Makalah Kelenjer Adrenal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI II KELENJAR ADRENAL



OLEH: KELOMPOK 4 DOSEN PENGAMPU: Dr. MEIRIZA DJOHARI, M.Kes., Apt



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU 2017



1



KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan “Makalah Anatomi dan Fisiologi II” ini. Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen pembimbing atas kebijaksanaan dan kesediaannya dalam membimbing sehingga “Makalah Anatomi dan Fisiologi II tentang Kelenjar Adrenal” ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang menjadikan “MakalahAnatomi dan Fisiologi II” ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini sehingga dapat melengkapi khasanah ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang dengan cepat.



Pekanbaru, 26 Februari 2017



Penulis



DAFTAR ISI



Halaman KATA PENGANTAR...................................................................................



i



DAFTAR GAMBAR.....................................................................................



ii



DAFTAR ISI………………………………………………………………..



iii



BAB I PENDAHULUAN..............................................................................



1



1.1 Latar Belakang..............................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah.........................................................................



2



1.3 Tujuan...........................................................................................



2



1.4 Manfaat.........................................................................................



2



BAB II PEMBAHASAN...............................................................................



3



2.1 Kelenjar Endokrin.........................................................................



3



2.2 Kelenjar Adrenal...........................................................................



4



2.2.1 Anatomi Kelenjar Endokrin ...............................................



4



2.2.2 Korteks Adrenal..................................................................



6



A. Mineralkortikoid............................................................



7



B. Glukokortikoid...............................................................



10



C. Hormon Seks..................................................................



16



D. Insufisiensi Adrenokorteks............................................



19



2.2.3 Medula................................................................................



20



A. Penyimpanan Katekolamin...........................................



21



B. Sekresi Katekolamin.....................................................



21



C. Afinitas Epinefrin dan Norepinefrin............................



21



D. Efek Pada Sistem Organ...............................................



23



E. Efek Mebolik................................................................



23



F. Efek Lain......................................................................



24



BAB III PENUTUP ......................................................................................



26



3.1 Kesimpulan ……………………………………………………..



26



3.2 Saran ……………………………………………………………



26



DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...



27



3



DAFTAR GAMBAR



Halaman Kelenjar Adrenal…………………………………………………………….



5



Hormon Aldosteron…………………………………………………………



9



Hormon Kortisol…………………………………………………………….



14



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LatarBelakang Secara klasik, hormon dideskripsikan sebagai penyampai pesan (messenger) kimiawi, yang dilepaskan dan bekerja pada lokasi yang jauh dari tempat pelepasannya. Saat ini telah jelas bahwa terdapat hubungan erat antara hormon dan faktor-faktor lain seperti neutransmiter dan faktor pertumbuhan yang bekerja dengan cara parenkin atau autokrin. Selain merupakan pengontrol sistem saraf, otak juga salah satu kelenjar endokrin terpenting. Sel-sel saraf yang terspesialisasi terutama pada hipotalamus, mensintesis hormon yang kemudian ditransport sepanjangaksonke terminal saraf. Di terminal saraf, hormon kemudian dilepaskan kedalam sistem darah portal yang akan membawanya kekelenjar hipofisis. Dalam beberapa kasus akson sel-sel neuro endokrin berproyeksi ke sel hipofisis. Kelenjar adrenal terletak tepat diatas ginjal dan tersusun atas satu lapisan luar (korteks) yang memproduksi hormon seperti: glukokortikoid (terutama kortisol yang terlibat dalam metabolis mekarbohidrat dan dalam respon terhadap stress), mineralokortikoid (terutama aldosteron yang berfungsi mengontrol keseimbangan elektrolit), dan androgen (terutama testosteron, dehidroepi androstenedion sulfat (DHEAS), serta 17-hidroksi progesteron yang berfungsi memodulasi karakteristik seksual sekunder dan memiliki efek antibiotik). Dan tersusun atas satu lapisan dalam (medula) yang memproduksi hormon seperti: epinefrin (memodulasi respons kardiovaskular dan respon metabolic terhadap stress), norepinefrin (neurotransmiter



pada



sistem



saraf



simpatis



perifer),



dan



dopamin



(neurotransmiter pada sistem saraf otonom). Pada makalah ini kami akan membahas lebih lanjut tentang kelenjar adrenal, struktur kelenjar, fungsi serta mekanismenya.



1.2 RumusanMasalah



5



1. Apa itu kelenjar adrenal dan bagaimana strukturnya? 2. Apa fungsi kelenjar adrenal? 3. Bagaimana mekanisme sekresi kelenjar adrenal? 1.3 Tujuan 1. Untukmengetahuiapaitukelenjar adrenal besertastrukturnya. 2. Menjelaskanfungsikelenjar adrenal 3. Menjelaskanmekanismesekresikelenjar adrenal. 1.4 Manfaat Agar makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai kelenjar adrenal dan anatominya, serta dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dengan mata kuliah lain yang berhubungan dengan mata kuliah anatomi fisiologi.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Sistem Endokrin Sistem endokrin atau sistem hormon merupakan salah satu sistem pengatur utama kerja tubuh. Kebanyakan sistem endokrin dikontrol oleh hormon yang dihasilkan sel-sel di hipotalamus. Hormon-hormon hipotalamus disekresikan oleh sel-sel spesifik yang disebut sel neurosekretori



(neurosecretory cell) yang



letaknya di dekat tangkai hipofisis bagian bawah (Heryati Euis & Nur Faizah, 2008). Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain. Sifat kerja hormon ada 2, yaitu (Heryati Euis & Nur Faizah, 2008): 1. Hormon setempat: hormon yang kerjanya menimbulkan efek setempat sekitar kelenjar hormon tersebut. Contoh hormon setempat adalah asetilkolin yang dilepaskan oleh serat parasimpatis dan ujung saraf rangka, sekretin yang dilepaskan oleh dinding duodenum untuk menimbulkan sekresi pankreas yang encer. 2. Hormon umum: hormon yang kerjanya menimbulkan efek menyeluruh atau pada hampir seluruh sel tubuh.Contoh hormon umum adalah epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh medulla adrenal karena perangsangan simpatis. Hormon ini diangkut oleh darah menuju seluruh tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi. Secara kimiawi, hormon terdiri dari tiga tipe dasar yaitu (Heryati Euis & Nur Faizah, 2008): 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh: kortisol, aldosteron, estrogen, progesterone, testosterone. 2. Asam amino; merupakan derivate asam aminotiroksin.Contoh: hormon tiroid, epinefrin dan norepinefrin. 3. Protein atau peptide; hormon-hormon ini dibuat oleh kelenjar buntu yang



7



berasal dari jaringan alat-alat pencernaan. Contoh: hormon anti diuretik, oksitosin, insulin, glukagon dan parathormon. Kelenjar-kelenjar atau organ tubuh yang menghasilkan hormon diantaranya adalah sebagai berikut (Heryati Euis & Nur Faizah, 2008): 1. Hipotalamus, 2. Hipofisisataukelenjarpituitari, 3. Tiroiddanparatiroid, 4. Pankreas, 5. Kelenjar adrenal, 6. Kelenjartymus, 7. Testisdan 8. Ovarium 2.2 Kelenjar Adrenal Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak didekat polus superior ginjal. Setiap kelenjar dibungkus simpai jaringan ikat padat dan terbenam di dalam jaringan lemak. Kelenjar adrenal terdiri atas korteks (diluar) dan medula (didalam). Meski kedua bagian kelenjar adrenal ini terdapat pada suatu organ dan dipasok darah yang sama, namun asal embriologis, stuktur, dan fungsi keduanya berbeda (Eroschenko Victor P, 2003). 2.2.1 Anatomi Kelenjar Endokrin Setiap kelenjar adrenal terdiri dari dua organ endokrin, satu mengelilingi yang lain. Lapisan luar yang terdiri dari korteks adrenal mengeluarkan beragam hormon steroid seangkan bagian dalam, medullaadrenal, mengeluarkan katekolamin. Karena itu, korteks dan medula adrenal mengeluarkan hormon-hormon yang berbeda kategori kimiawinya dengan fungsi, mekanisme kerja, dan regulasi yangberbeda (Sherwood Lauralee, 2011). Korteks adrenal memiliki tiga zona: zona glomerulosa, zona fasikulata, dan zona retikularis. Sel-sel zona ini menghasilkan tiga kelompok hormon: mineralokortikoid, glukokortikoid, dan hormon seks. Medula terletak dipusat kelenjar adrenal. Sel-sel medula adrenal adalah neuron simpatis pasca ganglionik yang dimodifikasi, yang menghasilkan katekolamin (terutama epinefrin dan



norepinefrin). Pelepasan katekolamin dari medula adrenal berada dibawah kontrol langsung susunan saraf otonom. Efek katekolamin ini serupa dengan yang dihasilkan melalui rangsangan divisi simpatis susunan saraf otonom.



Gambar 1. Kelenjar Adrenal (Sherwood Lauralee, 2011).



Keterangan Gambar (Sherwood Lauralee, 2011): Kelenjar adrenal (suprarenal) terdiri atas korteks (2) (di luar) dan medula (3) (didalam). Kelenjar dikelilingi kapsula (1) jaringan ikat tebal yang mengandung cabang-cabang arteri dan vena adrenal utama, saraf (5) (kebanyakan tanpa mielin), dan pembuluh limf. Trabekula jaringan ikat (4) dari simpai menyusup ke dalam korteks kelenjar dan trabekula yang lebih besar mengandung arteri (4) menuju medula (3). Kapiler sinusoidal (7,9) terdapat di seluruh korteks (2) dan medula (3).



9



Korteks adrenal (2) dibagi dalam tiga zona konsentris yang batasnya tidak jelas. Tepat dibawah simpai jaringan ikat (1), terdapat lapisan pertama (terluar) korteks jaringan adrenal, yaitu zona glomerulosa (2a). Sel-sel (6) di dalam zona ini tersusun dalam kelompok seperti telur. Sitoplasma sel-sel ini (6) mengandung sedikit tetes lipid. Pada sediaan hematoksilin-eosin, tetesan lipid ini tampak sebagai vakuol, sedangkan intinya terpulas gelap. Lapisan tengah adalah zona fasikulata (2b) yang sel-selnya (8) tersusun berderet-deret atau berupa lempengan yang berjalan radial. Banyaknya tetesan lipid didalam sitoplasma memberikan tampilan bervakuol sel-sel zona vasikulata pada sediaan fasikulata pada sediaan histologik normal. Inti sel-sel ini vesikular. Kapiler sinusoidal (9) diantara deretan sel juga berjalan radial. Lapisan sel ketiga, zona retikularis (2c, 15), berbatasan dengan medula adrenal. Sel-sel (10) lapisan ini membentuk deretan yang saling berhubungan dan sering berisi pigmen lipofuksin (11) yang terpulas gelap. Kapiler didalam lapisan ini tersusun tidak teratur. Batas medula (3) dengan korteks tidak tegas (rata) sebagaian sel medula (3, 14) tersusun berkelompok pada sediaan histologik normal, sitoplasma sel-sel medula kelenjar adenal ini (14) tampak bening. Namun setelah difikasi dengan Kbikromat, terlihat granul halus cokelat didalam sel-sel medula. Perubahan seluler ini disebut reaksi kromafin dan menunjukkan adanya katekolamin epnefrin dan non epinefrin didalam granul ini. Medula juga mengandung sel-sel ganglion simpatis (13) yang tersebar tunggal atau dalam kelompok kecil. Intinya hasvesikular dengan nukleus nyata, dan sedikit kromatin perifer. Kapiler sinusoidal juga terdapat di medula dan mengalirkan isinya kedalam vena medularis (12). 2.2.2 Korteks Adrenal Korteks adrenal terdiri dari tiga lapisan atau zona: zona glomerulosa, lapisan terluar; zona fasikulata, lapisan tengah dan terbesar; dan zona retikularis, lapisan paling dalam. Korteks adrenal mengeluarkan sejumlah hormon adrenokorteks, yang semuanya adalah steroid yang berasal dari molekul prekursor bersama, yaitu kolesterol. Variasi kecil dalam struktur berbagai hormon adrenokorteks



menyebabkan kemampuan masing-masing hormon berbeda. Berdasarkan efek kerja primernya, steroid adrenal dapat dibagi menjadi tiga kategori (Sherwood Lauralee, 2011): 1. Mineralokortikoid, terutama aldosteron, mempenga-ruhi keseimbangan mineral (elektrolit), khususnya kese-imbangan Na' dan K. 2. Glukokortikoid, terutama kortisol, berperan besar da-lam metabolisme glukosa serta metabolisme protein dan lemak. 3. Hormon seks identik atau serupa dengan yang dihasil-kan oleh gonad (testis pada pria, ovarium pada wanita). Hormon seks adrenokorteks yang paling banyak dan penting secara fisiologis adalah dehidroepiandrosteron, suatu hormon seks "pria". Tiga kategori steroid adrenal diproduksi di bagian-bagian korteks adrenal yang berbeda akibat perbedaan distribusi enzim-enzim yang diperlukan untuk mengatalisis jalur-jalur biosintetik yang menyebabkan terbentuknya steroidsteroid ini. Dari dua hormon adrenokorteks utama, aldosteron dihasilkan secara eksklusif di zona glomerulosa sedangkan sintesis kortisol terbatas di dua lapisan terdalam korteks, dengan zona fasikulata adalah sumber utama glukokortikoid ini. Tidak ada jaringan steroidogenik lain yang memiliki kemampuan menghasilkan mineralokortikoid atau glukokortikoid. Sebaliknya, hormon seks adrenal, yang juga diproduksi oleh dua zona korteks paling dalam, diproduksi jauh lebih banyak di gonad. Karena lipofilik rnaka hormon adrenokorteks semua diangkut dalarn darah dalam keadaan terikat ke protein plasma. Kortisol terikat terutarna ke protein plasma yang spesifik untuknya yang dinamai corticosteroid-binding globulin (transkortin), sementara aldosteron dan dehidroepi-androsteron umumnya terikat ke albumin, yang secara nonspesifik mengikat berbagai hormon lipofilik lain (Sherwood Lauralee, 2011). A. Mineralokortikoid (Aldosteron) Tempat kerja utama aldosteron adalah di tubulus distal dan koligentes ginjal, tempat hormon ini men-dorong retensi Na+ dan meningkatkan eliminasi K+sewaktu proses pembentukan urin. Retensi Na+ oleh aldosteron akan secara sekunder menginduksi retensi amotik H2O, meningkatkan volume CES, yang



11



penting dalam regulasi jangka panjang tekanan darah.Mineralokortikoid bersifat esensial untuk hidup. Tanpa aldosteron, orang akan segera meninggal akibat syok sirkulasi karena penurunan mencolok volume plasma akibat pengeluaran berlebihan Na+ penahan H2O. Pada sebagian besar defisiensi hormon lain, kematian tidak langsung terjadi, meskipun defisiensi kronik hormon akhirnya dapat menyebabkan kematian dini (Sherwood Lauralee, 2011). 1. Biosintesis aldosteron Selainaldosterone, deoksikortikosteron (DOC), suatu mineralokortikoid lemah,juga disekresi. Keduanya disintesis di zona glomerulosa yang kekurangan enzim 17-hidroksilase. Progesterone dihidroksilasi pada C21 dan C11-β, menghasilkan kortikosteron yang kemudian dihidroksilasi pada C18 kemudian dioksidasi menjadi aldehid (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). Hal ini ditunujkkan mengingat produk reaksi terakhir yaitu bentuk hemiasetal merupakan bentuk yang paling banyak ada. Sekresi aldosterone dikontrol oleh sistem reni-angiotensin dan dengan pengaruh yang lebih sedikit oleh ACTH. Pada dasarnya, hyperkalemia (peningkatan K+ dalam darah), ACTH dan angiotensin II dapat meningkatkan pelepasan aldosterone (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). Sekresi aldosteron ditingkatkan oleh (Sherwood Lauralee, 2011): 1.



Pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan Na' dan tekanan darah serta



2.



Stimulasi langsung korteks adrenal oleh peningkatan konsentrasi plasma). Selain efeknya pada sekresi aldosteron, angiotensin mendorong pertumbuhan zona glomerulosa, dengan cara serupa dengan efek TSH pada tiroid. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior terutama mendorong sekresi kortisol, bukan aldosteron. Karena itu, tidak seperti regulasi kortisol, regulasi sekresi aldosteron umumnya tidak bergantung pada kontrol hipofisis anterior.



2. Mekanisme Kerja Aldosteron



Gambar 2.HormonAldosteron (Greenstein B & Wood D, 2010).



Aldosterone menstimulasi transport aktif natrium melalui dinding sel epitel. Pada percobaan, aldosterone terbukti dapat menstimulasi transport Na+ melalui kandung kemih dan kulit amfibi. Kerja ini bergantung pada sintesis protein. Sama dengan hormone steroid lainnya, aldosterone menstimulasi sintesi de novo protein, yang meningkatkan transport natrium di sel epitel tubulus kontortus distal ginjal, yang merupakan lokasi kerja aldosterone di nefron. Resptor aldosterone juga diregulasi oleh konsentrasi aldosterone, kosentrasi yang tinggi akan mengurangi produksinya (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). Glukokortikoid berikatan dengan reseptor aldosterone dengan afinitas yang hampir sama, selain ini elemen reseptor nuclear yang sama bekerja pada reseptor glukokortikoid dan reseptor aldosterone. Oleh karena intu, glukokortikoid hanya memiliki



sedikit



efek



mineralokortikoid



karena



glukokortikoid



cepat



dimetabolisme di sel yang merupakan target utama aldosterone. Sebaliknya,



13



aldosterone berikatan lemah dengan reseptor glukokortikoid, sehingga ini menjelaskan efek glukokortikoidnya jika aldosterone diberikan dalam dosis tinggi. Obat spironolakton berkompetisi dengan aldosterone dalam menduduki reseptor. Terdapat tiga teori utama mengenai kerja aldosterone: (i) meningkatkan jumlah kanal natrium di membrane apikal, (ii) meningkatkan jumlah molekul Na+K+-ATPase, (iii) meningkatkan jumlah molekul adenosine trifosfat (ATP) didalam sel. Hormone ini menstimulasi sintesis asam lemak bebas dan dapat mengubah komposisi fosfolipid membrane sebagai bagian dari mekanisme kerjannya (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). 3. Hipersekresi Aldosteron Kelebihan sekresi mineralokortikoid dapat disebabkan oleh: 1. Hipersekresi dari tumor adrenal yang dibentuk oleh sel penghasil aldosteron (hiperaldosteronisme primer, atau sindrom Conn) 2. Peningkatan



berlebihan



aktivitas



sistem



renin-



angiotensin(hiperaldosteronisme sekunder) 3. Sejumlah penyakit yang menyebabkan penurunan kronik aliran darah arteri ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan berlebihan sistem renin angiotensinaldosteron. Salah satu contoh adalah asteroklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri renalis. Gejala hiperaldosteronisme primer atau sekunder berkaitan dengan efek aldosteron yang berlebihan yaitu, retensi Na+ dalam jumlah besar (hipernatremia) dan deplesi K+ (hipokalemia). Tekanan darah tinggi (hipertensi) biasanya ada, paling tidak secara parsial karena retensi Na dan cairan yang berlebihan (Sherwood Lauralee, 2011): B. Glukokortikoid (Kortisol) Kortisol merupakan glukokortikoid utama yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; permisif signifikan bagi aktivitas hormon lain; dan membantu tubuh menahan stress (Sherwood Lauralee, 2011). 1. Efek Metabolik Efek keseluruhan dari pengaruh kortisol pada metabolisme adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak



dan protein. Secara spesifik, kortisol melakukan fungsi-fungsi berikut (Sherwood Lauralee, 2011): a. Merangsang



glukoneogenesis



di



hati,



perubahan



sumber-sumber



nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di dalam hati. Antara waktu makan atau selamapuasa, ketika tidak ada nutrien baru yang diserap ke dalam darah untuk digunakan dan disimpan, glikogen (glukosa simpanan) di hati cenderung berkurang karena diuraikan untuk membebaskan glukosa ke dalarn darah. Glukoneogenesis adalah faktor penting untuk mengganti simpanan glikogen hati dan karenanya mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal di antara waktu makan. Hal ini penting karena otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metabolik, narnun jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen. Karena itu, konsentrasi glukosa dalam darah harus dipertahankan pada tingkat yang sesuai agar otak yang bergantung pada glukosa mendapat nutrien yang memadai. b. Menghambat penyerapan dan pemakaian glukosa oleh banyak jaringan, kecuali otak, sehingga glukosa tersedia bagi otak yang membutuhkan bahan ini secara mutlak sebagai bahan bakar metabolik. Efek ini ikut berperan meningkatkan konsentrasi glukosa darah yang ditimbulkan oleh glukoneogenesis. c. Merangsang penguraian protein di banyak jaringan, khususnya otot. Dengan menguraikan sebagian dari protein otot menjadi konstituennya (asam amino),kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam-asam aminoyang dimobilisasi ini tersedia untuk glukoneogenesis atau di manapun mereka dibutuhkan, misalnya untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel baru. d. Mempermudah lipolisis, penguraian simpanan lemak (lipid) di jaringan adiposa sehingga asam-asam lemak dibebaskan ke dalam. Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini tersedia sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat menggunakan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa sehingga glukosa dihemat untuk otak.



15



2. Efek Permisif Kortisol sangat penting karena sifat permisifnya.Sebagai contoh, kortisol harus ada dalam jumlah memadai agar katekolamin dapat menimbulkan vasokonstriksi. Orang yang kekurangan kortisol, jika tidak diobati, dapat mengalami syok sirkulasi pada situasi penuh stres yang membutuhkan vasokonstriksi luas dalam waktu cepat (Sherwood Lauralee, 2011). 3. Peran dalam Adaptasi Terhadap Stres Kortisol berperan kunci dalam adaptasi terhadap stres. Segala jenis stres merupakan rangsangan utama bagi peningkatan sekresi kortisol. Meskipun peran persis kortisol dalam adaptasi terhadap stres belum diketahui namun penjelasan yang spekulatif tetapi masuk akal adalah sebagai berikut. Manusia primitif atau hewan yang terluka atau menghadapi situasi yang mengancam nyawa harus bertahan tanpa makan. Pergeseran dari penyimpanan protein dan lemak ke peningkatan simpanan karbohidrat dan ketersediaan glukosa darah yang ditimbulkan oleh kortisol akan membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa tersebut. Juga, asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan menjadi pasokan yang siap digunakan untuk memperbaiki jaringan jika terjadi cedera fisik. Karena itu, terjadi peningkatan cadangan glukosa, asam amino, dan asam lemak yang dapat digunakan sesuai kebutuhan (Sherwood Lauralee, 2011). 4. Efek Antiinflamasi dan Imunosupresif Ketika kortisol atau senyawa sintetik mirip kortisol diberikan untuk menghasilkan konsentrasi glukokortikoid yang lebih tinggi daripada normal (yaitu kadar farmakologis) maka tidak saja semua efek metabolik menguat tetapi beberapa efek baru yang tidak terlihat pada kadar fisiologik normal juga muncul. Efek farmakologis glukokortikoid yang paling penting adalah efek antiinflamasi dan imunosupresif . (Meskipun kedua efek ini secara tradisional dianggap terjadi hanya pada kadar farmakologis namun studi-studi terakhir mengisyaratkan bahwa kortisol dapat menimbulkan efek antiinflamasi bahkan pada kadar fisiologik normal). Telah banyak ditemukan berbagai glukokortikoid sintetik yang memaksimalkan efek antiinflamasi dan imunosupresif steroid dan meminimalkan



efek metaboliknya (Sherwood Lauralee, 2011). Pemberian glukokortikoid dalam jumlah besar menghambat hampir semua tahap respons peradangan, menyebabkan steroid menjadi obat yang efektif untuk mengatasi kondisi-kondisi di mana respons peradangan itu sendiri yang bersifat merusak, misalnya artritis rematoid. Glukokortikoid yang digunakan dengan cara ini tidak mempengaruhi proses penyakit yang mendasari, obat ini hanya menekan respons tubuh terhadap penyakit. Karena glukokortikoid juga memiliki banyak efek pada proses imun secara keseluruhan, misalnya menghentikan sel darah putih yang bertanggung jawab untuk produksi antibodi serta sel-sel yang secara langsung menghancurkan sel asing, maka obat ini juga terbukti bermanfaat dalam mengatasi berbagai penyakit alergik dan dalam mencegah penolakan organ cangkokan (Sherwood Lauralee, 2011). Ketika digunakan sebagai terapi, steroid harus diberikan hanya sesuai indikasi dan dalam jumlah terbatas, karena beberapa alasan penting. Pertama, karena glukokortikoid menekan respons peradangan dan imun normal yang menjadi tulang punggung sistem pertahanan tubuh maka orang yang diterapi obat ini mengalami keterbatasan kemampuan untuk menahan infeksi. Kedua, selain efek antiinflamasi dan irnunosupresi yang jelas terlihat pada kadar farmakologis, efek lain yang kurang menguntungkan juga dapat ditemukan pada pemakaian jangka panjang glukokortikoid dalam dosis yang lebih tinggi daripada normal. Efek-efek ini mencakup timbulnya tukak lambung, tekanan darah tinggi, aterosklerosis, ketidakteraturan haid, dan penipisan tulang. Ketiga, glukokortioid eksogen dosis tinggi bekerja secara umpan balik negatif untuk menekan sumbu hipotalamushipofisis yang menjalankan sekresi normal glukokortikoid dan mempertahankan integritas korteks adrenal. Penekanan berkepanjangan sumbu ini dapat menyebabkan atrofi ireversibel sel-sel penghasil kortisol kelenjar adrenal sehingga tubuh dapat secara perrnanen tidak mampu menghasilkan kortisolnya sendiri (Sherwood Lauralee, 2011). 5. Biosintesis Kortisol Pregnenolon dibentuk dari kolesterol (CH) melalui pemecahan rantai samping yang dikatalisis oleh sistem enzim desmolase. CH terutama ditransport didarah



17



dalam bentuk lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein, LDL) LDL terdiri dari inti hidrofobik bagian dalam dari ester CH dan trigliserida, dan dikelilingi oleh lapisan tunggal fosfolipit polar dan apoprotein.



Salah satu



apoprotein yaitu apolipoprotein-E (APO-E), berikatan dengan reseptor (reseptor LP) pada membrane plasma sel adrenal, dan menyebabkan transport CH ke dalam sel yang distimulasi oleh ACTH. Proses ini disebut jalur reseptor LDL (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). LDL berhubungan dengan penyakit aterosklerosis, dan gangguan genetic yang disebut lipoproteinemia tipe III berhubungan dengan penyakit aterosklerosis premature, kemungkinan karena sifat alami APO-E pada individu dengan kelainan tesebut. APO-E miliknya tidak berikatan dengan reseptor LP dalam afinitas yang normal.Setelah dilepaskan dari mitokondria, pregnenolon dimetabolisme lebih lanjut di reticulum endoplasma halus, dimana ikatan ganda diubah dari posisi 5 dalam cincin B ke posisi 4 dalam cincin A, dan gugus hidroksi (OH) diposisi 3 dioksidasi menjadi gugus keto. Kortisol dibentuk melalui hidroksilasi pada posisi 11. Kortisol merupakan glukokortikoid utama pada manusia, walaupun metabolism lebih lanjut menjadi glukokortikoid lain yaitu kortison, terjadi di hati (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). 6. Mekanisme Kerja Kortisol



Gambar 3. HormonKortisol (Greenstein B & Wood D, 2010).



Kortisol seperti hormone steroid lainnya, masuk dengan bebas ke dalam sitoplasma dimana akan berikatan dengan reseptor. Kompleks glukokortikoidreseptor diternslokasi kedalam nucleus sehingga akan berikatan dengan elemen respon spesifik dan menyebabkan sintesis RNA dan protein, walaupun transkripsi terkadang dihambat. Terdapat bukti efek segera kortisol, misalnya umpan balik ke otak dan kelenjar hipofisis, terjadi melalui resptor membrane sel untuk kortisol (Greenstein Ben & Diana Wood, 2010). 7. Hipersekresi Kortisol Sekresi kortisol yang berlebihan (sindrom Cushing) dapat disebabkan oleh (1) stimulasi berlebihan korteks adrenal oleh CRH dan/atau ACTH kadar tinggi, (2) tumor adrenal yang mengeluarkan kortisol secara berlebihan tanpa bergantung pada ACTH, atau (3) tumor penghasil ACTH yang terletak di luar hipofisis, terutama di paru. Apapun sebabnya, gambaran yang menonjol pada sindrom ini berkaitan dengan efek berlebihan glukokortikoid, dengan gejala utama adalah glukoneogenesis yang berlebihan. Jika terlalu banyak asam amino yang diubah menjadi glukosa maka tubuh mengalami kelebihan glukosa (glukosa darah tinggi) dan kekurangan protein. Karena hiperglikemia dan glukosuria (glukosa di urin) yang terjadi mirip dengan pada diabetes melitus maka penyakit ini kadang disebut diabetes adrenal. Oleh sebab-sebab yang belum jelas, sebagian dari glukosa ekstra ini mengendap sebagai lemak tubuh di lokasi-lokasi yang khas untuk penyakit ini yaitu abdomen, di atas tulang belikat, dan di wajah. Distribusi abnormal lemak di dua lokasi terakhir ini masing-masing disebut "buffalo hump" (punuk sapi) dan "moonface" (wajah bulan) Sementara itu, anggota badan tetap kurus (Sherwood Lauralee, 2011). Selain efek-efek yang berkaitan dengan kelebihan produksi glukosa, efek lain timbul karena mobilisasi luas asam-asam amino dari protein tubuh untuk digunakan sebagai prekursor glukosa. Berkurangnya protein otot menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan. Kulit abdomen yang keku-rangan protein dan menipis menjadi teregang berlebihan oleh endapan lemak, membentuk garis-garis ireguler ungu kemerahan. Berkurangnya protein struktural di dinding pembuluh halus menyebabkan pasien mudah memar. Penyembuhan luka terharnbat karena



19



pembentukan kolagen,protein struktural utama di kulit, tertekan. Selain itu, berkurangnya rangka kolagen tulang memperlemah tulang sehingga dapat terjadi fraktur spontan atau karena cedera ringan (Sherwood Lauralee, 2011). C. Hormon Seks (Androgen) Pada kedua jenis kelamin, korteks adrenal menghasilkan androgen, atau hormon seks "pria", dan estrogen, atau hormon seks "wanita". Tempat utama produksi hormon seks adalah gonad: testis untuk androgen dan ovarium untuk estrogen. Karena itu, pada pria androgen darah mendominasi sementara pada wanita yang menonjol adalah estrogen. Namun, tidak ada hormon yang bersifat unik bagi pria atau wanita (kecuali yang berasal dari plasenta selama kehamilan), karena korteks adrenal pada kedua jenis kelamin menghasilkan sejumlah kecil hormon seks jenis kelamin lawannya (Sherwood Lauralee, 2011). Pada keadaan normal, androgen dan estrogen adrenal kurang banyak atau kurang kuat untuk menginduksi efek maskulinisasi atau feminisasi. Satu-satunya hormon seks adrenal yang memiliki makna biologis adalah androgen dehidroepiandrosteron (DHEA). Produk androgen primer testis adalah testosteron yang paling poten, tetapi androgen adrenal yang paling banyak adalah DHEA yang jauh lebih lemah. DHEA adrenal dikalahkan oleh testosteron testis pada pria tetapi memiliki makna fisiologis pada wanita, yang tidak memiliki androgen lain. Androgen adrenal ini mengatur proses-proses dependen androgen pada wanita misalnya pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, penguatan lonjakan pertumbuhan masa remaja, serta perkembangan dan pemeliharaan dorongan seks wanita (Sherwood Lauralee, 2011). Karena enzim-enzim yang dibutuhkan untuk menghasilkan estrogen ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah di sel adrenokorteks maka dalam keadaan normal estrogen dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit dari sumber ini.Selain mengontrol sekresi kortisol, ACTH (bukan hormon gonadotropik hipofisis) mengontrol sekresi androgen adrenal. Secara umum, pengeluaran kortisol dan DHEA oleh korteks adrenal sejajar satu sama lain. Namun, androgen adrenal memberi umpan balik di luar lengkung hipotalamus-hipofisis anteriorkorteks adrenal. DHEA, bukannya menghambat CRH, tetapi menghambat



gonadotropin-releasing hormone, seperti yang dilakukan oleh androgen testis. Selain itu, kadang-kadang sekresi androgen adrenal dan kortisol berbeda satu sama lain sebagai contoh, pada saat pubertas sekresi androgen adrenal mengalami lonjakan nyata, tetapi sekresi kortisol tidak berubah. Peningkatan sekresi ini memicu perubahan-perubahan dependen androgen pada wanita. Pada pria, hal yang sama dilakukan terutama oleh sekresi androgen testis, yang juga meningkat saat pubertas. Sifat sinyal pubertas ke kelenjar adrenal dan gonad masih belum diketahui. Lonjakan sekresi DHEA dimulai saat pubertas dan memuncakpada usia antara 25 dan 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, sekresi DHEA mulai menurun, sampai pada usia 60 tahun, konsentrasi DHEA plasma kurang dari 15% dari kadar puncaknya (Sherwood Lauralee, 2011). Hipersekresi Androgen Kelebihan sekresi androgen adrenal menyebabkan maskulinisasi, lebih sering daripada penyakit kelebihan sekresi estrogen adrenal yang menyebabkan ferninisasi dan sangat jarang dijumpai.Kedua penyakit ini disebutsindrom adrenogenital, yang menekankan menonjolnya efek kelebihan hormon seks adrenal pada genitalia dan karakteristik seks terkait. Gejala yang terjadi karena sekresi androgen berlebihan bergantung pada jenis kelamin dan usia ketika hiperaktivitas ini dimulai (Sherwood Lauralee, 2011). 1.



Pada wanita dewasa. Karena androgen menimbulkan efek maskulinisasi maka wanita dengan penyakit ini cenderung mengalami pola pertumbuhan rambut seperti laki-laki, suatu keadaan yang disebut hirsutisme. Pasien biasanya juga memperlihatkan karekteristik seks sekunder pria misalnya suara menjadi lebih berat serta lengan dan tungkai berotot. Payudara mungkin mengecil dan haid berhenti akibat supresi androgen pada jalur hipotalamus-hipofisisovarium untuk sekresi hormon seks wanitanya sendiri.



2.



Pada bayi perempuan baru lahir. Bayi perempuan baru lahir dengan sindrom adrenogenital memperlihatkan genitalia eksterna mirip pria, karena sekresi androgen berlebihan telah terjadi secara dini selama masa janin dan mempengaruhi perkembangan genitalia mereka sesuai garis pria, serupa dengan pembentukan pria di bawah pengaruh androgen testis. Klitoris,yang



21



merupakan homolog penis pada wanita, membesar di bawah pengaruh androgen dan tampak seperti penis sehingga pada sebagian kasus sulit mulamula ditentukan jenis kelamin bayi. Karena itu, kelainan hormon ini ada1ah, salah satu penyebab utama pseudohermafroditisme wanita, suatu keadaan di mana gonad wanita (ovarium) terbentuk genitalia eksterna mirip dengan pada pria. (Hemafrodit sejati memiliki gonad kedua jenis kelamin). 3.



Pada pria pra pubertas. Sekresi androgen adrenal yang berlebihan pada anak laki-laki prapubertas



menyebabkan mereka mengalami pembentukan



karakteristik seks sekunder secara lebih dini. Misainya, suara menjadi lebih berat, janggut,penis membesar, dan dorongan seks. Keadaan ini disebut pseudopubertas prekoks untuk membedakannyra dari puber yang terjadi karena peningkatan aktivitas testis.Pada pseudopubertas prekoks, sekresi androgen dari korteks adrenal tidak disertai oleh produksi sperma atau aktivitas gonad lain karena testis masih berada dalam keadaan prapu-bertas nonfungsional. 4.



Pada pria dewasa. Aktivitas berlebihan androgen adrenal pada pria tidak menimbulkan efek yang jelas, karena semua efek maskulinisasi yang dipicu oleh DHEA yang lemah, meskipun dalam jumlah berlebihan, tidak bermakna dibandingkan dengan efek maskulinisasi yang ditimbulkan oleh testosteron testis yang lebih poten dan lebih banyak. Sindrom adrenogenital paling sering disebabkan oleh efek enzim herediter di



jalur steroidogenik kortisol. Jalur untuk sintesis androgen bercabang dari jalur biosintetik normal untuk kortisol



Ketika terjadi defisiensi suatu enzim yang



secara spesifik esensial untuk sintesis kortisol maka sekresi kortisol berkurang. Penurunan sekresi kortisol menghilangkan efek umpan balik negatif pada hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga kadar CRH dan ACTH meningkat bermakna. Korteks adrenal yang defektif tidak mampu berespons terhadap peningkatan ACTH dengan meningkatkan sekresi kortisol tetapi mengalihkan prekursor-prekursor kolesterolnya ke jalur androgen. Akibatnya adalah produksi DHEA yang Androgen yang berlebihan ini tidak menghambat ACTH tetapi menghambat gonadotropin. Karena produksi gamet tidak terangsang tanpa adanya



gonadotropin maka orang dengan sindrom adrenogenital steril. Tentu saja mereka juga memperlihatkan gejala-gejala defisiensi kortisol (Sherwood Lauralee, 2011). Gejala virilisasi adrenal, sterilitas, dan defisiensi kortisol semua dapat diatasi denganpemberian



glukokortikoid.



Pemberianglukokortikoid



eksogen



menggantikan defisit kortisol dan, yang lebih drastis, menghambat hipotalamus dan hriposifisis anterior sehingga sekresi ACTH tertekan. Jika sekresi ACTH berkurang maka korteks adrenal tidak lagi dirangsang secara terus-menerus dan sekresi androgen turun secara nyata(Sherwood Lauralee, 2011). D. Infusiensi Adrenokorteks Jika satu kelenjar adrenal nonfungsional atau diangkat maka organ sehat yang satunya akan mengambil alih fungsi keduanya dengan melakukan hipertrofi dan hiperplasia. Karena itu, kedua kelenjar harus terkena sebelum terjadi insufisiensi adrenokorteks. Pada insufisiensi adrenokorteks primer, yang juga dikenal sebagai penyakit Addison, semua lapisan korteks adrenal kurang mensekresi. Keadaan ini paling sering di-sebabkan oleh perusakan otoimun korteks akibat pembentukan secara salah antibodi yang menyerang korteks adrenal, di mana dalam hal ini terjadi defisiensi aldosteron dan kortisol. Insufisiensi adrenokorteks sekunder dapat terjadi karena kelainan hipofisis atau hipotalamus yang rnenyebabkan insufisiensi sekresi ACTH. Dalam hal ini, hanya kortisol yang kurang, karena sekresi aldosteron tidak bergantung pada stimulasi ACTH (Sherwood Lauralee, 2011). Gejala yang berkaitan dengan defisiensi aldosteron pada penyakit Addison merupakan gejala yang paling mengancam nyawa. Jika cukup parah, penyakit ini mematikan karena aldosteron esensial untuk kehidupan. Namun, berkurangnya fungsi adrenal mungkin berlangsung lambat dan samar sehingga sekresi aldosteron subnormal tetapi masih ada. Pasien dengan defisiensi aldosteron memperlihatkan retensi K+ (hiperkalemia), akibat berkurangnya K+ di urin, dan deplesi Na+ (hiponatremia), karena pengeluaran berlebihan Na+ di urin. Yang pertama mengganggu irama jantung. Yang terakhir mengurangi volume CES, termasuk volume darah, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah (hipotensi) (Sherwood Lauralee, 2011).



23



Gejala-gejala defisiensi kortisol adalah seperti yang di-perkirakan: kurangnya respons terhadap stres, hipoglikemia (glukosa darah rendah) akibat penurunan aktivitas glukoneogenesis dan kurangnya efek permisif untuk banyak aktivitas metabolik. Bentuk primer penyakit juga menyebabkan hiperpigmentasi (kulit lebih gelap) akibat sekresi berlebihan ACTH. Karna hipofisis normal maka penunurunan sekresi kortisol menyebabkan peningkatan pengeluaran ACTH. Ingatlah ACTH dan melanocyte-stimulating horrnone diproduksi dari molekul prekursor yang sama proopimelanokortin. Akibatnya, ketika kadar ACTH tinggi kadar MSH juga meningkat, demikian pula melanin yang menyebabkan kulit menjadi lebih gelap (Sherwood Lauralee, 2011). 2.2.3 Medula Adrenal Medula Adrenal sebenarnya adalah suatu bagian modifikasi dari sistem saraf simpatis. Jalur simpatis terdiri dari dua neuron dalam rangkaian satu neuron praganglion yang berasal dari SSP, yang serat aksonnya berakhir di neuron pascaganglion (neuron kedua) yang terletak di perifer, yang selanjutnya berakhir di efektor. Neurotransmiter yang dibebaskan oleh serat pascaganglion simpatis adalah norepinefrin, yang berinteraksi secara lokal dengan organ yang disarafi melalui pengikatan dengan reseptor sasaran spesifik yang dikenal sebagai reseptor adrenergic (Sherwood Lauralee, 2011). Medula adrenal terdiri dari neuron simpatis pasca-ganglion modifikasi. Tidak seperti neuron simpatis pasca-ganglion biasa, neuron di medula adrenal tidak memiliki serat akson yang berakhir di organ efektor. Pada stimulasi oleh serat praganglion, badan sel ganglion di dalam medula adrenal mengeluarkan bahan perantara kimiawi langsung ke dalam darah Da1am hal ini, bahan perantara (transmiter) ini dianggap sebagai hormon bukan neurotransrniter. Scperti serat simpatis, medula adrenal mengeluarkan norepinefrin, tetapi produk sekresi utamanya adalah suatu pembawa pesan kimiawi serupa yang dinamai epinefrin. Baik epinefrin maupun norepinefrin termasuk dalam golongan katekolamin, yang berasal dari asam amino tirosin . Epinefrin dan norepinefrin adalah sama kecuali bahwa epinefrin juga memiliki satu gugus metal (Sherwood Lauralee, 2011).



A. Penyimpanan Katekolamin Katekolamin dibentuk hampir seluruhnya di dalam sitosol sekretorik adrenomedula. Setelah diproduksi, epinefrin norepinefrin disimpan dalam granula kromafin, yang serupa dengan vesikel penyimpanan transmiter di ujung saraf simpatis. Pemisahan katekolamn dalam granula kromafin melindungi bahan



ini



dari



kerusakan



oleh



enzim-enzim



sitosol



sewaktu



penyimpanan(Sherwood Lauralee, 2011). B. Sekresi Katekolamin Katekolamin disekresikan dalam darah oleh eksositosis granula kromafin. Pelepasan



bahan ini analog dengan pelepasan vesikel sekretorik yang



mengandung hormon peptida atau pelepasan norepinefrin di terminal pascaganglion simpatis. Dari seluruh katekolamin adrenomedula, terdiri dari epinefrin 80% dan norepinefrin 20%. Sementara epinefrin dibentuk secara eksklusif oleh medula adrenal, sebagian besar norepinefrin dihasilkan oleh serat pascaganglion simpatis. Norepinefrin adrenomedula umumnya dikeluarkan dalam jumlah yang terlalu kecil untuk menimbulkan efek signifikan pada sel sasaran. Karena itu, untuk kepentingan praktis kita dapat menganggap bahwa efek norepinefrin terutama diperantarai langsung oleh sistem saraf simpatis dan efek epinefrin secara eksklusif ditimbulkan oleh medula adrenal(Sherwood Lauralee, 2011). C. Afinitas Epinefrin dan Norepinefrin terhadap berbagai jenis reseptor adrenergik Epinefrin dan norepinefrin memiliki afinitas berbeda terhadap empat tipe reseptor: reseptor adrenergik α1, α2, β1, β2 . Sebagian besar sel sasaran memiliki reseptor α1, sebagian memiliki hanya α2, sebagian hanya β2 sebagian memiliki baik α1 maupun β2



dan reseptor β1 nyaris hanya ditemukan di



jantung. Secara umum, respons yang dipicu oleh pengaktifan resetor α1 dan β1 adalah eksitatorik, sementara respons terhadap stimulasi α2 dan β2 umumnya inhibitorik(Sherwood Lauralee, 2011). Norepinefrin terutama berikatan dengan reseptor α dan β1 yang terletak dekat dengan terminal serat simpatis pascaganglion. Hormon epinefrin, yang dapat mencapai se-mua reseptor α dan β1 melalui sirkulasi, berinteraksi dengan



25



reseptor yang sama dengan kekuatan hampir sama seperti neurotransmiter norepinefrin (meskipun norepinefrin memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor α). Karena itu, epinefrin dan norepinefrin menimbulkan efek serupa di banyak jaringan, dengan epinefrin umumnya memperkuat aktivitas saraf simpatis. Selain itu, epinefrin mengaktifkan reseptor β2, sementara pengaruh sistem saraf simpatis pada reseptor ini sangat kecil. Banyak dari reseptor β2 yang pada hakikatnya eksklusif untuk epinefrin terletak di jaringan yang bahkan tidak mendapat persarafan simpatis tetapi dicapai oleh epinefrin melalui darah. Salah satu contoh adalah otot rangka, di mana epinefrin menimbulkan efek metabolik misalnya mendorong penguraian simpanan glikogen(Sherwood Lauralee, 2011). Kadang epinefrin, melalui pengaktifan eksklusif reseptor β2, menimbulkan efek berbeda dari yang ditimbulkan olch norepinefrin dan epinefrin melalui pengaktifan bersama reseptor adrenergik lain. Sebagai contoh, norepinefrin dan epinefrin menimbulkan efek vasokonstriksi generalisata yang diperantarai oleh reseptor α1 . Sebaliknya, epinefrin menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang mengaliri otot rangka dan jantung melalui pengaktifan reseptor β2(Sherwood Lauralee, 2011). Namun, perlu disadari bahwa epinefrin berfungsi hanya pada kerja sistem saraf simpatis, yang bertanggung jawab atas stimulasi sekresinya dari medula adrenal. Sekresi epinefrin selalu menyertai lepas muatan sistem saraf simpatis generalisata sehingga aktivitas simpatis secara tak langsung mengontrol kerja epinefrin. Dengan memiliki lebih banyak epinefrin yang setiap saat dapat diaktifkan, sistem saraf simpatis memiliki cara untuk memperkuat efek neurotransmiternya sendiri ditambah cara untuk menimbulkan efek pada jaringan yang tidak disarafinya secara langsung(Sherwood Lauralee, 2011). D. Efek Epinefrin Hormon-hormon adrenomedula tidak esensial untuk hidup tetapi hampir semua organ di tubuh dipengaruhi oleh katekolamin ini. Hormon-hormon ini berperan penting dalam melaksanakan respons stres, mengatur tekanan darah arteri, dan mengontrol metabolisme bahan bakar. Bagian berikut akan membahas efek-efek utama epinefrin, baik dalam kerja sama dengan transmiter simpatis



norepinefrin



maupun



sendirian



untuk



melengkapi



respons



simpatis



langsung(Sherwood Lauralee, 2011). 1. Efek pada sistem organ Bersama-sama, sistem



saraf simpatis



dan



epinefrin adrenomedula



memobilisasi sumber daya tubuh untuk menunjang aktivitas fisik puncak dalam situasi darurat atau penuh stres. Efek simpatis dan epinefrin membentuk respons lawan atau lari yang mempersiapkan seseorang menghadapi suatu lawan atau lari dari bahaya.Secara spesifik, sistem simpatis dan epinefrin meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung, meningkatkan curah jantung, dan menyebabkan vasokonstriksi generalisata yang menyebabkan peningkatan resistensi perifer total. Bersama-sama, efek-efek tersebut meningkatkari tekanan darah sehingga tersedia cukup gaya dorong untuk memaksa darah ke organorgan yang paling vital dalarn menghadapi situasi darurat. Sementara itu, vasodilatasi arteri koronaria dan pembuluh darah otot rangka yang dipicu oleh epinefrin dan faktor metabolik lokal menggeser darah ke jantung dan otot rangka dari bagian tubuh lain yang mengalami vasokonstriksi(Sherwood Lauralee, 2011). Karena pengaruhnya yang besar pada jantung dan pem-bulub darah maka sistem simpatis dan epinefrin juga berperan penting dalam pemeliharaan tekanan darah arteri.Epinefrin (tetapi bukan norepinefrin) menyebabkan latasi saluran napas untuk mengurangi resistensi yang dihadapi oleh aliran udara masuk dan keluar paru. Epinefrin dan norepinefrin juga mengurangi aktivitas pencernaan dan menghambat pengosongan kandung kemih, yaitu dua aktivitas yang dapat "ditunda" selama situasi lawan atau lari(Sherwood Lauralee, 2011). 2. Efek metabolik Epinefrin memiliki beberapa efek metabolik penting. Secara umum, epinefrin menyebabkan mobilisasi cepat simpanan karbohidrat dan lemak untuk menyediakan energi yang da-pat digunakan oleh otot yang sedang aktif. Secara spesifik, epinefrin meningkatkan kadar glukosa darah melalui beberapa mekanisme berbeda. Pertama, hormon ini merangsang glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, dengan yang terakhir adalah penguraian simpanan



27



glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke dalam darah. Epinefrin juga merangsang glikogenolisis di otot rangka. Namun, karena terdapat perbedaan dalam kandungan enzim antara hati dan otot maka glikogen otot tidak dapat



diubah



langsung



men-jadi



glukosa.



Penguraian



glikogen



otot



membebaskan asam laktat ke dalam darah. Hati mengeluarkan asam laktat dari darah dan mengubahnya menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot rangka secara tak langsung membantu meningkatkan kadar glukosa. Epinefrin dan sistem saraf simpatis juga dapat memperkuat efek hiperglikemik ini dengan menghamhat sekresi insulin, hormon pankreas yang terutama bertanggung jawab untuk memindahkan glukosa dari darah, dan dengan merangsang glukagon, hormon pankreas lainnya yang mendorong glikogenolisis dan glukoneogenesis hati. Selain meningkatkan kadar glukosa darah, epinefrin juga meningkatkan kadar asam lemak darah dengan mendorong lipolisis(Sherwood Lauralee, 2011). Efek metabolik epinefrin, sesuai untuk situasi lawan atau lari. Peningkatan kadar glukosa dan asam lemak menghasilkan tambahan bahan bakar untuk menjalankan aktivitas otot yang diperlukan dalam situasi ini dan juga menjamin kecukupan nutrisi bagi otak saat krisis ketika tidak ada nutrien baru yang dikonsumsi. Otot dapat menggunakan asam lemak untuk menghasilkan energi tetapi otak tidak.Karena efeknya yang luas maka epinefrin juga meningkatkan laju metabolik keseluruhan. Di bawah pengaruh epinefrin, banyak jaringan melakukan metabolisme secara lebih cepat. Sebagai contoh, kerja jantung dan otot pernapasan meningkat dan kecepatan metabolisme di hati bertarnbahkarna itu epinefrin serta hormon tiroid dapat meningkatkan laju metabolik (Sherwood Lauralee, 2011). 3. Efek lain Epinefrin mempengaruhi susunan saraf pusat untuk menimbulkan keadaan terjaga dan meningkatkan kewaspadaan SSP.Hal ini memungkinkan kita "berpikir cepat" untuk membantu mengatasi ancaman kedaruratan. Banyak obat yang digunakan sebagai perangsang atau sedatif menimbulkan efek dengan mengubah kadar katekolamin di SSP(Sherwood Lauralee, 2011). Baik epinefrin maupun norepinefrin menyebabkan pengeluaran keringat,



yang membantu tubuh membuang panas tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas otot. Epinefrin juga bekerja pada otot polos di dalam mata untuk menyebabkan dilatasi pupil dan pendataran lensa. Efek-efek ini menyesuaikan mata untuk penglihatan yang lebih luas sehingga gambaran ancaman keseluruhan dapat cepat diketahui(Sherwood Lauralee, 2011). E. Stimulasi Medula Adrenal Sekresi katekolamin oleh medula adrenal dikontrol seluruhnya oleh sinyal simpatis ke kelenjar tersebut. Ketika sistem simpatis diaktifkan oleh kondisi takut atau stres, kondisi tersebut juga memicu lonjakan pelepasan katekolamin adrenomedula. Konsentrasi epinefrin dalam darah dapat meningkat hingga 300 kali daripada normal, dengan jumlah epinefrin yang dibebaskan bergantung pada jenis dan intensitas rangsangan. Karena kedua komponen kelenjar adrenal berperan luas dalam respons terhadap stres maka ada baiknya faktor-faktor utama yang berperan dalam respons stres dibahas secara menyeluruh(Sherwood Lauralee, 2011).



29



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa sistem endokrin atau sistem hormon merupakan salah satu sistem pengatur utama kerja tubuh. Kebanyakan sistem endokrin dikontrol oleh hormon yang dihasilkan sel-sel di hipotalamus. Hormon-hormon hipotalamus disekresikan oleh sel-sel spesifik yang disebut sel neurosekretori (neurosecretory cell) yang letaknya di dekat tangkai hipofisis bagian bawah. Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak didekat polus superior ginjal. Setiap kelenjar dibungkus simpai jaringan ikat padat dan terbenam di dalam jaringan lemak. Kelenjar adrenal terdiri atas korteks (diluar) dan medula (didalam). Meski kedua bagian kelenjar adrenal ini terdapat pada suatu organ dan dipasok darah yang sama, namun asal embriologis, stuktur, dan fungsi keduanya berbeda.



3.2 Saran Sistem endokrin erat kaitannya dengan proses metabolisme tubuh manusia. Penghantar dalam proses metabolisme tubuh manusia. Penghantar dalam proses metabolism tersebut adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang ada didalam tubuh manusia. Untuk mencegah gangguan dari fungsi kelenjar adrenal kita bisa mencegahnya dengan life style yang baik.



DAFTAR PUSTAKA Greenstein, B & Wood, D, 2010, Sistem Endokrin Edisi 2, Penerbit Erlangga: Jakarta Haryati, E & Nur Faizah, 2008, Diktat Kuliah Psikologi Faal, Fakultas Ilmu Pendidikan, UPI: Bandung Sherwood, Lavralee, 2011, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6, Penerbit EGC: Jakarta



31