MAKALAH KELOMPOK 6 - Islamic Branding [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KELOMPOK ISLAMIC BRANDING Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemasaran Perbankan Syariah Dosen Pengampu : Dr. Endah Meiria, SE., M.Si.



Disusun Oleh : Kelompok 6 Fajar Maulana



(11190850000052)



Dinda Sabrina Rahmawati



(11190850000097)



Vira Handayani



(11190850000105)



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karenanya makalah ini dapat diselesaikan. Makalah yang berjudul “Islamic Branding” merupakan suatu bentuk nyata partisipsi kami dalam turut membangun bangsa Indonesia melalui dunia pendidikan. Makalah ini bertujuan untuk membangun para peserta didik dalam proses pembelajaran. Makalah ini banyak mengambil bahan ajar dari buku acuan yang telah ditetapkan dan juga dari berbagai sumber. Sehubungan dengan itu kami mengucapkan terima kasih kepada dosen kami sebagai motivator kami dalam membuat makalah ini. Kemudian kami juga berterima kasih kepada semua orang yang selalu mendukung kami dalam berbagai hal. Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi materi, susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca serta mampu membantu proses pembelajaran.



Tangeran Selatan, 11 April 2021



Pemakalah



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekuitas merek atau Brand Equity adalah kekuatan dari sebuah merek. Melalui merek yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi, meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Berdasarkan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau tanggapan dari konsumen terhadap sebuah merek. Brand memiliki peran penting bagi sebuah produk jasa maupun barang. Brand juga sering menjadi alat bantu konsumen dalam mengambil keputusan. Selain itu, keberadaan merek mampu menarik minat kosnumen untuk memakai produk tersebut. Bahkan, keberadaan brand dianggap sebagai pilar bisnis yang menunjang keberhasilan bisnis itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri saat ini banyak perusahaan berlomba-lomba menjadikan brandnya menjadi nomor satu atau top of mind di benak pelanggan. Begitu pula dengan keberadaan Islamic Branding yang saat ini sudah menjadi trend dan selain itu merek ini sengaja dimunculkan oleh produsen sebagai strategi untuk menarik minat beli konsumen. Keberadaan konsumen yang fanatik pada merek tertentu menjadi tantangan tersendiri bagi produsen untuk dapat melayani mereka. Karena selain mereka fanatik, jumlah mereka juga besar. Fenomena banyaknya bermunculan merek-merek Islami, menandakan adanya pergeseran perilaku konsumen. Tidak dapat dipungkiri, banyak konsumen menjadikan merek yang mereka beli atau gunakan, merupakan manifestasi dari dirinya atau dengan kata lain, mereka menjadikan merek sebagai media untuk menunjukan jati dirinya kepada orang lain. Sebagai contoh pada dunia perbankan atau lembaga keuangan, saat ini banyak bemunculan bank-bank syariah, lembaga keuangan syariah, pegadaian syariah. Pada dunia pendidikan saat ini banyak bermunculan sekolah Dasar Islam terpadu (SDIT), Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT), pada bidang hotel terdapat hotel yang menerapkan sistem syariah (hotel syariah). Pada bidang kecantikan banyak yang membuka jasa salon dan spa khusus



3



melayani wanita muslimah (salon muslimah). Pada acara resepsi perkawinan ada yang menggunakan syariah wedding atau Islamic Wedding yaitu acara resepsi pernikahaan yang tamu dipisah antara laki-laki dan perempuan. Pada acara Entertainment, banyak yang memilih acara-acara yang bernuansa Islami atau stasiun tv yang menayangkan acara - acara yang bernuansa Islami. Pada bidang kesehatan terdapat rumah sakit Islam yang pelayanannya menggunakan prinsip-prinsip Islam. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Ekuitas Merek? 2. Apa saja Konsep Islamic Branding? 3. Bagaimana Membangun Merek Islamic? 4. Bagaimana Merek dalam Pemasaran Bank Syariah? C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini, yaitu: 1. Memahami apa yang dimaksud dengan Ekuitas Merek 2. Memahami apa saja konsep Islamic Branding 3. Memahami bagaimana Membangun Merek Islami 4. Memahami bagaimana Merek dalam Pemasaran Bank syariah D. Metode Penulisan Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kepustakaan dengan mencari sumber-sumber rujukan yang kredibel dari berbagai literatur dan rujukan tambahan dari internet.



4



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Ekuitas Merek A. Pengertian Ekuitas Merek Ekuitas merek atau Brand Equity adalah kekuatan dari sebuah merek. Melalui merek yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi, meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Berdasarkan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau tanggapan dari konsumen terhadap sebuah merek. Berikut ini adalah beberapa pengertian ekuitas merek (brand equity) dari beberapa sumber: a. Menurut Astuti dan Cahyadi (2007), Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing. b. Menurut Susanto dan Wijarnako (2004:127), Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan. c. Menurut Kotler dan Keller (2009:263), Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. d. Menurut Supranto dan Limakrisna (2011:132), Ekuitas merek adalah nilai yang ditentukan



oleh



konsumen



pada



suatu



merek



di



atas



dan



di



luar



karakteristik/atribut fungsional dari produk.



5



e. Menurut Tjiptono (2004:38), Ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut. B. Fungsi dan Manfaat Ekuitas Merek Ekuitas merek dapat mempengaruhi kepercayaan diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian baik itu dikarenakan ada pengalaman di masa lalu dalam menggunakan merek tersebut maupun kedekatan dengan merek dan karakteristiknya. Ekuitas merek memiliki beberapa fungsi dan manfaat sebagai berikut (Simamora, 2003:49): 1. Loyalitas memungkinkan terjadinya pembelian/transaksi berulang atau jika konsumen tersebut merupakan commited buyer, tidak hanya terhenti pada pembelian ulang, namun konsumen tersebut juga dapat menganjurkan atau merekomendasikannya kepada orang lain. 2. Memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang lebih tinggi (premium), yang berarti marjin yang lebih tinggi bagi perusahaan. 3. Memberikan kredibilitas pada produk lain yang menggunakan merek tersebut. Memungkinkan return yang lebih tinggi. 4. Diferensiasi relatif dengan pesaing yang jelas, bernilai dan berkesinambungan. Memungkinkan fokus internal yang jelas. 5. Menciptakan toleransi konsumen terhadap kesalahan produk atau perusahaan, melalui loyalitas yang tinggi terhadap merek tersebut. 6. Menjadi faktor yang menarik karyawan-karyawan berkualitas, sekaligus mempertahankan karyawan-karyawan (yang puas). 7. Menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor merek dalam pengambilan keputusan pembelian. C. Produk yang Diharamkan dalam Islam Ekuitas merek dapat dibangun dengan menciptakan struktur pengetahuan merek yang tepat untuk konsumen yang tepat. Proses ini bergantung pada semua kontak yang berhubungan dengan merek (baik dilakukan oleh pemasar maupun bukan).



6



Berdasarkan perspektif manajemen pemasaran, terdapat tiga komponen penggerak ekuitas merek, yaitu (Philip Kotler, 2002: 268): 1. Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek (nama merek, URL, logo, lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan, dan papan iklan. 2. Produk dan jasa serta semua kegiatan pemasaran dan program pemasaran pendukung yang menyertainya. 3.



Asosiasi lain yang diberikan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan merek tersebut dengan beberapa entitas lain (orang, tempat, atau barang).



2.2 Konsep Islamic Branding Ogilvynoor dalam tulisannya yang berjudul what is Islamic branding and why is it significant? menjelaskan Islamic branding adalah sebuah konsep yang relatif baru. Praktek branding Islam, yaitu merek yang sesuai dengan prinsip Syariah, yang banyak memunculkan nilai-nilai seperti kejujuran, hormat pada akuntabilitas dan pemahaman inti dengan prinsip- prinsip Syariah. Merek sangat diperlukan oleh suatu produk karena selain merek memiliki nilai yang kuat, merek juga bermanfaat bagi konsumen dan produsen, maupun masyarakat. Manfaat merek menurut Tjiptono (2008: 20) untuk mengidentifikasikan dan memudahkan pelacakan produk sejenis bagi perusahaan, untuk melindungi suatu produk di mata hukum, untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk sehingga mereka akan membelinya lagi dilain waktu, untuk menciptakan asosiasi yang dapat membedakan produk dari para pesaing, sumber keunggulan kompetitif, dan sumber financial return terutama menyangkut pendapatan masa mendatang. Merek produk memiliki nilai positif pada kepercayaan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi makanan berlabel halal karena label halal menunjukkan bahwa produk tersebut berarti halal. Islamic branding diklasifikasikan dalam tiga bentuk (Baker: 2010): a. Islamic brand by compliance. Islamic brand harus menunjukkan dan memiliki daya tarik yang kuat pada konsumen dengan cara patuh dan taat kepada syariah Islam. Brand yang masuk dalam kategori ini adalah produknya halal, diproduksi oleh negara Islam, dan ditujukan untuk konsumen muslim.



7



b. Islamic brand by origin. Pengguanaan brand tanpa harus menunjukkan kehalalan produknya karena produk berasal negara asal produk tersebut sudah dikenal sebagai Negara Islam. c. Islamic brand by customer. Branding ini berasal dari negara non muslim tetapi produknya dinikmati oleh konsumen muslim. Branding ini biasanya menyertakan label halal pada produknya agar dapat menarik konsumen muslim. Konsumen muslim dituntut selektif dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Label halal pada bungkus produk belum tentu menjamin kehalalan produk. Hal ini sesuai dengan penelitian Ali (2012) yang menyatakan bahwa baik muslim di Australia maupun di Malaysia terkadang tidak percaya begitu saja terhadap produk yang tersertifikat halal. Mereka akan meneliti lebih lanjut bahan bahan yang tercantum dalam produk tersebut untuk memastikan bahwa produk tersebut benar-benar halal dan layak konsumsi. Sertifikasi halal merupakan jaminan keamanan bagi seorang konsumen muslim untuk dapat memilih makanan yang baik baginya dan sesuai dengan aturan agama. Produk makanan yang memiliki sertifikasi halal adalah produk yang didalam proses pengolahannya memenuhi standar dalam keamanan dan kebersihannya (Lada, 2009). Menurut Keputusan Menteri Agama R.I nomor 518 menyatakan bahwa sertifikasi halal adalah fatwa tertulis yang menyatakan kehalalan suatu produk pangan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Sertifikasi halal di Indonesia dikeluarkan resmi oleh MUI yang mengindikasikan bahwa produk sudah lolos tes uji halal. Produk yang memiliki sertifikasi halal adalah produk yang telah teruji dalam kehalalan dan bisa dikonsumsi umat muslim. Produk yang telah memiliki sertifikasi halal dibuktikan dengan pencantuman label halal dalam kemasan produk (Agustian, 2013: 171). Islamic Branding sangatlah penting dalam melakukan suatu bisnis karena brand inilah yang menjadi ciri khas dari suatu perusahaan dalam memasarkan produknya, brand menjadi salah satu pemikat konsumen untuk membeli suatu produk. 2. 3 Membangun Merek Islamic Pada dasarnya, konsep pemerekan islami tidak berbeda dengan konsep pemerekan pada umumnya. Meski demikian, terdapat



prinsip utama yang membedakan antara



8



pemerekan islami dengan pemerekan konvensional. Perbedaan tersebut terletak pada atribut unik yang mendasari pemerekan islami, yaitu prinsip syariat islam. Prinsip syariat tersebut, dalam konteks untuk mewujudkan islamic brand resonance, dapat diwujudkan melalui pendekatan pengintegrasian antara prinsip syariat islam dengan setiap langkah-langkah untuk mencapai brand resonance dalam benak konsumen. Proses pengintegrasian tersebut dalam membangun Brand Islami adalah sebagai berikut: 1. Salience. Membangun merek yang baik harus diawali dengan kesadaran konsumen terhadap merek tersebut. Upaya untuk meraih kesadaran konsumen dimulai dari membangun identitas merek itu sendiri. Sebuah merek harus dapat dikenali secara mudah oleh konsumen dimanapun dan dalam situasi apapun.Kaitannya dengan konsep pemerekan islami, sebuah merek islami pertama-tama harus memiliki identitas yang mudah dikenali dari berbagai atribut yang melekat, yang menggambarkan bahwa produk tersebut berasosiasi dengan Islam, baik itu dari segi nama maupun adanya label halal (untuk produk makanan, minuman, obatobatan, dan kosmetik) sehingga konsumen dapat dengan mudah mengidentifikasi bahwa produk tersebut merupakan produk islami. 2. Performance. Sebelum berlanjut memikirkan citra sebuah merek, sebuah produk harus memenuhi standar kualitas dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen terlebih dahulu. Sebagaimana dijelaskan oleh Keller (2013), kualitas sebuah produk dalam memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen merupakan prasyarat utama untuk kesuksesan sebuah aktivitas pemasaran. Kualitas sebuah produk dalam aktivitas pemerekan Islami pun harus memenuhi standar-standar umum sebuah produk berkualitas ditambah dengan adanya kepastian akan jaminan halal atau setifikat halal dari lembaga yang berwenang. 3. Islamic Brand Imagery. Setelah terpenuhinya standar mutu produk, langkah selanjutnya adalah membangun citra dari merek yang akan dibuat. Citra sebuah merek bergantung kepada elemen-elemen ekstrinsik yang melekat pada barang atau jasa, termasuk di



9



dalamnya cara bagaimana sebuah merek dapat memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial para konsumennya. Selain itu, citra sebuah merek juga merupakan refleksi dari persepsi konsumen terhadap merek sebuah produk. Adapun dalam gagasan konsep Islamic Brand Imagery atau citra merek islami, sebuah merek yang hendak diposisikan sebagai sebuah merek yang bernuansa Islam harus mampu membentuk persepsi konsumen sehingga merek yang dibangun mampu dicitrakan sebagai merek yang islami, baik melalui kegiatan-kegiatan promosi dengan nuansa Islami seperti mengikuti festival Ramadan, terlibat dalam kegiatan bakti sosial yang bernuansa religius hingga iklan dengan menggunakan brand ambassador yang telah dipersepsikan islami oleh masyarakat. Dengan demikian, citra yang melekat pada merek islami tersebut dapat dipersepsikan sebagai merek dengan citra islami. 4. Islamic Brand Judgment. Pada fase ini, konsumen diharapkan telah memiliki penilaian personal terhadap merek islami yang sedang dibangun. Penilaian terhadap sebuah merek ini merupakan bentuk evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh konsumen terhadap merek-merek yang telah dikenalnya. Menurut Keller (2013), penilaian konsumen akan terpusat kepada empat hal, yaitu kualitas, kredibilitas, konsiderasi dan nilai superioritas. Begitu pula halnya dengan sebuah merek islami. Semua indikator tersebut harus dipenuhi disertai dengan nilai superioritas sebuah produk yang bernuansa Islam, termasuk di dalamnya superioritas dari sebuah label halal, dimana kedepannya, label halal tidak hanya sekadar jaminan yang bersifat ekslusif tetapi juga sekaligus sebagai simbol kualitas keamanan dan kesehatan secara universal (Wilson dan Liu, 2010). 5. Islamic Brand Feeling. Setelah melewati fase penilaian, selanjutnya sebuah merek akan memasuki fase brand feeling. Secara garis besar, fase ini merupakan reaksi dan respon emosional konsumen terhadap sebuah merek. Respon tersebut dapat bernilai positif ataupun negatif. Umumnya, beberapa jenis perasaan terhadap sebuah merek yang muncul dalam diri konsumen, menurut Aaker dan Susan (1997) dapat dikategorikan ke dalam enam jenis perasaan yaitu kehangatan, menyenangkan, menggembirakan,



10



keamanan, pengakuan sosial dan penghormatan terhadap diri. Konsep merek islami dalam hal ini, selain dapat memilih untuk menciptakan beberapa karakter perasaan tersebut, sepatutnya juga harus mampu menambahkan perasaan religius kepada setiap konsumennya. 6. Islamic Brand Resonance. Fase Brand resonance merupakan fase puncak dari seluruh proses sebelumnya. Pada fase ini, konsumen telah memiliki intensitas hubungan batin yang sangat kuat dengan merek yang dipilihnya. Ciri- cirinya dapat dilihat dari beberapa kategori, yaitu munculnya nilai-nilai kesetiaan, keterpautan, rasa kebersamaan, dan keterlibatan secara aktif dengan merek. Adapun relevansinya dengan konsep pemerekan islami, bahwa pada saat merek islami telah memasuki fase ini beserta dengan segala macam atribut termasuk di dalamnya label halal, kinerja produk dan juga citra mereknya, maka merek tersebut pada saat yang sama telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan para konsumennya sehingga konsumen memiliki loyalitas dan merasa menjadi bagian dari nilai yang dibangun oleh merek yang telah dipilihnya, yang dalam hal ini terutama adalah nilai-nilai religiusitas. 2.4 Merek dalam Pemasaran Bank Syariah Sistem keuangan dan perbankan islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas dari ekonomi islam. Sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, yaitu memberlakukan sistem nilai dan etika islam ke dalam lingkungan ekonomi. Dari dasar etika inilah, maka keuangan dan perbankan syariah bagi kebanyakan muslim bukan sekedar sistem transaksi financial tetapi juga sosial dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agama. Kemampuan lembaga keuangan islam dalam menarik investor juga sangat berpengaruh terhadap perbankan. Perbankan syariah juga tidak sembarangan dalam memilih investor, bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga tersebut tetapi juga secara sungguh- sungguh memperhatikan batas-batas yang diperintahkan oleh islam. Menurut ensiklopedia Usaha Kecil, "Citra perusahaan" dahulunya diartikan sebagai slogan iklan tetapi sekarang lebih mengacu pada reputasi perusahaan. Berbagai hal dilakukan dalam membentuk Citra perbankan syariah salah satunya dengan pelayanan



11



yang diberikan oleh Perbankan Syariah kepada nasabahnya. Hal-hal yang bisa dilakukan dalam pembentukan citra yaitu: Jenis usaha, Reputasi dan Inovasi. Tentunya, dari unsurunsur tersebut dapat ditemukan dalam Islamic brand. Dalam perbankan syariah sudah menerapkan dan masih terus memperbaiki kinerja perbankan syariah tentunya agar lebih baik lagi seperti hal nya di atas. Seperti halnya perusahaan, perbankan syariah juga melakukan ketiga hal tersebut. Salah satunya inovasi yang dilakukan oleh Perbankan Syariah yaitu dengan banyaknya produk-produk atau pembiayaan yang ditawarkan. Dan juga dari sistem kinerja perbankan itu sendiri, Dari sinilah maka Perbankan Syariah banyak dilirik oleh perusahaan ataupun perorangan dalam mengajukan pembiayaan atau pun untuk menambah modal usaha. Hal itu terjadi karna Perbankan Syariah berbeda dengan perbankan konvensional, karna dalam perbankan syariah sendiri tidak menerapkan prinsip Riba tetapi menggunakan bagi hasil. Dalam agama islam sudah jelas tidak diperbolehkan dalam transaksinya menerapkan prinsip Riba. Hal tersebut merupakan salah satu alasan kenapa perbankan syariah banyak dilirik oleh orang muslim, bukan hanya orang muslim saja yang lebih memilih perbankan syariah tetapi orang non muslim pun juga lebih tertarik ke perbankan syariah. Karna dalam Perbankan syariah



sendiri banyak macam-macam pembiayaan yang bisa



digunakan dalam mengajukan pembiayaan. Bukan hanya itu saja dalam hal melayani nasabah Perbankan Syariah juga mampu memberikan pelayanan yang cukup baik. Sehingga citra dari perbankan syariah juga mempengaruhi loyalitas nasabah. Berbagai studi dan pengamatan telah menunjukkan bahwa, Islamic branding telah mampu menciptakan citra positif di sektor keuangan dalam perbankan syariah. Perbankan syariah memperoleh popularitas tinggi dan sukses dalam membangun citra dan reputasi jangka panjang. Ini menunjukkan peningkatan citra dan reputasi Islamic brand dalam perbankan syariah.



12



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Islamic Branding sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bukanlah terbatas pada definisi bahwa merek itu nama, simbol, tulisan atau perpaduan dari kesemuanya. Namun, lebih jauh lagi bahwa dalam merek tersebut terkandung prinsip-prinsip syariah yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai islami. Pemunculan merek Islami ini didasarkan pada tujuan perusahaan didalam mempengaruhi minat beli konsumen khususnya konsumen muslim. Adanya kesadaran menggunakan produk-produk berlabel Islam juga menjadi alasan saat ini banyaknya bermunculan merek-merek bernuansa Islami.



Banyaknya



bermunculan merek-merek Islami mendapat tantangan besar dari merek-merek global. Sebagai pemain lama merek-merek global telah lebih dulu mengusai pasar dan telah memiliki kepercayaan yang tinggi dari konsumennya. Kesadaran konsumen muslim tentang pentingnya penerapan prinsip- prinsip syariah akan menjadikan Islamic Branding akan semakin banyak diminati oleh konsumen Muslim. Selain itu, semakin mampu produk- produk maupun jasa berlabel Islam tersebut memahami dan memberikan kepuasan pada konsumennya, tidak dipungkiri bahwa kedepannya merek- merek berlabel Islam ini mampu bersaing dengan merek-merek global yang saat ini sudah memiliki kepercayaan besar dari konsumen pada umumnya. B. Saran Dengan bermunculannya bebagai perusahaan yang menggunakan Islamic Branding pada produknya termasuk dalam sector perbankan, diharapkan kita semua dapat berkontribusi di dalam memajukan negara maupun agama kita.



13



STUDI KASUS Bank Syariah Indonesia (BSI) Punya Logo Cerminkan Pancasila dan Lima Rukun Islam



Sumber: https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qlfm0w327 REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Syariah Indonesia (BSI) akan memiliki logo yang merepresentasikan lima sila Pancasila dan lima rukun Islam sebagai wajah baru setelah merger tiga bank syariah milik bank Himbara. “BSI senantiasa menjunjung tinggi Pancasila dan rukun Islam” kata Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu (16/12). Dia menjelaskan BSI akan berlandaskan prinsip kesetaraan, kepedulian, kejujuran dan inovasi dengan mendorong semangat persatuan dalam khazanah, membawa faedah dan bersatu menjadi berkah. Menurut dia, dalam jangka panjang BSI akan menjadi jangkar dalam ekosistem industri halal dan mendukung Indonesia sebagai salah satu pusat ekonomi syariah di dunia dan pemain besar industri halal global. Sementara itu, segmentasi ritel dari tiga bank syariah hasil merger akan memberikan ragam solusi keuangan dalam ekosistem Islami di antaranya untuk keperluan ibadah haji dan umroh, zakat, infak, sedekah dan wakaf. Tak hanya itu, lanjut dia, layanan berbasis emas, pendidikan, kesehatan, remitansi internasional dan layanan keuangan berlandaskan prinsip syariah lain juga akan dilakukan dengan didukung digitalisasi.



14



Pada segmen korporasi dan wholesale, BSI akan masuk ke dalam industri yang selama ini belum mendapatkan penetrasi maksimal dari bank syariah di antaranya proyek infrastruktur berskala besar yang sejalan dengan rencana pemerintah. Bank syariah ini juga akan mendorong segmentasi UMKM melalui kredit usaha rakyat (KUR) baik secara langsung maupun sinergi dengan Bank Himbara. Sementara itu, akta penggabungan tiga bank syariah milik Himbara juga resmi ditandatangani pada Rabu (16/12). PT Bank BRI Syariah (BRIS), PT Bank BNI Syariah (BNIS) dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM) yang merger menjadi BSI ini secara efektif bergabung 1 Februari 2021.



15



ANALISIS KASUS Berdasarkan artikel tersebut, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dalam membuat brandingnya khususnya pada logo PT Bank Syariah Indonesia tidak hanya merepresentasikan nilai dasar negara saja tetapi dalam logo bank syariah indonesia memasukkan juga nilai-nilai islami ke dalam logo bank tersebut dengan memasukkan nilai 5 rukun islam kedalam logo bank syariah indonesia. Hal ini diperkuat dari studi kasus diatas dari perkataan direktur utama bni syariah yaitu abdullah firman wibowo yang menyatakan bahwa BSI senantiasa menjunjung tinggi pancasila dan rukun islam. Logo ini bermakna untuk mengomunikasikan kepada masyarakat bahwa BSI selalu menjunjung tinggi nilai nilai negara dan juga nilai-nilai islam yang berlandaskan prinsip kesetaraan, kepeduliaan, kejujuran, dan inovasi dengan mendorong semangat persatuan dalam khazanah yang membawa faedah dan bersatu menjadi berkah. Membentuk sebuah logo merupakan salah satu langkah untuk membangun sebuah ekuitas merek. Logo berperan untuk mewakili identitas pihak tertentu, baik itu bisnis, perusahaan, organisasi, negara, daerah, produk dan lain sebagainya. Ketika melihat gambar tersebut maka masyarakat akan tertuju pada satu hal dan akan terus diingat selamanya. Tanpa harus mencantumkan visi misi, deskripsi, atau penjelasan apapun maka banyak orang langsung mengetahui tentang pemilik logo tersebut. Selain dengan logonya BSI juga membuat branding pada warnanya yaitu hijau telur asin. Hal tersebut dilakukan BSI agar mencerminkan intisari brand, kepribadian brand, dan kultur perusahaan. Identitas visual seperti nama, logo, slogan harus dirancang dengan perspektif jangka panjang. Logo yang kuat dapat memberi kohesi dan membangun identitas brand, memudahkan pengenalan, dan ingatan kembali. BSI selalu menjunjung tinggi nilai nilai negara dan juga nilai-nilai islam yang berlandaskan prinsip kesetaraan, kepeduliaan, kejujuran, dan inovasi dengan mendorong semangat persatuan dalam khazanah yang membawa faedah dan bersatu menjadi berkah.



16



DAFTAR PUSTAKA Susanto, A B dan Wijarnako, Himawan. 2004. Power Branding: Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta: Mizan Publika. Alserhan, B. (2011), “Islamic branding: a conceptualization of related terms”, Journal of Brand Management. Ardianto, Eka. (1999), “Mengelola Aktiva Merek : Sebuah Pendekatan Strategis”, Forum Manajemen Prasetya Mulya, No. 67, p.34-39. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Indeks. Kotler, Philip dan Waldemar Pleortsch.2006. B2B Brand Management, Jakarta: BIP Kotler, Philip. 2000. Marketing Mnagament. New Jersey : Prentice Hall Nur Rianto, Muhammad.2019. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah. Bandung : Penerbit Alfa Beta. https://republika.co.id/berita/q56cl9370/nilai-embrandem-perbankan-di-dunia-turun-untuk pertama-kalinya https://www.kajianpustaka.com/2017/03/ekuitas-merek-brand-equity.html



17