisa diminimalisir. Semakin lama paparan pestisida berarti semakin besar akumulasi racun pestisida dalam tubuh petani. Semakin besar kadar pestisida yang mengenai tubuh manusia maka akan semakin besar pula kadar racun dalam darah sehingga semakin besar risiko keracunan pestisida. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Definisi PPOK menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan dengan karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresif dan dapat disertai hiper-reaksi dan mungkin kembali normal sebagian. Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan oleh adanya hipersekresi mucus dan sesak, maka penderita mengeluh terutama pada batuk dan dahak serta



mengeluh sesak napas. Pada



stadium dini, keluhan sesak napas dirasakan jika sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe d’effort) yang masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun lama



67



kelamaan sesak itu semakin progresif. Pada stadium berikutnya penderita secara fisik tak mampu melakukan aktivitas apapun tanpa bantuan oksigen, karena sambil duduk pun pasien akan tetap merasakan sesak napas (Gan, 2005). Interpretasi Pemeriksaan Spirometri Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Restriktif (sindrom pembatasan) Restriktif (sindrom pembatasan) adalah gangguan pengembangan paru. Parameter yang dilihat adalah Kapasitas Vital (KV) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) < 80% nilai prediksi (Antaruddin, 2002). b. Obstruktif (sindrom penyumbatan) Obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran napas.Sindrom penyumbatan ini terjadi apabila kapasitas ventilasi menurun akibat menyempitnya saluran udara pernapasan. Biasanya ditandai dengan terjadi penurunan VEP1 yang lebih besar dibandingkan dengan KVP sehingga rasio VEP1/KVP kurang dari 80% (Antaruddin, 2002).



c. Rekomendasi Di rekomendasikan untuk semua orang yang terkena paparan partikel inhalasi dan diharapkan lebih menjaga kesehatannya.



68



d. Lampiran



69



2.11 Materi dan Persiapan Edukasi pada Pasien PPOK



SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Dosen Pengampu : Ns. Mareta Dea Rosaline, S. Kep., M.Kep.



Disusun Oleh : Ega Rakha Alvita Deli



1810711012



Geofunny Valeryta Dewi



1810711019



Kiana Alif Fatwa Supendi



1810711025



Yashinta Ariyanti



1810711068



Alfiyatul Hasanah



1810711071



Rensi Hepi Farenta



1810711076



PROGRAM STUDI S1- KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019



70



SAP (Satuan Acara Penyuluhan)



a. Tema



: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)



b. Subtema



: Perawatan PPOK di rumah



c. Sasaran



: Seluruh pasien PPOK



d. Tanggal pelaksanaan



: 22 Oktober 2019



e. Waktu/tempat



: 30 menit/Puskesmas



f. Penyuluh



: Alfiyatul Hasanah



A. Uraian Kegiatan



Waktu



Fase



Kegiatan Penyuluh



6 menit



Orientasi



Pasien



- Mengucapkan salam



- Menjawab salam



- Menyebutkan nama dan



- Memperhatikan



asal - Menjelaskan tujuan



- Memperhatikan



kedatangan



17 menit



Kerja



- Menjelaskan tentang pengertian, klasifikasi,



- Memperhatikan dengan seksama



penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, perawatan PPOK di rumah



71



7 menit



Terminasi



- Mengevaluasi tujuan penyuluhan kesehatan - Memberitahukan mengenai



- Mendemonstrasikan perawatan PPOK di rumah - Memperhatikan



rencana tindak lanjut - Memberitahukan tentang tema yang akan dibawakan,



- Menyetujui rencana tindak lanjut



waktu pelaksanaan, dan tempat pelaksanaan untuk pertemuan selanjutnya - Mengucapkan terimakasih



- Menjawab salam



dan salam



B. Materi Penyuluhan a) Pengertian PPOK adalah kumpulan penyakit2 paru yang menyebabkan gejala obstruksi saluran napas didalam paru dan berlangsung kronis atau menahun.



b) Klasifikasi



a. Bronkitis kronik Bronkitis kronik adalah bentuk batuk kronis produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkiolus mengganggu keefektifan pernapasan. Polusi adalah penyebab utama bronkitis kronis. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, mycoplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang rentan. b. Emfisema paru Emfisema paru adalah sebagai suatu distensi normal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama berapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi dengan bronkitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.



72



c. Bronkiektasis Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan persebaran nodus limfe. Individu mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat infeksi pernapasan pada masa kanakkanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan imunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir menyumbat bronkial dan mengarah pada atelectasis. c) Penyebab 



Merokok







Polusi udara atau lingkungan







Alergi kronis pada saluran napas







Infeksi saluran napas kronis atau berulang







Umur, jenis kelamin (predisposisi)



d) Tanda dan gejala 



Sesak napas







Bentuk dada barel chest







Clubbing finger







Hipersonor dada kanan dan kiri







Ekspirasi panjang







Ronkhi atau wheezing positif







Bunyi jantung agak jauh



e) Komplikasi Komplikasi yang dapat tejadi pada PPOK adalah: 1.Gagal nafas Gagal nafas kronik: hasil analisis gas darah PO2< 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan: 1. Jaga keseimbangan PO2dan PCO2 2. Bronkodilator adekuat 73



3. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur 4. Antioksidan 5. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh:    



Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis Sputum bertambah dan purulent Demam Kesadaran menurun



2.Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. 3.Kor pulmonal Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung kanan. Pulmonalis atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak bagi penderita PPOK. Cor pulmonal merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara menyeluruh. Apabila terjadi fungsi pada satu sistem organ maka hal ini akan merembet ke sistem organ yang lainnya. Dalam PPOK, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru, yang kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonary. Efek dari perubahan fisiologis ini adalah terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dan memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi (ukurannya membesar) Perawatan penyakit jantung paru-paru perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah (dibatasi hingga 2 liter per menit), diuretik untuk menurunkan edema perifer, dan istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain, karena darah balik ke jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan dan peningkatan tekanan ventrikel kanan. Digitalis ini digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri. f) Perawatan PPOK di rumah:  Melakukan aktivitas perawatan diri  Meningkatkan immunitas 74



 Menjaga lingkungan agar bebas dari polusi  Tidak merokok  Pengeluaran sekresi bronkial dengan cara: postural drainage, clapping, vibrasi dan latihan batuk efektif.



a. Postural drainage, Pengeluaran sekret dengan prinsip gravitasi bumi Caranya: Posisikan klien sesuai bagian paru yang mengandung banyak secret untuk membersihkan paru kanan maka klien miring kiri dan begitu jg sebaliknya),lanjutkan dengan prosedur clapping dan vibrasi, lakukan 10-15 menit.



b. Clapping dan vibrasi Caranya: Atur posisi klien, duduk atau miring. Menepuk punggung dengan kedua tangan masing2 sisi 30x tepukan, sampai ada rangsangan batuk. Vibrasi dilakukan dgn cara melakukan getaran2 lembut disamping depan cekungn iga saat klien menarik napas dalam.



c. Batuk Efektif Caranya: Anjurkan klien menarik napas dalam, tahan selama 3 detik dan batukkan. Tampung secret dalam sputum pot Postural drainase, clapping,vibrasi dan batuk efektif dilakukan secara berurutan sbg suatu paket manajemen pengeluaran sekret.



C. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dipakai untuk penyuluhan antara lain: 1) Laptop 2) Leaflet



D. Evaluasi  Kognitif : 80% pasien mampu menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan dan mampu menjawab beberapa pertanyaan yang penyuluh ajukan  Afektif : 75% pasien siap melakukan perawatan PPOK di rumah seperti apa yang sudah penyuluh jelaskan



75



 Psikomotor : 85% keluarga mampu mengatasi PPOK dengan baik dan benar ketika mengalaminya Leaflet



76



BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Menurut World Of Health Organization, PPOK adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi kronik pada saluran pernapasan yang mengganggu pernapasan normal dan tidak sepenuhnya reversible. WHO menyatakan, secara global, pada tahun 2016 PPOK menempati peringkat ketiga kematian di dunia dengan prevalensi 4,1% dari total penduduk di dunia jumlah kematian lebih dari tiga juta jiwa. Prevalensi kematian pada lakilaki adalah 4,4% dan perempuan 3,7%. Penyebab utamanya adalah polusi udara, kebiasaan merokok, dan pajanan agen lainnya. Sejalan dengan hal itu, Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Indonesia 2013 menyatakan prevalensi PPOK di Indonesia adalah 3,7% atau sekitar 9,2 juta penduduk. Prevalensi laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, yaitu 4,2%. Prevalensi kelompok usia 75 tahun+ menjadi yang paling tinggi, yaitu 9,4%. Prevalensi latar belakang pekerjaan sebagai petani, pendidikan tidak sekolah, tempat tinggal pedesaan, kuintil indeks kepemilikan terbawah menjadi yang paling tinggi, yaitu 4,7%, 7,9%, 4,5%, dan 7,0%. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson,(2014) : Asma, Bronkotos kronic, dan Emfisema. Selain itu, Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam : PPOK ringan, PPOK sedang, PPOK berat. Sedangkan Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut : Derajat 0 (berisiko), Derajat I (PPOK ringan), Derajat II (PPOK sedang), Derajat III (PPOK berat), Derajat IV (PPOK sangat berat). Faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi, dan polusi. Sedangkan, Faktor penyebab dan faktor risiko menurut Neil F Gordan (2002), yaitu: Usia semakin bertambah factor risiko semakin tinggi, Merokok, Jenis kelamin pria lebih berisiko disbanding wanita, Berkurangnya fungsi paru-paru, Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu, Polusi udara, Infeksi saluran pernafasan akut seperti pneumonia dan bronkitus, Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan. Tanda dan Gejala adalah Batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, Sesak napas dan tersengal-sengal, Mengi, Lemas, Penurunan berat badan, Demam, Sering berkeringat, Letarghi, Bibir dan kuku berwarna kebiruan Komplikasi Penyakit Paru obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grace et al (2011) dan Jackson (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas akut, infeksi herulang, dan kor pulmonal. Selain itu, Komplikasi PPOK yang lain adalah Gagal jantung, Asidois, Hipoxemia, Cardiac Disritmia, dan Infeksi pernapasan.



77



Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain Radiologi (foto toraks), Spirometri, Laboratorium darah rutin, Analisa Gas Darah, Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi). Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah : Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara danTerapi eksasebrasi akut dilakukan dengan pemberian Antibiotik, Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat), Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin, Terapi oksigen, Fisioterapi dada untuk mengeluarkan sputum, Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Asuhan keperawatan pada kasus pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) memiliki diagnose keperawatan sebagai berikut Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Perokok ditandai dengan dispneu, sputum dalam jumlah yang berlebihan, dan batuk tidak efektif dalam(domain 11.kelas 2. Kode diagnosis 00031), Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Asupan diet kurang ditandai dengan enggan makan dalam (Domain 2. Kelas 1. Kode diagnosis 00002), Defisiensi Pengetahuan Kurang informasi ditandai dengan kurang pengetahuan dalam (Domain 5. Kelas 4. Kode diagnosis 00216). Hasil telaah jurnal Ringkasan Artikel Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, dan pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan serta di tempat kerja (Depkes, 2008).Badan Kesehatan Dunia atau WHO menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke–6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke–3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar merupakan perokok pasif. Jumlah perokok yang menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20–25%. Hubungan antara perokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut, maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar (SK Menkes, 2008). Hubungan yang penting antara nutrisi dan fungsi paru yaitu melalui efek katabolisme yaitu dengan melihat status gizi. Jika asupan kalori berkurang, maka tubuh akan memecah protein yang terdapat dalam otot termasuk otot-otot pernapasan. Hilangnya lean body mass pada setiap otot akan berdampak pada fungsi otot tersebut. Kaitan yang erat lainnya antara nutrisi dan fungsi paru adalah bahwa malnutrisi menurunkan resistensi terhadap infeksi. Infeksi paru sering kali merupakan penyebab kematian pada pasien dengan PPOK (Rumende, 2006). Proses Terjadinya Dipsnea Pada Pasien PPOK, Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi 78



mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamousa akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses Terjadinya Demam, Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas angka 38 derajat celsius. Demam merupakan bagian dari proses kekebalan tubuh yang sedang melawan infeksi akibat virus, bakteri, atau parasit. Selain itu, demam juga bisa terjadi pada kondisi hipertiroidisme, artritis, atau karena penggunaan beberapa jenis obatobatan, termasuk antibiotik. Kenaikan suhu tubuh akibat konsumsi obat ini disebut dengan demam obat atau “drug fever”. Proses Terjadinya Batuk disertai sputum. Pembentukan sputum adalah reaksi paruparu terhadap setiap iritan yang kambuh secara konstan. Signifikansi jumlah sputum purulen yang sangat banyak (kental dan kuning atau hijau) atau perubahan warna sputum 79



kemungkinan menandakan infeksi bakteri. Sputum rusty menandakan adanya pneumonia bakterialis. Proses terbentuknya sputum, orang dewasa biasanya memproduksi mucus sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mucus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Mekanisme abnormal produksi mucus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mucus ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan udara keluar dengan akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mucus yang tertimbun tadi. Mucus tersebut akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya, kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologic pada pembentukan sputum itu sendiri (Sylvia, 2011). Proses Terjadinya Sering berkeringat, saat sakit atau tubuh terkena infeksi, otak secara otomatis akan menaikkan suhu. Pada saat tubuh naik maka terjadilah pengeluaran keringat untuk mendinginkan tubuh. Proses pengeluaran keringat tersebut dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus merupakan sistem saraf pusat pengatur suhu badan yang menghasilkan enzim bradikinin. Enzim bradikinin mempengaruhi kerja kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat. Selain dipengaruhi hipotalamus, kerja kelenjar keringat juga dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan dan pembuluh darah. Suhu pembuluh darah yang tinggi (karena suhu lingkungan tinggi) akan memberikan rangsangan terhadap hipotalamus. Oleh rangsangan tersebut, hipotalamus segera mempengaruhi kelenjar keringat untuk menyerap air, garam, urea, dan berbagai zat sisa metabolisme dari pembuluh kapiler darah. Proses Terjadinya Anoreksi, Anoreksia dapat diartikan sebagai berkurangnya asupan makanan yang terutama disebabkan oleh hilangnya nafsu makan, sedangkan cachexia adalah kelainan metabolisme disertai peningkatan pengeluaran energi yang menyebabkan kehilangan berat badan lebih banyak daripada kehilangan yang diakibatkan kurangnya asupan makanan (Guyton & Hall, 2007). Cachexia dan kehilangan berat badan sering terjadi pada pasien PPOK, kondisi tersebut mempengaruhi kapasitas fungsional paru, status kesehatan pasien dan meningkatkan resiko kematian. Mekanisme terjadinya cachexia pada PPOK memang belum dipahami dengan jelas. Protein degradasi dan penggantiannya diatur dan dikendalikan dengan baik dalam tubuh. Setiap gangguan dalam keseimbangan ini dapat mengakibatkan berkurangnya massa otot dan cachexia. Status nutrisi dan hormon dalam tubuh berperan penting dalam mempertahankan homeostasis ini. Ketika pasien sakit dan berespon terhadap inflamasi atau suatu infeksi, ternyata didapatkan adanya peningkatan kadar sitokin proinflamasi seperti IL-1, interferon-gamma dan TNF-α. Sitokin terutama TNF-α dan INF-gamma dapat menghambat aktifitas RNA-messenger yang pada akhirnya menyebabkan penurunan sintesis protein otot dan merangsang proteolitik myosin. Pada



80



pasien PPOK terutama derajad berat keseimbangan hormonal ini digantikan dengan proses katabolisme. Proses Terjadinya Letarghi. Pengertian Letargi yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Proses terjadinya letargi dapat diutarakan dalam dua pendapat, penjabaran dari pendapat-pendapat tersebut adalah sebagai berikut. Yaitu, Karena kekurangan kadar glukosa darah dan Somnolen karena kelebihan kadar glukosa darah. 3.2 Saran Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.



81



DAFTAR PUSTAKA Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf Diakses pada 23 Oktober 2019. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas2018_1274.pdf Diakses pada 23 Oktober 2019. Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC. Susan C, Smeltzer. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Ed 12. Jakarta : EGC, Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. EGC: Jakarta



http://eprints.undip.ac.id/43734/3/BAB_2.pdf



Diakses pada 18 Oktober 2019



https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/23f8d4e4236fc8d9f53f0832bf8aba04.pdf Diakses pada 18 Oktober 2019 http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10859/BAB%20II.pdf?sequence=3&isA llowed=y Diakses pada 18 Oktober 2019 https://kupdf.net/download/sap-ppok_5af334d4e2b6f54853c45abf_pdf 18 Oktober 2019



Diakses pada



Agusti AGN, et al. 2003. Systemic effect of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J ; 21:347-60 Antaruddin. 2003. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Pary Pekerja Kilang Padi Yang Merokok Dan Tidak Merokok. Skripsi. FK USU. Medan Gan WQ, Paul Man SF, Sin DD. 2005. The Interaction Between Cigarrette Smoking And Reduced Lung Function On Systemic Inflammation. Chest; 127:558-564 Macnee, W. 2006. ABC of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Pathology ns Pathogenesis, and Phatophisiology. BMJ 2006: 332:1202-1204. Mulia R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Graha Ilmu



82



83