Makalah Kesetaraan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • winda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kesetaraan sosial memerlukan adanya konsep penegakan hukum kelas sosial atau warga pinggiran dan tidak adanya diskriminasi yang termotivasi oleh bagian tak terpisahkan dari identitas sesorang. Misalnya jenis kelamin, ras usia, orientasi seksual, asal kasta atau kelas, penghasilan atau properti, bahasa, agama, keyakinan, pendapat, kesehatan atau catat yang seharusnya tidak mengakibatkan perlakuan tidak adil berdasarkan hukum tidak harus mengurangi peluang untuk dibenarkan. Kesetaraan sosial mengacu pada ranah sosial bukan ekonomi atau kesetaraan pendapat “kesempatan yang sama”. Keragaman merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan dimasa silam, kini dan diwaktu-waktu mendatang. Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso, dan kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis. Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditunjukkan pada struktur dalam sistem hirarki sosial pada suatu kelompok. Didalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Diantara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.



1



Negara



yang



diskriminatif akan



beragam



menghadirkan



tetapi



tidak



memiliki



kehancuran.



Semangat



kesetaraan



dan



multikulturalisme



dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian merupakan proses terus menerus, bukan proses sekali jadi dan sudah itu berhenti.Disinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus menerusatau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus menerusdan berkesinambungan perlu dilakukan. Untuk itu, penting bagi kita memiliki



dan



mengembangkan



kemampuan



hidup



bersama



dalam



multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan keragaman dan kesetaraan ? 2. Apa yang dimaksud dengan konsep dan isu gender ? 3. Apa yang dimaksud dengan kesetaraan dan keadilan gender ? 4. Apa yang dimaksud dengan pengarusutaman gender? 5. Bahaimana pengaruh gender dalam kurikulum dan proses pendidikan?



1.3 Tujuan



2. Untuk memahami makna keragaman dan kesetaraan 3. Untuk memahami konsep dan isu gender 4. Untuk memahami makna kesetaraan dan keadilan gender 5. Untuk memahami konsep pengarusutaman gender 6. Untuk memahami pengaruh gender dalam kurikulum dan proses pendidikan



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Keragaman dan Kesetaraan Keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat. Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras,suku,agama,budaya,ekonomi,status sosial, jenis kelamin,jenis tempat tinggal. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsurunsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat. Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan manusia,baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.. Keragaman manusia sudah menjadi fakta sosial dan fakta sejarah kehidupan. Sehingga pernah muncul penindasan, perendahan, penghancuran dan penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah tumbuh ideology atau pemahaman bahwa orang berkulit hitam adalah berbeda, mereka lebih rendah dan dari yang berkulit putih. Kata kesetaraan berasal dari kata benda “tara” yang mengandung arti “sejarah” (sama tingginya) sama tingkatannya (kedudukannya, dsb) sepadan dan seimbang (KBBI, 2007 : 1143). Dari kata “kesetaraan” mengandung arti kesejajaran, kesamaan tingkat keduduan, kesepadanan dan keseimbangan. Dihubungkan dengan pembicaraan tentang kemanusiaan, kata “kesetaraan” mengandung arti kesamaan hak, terutama yang menyangkut kriteria hak-hak azasi manusia.



3



Di indonesia Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, juga mencamtumkan pasal-pasal mengenai kesederajatan atau kesamaan. Pada 27 ayat 1 UUD 1945 dicamtumkan bahwa : “segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal-pasal lainnya juga menyinggung kesamaan hak baik di bidang pendidikan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (ps 27:2), ikut serta dalam bela negara (ps 27:3), berserikat dan berkumpul (ps 28), mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawainan yang sah, memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (ps 28:3), memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (ps 28 E :1), dan hak-hak lainnya yang tercantum pada beberapa pasal (29-34) pada UUD 1945. Dari pernyataan dan teks Undang-undang Dasar 1945 yang dikutip di atas, tampaklah bahwa masalah kesamaan hak atau kesedarajatan antara manusia sudah banyak dibicarakan bahkan diundangkan berbagai negara. Jika diamati lebih jauh, wacana kesamaan (Equality)/ kesederajatan/ kesetaraan meliputi banyak aspek yang diikhtarkan umat manusia. Setelah ditelaah lebih lanjut, pengertian kesederajatan/ kesamaan/ kesetaraan dikaitkan juga dengan wacana keadilan sosial dan ketidaksamaan penasirannya. Profesor McSherry. 2014 antara lain menulis : keadilan sosial terdengar seperti sebuah konsep penting dan berharga, tetapi dapat berarti hal yang sangat berbeda bagi orang berbeda. Memperlakukan orang dengan cara yang adil harus memperhitungkan kebutuhan masing-masing. Bagian dari masalah dalam mencoba untuk mendefenisikan konsep keadilan sosial adalah bahwa hal tersebut mencerminkan gagasan keadilan dan kebenaran yang memiliki komponen normatif bahwa mereka mendasarkan pendapatnya pada nilai-nilai atau perimbangan. Apa yang dipikir adil oleh seseorang, mungkin sangat berbeda dari apa yang dipikir oleh orang lain. Selanjutnya ditegaskan bahwa, mereka yang bekerja di berbagai disiplin ilmu juga mungkin memiliki konsepsi yang berbeda dari istilah.



4



Kesetaraaan sosial adalah suatu keadaan dimana semua orang dalam masyakat tertentu atau kelompok terisolasi memiliki status yang sama dalam halhal tertentu. Paling tidak, kesetaraan sosila meliputi hak-hak yang sama di bawah hukum, seperti keamanan, hak milik, dan akses yang sama terhadap barang dan jasa sosial. Namun ini juga, mencakup konsep kesetaraan kesehatan, kesetaraan ekonomi dan jaminan sosial lainnya. Ini juga termasuk peluang dan kewajiban yang sama dan melibatkan seluruh masyarakat. Kesetaraan sosial memerlukan adanya konsep penegakan hukum kelas sosial atau warga pinggiran dan tidak adanya diskriminasi yang termotivasi oleh bagian tak terpisahkan dari identitas sesorang. Misalnya jenis kelamin, ras usia, orientasi seksual, asal kasta atau kelas, penghasilan atau properti, bahasa, agama, keyakinan, pendapat, kesehatan atau catat yang seharusnya tidak mengakibatkan perlakuan tidak adil berdasarkan hukum tidak harus mengurangi peluang untuk dibenarkan. Kesetaraan sosial mengacu pada ranah sosial bukan ekonomi atau kesetaraan pendapat “kesempatan yang sama”. 2.2 Konsep dan Isu Gender Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu Genus yang berarti tipe atau jenis. Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris : Gender berarti jenis kelamin. Arti yang diberikan tidak secara jelas dibedakan pengertian jenis kelamin dan gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan pengertian kata gender dengan jenis kelamin (seks).Pengertian Gender adalah “konstruksi sosial tentang peran laki-laki dan perempuan sebagaimana dituntut oleh masyarakat dan diperankan oleh masing-masing mereka. Gender berkaitan dengan pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap pantas bagi laki-laki dan perempuan menurut norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat (Kemitraan, 2010). Istilah gender oleh ilmuan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan alaki-laki yang bersifat bawaan sabagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan



5



disosialisaikan.



Perbedaan



ini



sangat



penting



karena



sering



sekalia



mencampuradukkan ciri-ciri manusai yang bersifat kodrat dana yang bersifat non kodrat yang bisa berubah atau diubah. Dengan mengenali perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realita relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis yang lebih tepat. Secara umum adanya gender telah melahirkn, peran, tanggung jawab, fungsi dan ruang tempat dimana manusia beraktifitas. Genre mengacu paa peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang diciptakan di dalam keluarga, masyarakat dan kebudayaan kita. Konsep gender juga mencakup karekteristik, sikap dan perilaku yang diharapkan dari perempuan dan laki-laki (feminitas dan maskulinitas). Peran dan harapan tersebut merupakan hasil belajar. Keduanya berubah setiap saat dan beragam baik di dalam maupun di antara kebudayaan. Konsep gender sangat penting karena memudahkan analisis gender untuk memeberkan perihal subordinasi perempuan yang dikontruksi secara sosial. Oleh karena itu, subordinasi dapat diubah ataupun ditetapkan untuk selamanya. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum lakilaki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun cultural. Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada lakilaki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa (Mansour, 1997) Beberapa ungkapan tentang gender berikut akan lebih memberikan pemahan mengenai konsep gender, yaitu : 1. Laki-laki dan perempuan sesuai dengan peranan dan fungsinya di dalam keluarga, sosial juga ditambahkan bahwa gender adalah perbedaan status antara laki-laki dan perempuan (Depnakertrans). 2. Gender pada dasarnya merupakan konsep yang membedakan antara lakilaki dan perempuan bukan berdasarkan biologisnya, melainkan dikaitkan



6



dengan peran, fungsi, hak, sifat, perilaku yang direkayasa sosial. Oleh karena itu, pemahaman tentang gender dapat berubah dan sangat tergantung pada budaya setempat yang mendukung (Depag). 3. Penerapan keadilan dan kesetaraan gender (Depdagri). 4. Kemitrasejajaran pria dan wanita untuk ikut serta dalam setiap aspek pembangunan. 5. Persamaan kesempatan kerja antara laki-laki dan perempuan, persamaan status sosial dalam kesempatan kerja dengan memperhatikan perbedaan kodrat perempuan seperti hamil, melahirkan dan menyusui (Rahmadewi, 2000) Isu gender diartikan sebagai masalah yang menyangkut ketidakadilan yang berdampak negatif bagi perempuan dan laki-laki, terutama terhadap perempuan sendiri. Dalam pembangunan, isu gender mencuat, karena seringkali bukan manfaat yang adil didapat oleh masyarakat (laki-laki dan perempuan), tetapi kesenjangan sebagai pelaku pebangunan maupun penikmat/manfaat hasil pembangunan. Ketidakadilan dan diskriminasi gender yang dapat ditemukan dalam sehari-hari adalah: 



Marginalisasi (peminggiran), baik yang terjadi di eumah, tempat kerja, masyarakat bahkan oleh negara yang keseluruhannya bersumber dari keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi pengetahuan (teknologi)







Subordinasi (penomorduaan), anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dsb mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.







Pandangan steriotipe atau pelabelan/citra baku yang melekat pada peran, fungsi dan tanggung jawab yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat







Kekerasan (violence) yaitu serangan fisik, seksual dan psikis. Perempuan pihak paling rentan yang mengalami kekerasan, dimana hal ini



terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun steriotipe di atas. Pemerkosaan pelecahan seksual, pemukulan isteri/pacar, atau pembatasan hak adalah contoh 7



kekerasan yang paling banyak dialami oleh perempuan, beban ganda yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus, baik di lingkup rumah tangga maupun di luar rumah tangga. Misalnya seorang ibu selain harus melakukan peran biologisnya seperti hamil, melahirkan dan menyusui juga harus melayani suami, anak bahkan anggota keluarga alinnya yang tercakup dalam peran merawat dan mengurus rumah tangga. Diamping itu jarang perempuan/istri juga mencari nafkah, dengan tetap melakukan tugas dan tanggung jawab diatas. 2.3 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Kesetaraan dan keadilan gender mengikhtiarkan kesamaan kedudukan perempuan dan laki-laki di muka hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis. Hak-hak perempuan dijamin setara dengan laki-laki tanpa mempersoalkan gendernya. Keadilan gender berarti terwujudnya relasi gender yang adil antara perempuan dan laki-laki di masyarakat yang dicirikan oleh hapusnya kekerasan (fisik, psikis dan seksual), subordinasi (bidang politik, budaya dan sosial), marginalisasi (peminggiran dan pemiskinan), beban ganda dan sterotipe. Konsep keadilan dan kesetaraan gender (KKG) sebenarya bukan suatu produk atau ide “baru”, namun demikian KKG belum dikenal luas dan belum diadopsi terutama bagi guru-guru di sekolah. Untuk itu perlu suatu kegiatan yang bersifat memasyarakatkan mendapat wadah atau melembaga melalui proses pembangunan



pengetahuan,



sikap



dan



perilaku



sasaran.



Pada



dasrnya



pengembangan KKG adalah merubah perilaku bahaya masyarakat. secara umum orang akan berperilaku tertentu bila mereka memahami, ada motivasi, ada sarana serta lingkungan yang endukung (antara lain sosial budaya hukum). KKG perlu diperbincangkan karena antara lain: 



Masih ada diskriminasi dan ketidakadilan terhadap laki-laki dan perempuan







Perempuan tidak bisa berkembang karena hanya diberi peran dalam urusan rumah tangga dan tidak mendapatkan kesempatan atau peluang untuk peran-peran produktif







Laki-laki dibebani pekerjaan, tugas, tanggung jawab yang terlalu berat dan dituntut untuk lebih mampu dan lebih kuat dalam banyak hal



8







Anak perempuan tidak mendapat pendidikan formal yang sama tingginya seperti yang diterima laki-laki dengan berbagai macam alasan







Potensi dan bakat yang dimiliki perempuan atau laki-laki kurang Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan



bahwa “setiap warga negara”, baik perempuan maupun laki-laki mendapatkan kesempatan setara untuk mengecap pendidikan. Sejalan dengan itu, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yand ditetapkan dalam UU no 20 2003. UU tersebut memberikn dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonimi keadilan dan menjunjung tinggi HAM, sistem pendidikan Nasional tesebut harus mampu juga menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi meanjemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan brkesinambungan. Keadilan dan kesetaraan Gender diartikan sebagai terwujudnya relasi gender yang adil antara perempuan dan laki-laki masyarakat yan dicirikan oleh hapusnya kekerasan (fisik, psikis dan seksual), subordinasi (bidang politik budaya



dan 11 Gespon.)marginasi (peminggiran dan pemisahan secara



ekonois), badan pelabelan baik, 11Gespo tertulis maupun tidak tertulis. Hakhak perempuan dijmin dan settara dengan laki-laki tanpa mempermasahkan gendernya. Keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki, untuk menjamin agar proses itu adil bagi perempuan dan laki-laki perlu tindakantindakan untuk menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah menghambat perempuan dan laki-laki untuk berperan dan menikmati hasil dan peranyang dimainkannya. Keadilan gender mengantarkan perempuan dan laki-laki menuju kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah keadaan bagi perempuan dan laki-laki menikmati status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak azasinya



9



secara penuh dan sama-sama berpotensi dalam menyumbangkannya dalam pembangunan, dengan demikian kesetaraan gender adalah penilaian yang sama oleh masyarakat terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berbagai peran yang mereka lakukan (Diska, 2014).



2.4 Pengarusutamaan Gender (PUG) Pengarusutamaan gender adalah suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui perencanaan dan penerapan kebijakan yang berspektif gender pada organisasi dan institusi. Pengarusutamaan gender merupakan strategi alternatif bagi usaha percepatan tercapainya kesetaraan gender karena nuansa kepekaan gender menjadi salah satu landasan dalam penyusunan dan perumusan strategi, struktur, dan sistem dari suatu organisasi atau institusi, serta menjadi bagian dari nafas budaya di dalamnya. Atau dalam arti lain pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Tujuan pengarusutamaan gender adalah menarik perempuan kedalam arus utama pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warganegara yang mempunyai



hak



dan



kewajiban



yang sama



dengan



laki-laki.



Tujuan



pengarusutamaan gender adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender berfungsi untuk menciptakan mekanisme-mekanisme kelembagaan bagi kemajuan perempuan di semua bidang kegiatan dan kehidupan masyarakat dan pemerintahan (Jurnal Pemikiran Islam Paramadina). Dalam upaya menindaklanjuti Gender Mainstreaming tersebut, pemerintah indonesia melalui GBHN 1999 menyatakan bahwa Pengarusutamaan Gender merupakan kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu



10



mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Meskipun begitu usaha untuk mencapai KKG ternyata masih mengalami hambatan dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat pada umumnya dan khususnya oleh perempuan. Akhirnya disepakati perlu adanya strategi yang tepat agar dapat menjangkau keseluruhan instansi pemerintah, swasta, masyarakat dan lain sebagainya. Strategi ini dikenal dengan istilah Gender Mainstreaming (GMS) atau Pengarusutamaan Gender (PUG). Karena pentingnya strategi ini, pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan inpres yang selanjutnya dikenal dengan instruksi Presiden nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Dengan PUG ini, pemerintah dapat bekerja lebih efisien dalam memproduksi kebijakan-kebijakan yang adil dan 117 responsif gender kepada perempuan dan laki-laki. PUG sebagai strategi merupakan upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama di masyarakat. Dalam hal ini PUG dilaksanakan sebagai pengantar untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dan PUG diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah terhadap rakyatnya. Keberhasilan pelaksanaan PUG memperkuat kehidupan sosial, politik dan ekonomi bangsa. Keadilan dan kesetaraan gender (KKG) menghendaki bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama terhadap pelayanan serta memiliki status sosial yang ekonomi yang seimbang. Inpres No. 9 tahun 2000 merupakan landasan hukum yang kuat untuk melaksanakan PUG dalam semua jajaran pendidikan yang dipandang mempunyai peran yang sangat strategis.



2.5 Gender dalam Kurikulum dan Proses Pendidikan Data dan informasi yang dikumpulkan melalui profil gender (2004), mengidentifikasi adanya kesenjangan/bias gender dalam proses pengelolaan pendidikan dan pembelajaran disekolah. Adapun gejala-gejala yang menarik teridentifikasi menyangkut kesenjangan gender ini adalah : 1) Gender dalam proses pengelolaan pendidikan dan



11



2) Isi kurikulum sekolah dan buku pelajaran Yang dimaksud dengan proses pengelolaan pendidikan adalah keseluruhan proses dan mekanisme pendayagunaan sumber daya pendidikan untuk mengatur jalannya sistem pendidikan nasional pada setiap bentuk kegiatan pengelolaan pendidikan dari mulai proses pengambilan keputusan, perencanaan, pengelolaan sampai pelaksanaan operasional pendidikan. Setiap keputusan yang diambil oleh pimpinan, sejak tingkatan strategis sampai dengan tingkatan operasional, harus dijabarkan secara konsisten ke dalam langkah-langkah operasional pengelolaan, sehingga



pelaksanaan



pendidikan



benar-benar



mencerminkan



tujuan



kebijaksanaan oleh karena itu, kesenjangan gender yang terjadi dalam keseluruhan proses pengelolaan dan pelaksanaan setiap satuan pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh pimpinan. Jika bias gender terjadi pada suatu keputusan strategis yang dijadikan sebagai landasan operasional pendidikan, maka akan mengakibatkan terjadinya bias gender yang semakin melebar, pada tingkatan operasional. Sedangkan yang dimaksud dengan kurikulum sekolah adalah keseluruhan proses pembelajaran yang berlangsung disetiap satuan pendidikan, yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap intensitas siswa belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan, atau dapat disingkat dengan istilah “Proses Pembelajaran”. Kualitas dan kuantitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor anak, faktor fasilitas sekolah, guru lingkungan belajardan muatan kurikulum yang termuat dalam buku pedoman kurikulum yang didistribusikan ke setiap satuan pendidikan. Namun diantara berbagai faktor tersebut, salah satu faktor penting artinya adalah isi kurikulum yang tertulis dalam bentuk tujuan-tujuan kurikuler, pokok-pokok bahasan serta isi atau materi dan contoh-contoh dalam buku pelajaran pada setiap mata pelajaran yang diberikan disekolah. Berdasarkan Pedoman Penulisan Bahan Ajar Berwawasan Gender (2003), dinyatakan bahwa



bahan ajar berwawasan gender sangat diperlukan untuk



menghindari terjadinya ketimpangan atau strereotipe gender. Stereotipe gender yang terkandung dalam bahan ajar dapat berdampak negatif terhadap upaya-upaya pencapaian keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan nasional. Selain



12



guru, bahan ajar merupakan salah satu sumber belajar yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar pada tingkat pendidikan dasar dianggap sangat strategis dan instrumental karena terselenggara secara sistematis pada tahapan pembentukan kognitif dan afektif siswa. Melalui bahan ajar diharapkan akan tersosialisasi wawasan gender yang berperan besar mempengaruhi nilai, pandangan, sikap serta perbuatan seseorang termasuk terhadap lawan jenis. Berdasarkan hasil penelitian Muthaliin (2001). Bias/stereotipe gender juga terjadi dibidang pendidikan terutama sekolah sebagai lembaga formal. Jika diperhatikan cerita-cerita yang ada didalam buku bacaan wajib disekolah pada umumnya menggambarkan laki-laki sebagai tokoh sentral sedang perempuan hanya sebagai tokoh pelengkap dan tak jarang keberadaannya dihilangkan sama sekali. Berbagai penelitian yang dilakukan seperti longsdon (1985) dan astuti, Rostiawati (1997), Indarti, dan Sasriayani (1999), Raharjo dan Emi Susanti (2003), Mugniesyah (2003), Rustiawati (1998). Menemukan bahwa buku-buku teks yang digunakan ternyata memuat bias gender, yaitu memuat pemilahan peran antara laki-laki dan perempuan. Ayah/laki-laki digambarkan bekerja dikantor, dikebun, dan sejenisnya (sektor publik), sedang ibu/istri/perempuan di dapur, memasak, mencuci, mengasuh adik dan sejenisnya (sektor domestik). Apa yang termuat dalam buku bacaan tersebut menegaskan ada dan berlangsungnya sosialisasi bias gender dalam pembelajaran sekolah. Apabila ini dibiarkan terus akan berdampak yang tidak baik bagi upayaupaya peningkatan keadilan dan kesetaraan gender. Perlunya pemahaman dan peran guru dalam mengimplementasikan keadilan dan kesetaraan gender akan menentukan upaya-upaya pencapaian keadilan dan kesetaraan gender dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, selain bahan ajar, guru diharapkan sebagai ujung tombak terjadinya perubahan untuk mengintegrasikan gender dalam setiap materi ajar dan dalam proses pembelajaran.



13



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap



individu



memiliki



ciri-ciri



khas



tersendiri.



Sedangkan kesetaraan



menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Untuk menghadapi dinamika sosial dan budaya dalam masyarakat yang majemuk diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai , toleransi dan introspeksi diri. Isu gender diartikan sebagai masalah yang menyangkut ketidakadilan yang berdampak negatif bagi perempuan dan laki-laki, terutama tehadap perempuan sendiri. Kesetaraan dan keadilan gender mengikhtiarkan kesamaan kedudukan perempuan dan laki-laki di muka hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis. Hak-hak perempuan dijamin setara dengan laki-laki tanpa mempersoalkan gendernya. Keadilan gender berarti terwujudnya relasi gender yang adil antara perempuan dan laki-laki di masyarakat yang dicirikan oleh hapusnya kekerasan (fisik, psikis dan seksual), subordinasi (bidang politik, budaya dan sosial), marginalisasi (peminggiran dan pemiskinan), beban ganda dan sterotipe. 3.2 Saran Kepada pembaca, keragaman dan kesetaraan manusia bukan suatu penghalang atau penghambat untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan makmur. Kepada pemerintah, agar memberikan pelayanan tanpa membedabedakan atau diskriminasi pada suatu kelompok atau etnis.



14



DAFTAR PUSTAKA



Diska. M.W, dkk. 2014. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi Fenomenologis terhadap Penulis Perempuan Bali. Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 :149-162 Fakih, Mansour. 1996. Membincang Feminisme Biskursus Gender Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti Kemitraan. 2010. Indeks Governance Indonesia. Kemitraan Partnership: Jakarta Nasaruddin Umar, “Perspektif Gender Dalam Islam”, dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina. Vol. 1 no. 2, edisi Juli-Desember Pusat Kajian Wanita dan Gender, 2004. Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk mewujudkann Keadilan Gender (Jakarta. Rachmadewi, dkk. 2000. Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Sektoral di Tingkat Pusat, Propinsi Jawa Timur dan Sumatera Barat Puslitbang KS dan Peningkatan Kualitas Perempuan. Jakarta : BKKBN Susilaningsih dan Agus M. Najib (ed), Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga dan McGill, 2004 Tim Dosen. 2015. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Medan : Unimed Press



15