Makalah Kelompok 7 Elin 13 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH INSTRUMENTASI NUKLIR SISTEM PENCACAHAN PADA RADIOIMMUNOASSAY (RIA)



Disusun Oleh :



1. ROKHMAT ARIFIANTO



(021300366)



2. SIGIT ARIANTO



(041500144)



SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL YOGYAKARTA 2015



Kata Pengantar



Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan



makalah



Instrumentasi



Nuklir



yang



berjudul



“SISTEM



PENCACAHAN PADA RADIOIMMUNOASSAY” dengan tepat waktu dan penuh rasa tanggungjawab. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Instrumentasi Nuklir. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Yogyakarta, 20 Oktober 2015



Penyusun



Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 2



Daftar Isi Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2 Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .4 Tinjauan Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .13 Kesimpulan... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15 Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........16



SISTEM PENCACAHAN PADA RADIOIMMUNOASSAY (RIA) Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 3



A. PENDAHULUAN Teknik nuklir, khususnya radioimmunoassay (RIA) progesteron, merupakan salah satu aplikasi teknologi nuklir yang dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi dan mengukur kadar hormon progesteron pada ternak ruminansia. Teknik RIA bekerja berdasarkan prinsip interaksi antigen dan antibodi. RIA merupakan suatu cara pengukuran yang bersifat indirect, hormon (antigen) yang dilabel radio isotop digunakan untuk mendeteksi dan mengukur hormon dalam sampel, pada umumnya radio isotop yang digunakan dalam teknik RIA adalah Iodium-125. Hormon progesteron (antigen) yang dilabel dengan Iodium-125 akan menjadi perunut



125



I-



Progesteron. Progesteron merupakan salah satu jenis hormon steroid yang berpengaruh pada pola reproduksi ternak dan berfungsi untuk memelihara kebuntingan pada hewan normal. Hormon tersebut disekresikan ke dalam darah dan susu. Keberadaan hormon progesteron telah banyak dimanfaatkan untuk memantau aktifitas ovarium, deteksi estrus, gangguan reproduksi dan deteksi kebuntingan dini pada ternak ruminansia. Siklus reproduksi seekor sapi dapat diketahui dengan cara memantau konsentrasi hormon progesteron. Pada umumnya kadar homon progesteron dapat diukur dalam plasma darah maupun melalui susu. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas program inseminasi pada ternak khususnya sapi dipandang penting untuk melakukan sinkronisasi estrus dan ovulasi. Tujuan sinkronisasi estrus adalah menimbulkan gejala estrus yang diikuti dengan ovulasi secara serempak. Manfaat dari aplikasi teknik sinkronisasi birahi pada sapi yaitu membuat hewan estrus dan ovulasi pada waktu tertentu yang dikehendaki, memperoleh efisiensi pelaksanaan inseminasi buatan, memacu timbulnya estrus sesegera mungkin pasca beranak, meningkatkan efisiensi reproduksi sapi serta mengatasi masalah reproduksi sapi tertentu. Penelitian ini menunjukkan



bahwa



pengamatan



profil



progesteron



dengan



mengaplikasikan teknik RIA dapat dimanfaatkan untuk memastikan fungsi ovarium ternak. Teknologi nuklir sekarang ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi nuklir dalam berbagai bidang. Hal ini Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 4



juga didukung dengan semakin berkembangnya teknologi. Pemanfaatan teknik nuklir terutama adalah yang bertujuan untuk kedamaian dan kesejahteraan telah banyak digunakan dan diaplikasikan. Salah satu contohnya adalah pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang kedokteran nuklir. Kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan



sumber



radiasi



terbuka



(“unsealed”)



dari



disintegrasi inti radionuklida buatan (radiofarmaka) untuk tujuan diagnostik dan terapi dengan berdasarkan pada perubahan fisiologi, anatomi, biokimia, metabolisme dan molekuler dari suatu organ atau sistem dalam tubuh. Dalam kedokteran nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urin, dan sebagainya yang diambil dari tubuh pasien (invitro). Radioimmunoassay



(RIA)



merupakan



salah



satu



teknik



analisis dalam studi in-vitro. Teknik ini sangat peka serta spesifik



dan



kandungan



biasanya



zat



digunakan



biologik



tertentu



untuk dalam



mengetahui tubuh



yang



jumlahnya sangat kecil, misalnya hormon insulin atau tiroksin, enzim, dan juga penanda tumor (CA 15-3, CA-125, PSA dan lain-lain). Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan biologi yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi yang jumlahnya sangat terbatas. Pemeriksaan



dilakukan



dengan



bantuan



detektor



sinar



gamma yang disusun dengan suatu sistem instrumentasi. Detektor yang digunakan dapat berupa detektor Geiger-Muller (GM), sintilasi maupun detektor semikonduktor disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam pemilihan detektor hal penting yang perlu diperhatikan Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 5



dalam pencacahan untuk analisis radioimmunoassay (RIA) ini adalah parameter efisiensi. Saat ini alat pencacah RIA yang ada menggunakan sistem manual, artinya penempatan sampel dilakukan dengan manual satu persatu kemudian dilakukan pencacahan serta tidak ada fasilitas memori sebagai penyimpan data dan ada yang menggunakan sistem otomatisasi yang pada dasarnya bersifat fleksibel, portable dan programmable.



B. TINJAUAN PUSTAKA Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan material radioaktif untuk keperluan diagnosis, terapi serta penelitian. Secara lengkap definisi Kedokteran Nuklir menurut WHO adalah ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan sumber radiasi terbuka (“unsealed”) baik untuk tujuan diagnosis, maupun untuk pengobatan penyakit (terapi), atau dalam penelitian kedokteran. Kedokteran Nuklir mencakup pemasukan radioisotop ke dalam tubuh pasien (studi in-vivo) dan dapat pula dengan mereaksikannya dengan bahan biologis seperti darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang berasal dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam tabung percobaan). Teknik RIA adalah termasuk studi in-vitro, pertama kali ditemukan pada tahun 1960 oleh Yallow dan Berson. Teknik ini digunakan untuk mengetahui kandungan zat biologik tertentu dalam tubuh yang jumlahnya sangat kecil, misalnya hormon insulin, tiroksin, enzim dan lain-lain. Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan biologi yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi yang jumlahnya sangat terbatas. Dasar kerja dari RIA adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi yang terdapat pada bagian dalam tabung dan antigen yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan radioaktif. Analisis RIA sederhana yaitu Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 6



dengan mencampur isotop dengan antibodi kemudian disisipkan pada sampel darah pasien.



Gambar 1. Pengujian dengan teknik radioimmunoassay (RIA)



Substansi radioaktif dalam darah akan menggantikan posisi radioaktif pada antibodi yang mengakibatkan timbulnya radiasi. Radiasi yang dipancarkan kemudian diukur untuk menentukan berapa banyak subtansi yang terkandung pada darah. Cacahan radiasi dideteksi menggunakan pencacah seperti detektor Geiger-Muller (GM), sintilator, dan sebagainya. Terdapat dua metode dalam analisis menggunakan radioimmunoassay (RIA) diantaranya : a. Prinsip Non-Kompetitif Prinsip non kompetitif yang paling sering digunakan adalah sandwich, yang mana prinsip dasarnya adalah reaksi suatu antibodi dalam konsentrasi yang terbatas dengan berbagai konsentrasi antigen. b. Prinsip Kompetitif Sejumlah tertentu antibodi dimobilisasi (ditempelkan) pada suatu fase padat misalkan dinding tabung plastik. Sampel pasien yang mungkin mengandung biomolekul, misalkan patogen ditambahkan bersama sejumlah tertentu biomolekul bertanda radioaktif yang akan berinteraksi dengan antibodi yang timbul. Assay kompetitif antibodi berlabel enzim (E-AB). Antigen (L) terikat pada fasa padat dan antigen dari contoh berkompetisi untuk mendapatkan tempat pada molekul antibodi berlabel Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 7



enzim yang terbatas. Assay ‘sandwich’ dimana suatu antigen multivalen (L) pertama-tama diikatkan pada suatu antibodi poliklonal (AB-1) yang dimobilisasi.



Gambar 2. Immunoassay ‘sandwich’(Kiri), immunoassay kompetitif (kanan)



Antigen tersebut kemudian dideteksi dengan antibodi kedua (AB-2) yang telah diberi label enzim. Metode radioimmunoassay sendiri memiliki sejumlah kekurangan dan kelebihan diantaranya seperti yang tertera dalam tabel berikut ini. Kelebihan dan Kekurangan Radioimmunoassay (RIA) Radioimmunoassay (RIA) Kekurangan Reagen kurang stabil



Kelebihan Sensitivitas dan presisi yang



Memerlukan proteksi terhadap



tinggi Pengerjaannya lebih cepat dan



zat radioaktif (radioctive



tidak memerlukan sampel yang



hazardous)



besar



Komponen Pengukuran Radiasi dalam Teknik Radioimmunoassay 1. Detektor Detektor terdiri dari suatu medium yang menyerap energi radiasi dan mengubahnya kedalam bentuk sinyal. Jenis detektor yang umum digunakan dalam teknik RIA ini diantaranya adalah detektor Geiger Muller (GM) dan detektor sintilasi. Berikut ini adalah blok diagram Pencacah RIA : Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 8



Penganalisa



Detektor



PA



PL



HV



Saluran Tunggal



Counter



a. Detektor Sintilasi Sintilasi adalah suatu proses interaksi radiasi dengan bahan sintilator sehingga terjadi suatu keadaan eksitasi dari elektron orbital ke suatu tingkat energi yang lebih tinggi beberapa saat dan kembali ke keadaan awal dengan memancarkan cahaya. Detektor sintilasi pada umumnya terdiri dari bahan sintilator yang dapat memancarkan cahaya apabila terkena radiasi dan photomultiplier tube (PMT) yang digunakan untuk mengubah percikan cahaya menjadi arus listrik. b. Detektor Geiger Muller (GM) Detektor Geiger Muller atau yang biasa disebut GM merupakan salah satu jenis detektor isian gas. Detektor ini berupa tabung dengan dinding dan poros yang terbuat dari logam dan diisi dengan gasi isian, misalkan argon atau butan. Detektor Geiger Muller memperlihatkan pulsa yang cukup tinggi sehingga tidak memerlukan penguatan (amplifikasi) untuk radiasi baik dengan energi rendah maupun tinggi. Kekurangan detektor ini adalah tidak mampu untuk membedakan energi radiasi yang masuk ke dalam detektor. 2. Catu Daya Tegangan Tinggi (HV) Penggunaan catu daya tegangan tinggi pada sistem pencacah gamma sangat menentukan kualitas pulsa yang dihasilkan oleh detektor. Catu daya tegangan tinggi memiliki keluaran yang dapat diatur hingga 1000 Volt DC. Sumber tegangan yang digunakan dalam sistem ini ada dua macam yaitu tegangan tinggi untuk detektor dan tegangan rendah untuk rangkaian elektroniknya. 3. Penguat Awal (Pre-Amplifier) Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 9



Penguat



awal



digunakan



untuk



melakukan



pembentukan



pulsa



pendahuluan, mencocokan impedansi keluaran detektor dengna kabel signal masuk ke penguat (wisnu susetyo). 4. Penguat Linier (Amplifier) Untuk memperkuat pulsa sampai dengan amplitudo yang dapat dianalisis dengan alat penganalisa tinggi pulsa. Kemampuan suatu penguat untuk memperkuat pulsa disebut dengan gain (Wisnu susetyo). 5. Penganalisa Saluran Tunggal (Pulse Height Analyzer) Penganalisa saluran tunggal mempunyai



saluran pencacahan yang



dibatasi oleh suatu ambang (treshold) dan celah yang lebarnya dapat diatur, yang biasa disebut jendela (window). Hanya pulsa-pulsa yang mempunyai tinggi amplitudo lebih besar dari pada harga ambang dan lebih kecil dari batas atas jendela yang dapat diteruskan menuju alat cacah. 6. Pencacah (Counter) Pada perangkat ini terdapat modul counter, modul counter ini menerapkan metode perhitungan jumlah pulsa yang dihasilkan oleh detektor dalam satu-satuan waktu tertentu.



Gambar 3. Proses analisis menggunakan teknik RIA



Sistem Pencacahan Radiasi Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 10



Sistem pencacah radiasi terdiri atas detektor dan peralatan penunjang terpisah dan terdiri atas beberapa modul yang mengikuti standar tertentu yaitu NIM (Nuclear Instrument Module). Sistem pencacah radiasi digunakan dalam aplikasi dan penelitian yang menggunakan radiasi, yaitu untuk



mengukur



kuantitas



maupun



energi



radiasi.



Berdasarkan



penggunaanya, untuk mengukur kuantitas atau energi sistem pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi tiga konfigurasi yaitu sebagai sistem pencacah integral, differensial dan spektroskopi.  Sistem Pencacah Integral Sistem ini digunakan untuk mencacah atau menghitung jumlah radiasi yang mengenai detektor tanpa memperdulikan berapa energinya. Untuk sistem pencacahan integral dapat menggunakan detektor GM yang mana tidak dapat membedakan energi radiasi.  Sistem Pencacah Differensial



Berbeda dengan sistem pencacah integral, sistem pencacah ini menghitung radiasi (kuantitas) yang mengenai detektor dalam suatu rentang energi tertentu. Detektor yang digunakan pada pencacahan differensial harus dapat membedakan energi radiasi, misalkan detektor sintilasi atau semikonduktor.  Sistem Pencacah Spektroskopi Sistem spektroskopi digunakan untuk mencacah atau menghitung jumlah radiasi pada setiap rentang energi, berbeda dengan pencacah differensial yang hanya mencacah radiasi pada sebuah rentang energi tertentu. Hasil pengukuran sistem ini akan menyerupai suatu spektrum distribusi radiasi terhadap energinya. Perkembangan Perangkat RIA dalam Kedokteran Nuklir Perangkat RIA ini digunakan terutama pada laboratorium kedokteran nuklir yang aplikasi nya sebagai pencacah dengan sumber gamma yang berenergi rendah dan aktivitas rendah.



Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 11



Peralatan RIA yang ada dan dipakai selama ini di rumah sakit memiliki beberapa klasifikasi : 1. Perangkat RIA dengan media sampel manual tanpa PC Tipe perangkat RIA ini ada yang menggunakan banyak detektor, seperti multi well gamma counters dan multi detectors gamma counters. Alat RIA tipe ini membutuhkan banyak detektor. Sistem pencacahannya manual dan operator harus berada ditempat sampai mendapatkan hasil pencacahan. Secara elektronik perangkat tersebut masih banyak menggunakan rangkaian analog. Akusisi datanya tanpa PC, hanya menggunakan keypad dan printer. 2.



Perangkat RIA media sam pel manual dengan PC Perangkat RIA tipe seperti ini adalah gamma ganagement system, yaitu perangkat RIA media sampel manual multi detektor. Detektor yang digunakan jumlahnya bervariasi dari 6 sampai 10 detektor. Sistem akusisi datanya sudah memakai komputer, dengan sistem interfacenya menggunakan parallel port.



3. Perangkat RIA media sampel changer tanpa PC



Contoh dari perangkat ini adalah model J600 automatic gamma counter, single detector. Alat ini sudah menggunakan sampel changer, sistem pencacahannya automatis dan dapat ditinggal selama proses pencacahan. Sample yang akan dicacah sebanyak jumlah hole pencacahan pada tray sampelnya. Sistem elektroniknya analog dan motor yang digunakan motor AC. Sistem geraknya dikontrol oleh microprocessor tanpa PC. Piranti input outputnya menggunakan keypad dan printer. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak 2004 telah mengembangkan teknologi pencacah untuk analisis Radioimmunoassay (RIA). Pencacah RIA IP 10 merupakan pencacah RIA hasil rancang bangun PRPN–BATAN, yang memiliki keunggulan mampu mencacah secara simultan sebanyak 5 tabung sampel. Untuk meletakkan tabung sampel digunakan sebuah tray yang terbuat dari flexiglass. Tray ini memiliki lubang 50 buah, dengan komposisi 5 X 10 lubang. Detektor yang digunakan adalah NaI(Tl) sebanyak 5 buah. Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 12



Untuk proses pencacahan diperlukan pengaturan pergerakan detektor secara vertikal (naik dan turun) dan pergerakan tray sampel secara horizontal (kanan dan kiri). Pergerakan posisi detektor dan tray menggunakan motor servo, sehingga diperlukan motor servo sebanyak 2 buah. Ketepatan posisi dan pergerakan tabung sampel dengan detektor merupakan hal yang penting, karena mempengaruhi ketelitian hasil pencacahan serta keamanan tabung



sampel



itu



sendiri. Apabila



terjadi



ketidaktepatan,



maka



kemungkinan terburuk yang terjadi adalah pecahnya tabung sampel atau sampel yang tumpah. Pencacahan keseluruhan sampel yang terdapat pada tray akan memerlukan proses pencacahan sebanyak 10 kali, dengan sekali cacahan simultan sebanyak 5 buah.



Gambar 4. Ilustrasi pergerakan posisi tray dan detektor



C. PEMBAHASAN Radioimmunoassay (RIA) merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relatif tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien dengan isotop radioaktif yang bercampur dengan antibodi yang disisipkan ke dalam sampel. Radioimmunoassay merupakan revolusi dalam pemeriksaan medis. Pada tahun 2009, teknik ini masih revolusioner karena merupakan blueprint untuk pengembangan metode lebih lanjut dalam teknik laboratorium di bidang medis. Dasar-dasar teknik radioimmunoassay (RIA) atau prinsip competitive-binding radioassay ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Solomon Berson dan Rosalyn Yallow untuk memeriksa volume darah, metabolism iodine, menentukan kadar hormone insulin dalam plasma darah. Dengan menggunakan prinsip ini titer atau kadar berbagai hormon, antigen, antibodi, enzim dan obat dalam darah dapat diukur dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Karena limit Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 13



deteksi yang sangat baik ini maka RIA digunakan sebagai peralatan laboratorium standar. RIA memanfaatkan radioaktivitas dari isotop radioaktif yang diinjeksikan ke dalam sampel. Cacahan radiasi dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger-Muller, scintillator, dan sebagainya. Prinsip Kerja Prinsip kerja radioimmunoassay dapat diringkas sebagai persaingan reaksi dalam campuran yang terdiri dari antigen/hormon berlabel radioaktif, antibodi dan antigen/hormon yang tidak berlabel radioisotop. Antigen radioaktif dicampur dengan sejumlah antibodi. Antigen dan antibodi berikatan satu sama lain menjadi satu zat. Kemudian ditambahkan zat yang tidak diketahui jenisnya yang mengandung sedikit antigen. Zat baru ini merupakan zat yang diuji. Secara sederhana digambarkan dengan asumsi bahwa antibodi yang dimaksud berkonsentrasi sangat tinggi untuk dikombinasikan dengan antigen atau antigen yang berlabel dalam molekul antibodi. Pada saat ikatan kadar protein dan steroid radioaktif konstan, penghambatan ikatan hormon radioaktif dengan ikatan protein merupakan fungsi dari jumlah hormon nonradioaktif yang berada pada sampel. Pemanfaatan Radioaktivitas Teknik RIA adalah suatu teknik penentuan zat-zat yang berada dalam tubuh berdasarkan reaksi imunologi yang menggunakan tracer radioaktif. Tracer radioaktif adalah isotop radioaktif yang akan meluruh pada melalui proses radioaktivitas. Radioaktivitas adalah proses peluruhan isotop tidak stabil (radioaktif) menjadi isotop yang lebih stabil dengan memancarkan energy melalui materi berupa partikel-partikel (alpha atau beta) ataupun gelombang elektromagnetik (sinar gamma). Intensitas dari sumber radioaktif dinyatakan oleh transformasi inti rata-rata per satuan waktu. Satuan radioaktivitas dinyatakan dengan Curie (Ci). 1 Ci awalnya didefinisikan sebagai radiasi yang dipancarkan oleh 1 gram 226Ra, tetapi definisi ini diubah sebagai kemurnian dari peningkatan nuklida. Nilai absolute dari 1 Ci sama dengan 3,7×1010 disintegrasi/sekon. Satuan lain dari radioaktivitas adalah Becquerel (Bq), 1 Bq sama dengan 1 disintegrasi/sekon.



Perangkat Radioimmunoassay (RIA) Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 14



Pengujian dilakukan dengan bantuan detektor sinar gamma yang disusun dengan suatu sistem instrumentasi. Detektor yang digunakan dapat berupa detektor Geiger-Muller (GM), sintilasi maupun detektor semikonduktor disesuaikan dengan kebutuhan. Mengingat dasar kerja dari RIA adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi yang terdapat pada bagian dalam tabung dan antigen yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan radioaktif maka dalam hal ini parameter efisiensi harus diperhatikan. Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan



detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat



berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan. Berdasarkan efisiensinya, detektor Geiger Muller (GM) memiliki efisiensi yang buruk dibandingkan dengan detektor semikonduktor dan sintilasi. Rendahnya kerapatan atom gas menyebabkan banyak partikel radiasi yang tidak tercacah. Sementara itu detektor detektor sintilasi memiliki efisiensi yang paling tinggi dibanding detektor Geiger Muller (GM) dan semikonduktor. Oleh karena itu untuk metode analisis dengan teknik RIA ini lebih baik menggunakan detektor jenis sintilasi. Selain efisiensi hal penting yang harus diperhatikan adalah tegangan supply untuk detektor. Pemberian tegangan harus memperhitungkan tegangan kerja, agar cacah yang dihasilkan stabil. Untuk mengukur kuantitas atau energi sistem pencacah radiasi dapat menggunakan konfigurasi sistem pencacah integral, differensial maupun spektroskopi. Untuk sistem pencacahan integral yang mana hanya mementingkan ‘kuantitas radiasi’ dapat menggunakan detektor GM yang mana tidak dapat membedakan energi radiasi. Namun dengan konsekuensi nilai efisiensi yang rendah. Sementara detektor sintilasi dapat digunakan



Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 15



untuk spektroskopi gamma, sehingga dapat juga digunakan untuk melihat bagaimana spektrum distribusi radiasi terhadap energinya. D. KESIMPULAN 1. Radioimmunoassay merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relative tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien dengan isotop radioaktif yang bercampur dengan antibody yang disisipkan ke dalam sampel. 2. Cacahan radiasi dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger Muller (GM), scintillator, dan sebagainya. 3. Dengan diketahuinya profil hormon progesteron sapi tersebut menunjukkan bahwa teknik RIA Progesteron bermanfaat dalam memprediksi waktu yang tepat pada pelaksanaan inseminasi buatan (IB). E. DAFTAR PUSTAKA 1. BOGART, R and TAILOR, R.E. Scientific Farm Animal Production, 2nd Edition. Macmillan Publishing Company-New York, Collier Mac Millan Publisher-London, 1983: 98-108. 2. GEISERT, R.D. and J.R. MALAYER. Implantation, Reproduction in Farm Animals. E.S.E. Hafez and B. Hafez, Chapt. 9, 7th Ed. 2000: 126139. 3. PUTRO P.P, WASITO R, WURYASTUTI H dan INDARJULIANTO S. Dinamika Perkembangan Folikel dan Profil Progesteron Plasma selama Siklus Estrus pada Sapi Perah. Animal Production, Vol 10, No 2 (2008): 73-77. 4. TJIPTOSUMIRAT, T. Aplikasi Teknik Nuklir Untuk Peningkatan Penampilan Reproduksi Ternak Ruminansia Besar, Presentasi Ilmiah Peneliti Madya. PATIR-BATAN. 2010. 5. GINTHER, O.J., KNOPF, L, KASTELIC, J.P. Temporal Associations Among Ovarian Avents In Cattle During Oestrous Cycle With Two Or Three Follicular Waves. J.Reprod. & Fertil, 1989: 223. 6. JAINUDEEN, M.R. and E.S.E. HAFEZ. Pregnancy Diagnosis. Reproduction in Farm Animals. E.S.E. Hafez and B. Hafez, Chapt. 17, 7th Ed. 2000: 261-278.



Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 16



7. KARIR T, NAGVEKAR U, H SAMUEL G, SIVAPRASAD, N., CHAUDURI P and A. SAMAD. Estimation of Progesterone in Buffalo Milk by Radioimmunoassay. Journal of Radioanalitycal and Nuclear Chemistry, Vol 267, No 2 (2006): 321-325. 8. IAEA. Laboratory Training Manual on Radioimmunoassays in Animal Reproduction. Tech. Rep. Series. IAEA. Vienna, Austria. 1984. 9. LELANINGTYAS N, DINARDI dan YUSNETY. Pembuatan Standar Susu Untuk Pengukuran Progesteron Menggunakan Teknik RIA. Temu Teknis Tenaga Fungsional Pertanian, 2006. 10. RASAD, S.D. Pengaruh Penyuntikan GnRH dan PGF2α terhadap Profil Progesteron Sapi Perah Pasca Beranak. Animal Production, Vol 10, No 1 (2008): 16-21. 11. SAVIO, J.D, L. KEENAN, M.P BOLAND and J.F. ROCHE. Pattern of Growth of Dominant Follicles During The Oestrous Cycle Of Heifers. J. Reprod. & Fertil, 1988: 663. 12. TJIPTO SUMIRAT, TOTTI, “Pengenalan dan Pemanfaatan Tekonologi radio Immuno Assay (RIA) di Bidang Peternakan”, Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi. Jakarta 13. SUSETYO WISNU, 1988, “Spektrometri Gamma dan Penerapannya dalam Analisis Pengaktifan Neutron”, Gadjah mada. University Press 14. KNOLL, G.F, 1979, “Radiation Detection and Measurement”, John Wiley & Sons, Inc., New York



Rokhmat Arifianto (021300366), Sigit Arianto(041500144)-(20-102015)



Hal. 17