Makalah Kelompok Patient Safety [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PATIENT SAFETY PADA BAYI DAN ANAK



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Anak Program Profesi Ners XXXVI Universitas Padjadjaran



Disusun Oleh : Nelly Betty Vivianna Fathurrahman Thahir Eva Dewi Setiawati Helpika Windiany Ai Nani Suartini Yusi Desriyani



FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2018



DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... i BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.2



Rumusan Masalah .................................................................................... 3



1.3



Tujuan Makalah ........................................................................................ 3



BAB II .................................................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4 2.1



Keselamatan Pasien Bayi dan Anak ......................................................... 4



2.2



Insiden Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit .................. 5



2.3



Pelaksanaan Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit .......... 5



2.3.1



Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit ......................................... 5



2.3.2



Sasaran Keselamatan Pasien Anak.................................................... 6



2.3.3



Sasaran Keselamatan Pasien Bayi ................................................... 20



2.4



Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit ................... 25



2.5



Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien .................................................. 25



BAB III ................................................................................................................. 27 3.1 Simpulan ...................................................................................................... 27 3.2 Saran ............................................................................................................ 27 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28



i



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Patient safety merupakan isu prioritas dalam perawatan kesehatan,



dimana keselamatan keselamatan pasien dimulai sejak tahun 2000 yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is Human Building a Safer Health System (Cahyono, 2012). Sesuai dengan UU tentang kesehatan pasal 53 (3) UU no 36/2009 menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien. Keselamatan pasien telah menjadi prioritas untuk layanan kesehatan diseluruh dunia (Cosway, Stevens, & Panesar, 2012). Keselamatan pasien merupakan komponen penting dari mutu layanan kesehatan. Joint Comission International (JCI) pada tahun 2011 membuat kebijakan atau prosedur yang dikembangkan untuk mendukung secara terus menerus praktik yang menjunjung tinggi keselamatan pasien. Kebijakan tersebut terdiri dari mengidentifikasi pasien dengan benar, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar, pengurangan resiko infeksi akibat perawatan kesehatan, dan mengurangi risiko pada pasien akibat jatuh. WHO pada tahun 2004 menyebutkan bahwa angka kematian akibat insiden keselamatan pada pasien rawat inap di Amerika Serikat berkisar 44.000 jiwa sampai 98.000 jiwa. Angka ini lebih besar dibandingkan angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas per tahun di Amerika dan tiga kali lebih besar dibandingkan angka kematian akibat hancurnya menara WTC (Weingart et al, 2006). Publikasi WHO pada menyatakan bahwa



tahun 2004



insiden keselamatan pasien dengan rentang 3,2 -



16,6% pada rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris,



1



2



Denmark dan Australia. Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004 WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (Depkes RI, 2006). Di Indonesia, pelaporan insiden keselamatan pasien tertinggi pada tahun 2010 ditemukan di Jawa Barat sebesar 33,33%. Posisi selanjutnya adalah Banten dan Jawa Tengah sebesar 20%, DKI sebesar 16,67%, Bali sebesar 6,67%, dan Jawa Timur sebesar 3,33%. Bidang spesialisasi unit kerja yang paling banyak ditemukan kesalahan adalah unit Bedah, Penyakit Dalam, dan anak dibandingkan unit kerja lainnya. Berdasarkan dari tim kesehatan rumah sakit perawat dilaporkan melakukan insiden keselamatan sebesar 4,55% (KKP-RS, 2010). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman (Depkes RI, 2006). Peningkaan mutu dan keselamatan pasien memerlukan kerja tim yang solid yang merupakan



praktik



kolaboratif



antara



komunikasi



yang



efektif,



penyelesaian tugas dan hasil yang akurat serta perumusan tanggungjawab yang jelas (WHO, 2011). Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat yang ditetapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Tujuan dari adanya sasaran keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Anak-anak di rumah sakit sering mengalami kejadian yang merugikan keselamatan seperti timbulnya cedera dan kesalahan dalam perawatan mereka. Cedera pada anak dapat mengakibatkan kondisi yang fatal.



Pada dasarnya sasaran keselamatan pasien anak hampir sama



dengan dewasa, yang membedakan dalam tiap sasaran adalah cara pengkajian dan intervensi yang dilakukan. Pemberi pelayanan keperawatan khususnya perawat berkontribusi terhadap terjadinya kesalahan yang mengancam keselamatan pasien. Perawat merupakan tenaga kesehatan dengan jumlah terbanyak di rumah



3



sakit. Perawat juga melakukan pelayanan yang berkelanjutan selama 24 jam secara terus menerus. Perawat juga terbukti sebagai tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien untuk melakukan berbagai prosedur dan tindakan perawat. Satu perawat mungkin harus bertanggung jawab terhadap enam atau lebih pasien (Cahyono, 2012). Setiap kesalahan dalam prosedur yang dijalani berisiko terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Kesalahan faktor manusia dapat terjadi karena masalah komunikasi, tekanan pekerjaan, kesibukan dan kelelahan (Cahyono, 2012). Hal ini dapat diartikan sebagai kemungkinan perawat untuk melakukan tindakan yang membahayakan keselamatan pasien cukup tinggi. Sedangkan banyak sekali hal negatif yang terjadi bila keselamatan pasien tidak terjaga, diantaranya adalah kejadian cedera, kecacatan, bahkan kematian. Melihat buruknya dampak dan tingginya risiko perawat untuk melakukan tindakan yang mengancam keselamatan pasien, maka menjadi hal yang penting untuk mengenal terkait sasaran keselamatan pasien, terutama bagi pasien anak dan bayi.



1.2



Rumusan Masalah Apa itu patient safety? Bagaimana cara melaksanakan patient safety?



1.3



Tujuan Makalah 1.



Mahasiswa mampu memahami konsep patient safety atau keselamatan pasien dan cara melaksanakannya terutama pada anak dan bayi



2.



Mahasiswa mampu mendemonstrasikan konsep terutama pada anak dan bayi.



patient safety



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Keselamatan Pasien Bayi dan Anak Isu global saat ini di rumah sakit adalah terkait keselamatan (safety). Isu



penting terkait keselamatan (safety) di rumah sakit dibagi menjadi 5 (lima) yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit dan keselamatan lingkungan (green productivity). Rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien yang mengunjungi. Oleh karena itu isu keselamatan pasien adalah isu prioritas utama untuk dilaksanakan karena terkait isu mutu dan citra rumah sakit (Depkes RI, 2008). Keselamatan (safety) didefinisikan oleh The Institute of Medicine (IOM) sebagai freedom from accidental injury. Menurut Hughes (2008) dalam Sutanto (2014) keselamatan pasien adalah pencegahan terhadap cedera pasien. Pencegahan cedera merupakan suatu keadaan bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja, sedangkan praktek keselamatan pasien merupakan suatu yang menurunkan risiko kejadian yang tidak diharapkan (KTD). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKP-RS pada tahun 2008 mendefinisikan keselamatan (safety) merupakan keadaan bebas dari bahaya atau risiko. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu keadaan pasien bebas dari cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi seperti penyakit, cedera fisik, sosial, kecacatan dan kematian yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011, keselamatan pasien rumah sakit merupakan sistem rumah sakit yang menjadikan pasien merasa lebih aman yang meliputi pengkajian terhadap risiko, identifikasi dan pengelolaan terkait risiko pasien, pelaporan dan analisis kejadian, kemampuan belajar dari kejadian dan tindak lanjutnya serta solusi yang dapat meminimalkan risiko dan mencegah cedera dikarenakan kesalahan melaksanakan tindakan atau tidak melaksanakan tindakan yang seharusnya diambil.



4



5



2.2



Insiden Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tempat pelayanan dengan berbagai kebutuhan



terkait kesehatan pasien.



Pelayanan terkait berbagai macam obat, tes dan



prosedur, peralatan dan teknologi, serta jenis tenaga profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan kepada pasien. Pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan termasuk insiden yang dapat mengancam keselamatan pasien (Depkes RI, 2008). Insiden keselamatan pada bayi dan anak merupakan kejadian yang tidak disengaja atau kondisi yang dapat mengakibatkan serta berpotensi mengakibatkan cedera. Insiden dibagi menjadi 4 macam, yaitu kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera, dan kejadian potensial cedera. Kejadian tidak diharapkan (KTD) merupakan insiden yang dapat membuat pasien cedera. Kejadian nyaris cedera (KNC) merupakan insiden yang belum sampai terjadi ke pasien. Kejadian tidak cedera, (KTC) merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi potensial cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi untuk terjadinya cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian tidak diharapkan yang menimbulkan cedera serius, kecacatan bahkan kematian disebut kejadian sentinel (Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).



2.3



Pelaksanaan Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit 2.3.1 Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Menurut Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagaipelaksana kegiatan keselamatan pasien. Tugas TKPRS adalah sebagai berikut:



6



1. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut; 2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit; 3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit; 4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit; 5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran; 6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan 7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit 2.3.2 Sasaran Keselamatan Pasien Anak Sasaran keselamatan pasien anak dan bayi pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sasaran keselamatan pasien umumnya. Sasaran keselamatan pasien adalah suatu syarat yang diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Sasaran keselamatan harus mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari World Health Organization (WHO), yaitu: 1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan yang mirip (look-alike, sound – alike, medication name) 2. Pastikan identifikasi pasien 3. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien 4. Pastikan tindakan yang benar pada tubuh yang benar 5. Kendalikan cairan elektrolit pekat 6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pelayanan 7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube) 8. Gunakan alat injeksi sekali pakai



7



9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI bersama Departemen Kesehatan RI ada 6 Sasaran Keselamatan Pasien di rumah sakit. Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien. Ada 6 Sasaran Keselamatan Pasien di rumah sakit meliputi : 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Pelaksanaan identifikasi pasien dimulai sejak di tempat pendaftaran pasien (TPP). Identitas dicetak pada stiker yang selanjutnya akan ditempelkan pada gelang identitas pasien. Identitas pasien yang tertera di stiker terdiri dari empat identitas yang meliputi nama, alamat, tanggal lahir dan no rekam medis pasien. Gelang identitas dibedakan dengan kriteria sebagai berikut: gelang berwarna merah muda digunakan pada pasien wanita, gelang warna biru digunakan pada pasien laki-laki, gelang warna putih untuk bayi baru lahir yang belum jelas atau belum dapat dipastikan jenis kelaminnya, kancing warna merah sebagai tanda alergi terhadap suatu obat atau bahan makanan tertentu, kancing warna kuning untuk penanda pada pasien yang memiliki risiko jatuh, kancing ungu untuk pasien 'do not resuscitate' (DNR) dan stiker berwarna coklat untuk pasien dengan nama sama dan dirawat diruang yang sama. Pemasangan kancing tanda alergi dilakukan oleh petugas yang pertama kali mengidentifikasi adanya alergi terhadap obat atau bahan makanan tertentu. Pemasangan kancing warna kuning tanda pasien berisiko jatuh dipasang 1x24 jam setelah dilakukan identifikasi risiko. Pemasangan kancing penanda 'tidak boleh dilakukan resusitasi' (DNR) dilakukan setelah terdapat keputusan 'tidak boleh dilakukan resusitasi' pada pasien. Pemasangan gelang penanda pada bayi yang belum jelas identitas jenis kelaminnya dilakukan setelah bayi lahir dan dinyatakan tidak jelas diketahui jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan. Pemasangan stiker warna coklat dilakukan pada pasien yang memiliki nama sama dan dirawat diruang yang sama.



8



Gambar 2.1 Gelang identitas pasien



Gambar 2.2 Alur Identifikasi Pasien sejak masuk Rumah Sakit



9



2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi adalah salah satu penentu keselamatan pasien. Komunikasi yang baik dapat mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Komunikasi yang dilakukan haruslah efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan mudah dipahami oleh penerima sehingga dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Aspekaspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif yaitu: a.



Kejelasan Komunikasi harus dilakukan dengan menggunakan bahasa jelas dan mudah diterima serta dipahami oleh penerima pesan.



b.



Ketepatan Terkait kebenaran informasi yang disampaikan kepada penerima pesan.



c.



Konteks Bahasa yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.



d.



Alur Informasi disusun dengan sistematika yang jelas.



e.



Budaya Dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak berkomunikasi baik dalam penggunaan bahas verbal maupun nonverbal agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi. Komunikasi ini dapat berbentuk elektronik, lisan atau tertulis. Adapun sistem pendokumentasian yang tepat harus diterapkan untuk mencegah kesalahan atau misscommunication. Prinsip yang digunakan dalam komunikasi yang afektif di raunag perawatan adalah: a.



Tehnik “TBAK” (Komunikasi verbal), berlaku untuk semua petugas kesehatan yang melakukan dan menerima perintah verbal atau melalui telepon,yaitu: 1) Tulis Perintah lengkap secara lisan atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.



10



2) Baca kembali Perintah lengkap lisan atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah. 3) Konfirmasi ulang Perintah lengkap lisan atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah. b.



Tehnik “SBAR” (Situation, Background, Assasment,



Recomendation), berlaku untuk semua petugas kesehatan yang melakukan pelaporan/ serah terima pasien kepada Dokter Penanggung Jawab (DPJP) dan atau saat pergatiaan petugas. Penjelasan SBAR adalah sebagai berikut: a)



Situation: Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?



- Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien; - Diagnosa medis; - Apa yang terjadi dengan pasien. b) Background:



Apa



latar



belakang



informasi



klinis



yang



berhubungan dengan situasi? - Obat saat ini dan alergi - Tanda-tanda vital terbaru - Hasil laboratorium: tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes sebelumnya untuk perbandingan - Riwayat medis - Temuan klinis terbaru. c)



Assessment: berbagai hasil penilaian klinis perawat



- Apa temuan klinis? - Apa analisis dan pertimbangan perawat? - Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan? d) Recommendation: apa yang perawat rekomendasikan untuk dilakukan agar terselesaikannya masalah? - Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki masalah - Apa solusi yang bisa perawat tawarkan kepada dokter



11



- Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi pasien - Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?



3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai Obat kewaspadaan tinggi/high alert medications adalah sejumlah obat-obatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya pada pasien jika tidak digunakan secara tepat. Obat kewaspadaan tinggi bisa menyebabkan terjadinya kesalahan atau kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome). Obat-obatan yang termasuk dalam golongan yang perlu di waspadai, antara lain : a.



Obat High Concentrate (Elektrolit pekat) Obat dengan bentuk sediaan injeksi atau infus yang memiliki konsentrasi tinggi dan bersifat sangat berbahaya apabila salah dalam pemberiannya. Seperti :



Nacl 3%, KCL, MgSO4, tidak boleh tersedia sebagai



persediaan ruangan, kecuali di kamar operasi jantung, unit perawatan intensif dan unit high care. b.



Kelompok obat Norum/LASA (Nama Obat Rupa Mirip/ look alike sound alike) Obat yang memiliki kemiripan dalam rupa obat (bentuk maupun warna), tulisan pada obat atau kemasan, dan kemiripan ucapan sehingga dapat menimbulkan kesalahan atau kekeliruan. Contoh : CARBAmazepine-OXCARazepine



c.



Obat-obatan sitotoksik Obat kemoterapi yang digunakan untuk membunuh sel kanker. Contoh : asparaginase, doxorubicin, siklofosfamide, vinkristin. Penggunaan obat ini membutuhkan instruksi kemoterapi yang ditulis pada formulir regimen kemoterapi dan ditandatangani oleh Tim



12



Kanker RS. Selain itu, harus dituliskan riwayat alergi pasien, tinggi badan, berat badan, dan luas permukaan tubuh pasien. d.



Obat Antikoagulan dan Hemostatik (koagulan) Contoh:



heparin,



warfarin



(antikoagulan),



asam



traneksamat



(koagulan). e.



Dextrose hipertonik Contoh : dextrose 40 % yang digunakan untuk koreksi hipoglikemik. Selain digunakan, perawat dan tenaga kesehatan lain perlu



memperhatikan cara pengelolaan obat kewaspadaan tinggi (high alert medication). Adapun cara labeling untuk obat-obat kewaspadaan tinggi adalah sebagai berikut: a.



Stiker berwarna MERAH bertuliskan "High Alert" dan elektrolit pekat.



b.



Stiker berwarna KUNING bertuliskan "LASA".



c.



Stiker berwarna UNGU dan berlogo khusus untuk golongan sitotoksik. Dalam melakukan penyimpanan obat kewaspadaan tinggi di depo



farmasi, hal yang perlu diperhatikan adalah: a.



Ditempatkan terpisah dengan obat lainnya, ditandai dengan stiker bertuliskan high alert/elektrolit pekat/obat sitotoksik



b.



Di sekililing tempat penyimpanan ditandai selotip merah



c.



Penempatan pasangan obat NORUM/LASA diberi jarak/ diselingi dengan obat lain



d.



Penulisan pada wadah obat NORUM/LASA menggunakan metode tall man letter: CARBAMazepine dan OXCARazepine Dalam



menggunakan



obat



kewaspadaan



tinggi,



perlu



juga



diperhatikan dalam memberikan, menerima, dan melaksanakan instruksi pemberian obatnya, yaitu:



13



a.



Instruksi tidak boleh secara verbal kecuali dalam keadaan emergensi dan sesegera mungkin dibuat dokumen tertulis yang ditandatangani dokter pemberi perintah.



b.



Instruksi obat NORUM/LASA ditulis mencakup :



- Nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis - Tanggal dan waktu instruksi dibuat - Nama obat (generik), dosis, kecepatan dan atau durasi pemberian obat, jalur pemberian, tanggal pemberian. - Dokter harus menuliskan diagnosis secara jelas c.



Dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi perlu dilakukan dilakukan



pengecekan



ganda/double



check



sebelum



obat



kewaspadaan tinggi diberikan pada pasien (kecuali obat LASA) dan didokumentasikan (paraf) di catatan pengobatan pasien. d.



Pada situasi emergensi, apabila prosedur pengecekan ganda dapat menghambat/menunda penatalaksanaan dan berdampak negatif terhadap pasien, pengecekan ganda dapat ditunda. Cara melakukan pengecekan ganda (double check) adalah sebagai



berikut: a. Pengecekan obat-obatan yang memerlukan verifikasi oleh petugas kesehatan lainnya (sebagai orang kedua) sebelum diberikan kepada pasien dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan ketepatan obat. Hal ini dilakukan sebelum pemberian obat kewaspadaan tinggi. b. Lakukan 7 B (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar waktu pemberian, benar lokasi dan expire date, serta benar pendokumentasian. c. Pengecekan ganda didokumentasikan di catatan pengobatan pasien d. Pengecekan pertama: dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk menginstrusikan, meresepkan, atau memberikan obat-obatan antara lain : dokter, perawat, farmasi. e. Pengecekan kedua: dilakukan oleh petugas yang berwenang lainnya (petugas tidak boleh sama dengan pengecek pertama)



14



4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operas Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,tepat prosedur dan tepat pasien operasi. Hal ini bertujuan untuk meenghindari terjadinya kesalahan pada saat tindakan operasi Faktor yang menyebabkan kesalahan-kesalahan macam ini adalah pengkajian pasien yang tidak adekuat. Pencegahan agar tidak terjadi kesalahan lokasi, prosedur, dan operasi yaitu: a.



Rumah sakit perlu secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan prosedur yang efektif terkait sistem verifikasi pasien yang akan mendapatkan tindakan terutama operasi. Bisa menggunakan form ceklist.



b.



Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator atau oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur. Penandaan dilakukan pada semua kasus, termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).



c.



Melakukan proses verifikasi praoperatif. Proses ini berguna untuk memverifikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar. Pastikan bahwa semua dokumen, imaging, hasil pemeriksaan yang relevan tersedia. Hasil pemeriksaan ini diberi label dengan baik. Selain itu, pastikan persetujuan operasi dan anestesi tercantum dalam status pasien (Sign In). Pada tahap sebelum insisi (Time Out) dilakukan atau didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist, setiap anggota tim memperkenalkan dengan tugas masingmasing, konfirmasi identitas pasien, lokasi operasi, jenis operasi yang akan dilakukan, antibiotik telah diberikan 60 menit sebelumnya, dan kelengkapan alat operasi.



15



5. Pengurangan Risiko Infeksi Pengendalian dan pencegahan merupakan tantangan terbesar dalam pelayanan kesehatan sehingga berdampak pada peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi di rumah sakit Setiap tahun ratusan juta pasien di seluruh dunia terjangkit infeksi terkait perawatan kesehatan. Hal ini signifikan mengarah pada fisik dan psikologis dan kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan bagi sistem kesehatan. Lebih dari setengah infeksi ini dapat dicegah dengan membersihkan tangan mereka ketika melakukan perawatan pada pasien. Infeksi terkait perawatan kesehatan biasanya terjadi ketika bakteri yang di transfer oleh tangan penyedia layanan kesehatan menyentuh pasien. Infeksi rumah sakit/nosokomial adalah infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3×24 jam sesudah masuk bakteri. (Darmadi, 2008). Menjaga kondisi tangan tetap bersih dan mengangkat mikroorganisme yang ada di



tangan



dapat



mencegah terjadinya infeksi



silang



(CrossInfection). Menurut Susianti (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, dan memberikan perasaan segar dan bersih. WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah ini untuk selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu: a.



Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti: dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya (fisioterapi, laboratorium).



b.



Setiap orang yang kontak dengan pasien, meskipun tidak langsung seperti: ahligizi, farmasi dan petugas tehnik.



c.



Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien



d.



Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit



16



Selain siapa saja yang harus melakukan cuci tangan, WHO juga mengatur mengenai waktu yang tepat untuk melakukan cuci tangan (Five Moments of Hand Hygiene) yaitu pada saat: 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. ssebelum melaksanakan prosedur aseptik 3. Setelah menyentuh cairan tubuh pasien 4. Setelah kontak dengan pasien, dan 5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien. Cara melakukan hand hygiene adalah sebagai berikut: a.



Hand Hygiene dengan air mengalir Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun merupakan teknik



hand hygiene yang palingi deal. Dengan mencuci tangan, kotoran takterlihat dan bakteri pathogen yang terdapat pada area tangan dapat dikurangi secarama ksimal. Hand hygiene dengan mencuci tangan disarankan untuk dilakukan sesering mungkin, bila kondisi dan sumber daya memungkinkan. Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangane fektif membutuhkan waktu sekitar 40-60 detik, dengan langkahsebagai berikut: - Basahi tangan dengan air mengalir - Tuangkan sabun kurang lebih 5cc untuk menyabuni seluruh permukaan tangan - Mulai teknik 6 langkah: o Gosok tangan dengan posisi telapak pada telapak. o Gosok telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari-jari saling menjalin dan sebaliknya. o Gosok kedua telapak tangan dan jari– jari saling menjalin. o Gosok punggung jari–jari pada telapak yang berlawanan dengan jari–jari saling mengunci. o Gosok



memutar ibu jari kiri dengan tangan kanan



mengunci pada ibu jari tangan kiri dan sebaliknya.



17



o Gosok kuku jari-jari kiri memutar pada telapak tangan kanan dan sebaliknya - Bilas tangan dengan air mengalir. - Keringkan tangan sekering mungkin dengan tissu. - Gunakan tissue untuk mematikan kran. b. Hand Hygiene menggunakan anti septik berbasis alcohol (Handrub) Pada pelaksanaan hand hygiene, mencuci tangan terkadang tidak dapat dilakukan karena kondisi atau karena keterbatasan sumber daya. Banyaknya pasien yang kontak dengan petugas dalam satu waktu, atau sulitnya mendapatkan sumber air bersih yang memadaim enjadi kendala dalam melaksanakan hand hygiene dengan mencuci tangan. Dengan alas an ini, WHO menyarankan alternative lain dalam melakukan hand hygiene, yaitu dengan handrub berbasis alkohol. Pelaksanaan membersihkan tangan dengan menggunakan alcohol based handrub efektif membutuhkan waktu sekitar 20-30 detik dengan langkah sebagai berikut: - Tuangkan 3-5 ml handrub kedalam telapak tangan, - Mulai teknik 6 langkah: o Menggosok bagian dalam telapak tangan o Menggosok punggung tangan bergantian o Menggosok sela-sela jari tangan o Menggosok ruas jari tangan dengan mengkaitkan kedua tangan o Menggosok ibu jari tangan,bergantian o Menggosok ujung jari tangan



18



Gambar 2.3 Mencuci tangan 6 langkah



6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Kasus jatuh dapat menyebabkan cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit. Pada anak, biasanya untuk mengkaji risiko jatuh digunakan skala humpty dumpty.



19



Gambar 2.4 Skala Humpty Dumpty untuk mengkaji risiko jatuh pada pediatrik Sedangkan upaya pencegahan kejadian cedera akibat jatuh yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: a. Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya, b. Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat, c. Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan, d. Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong



20



e. Posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit diposisi rendah ketika pasien sedang beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak tidur, f. Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada dibangsal rumah sakit, g. Menjaga kursi roda diposisi terkunci ketika sedang berhenti sedangkan pasien masih berada di atas kursi roda, h. Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan i. Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan j. Kondisikan kamar perawatan pasien rapi



2.3.3 Sasaran Keselamatan Pasien Bayi Pada bayi, tindakan untuk menjaga keselamatan bayi dimulai sejak sebelum proses persalinan oleh ibu. WHO pada tahun 2015 menyebutkan bahwa untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi, tindakan keselamatan pasien dilakukan dengan prinsip pause and check. Pause and check adalah tindakan pemeriksaan pada ibu dan janin untuk memastikan tidak ada tandatanda komplikasi yang menyertai. Dalam proses ini dikaji pula apakah sang ibu perlu dirujuk ke bagian lain, kebutuhan terkait proses persalinan, dan pengetahuan ibu terkait kondisi-kondisi bahaya atau emergency dimana sang ibu perlu segera memanggil tenaga kesehatan (World Health Organisation (WHO), 2015). Pelaksanaan pause and check menurut WHO dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu: 1. Saat pasien melakukan admisi atau pendaftaran untuk melakukan persalinan, 2. Saat sebelum pasien bersalin atau melakukan operasi sectio caesarea, 3. Dalam waktu 1 jam pasca bersalin, dan 4. Sebelum pasien kembali ke rumah.



21



Untuk membantu melakukan proses pengecekkan kondisi ibu dan bayi, maka digunakan



form



ceklist



(World



Health



Organisation



(WHO),



Gambar 5: Form checklist WHO untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi



2015).



22



Gambar 2.5 Form checklist WHO untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi



23



Gambar 2.6 Form checklist WHO untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi



24



Gambar 2.7 Form checklist WHO untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi



25



2.4 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, rumah sakit melaksanakan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit yang terdiri dari (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011): 1.



Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;



2.



Memimpin dan mendukung staf;



3.



Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;



4.



Mengembangkan sistem pelaporan;



5.



Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;



6.



Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;



7.



Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.



2.5 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Menurut Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit dan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS. Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non-blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang ada. TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan. TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Komite



26



Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan secara nasional (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).



BAB III SIMPULAN DAN SARAN 3.1 Simpulan Perawat berkontribusi dalam pemberian pelayanan keperawatan terhadap terjadinya kesalahan yang mengancam keselamatan pasien, juga merupakan tenaga kesehatan dengan jumlah terbanyak di rumah sakit yang paling sering berkontibusi dengan pasien serta melakukan pelayanan yang berkelanjutan selama 24 jam. Keselamatan pasien merupakan komponen penting dari mutu layanan kesehatan sehingga ada beberapa hal mengenai keselamatan pasien yang harus diperhatikan terutama pada anak dan bayi diantaranya membentuk tim keselamatan pasien di rumah sakit sehingga pelaksanaan keselamatan pasien dilakukan dengan baik. Sasaran keselamatan pada pasien anak diantarnaya gelang identitas pasien, peningkatan komunikasi



efaktif dengan SBAR



dan TBAK,



meningkatan keamanan obat dengan menenerapkan 5B (benar obat, benar dosis, benar waktu pemberian, benar cara pemberian,benar pasien), melakukan pengecekan ulang untuk kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi. Pencegahan resiko infeksi dengan penerapan alat pelindung diri yang sesuai, dan 5 momen cuci tangan. Mengurangi resiko jatuh pada anak dan bayi dengan restrain dan pelindung tempat tidur. Bila terjadi insiden mengenai keselamatan pasien dilakukan pelaporan kepada internal rumah sakit dan komite etik keselamatan pasien rumah sakit.



3.2 Saran Perawat dalam melakukan asuhan harus lebih fokus dalam melakukan pelayanan dengan memperhatikan keselamatan pasien, tidak menyepelekan hal kecil seperti memasang bad plang untuk menghindari resiko jatuh pada anak agar tidak terjadi kejadian yang tidak diharapkan dan asuhan keperawatan diberikan dengan maksimal.



27



28



DAFTAR PUSTAKA



Buku Saku Standar Akresitasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung 2015, Bandung: RSHS Cahyono, J. B. S. (2012). Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam PraktekKedokteran. Yogyakarta. Kanisius. Cosway B., Stevens A., & Panesar S. (2012). Clinical leadership: a role for students?.British Journal of Hospital Medicine, 73(1):44-5. Darmadi. (2008). Infeksi Nososkomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Depkes RI. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Depkes RI, 2009. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Jakarta JCI. (2011). Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition. Oakbrook Terrace, Illinois USA. Komite Keselamatan Rumah Sakit (KKP-RS) PERSI., 2007. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Jakarta. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2010). Sembilan Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit. http://www.inapatsafety-persi.or.id. Mulianingsih, M, et. all. 2015. Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR Situation, Background, Assesment, Recomendation) Di RSUD Kota Mataram. http://stikesyarsimataram.ac.id Nazri, F, et. all. 2015. Implementasi Komunikasi Efektif Perawat-Dokter dengan Telepon di Ruang ICU Rumah Sakit Wava Husada. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28. Suplemen No. 2. www.jkb.ub.ac.id



29



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



No



1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit, Jakarta Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care. 2013.http:///www.centerforpatientsafety.org/201333/thirteen-ways-toprevent-falls Sukaesih & Istanti, Y. P. 2015. Peningkatan Patient Safety Dengan Komunikasi SBAR.



The



2nd



University



Research



Coloqium.



http://download.portalgaruda.org/article Susiati, M. 2008. Keterampilan Keperawatan Dasar.Jakarta:Erlangga. Weingart SN, Pagovich O, Sands DZ, et al. Patient-reported service quality on a medicine unit. Int J Qual Health Care. 2006;18(2):95–101. Widjiati, C, Dewi A, Lukman H, Evaluasi Pelaksanaan Sistem Identifikasi Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit, 2014, Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 28, Malang. World Health Organization (WHO 2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care World



Health



Organization.(2011).Patient



safety.



http://www.euro.who.int/en/health-topics/Health-systems/patientsafety/patient-safety. Accessed October28, 2017. World Health Organisation (WHO). (2015). WHO Safe Childbirth Checklist Implementation Guide.