Makalah KK Tes Fungsi Hati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA KLINIK III “TES FUNGSI HATI”



DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4 TINGKAT 3A ADE BUYUNG RAMADHAN



P07234016001



AYU PUSPITA FITRIANI



P07234016004



DEDE SAPUTRA



P07234016006



DIAH PUTRI AZHARI



P07234016008



NABILA ARISTA NINGRUM



P07234016019



NUR MASYITAH



P07234016025



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN ANALIS KESEHATAN TAHUN 2018/2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga tugas Makalah Kimia Klinik tentang “Tes Fungsi Hati” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini terwujud atas kerjasama dan bantuan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga makalah ini dapat terselesaikan oleh penyusun. Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar dapat menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penyusun untuk menambah wawasan.



Samarinda, 25 Agustus 2018



Penulis,



i



DAFTAR ISI



DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2 C. Tujuan ............................................................................................................. 2 D. Manfaat ........................................................................................................... 2 BAB II ISI .............................................................................................................. 3 A. Pengertian Tes Fungsi Hati ............................................................................ 3 B. Kegunaan Tes Fungsi Hati ............................................................................. 4 C. Klasifikasi Tes Fungsi Hati ............................................................................ 5 1. Tes Yang Menggambarkan Fungsi Hati ...................................................... 5 2. Tes yang menggambarkan kerusakan sel hati dan gangguan integritas membran hepatosit ........................................................................................ 14 3. Tes yang menggambarkan adanya kolestasis ........................................... 17 4. Tes yang menujukkan etiologi .................................................................. 18 5. Interpretasi Tes Fungsi Hati ...................................................................... 19 BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21 A. Kesimpulan ................................................................................................... 21 B. Saran ............................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22



ii



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. sirkulasi dan ekskresi bilirubin ........................................................... 12



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Hati adalah organ kalenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram. Terletak di abdomen kuadran kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan kandung empedu. Hati menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi usus. Secara mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus dengan struktur serupa yang terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial. Hati memiliki peran sangat penting dalam metabolisme glukosa dan lipid, membantu proses pencernaan, absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, serta detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik. Interpretasi hasil pemeriksaan uji fungsi hati tidak dapat menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan, karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga faktor ekstrahepatik. Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya kelainan atau penyakit hati, membantu menegakkan diagnosis, memperkirakan beratnya penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu mengarahkan upaya diagnostik selanjutnya serta menilai prognosis penyakit dan disfungsi hati.1 Diagnosis



penyakit



hati



dengan



menggunakan



pemeriksaan



laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil 1



Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 130.



1



pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa macam hasil pemeriksaan (batteray test). Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yg tidak spesifik dan tidak sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (faktor ekstra hepatik). Bersifat tidak sensitif karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat, sehingga pada kelainan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (kurang dari 60%), menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari tes fungsi hati? 2. Apa tujuan dari tes fungsi hati? 3. Bagaimana klasifikasi tes fungsi hati? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian tes fungsi hati 2. Untuk mengetahui tujuan dari tes fungsi hati 3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi tes fungsi hati D. Manfaat 1. Mengetahui pengertian tes fungsi hati 2. Mengetahui tujuan dari tes fungsi hati 3. Mengetahui bagaimana klasifikasi tes fungsi hati



2



BAB II ISI



A. Pengertian Tes Fungsi Hati Satu tes fungsi hati mempunyai nilai diagnostik kecil bila dilakukan secara terpisah. Pemilihan tes yang cocok harus selalu dilakukan dan pemilihan tes fungsi hati secara biokimia tergantung atas tujuan pemeriksaan. Tes fungsi hati yang paling sering digunakan dalam diagnosa banding ikterus yang secara klinis tidak jelas asalnya dan menilai sisa fungsi pada penyakit kronis. Untuk diagnosa banding ikterus, harus dilakukan pemeriksaan terpisah atas bilirubin dikonjugasi dan total plasma, dan urin diperiksa bagi bilirubin dan urobilinogen. Seperti juga tes untuk metabolisme pigmen, biasanya diperlukan pemeriksaan kadar phosphatase alkali dan transaminase plasma, bila diagnosa banding ada antara ikterus hepatitis akut dan kolestatik pasca hepatik. Hasil dari tes ini, dalam kombinasi dengan bukti klinis pada lebih dari 90% pasien akan menunjukan dan intensitas lesi yang menyebabkan ikterus. Penentuan protein plasma total dan diferensiasinya, kolestrol serta elektrolit pada stadium ini secara diagnostik biasanya tak bernilai. Pemakaian tes fungsi hati lain yang sering adalah untuk deteksi pengukuran kelemahan funsgi pada penyakit hati kronis yang telah diketahui atau dicurigai, juga walaupun tdak ada ikterus. Untuk tujuan ini sebagai tambahan bagi bilirubin total, maka pemeriksaan plasma total dan diferensiasinya (disertai elektroforesa dan termasuk waktu protrombin), dan kadang-kadang tes retensi bromsulftalein adalah yang paling berguna ɣ-globulin menggambarkan intensitas proses selektif transaminase plasma digunakan untuk mengukur pemecahan sel yang aktif. Pemeriksaan fosfatase alkali plasma terutama berguna untuk evaluasi sirosis biliaris dan karsinomatosis hepatis terutama bila tidak ada ikterus. Analisa ɣ-glutamiltransferase berguna untuk deteksi dini kerusakan hati alkoholik. 2 2



Baron DN, Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 2015, hlm. 230.



3



Penetuan elektrolit adalah biasa bila terdapat sirosis dan penting dalam menilai dan menatalaksanakan ascites. Penting mengukur transminase dan fosfat alkali plasma untuk memeriksa kemungkinan toksisitas kolestatis atau hepatik dari banyak obat. Analisa berbagai auto antibodi yang bersikulasi menjadi semakin penting dalam pemeriksaan penyakit kronis.3 Uji laboratorium untuk fungsi hati biasanya tidak menentukan etiologi pasti penyakit hati. Pemeriksaan-pemeriksaan ini hanya memberi petunjuk apakah hati normal atau tedapat gangguan dan apabila terdapat gangguan, seberapa besar (luas) gangguan penyakit tersebut. Bersama dengan riwayat dan pemeriksaan fisik, uji fungsi hati tidak jarang dapat menunjukan kemungkinan penyakit hati yang spesifik. Pemeriksaan-pemeriksaan lain, seperti skintgrafi, sonografi, angiografi, laparoskopi, dan biopsi hati, umumnya diperlukan untuk memastikan suatu diagnosis. Uji atau tes fungsi hati lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan jika kita meninjaunya menurut gangguan-gangguan patofisiologik yang menyebabkan hasil uji tersebut menjadi abnormal.4 B. Kegunaan Tes Fungsi Hati Sel parenkim hepar (Hepatosit) yang terdiri dari 60% massa hepar, bertanggung jawab untuk konjugasi bilirubin dan untuk eksresinya ke dalam saluran empedu. Hepar merupakan pusat aktivitas metabolik bagi karbohidrat, protein dan lipid. Metabolisme karbohidrat, adalah gula dan residu karbon dari protein dan lemak dikonversi menjadi glikogen. Glikogen disimpan sebagai cadagan karbohidrat yang dapat dikonversi lagi menjadi glukosa. Metabolisme protein, asam amino dideaminasi, residu nitrogen (dan amonia dari usus) dikonversi menjadi urea. Imunnoglobulin disintesa di dalam sistem retikukoendotelial (walaupun ini terutama di luar hepar) albumin dan globulin lain, termasuk faktor koagulasi, disintesa di dalam sel-sel parenkim. Sintesa albumin normal sekitar 10 g/24 jam dan ini dapat meningkat sampai 15-20 g/24 jam. Lipid, hepar melindungi trigliserida simpanan, beberapa berasal dari 3 4



Baron, DN, Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 2015,hlm. Carl E, Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif, EGC, Jakarta, 1996, hlm. 232.



4



sintesa endogen. Kolesterol dan garam empedu yang berasal darinya disintesa. Kolestrol dan lipid lain diesterifikasi serta vitamin D dihidroksilasi. Garam empedu di sekresi ke dalam saluran empedu. Hepar mendetoksikasi banyak produk metabolik serta obat dan toksin, umumnya sebelum dieksresikan ke dalam urina. Proses detoksikasi melibatkan perubahan kimia dan atau konjugasi terutama dengan asam glukuronat, glisin atau sulfat. Hepar mengekresikan banyak zat alamiah dan benda asing ke dalam saluran billier. Hepar menyimpan berbagai senyawa, termasuk besi dan vitamin B12 serta vitamin A. Sel-sel kuppfer mengambil bagian dalam semua aktivitas sistem retikulo-endotelial. Bila hepar terganggu maka satu atau lebih fungsi akan melemah, walaupun tidak selalu dalam tingkatan yang sama.5 Jadi, secara umum tes fungsi hati bisa membantu mengevalusi kesehatan organ hati dan mengindikasikan adanya kemungkinan penyakit lain seperti malnutrisi maupun penyakit tulang. Tujuan dari tes fungsi hati adalah untuk: 1. Mendeteksi adanya kelainan penyakit hati dan gangguan fungsi hati 2. Mendeteksi penyebab penyakit hati dan gangguan fungsi hati 3. Mengetahui derajat beratnya gangguan fungsi hati 4. Mengetahui evaluasi perjalanan penyakit, hasil terapi dan prognosis. C. Klasifikasi Tes Fungsi Hati 1. Tes Yang Menggambarkan Fungsi Hati a. Fungsi Sintesis 1) Protein Plasma a) Albumin Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang dihasilkan oleh hati. Fungsi albumin adalah mengatur tekanan onkotik, mengangkut nutrisi, hormon, asam lemak, dan zat sampah dari tubuh. Apabila terdapat gangguan fungsi sintesis 5



Baron, DN, Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 2015, hlm. 211-212.



5



sel hati maka kadar albumin serum akan menurun terutama apabila terjadi lesi sel hati yang luas dan kronik. Penyebab lain hipoalbumin diantaranya terdapat kebocoran albumin di tempat lain seperti ginjal, usus akibat malabsorbsi protein, dan kebocoran melalui kulit pada kasus luka bakar yang luas. Hipoalbumin juga dapat disebabkan intake kurang, peradangan atau infeksi. Peningkatan kadar albumin sangat jarang ditemukan kecuali pada keadaan dehidrasi.6 b) Globulin Globulin merupakan unsur dari protein tubuh yang terdiri globulin alpha, beta, dan gama. Globulin berfungsi sebagai pengangkut beberapa hormon, lipid, logam, dan antibodi. Perubahan fraksi-fraksi α dan β globulin tidak tetap dan tidak spesifik, γ globulin meningkat pada penyakit hati kronis dan sirosis, tetapi tidak spesifik. Pada sirosis, sel hati mengalami kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat, dan terdapat nodul pada jaringan hati, dapat dijumpai rasio albumin:globulin terbalik. Peningkatan globulin terutama gama dapat disebabkan peningkatan sintesis antibodi, sedangkan penurunan kadar globulin dapat dijumpai pada penurunan imunitas tubuh, malnutrisi, malabsorbsi, penyakit hati, atau penyakit ginjal.7 Penentuan immunoglobulin kadang-kadang berguna. IgA meningkat pada sirosis yang dini sedangkan stadium yang sudah lanjut IgG dan IgM juga meningkat. Peningkatan IgG yang menonjol mencurigai adanya hepatitis kronis aktif. Sirosis bilier primer sering menunjukkan peningkatan IgM.



6



Sherlock S, Dooley J. 2018. Diseases of the Liver and Biliary System 13th edition. United State of America: Blackwell. 7 Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 124.



6



2) Faktor Koagulasi Plasma Pemeriksaan PT yang termasuk pemeriksaan hemostatis masuk ke dalam pemeriksaan fungsi sintesis hati karena hampir semua faktor koagulasi disintesis di hati kecuali faktor VII. PT menilai faktor I, II, V, VII, IX dan X yang memiliki waktu paruh lebih singkat daripada albumin sehingga pemeriksaan PT untuk melihat fungsi sintetis hati lebih sensitif. Pada kerusakan hati berat maka sintetis faktor koagulasi oleh hati berkurang sehingga PT akan memanjang. Pemanjangan PT tidak spesifik untuk penyakit hati, tetapi juga dapat terjadi pada gangguan koagulasi kongenital, pemberian obat anti vitamin K, defisiensi vitamin K dan gangguan absorbsi vitamin K(misalnya pada kolestasis). Hal yang perlu diperhatikan ada beberapa faktor koagulasi yang tergantung vitamin K yaitu faktor II, VII, IX, dan X. Pada obstruksi bilier terjadi hambatan cairan empedu tidak sampai ke usus sehingga terjadi malabsorbsi lemak akibatnya kadar vitamin yang larut dalam lemak vitamin A, D, E, dan K akan berkurang. Kekurangan vitamin K menyebabkan sintesis faktor koagulasi yang tergantung vitamin K berkurang, sehingga memanjang. Untuk membedakan pemanjangan PT karena fungsi sintesis menurun atau karena kekurangan vitamin K dapat dilakukan penyuntikan vitamin K parenteral, apabila 1-3 hari setelah penyuntikan vitamin K parenteral PT memanjang normal berarti penyebab pemanjangan PT adalah kekurangan vitamin K, apabila PT tetap memanjang artinya kemungkinan terdapat obstruksi bilier dan defisiensi faktor pembekuan.



3) Cholinesterase (CHE)



7



Pengukuran



aktivitas



enzim



cholinesterase



serum



membantu menilai fungsi sintesis hati. Aktivitas cholinesterase serum menurun pada gangguan fungsi sintetis hati, penyakit hati kronik, dan hipoalbumin karena albumin berperan sebagai protein pengangkut cholinesterase. Penurunan cholinesterase lebih spesifik dibandingkan albumin untuk menilai fungsi sintesis hati karena kurang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar hati. Pada hepatitis akut dan kronik cholinesterase serum menurun sekitar 30%-50%. Penurunan cholinesterase 50%-70% dapat djumpai pada sirosis hati dan karsinoma yang metastasis ke hati. Pengukuran cholinesterase serial dapat membantu untuk menilai prognosis pasien penyakit hati dan monitoring fungsi hati setelah tranplantasi hati.8 Pestisida golongan organofosfat (diazinon,malathion) dan golongan karbamat (carbaryl), berikatan secara reversibel dengan serine hydrolase (asetilkolinesterase di saraf, pseudokolinesterase di hepatosit dan kolinesterase sel darah merah di eritrosit), sehingga aktifitasnya menurun. Intoksikasi akut pestisida ini akan mengakibatkan aktivitasnya dalam serum turun 20-50%. Bila terjadi penurunan aktivitas sampai 80%, maka akan terjadi gangguan neuromuskuler. Pekerja yang terpapar insektisida harus beristirahat bila aktivitas kolinesterase turun sampai dibawah 75%. 4) Elektroforesis Protein Pemeriksaan elektroforesis protein adalah uji untuk mengukur kadar protein serum dengan cara memisahlan fraksifraksi protein menjadi albumin, alpha 1, alpha 2, beta, dan gamma dalam bentuk kurva. Albumin merupakan fraksi protein serum yang paling banyak sekitar 2/3 dari total protein. Perubahan pola pada kurva albumin tersering adalah penurunan kadar albumin atau 8



Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 126.



8



hipoalbuminemia, karena albumin memiliki rentang nilai rujukan yang besar maka penurunan ringan tidak akan terlihat. Fraksi alpha 1 globulin hampir 90% terdiri dari alpha 1 antitrypsin sisanya tersusun atas alpha 1 acid glycoprotein, alpha 1 antichymotrypsin, alpha fenoprotein, dan protein pengangkut seperti cortisol binding protein dan thyroxine binding globulin. Alpha 1 globulin merupakan protein reaksi fase akut sehingga kadarnya akan meningkat pada penyakit inflamasi, penyakit degenerative, dan kehamilan. Alpha 2 globulin terdiri dari haptoglobulin, seruloplasmin, alpha 2 makroglobulin, dan alpha lipoprotein.peningkatan kadar haptoglobin terjadi sebagai protein fase akut pada peradangan. Penurunan kadar haptoglobulin dapat dijumpai pada penyakit hati berat, anemia hemolitik intravaskular. Beta globulin terdiri dari beta 1 dan beta 2. Beta 1 terutama tersusun oleh transferrin, beta 2 tersusun oleh beta lipoprotein serta beberapa komponen komplemen. Penurunan pita beta dapat diakibatkan penyimpanan serum terlalu lama, karena hilangnya beta 2, sedangkan peningkatan pita beta dapat disebabkan hiperkolesterolemia LDL dan hipertransferinemia pada anemia. Peningkatan pada pita beta yang menyeluruh dihubungkan dengan kejadian sirosis hati alkoholik. Pada pita gamma globulin tersusun atas



IgA,



IgM,



IgG,



hemopexin,



dan



komplemen



C3.



Hipogamaglobulinemia fisiologis dapat dijumpai pada neonates. Penurunan pita gamma globulin dapat disebabkan imunodefisiensi, pengobatan imunosupresif, kortikosteroid dan kemoterapi. Pada myeloma tipe light chain dapat dijumpai hipogamaglobulinemia yang harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein Bronce Jones



9



di urin. Hipergamaglobulinemia dapat berupa penebalan pita yang difus atau poliklonal atau penebalan setempat.9



b. Fungsi Ekskresi 1) Bilirubin Bilirubin



berasal



dari



pemecahan



heme



akibat



penghancuran sel darah merah oleh sel retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihan di kulit, sklera, dan membran mukosa menyebabkan warna kuning yang disebut ikterus. Kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL biasanya baru dapat menyebabkan ikterus. Ikterus



mengindikasikan



gangguan



metabolisme



bilirubin,



gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau ketiganya. Metabolisme bilirubin dimulai oleh penghancuran eritrosit setelah usia 120 hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme dan globin. Globin akan mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan sebagai pembentukan protein lain. Heme akan mengalami oksidasi dengan melepaskan karbonmonoksida dan besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Setelah dilepaskan ke plasma, bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin kemudian berdifusi ke dalam sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi dalam sel hati akan dikonjugasi oleh asam glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), kemudian dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna, di dalam saluran cerna bilirubin terkonjugasi dihidrolisis oleh bakteri usus ß-glucuronidase, sebagian menjadi urobilinogen yang keluar bersama tinja (sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah lalu dibawa ke hati (siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut dalam air, sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal. 9



Kusnandar, S. 2005. Prinsip dan Manfaat Elektroforesis Protein Serum. Jakarta: Departement Patologi Klinik FKUI.



10



Pemeriksaan bilirubin untuk menilai fungsi ekskresi hati di laboratorium terdiri dari pemeriksaan bilirubin serum total, bilirubin serum direk, dan bilirubin serum indirek, bilirubin urin dan produk turunannya seperti urobilinogen dan urobilin di urin, serta sterkobilin dan sterkobilinogen di tinja. Apabila terdapat ganguan fungsi ekskresi bilirubin maka kadar bilirubin serum total meningkat. Kadar bilirubin serum



yang meningkat dapat



menyebabkan ikterik. Penyebab ikterus berdasarkan tempat dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu prehepatik, hepatik, dan paska hepatik (kolestatik). Peningkatan bilirubin prehepatik sering disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlebihan. Bilirubin tidak terkonjugasi di darah tinggi sedangkan serum transaminase dan alkali fosfatase normal, di urin tidak ditemukan bilirubin. Peningkatan bilirubin akibat kelainan hepatik berkaitan dengan penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati misalnya pada sindrom Gilbert, gangguan konjugasi bilirubin karena kekurangan atau tidak ada enzim glukuronil transferase misalnya karena obat-obatan atau sindrom Crigler – Najjar. Enzim hati akan meningkat sesuai penyakit yang mendasarinya, ikterus biasanya berlangsung cepat. Peningkatan bilirubin paska hepatik akibat kegagalan sel hati mengeluarkan bilirubin terkonjugasi ke dalam saluran empedu karena rusaknya sel hati atau terdapat obstruksi saluran empedu di dalam hati atau di luar hati.10 2) Urobilin Urin Di dalam urin segar tidak akan terdapat urobilin, zat itu baru timbul akibat oxidasi urobilinogen. Pada pemeriksaan terhadap urobilin sengaja ditambahkan sedikit iodium sebagai larutan lugol untuk menjalankan oxidasi itu. Berlainan dari tes terhadap 10



Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 126-128.



11



urobilinogen, pada tes ini tidak dapat dipakai secara semikuantitatif untuk menilai hasilnya, hanya dinilai dengan negatif (-), positif (+), dan positif (++) saja. Urin normal akan menghasilkan positif (+), jika ditemukan negatif (-) atau positif (++) maka menunjukkan adanya keadaan yang abnormal. 11



Gambar 1 sirkulasi dan ekskresi bilirubin



3) Urobilinogen Urin Bilirubin dikonjugasi disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus di tempat dimana ia dikonjugasi. Didalam usus besar ia direduksi oleh kerja bakteri menjadi berbagai pigmen dan prekursor pigmen termasuk urobilinogen (ini nama kolektif yang diberikan bagi kelompok kromogen yang tak berwarna, salah satu diantaranya adalah sterkobilinogen, walau digunakan



terminologi



lain).



Bagian



terbesar



urobilinogen



dieksresikan ke dalam feses, pada mana ia dioksidasi oleh udara menjadi pigmen urobilin coklat-merah muda. Urobilin disertai banyak senyawa lain yang diketahui dan tidak dapat di identifikasi,



11



Gandosoebrata,R.Penuntun Laboratorium Klinik.Dian Rakyat.1984,Hlm.101-102



12



membentuk zat pewarna feses: sterkobilin, yang pada hakekat nya merupakan salah satu senyawa urobilin, kadang-kadang digunakan sebagai nama pengganti bagi kelompok pigmen urobilin. Sebagian kecil urobilinogen diabsorbir kedalam sirkulasi portal dan didalam hepar, urobilinogen ini ada yang dieksresikan kembali ke dalam empedu, sedangkan sisanya diekskresikan oleh ginjal. Bila urina terpapar dengan udara, urbilinogen dioksidasi menjadi urbolin, walau ini membentuk bagian zat pewarna di dalam urina normal yang dapat diabaikan. Bagian terbesar pigmen yang membentuk warna urina tidak dapat diidentifikasi dan secara kolektif dikenal sebagai urokrom.12 4) Sterkobilin dan Sterkobilinogen Feses Sterkobilinogen merupakan bilirubin indirek pada empedu yang di dalam usus akan dipecah oleh bakteri usus. Sebagian keci sterkobilinogen akan diserap kembali oleh usus masuk ke dalam darah dan diekskresi kembali melalui empedu, namun ada yang tetap dalam plasma dan terbawa ke ginjal dieksresi ke dalam urin berupa urobilin dan urobilinogen yang normal didapati dalam urin. Sterkobilinogen yang tidak diserap oleh darah, didalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat. Tinja yang warnanya pucat kemungkinan adanya obstruksi empedu. Zat-zat pada cairan empedu yang berwarna adalah bilirubin, urobilin, sterkobilin, sedangkan yang tidak berwarna adalah urobilinogen dan sterkobilinogen. 5) Asam Empedu Asam empedu disintesis di hati dan jaringan lain seperti asam empedu yang dihasilkan oleh bakteri usus, sebanyak 250-500 mg per hari asam empedu dihasilkan dan dikeluarkan melalui feses, 95% asam empedu akan direabsorbsi kembali oleh usus dan kembali kedalam siklus enterohepatik. Fungsi asam empedu 12



Baron, DN, Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 2015, hlm. 213.



13



membantu sistem pencernaan, absorbs lemak, absorbs vitamin yang larut dalam lemak. Pada kerusakan sel hati maka hati akan gagal mengambil asam empedu sehingga jumlah asam empedu meningkat. Pemeriksaan asam empedu sangat dipengaruhi oleh makanan sehingga sebelum melakukan pemeriksaan asam empedu sebaiknya puasa selama 8-12 jam. Terdapat dua jenis asam empedu yaitu primer dan sekunder. Asam empedu primer disintesis di dalam sel hati sedangkan asam empedu sekunder merupakan hasil metabolisme oleh bakteri usus. Pada sirosis dijumpai penurunan sintesis asam empedu primer sehingga terjadi penurunan rasio antara asam empedu primer terhadap asam amino sekunder, sedangkan pada kolestasis asam empedu sekunder tidak terbentuk sehingga terjadi peningkatan rasio



asam



empedu



primer



terhadap



asam



amino



sekunder.13Kegunaan pemeriksaan garam empedu serum ini dapat memberikan informasi serupa dengan tes retensi BSP(Brom Sulpho Phtalein) yang sudah tidak digunakan lagi, sehingga dapat dipakai sebagai tes penggantinya. c. Fungsi Detoksifikasi Pada keadaan normal di dalam tubuh ammonia berasal dari metabolisme protein dan produksi bakteri usus. Hati berperan dalam detoksifikasi ammonia menjadi urea yang akan dikeluarkan oleh ginjal. Gangguan fungsi detoksifikasi oleh sel hati akan meningkatkan kadar ammonia yang menyebabkan gangguan kesadaran yang disebut ensefalopati atau koma hepatikum. 2. Tes yang menggambarkan kerusakan sel hati dan gangguan integritas membran hepatosit a. Enzim Transaminase



13



Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 128.



14



Enzim transaminase meliputi enzim alanine transaminase (ALT) atau serum glutamate piruvat transferase (SGPT) dan aspartate transaminase (AST) atau serum glutamate oxaloacetate transferase (SGOT). Pengukuran aktivitas SGPT dan SGOT serum dapat menunjukkan adanya kelainan sel hati tertentu, meskipun bukan merupakan uji fungsi hati sebenarnya pengukuran aktivitas enzim ini tetap diakui sebagai uji fungsi hati. Enzim ALT/ SGPT terdapat pada sel hati, jantung, otot, dan ginjal. Porsi terbesar ditemukan pada sel hati yang terletak di sitoplasma sel hati. AST/ SGOT terdapat didalam sel jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, limpa, dan paru. Kadar tertinggi terdapat didalam sel jantung. AST 30% terdapat didalam sitoplasma sel hati dan 70% terdapat di dalam mitokondria sel hati. Tingginya kadar AST/ SGOT berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan diikuti peningkatan kadar AST/ SGOT dalam waktu 12 jam dan tetap bertahan dalam darah selama 5 hari.14 Dalam sitoplasma hepatosit, kadar AST adalah 1,5 -2 kali lipat kadar ALT, tetapi waktu paruh AST lebih pendek, yaitu 18 jam, sedangkan waktu paruh ALT adalah 48 jam. Sehingga pada awal hepatitis virus akut, kadar AST akan lebih tinggi daripada ALT, tetapi 48 jam kemudian kadar ALT akan lebih tinggi daripada AST. Peningkatan



SGOT



atau



SGPT



disebabkan



perubahan



permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati (hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT atau AST sampai 300 U/ L tidak spesifik untuk kelainan hati saja, tetapi jika didapatkan peningkatan lebih dari 1000 U/ L dapat dijumpai pada penyakit hati akibat virus, iskemik hati yang disebabkan hipotensi lama atau gagal jantung akut, dan



14



Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 128.



15



kerusakan hati akibat obat atau zat toksin. Rasio De Ritis AST/ ALT dapat digunakan untuk membantu melihat beratnya kerusakan sel hati. Pada peradangan dan kerusakan awal (akut) hepatoseluler akan terjadi kebocoran membran sel sehingga isi sitoplasma keluar menyebabkan ALT meningkat lebih tinggi dibandingkan AST dengan rasio AST/ ALT ˂0,8 yang menandakan kerusakan ringan. Pada peradangan dan kerusakan kronis atau berat maka kerusakan sel hati mencapai mitokondria menyebabkan peningkatan kadar AST lebih tinggi dibandingkan ALT sehingga rasio AST/ ALT ˃0,8 yang menandakan kerusakan sel hati berat atau kronis.



b. Laktose dehidrogenase (Ldh) Laktat dehidrogenase merupakan enzim pemberi ion hidrogen yang mengkatalisa reaksi oksidasi dari L-laktat menjadi piruvat dengan perantara NAD sebagai akseptor ion hidrogen. Aktivitas LDH dijumpai pada semua sel tubuh terutama di dalam sitoplasma dalam jumlah yang bervariasi. Konsentrasi LDH pada beberapa jaringan dapat mencapai 500 kali kadar normal dalam serum. Oleh karena itu, kerusakan jaringan yang kecilpun dapat menyebabkan peningkatan aktivitas LDH yang bermakna. Enzim ini mempunyai berat molekul 134.000 dalton dan terdiri dari 4 rantai peptida dengan 2 tipe yaitu M atau A dan H atau B. Struktur LD – M dan LD – H ditentukan oleh lokus dalam kromosom 11 dan 12. Bila dipisahkan secara elektroforesa akan dijumpai 5 isoenzim LDH yaitu LDH1 (HHHH), LDH2 (HHHM), LDH3 (HHMM), LDH4 (HMMM) DAN LDH5 (MMMM). Dijumpai pula isoenzim LDH ke 6 yaitu LDH6 dengan 4 peptida X atau C sehingga sering disebut LDHx atau LDHc. Subunit LDH6 ini dijumpai pada testis manusia postpubertal . LDH6 ini dapat dijumpai pada serum pasien dengan sakit berat. Jaringan yang berbeda



16



akan menunjukkan isoenzim yang berbeda. Isoenzim LDH1 dan LDH2 dominan dijumpai pada otot jantung, ginjal, dan eritrosit. LDH4 dan LDH5 dominan dijumpai pada hati dan otot rangka.15 3. Tes yang menggambarkan adanya kolestasis Pengukuran aktivitas enzim: a. Alkaline Phosfatase (ALP) Aktivitas enzim ALP digunakan untuk menilai fungsi kolestasis. Enzim ini terdapat ditulang, hati, dan plasenta. ALP di sel hati terdapat di sinusoid dan membran saluran empedu yang penglepasannya difasilitasi garam empeduu, selain itu ALP banyak dijumpai pada osteoblast. Kadar ALP tergantung umur dan jenis kelamin. Aktivitas ALP lebih dari 4 kali batas atas nilai rujukan mengarah



kelainan



ke



arah



hepatobilier



dibandingkan



ke



hepatoseluler.16 Tulang merupakan sumber 40-70% ALP dalam sirkulasi. Sehingga kadarnya pada anak-anak 2-3 kali lebih tinggi pada orang dewasa olehkarena anak-anak masih dalam masa pertumbuhan, sehingga sel osteoblasnya lebih aktif. Bila ada proses penyakit yang mengenai saluran empedu (kolestasis), alkali phosphatase akan keluar dari sel dan masuk kedalam cairan ekstraseluler. Pada kolangitis, sel yang melapisi saluran empedu mengalami stimulasisehingga terjadi peningkatan alkali fosfatase plasma sedangkan kadar transaminase normal dan tidak terjadi ikterus. Obstruksi saluran empedu (kolestasis) akan mengakibatkan conjugated bilirubin mengalami regurgitasi kedalam cairan ekstraseluler sehinggapeningkatan alkali fosfatase disertai ikterus, walaupun peningkatan yang sedang dapat terjadi pada hepatitis sebagai akibat kerusakan sel hati. 15



Kementerian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1792/ MENKES/ SK/ XII/ 2010 tentang Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 16 Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 129.



17



ALP merupakan indikator yang sensitif untuk kolestasis intra dan ekstrahepatik serta penyakit hati infiltratif (tumor /granuloma). ALP tidak spesifik untuk penyakit hati karena kadarnya juga meningkat pada penyakit Paget, metastasis tumor tulang, penyakit Hodgkin, pielonefritis akut, enteritis regionalis, kehamilan dan patah tulang yang mengalami penyembuhan. b. Gamma Glutamyltransferase (GGT) Enzim gamma GT terdapat di sel hati, ginjal, dan pankreas. Pada sel hati gamma GT terdapat di retikulum endoplasmik sedangkan di empedu terdapat di sel epitel. Peningkatan aktivitas GGT dapat dijumpai pada ikterus obstruktif, kolangitis, dan kolestasis. Kolestasis adalah kegagalan aliran empedu mencapai duodenum.17 4. Tes yang menujukkan etiologi a. Alpha Fetoprotein (AFP) Pada keganasan sel hati dapat dipilih parameter alfafetoprotein (AFP) yaitu suatu protein disintesis pada masa fetus yang merupakan alpha 1 globulin yang diproduksi oleh jaringan hati embrional, yolksac dan usus janin normal. Kadar puncak AFP adalah usia janin 12-16 minggu dan menurun segera setelah bayi lahir. Peningkatan AFP yang sangat tinggi mengarah pada keganasan sel hati, tumor embriogenik ovarium, tumor embriogenik testis, hepatoblastoma embriogenik, dan kanker gastrointestinal. Peningkatan ringan AFP dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti hepatitis akut dan kronis, serta kehamilan.18 Pada keganasan hati primer orang dewasa (hepatoma) kadarnya akan sangat meningkat (>1000 ng/ml), sedangkan pada hepatitis virus akut, tumor hati metastatik dan tumor lambung, peningkatannya tidak sampai melebihi 500 ng/ml.



17



Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 129. 18 Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran Vol:12(1) Hal: 130.



18



Pengukuran AFP secara serial berguna untuk meramalkan timbulnya hepatoma pada penderita sirosis hati, penderita hepatitis B dan C, juga untuk mengetahui respons pengobatan penderita hepatoma setelah pemberian radiasi, obat-obatan dan operasi. b. PIVKA II Protein Induced by Vitamin K Absence / Antagonist II (PIVKA II) merupakan protombin abnormal yang terbentuk akibat adanya defisiensi vitamin K atau pemakaian antagonis F-II (protombin). Peningkatan kadar PIVKA II ada hubungannya dengan karsinoma hepatoseluler (hepatoma) dan memiliki sensivitas serta spesifisitas yang tinggi untuk diagnosis dan monitoring hepatoma. PIVKA II meningkat pada : KH : 80,5% Sirosis hati : 22,7% Hepatitis kronis : 13,7% c. Carcinoma Embryonic Antigen (CEA) Penanda tumor yang merupakan protein yang didapatkan pada jaringan embrional, jaringan neoplastik dan dari system gastrointestinal. Pada penyakit hati, kadar CEA meningkat pada sirosis akohoik (88%), hepatoma (63%), hepatitis kronik aktif (22%). Kadarnya sangat tinggi pada karsinoma kolon metastatik dan karsinoma pankreas, sehingga peningkatan kadar CEA tidak spesifik untuk hepatoma. 5. Interpretasi Tes Fungsi Hati a. Peningkatan bilirubin : Dapat diakibatkan oleh produksi yang meningkat (hemolisis) atau ekskresi yang menurun (kerusakan hepatosit, kolestatis) b. Peningkatan enzim ALT : Akibat adanya kerusakan hepatoseluler (hepatitis, obstruksi yang lama, sirosis dan penyakit hati infiltratif) c. Peningkatan enzim ALP :



19



Akibat adanya kolestatis (obstruksi karena sirosis atau penyakit hati infiltratif) d. Peningkatan enzim ᵧGT : Akibat adanya kolestatis dan induksi enzim oleh bahan atau obatobatan tertentu. e. Penurunan albumin plasma : Akibat gangguan fungsi hepatosit yang berat (sirosis dan kegagalan hati) f. Peningkatan globulin : Akibat adanya sirosis dan hepatitis kronik.



20



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Hepar merupakan pusat aktivitas metabolik bagi karbohidrat, protein dan lipid. Hepar mendetoksikasi banyak produk metabolik serta obat dan toksin, umumnya sebelum dieksresikan ke dalam urina. Proses detoksikasi melibatkan perubahan kimia dan atau konjugasi terutama dengan asam glukuronat, glisin atau sulfat. Hepar mengekresikan banyak zat alamiah dan benda asing ke dalam saluran billier. Hepar menyimpan berbagai senyawa, termasuk besi dan vitamin B12 serta vitamin A. Sel-sel kuppfer mengambil bagian dalam semua aktivitas sistem retikulo-endotelial. Bila hepar terganggu maka satu atau lebih fungsi akan melemah, walaupun tidak selalu dalam tingkatan yang sama. Jadi, secara umum tes fungsi hati bisa membantu mengevalusi kesehatan organ hati dan mengindikasikan adanya kemungkinan penyakit lain seperti malnutrisi maupun penyakit tulang.



B. Saran Dari makalah yang telah kami susun ini, tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan hal lainnya. Maka kritik dan saran dari pembaca (Dosen dan teman-teman mahasiswa) sangat diharapkan untuk penyusunan demi penyempurnaan makalah yang berikutnya.



21



DAFTAR PUSTAKA



Baron DN. 2015. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta: EGC. Gandosoebrata,R. 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1792/ MENKES/ SK/ XII/ 2010 tentang Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kusnandar, S. 2005. Prinsip dan Manfaat Elektroforesis Protein Serum. Jakarta: Departement Patologi Klinik FKUI. Sherlock S, Dooley J. 2018. Diseases of the Liver and Biliary System 13th edition. United State of America: Blackwell. Speicher, Carl E. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Jakarta: EGC. Rosida, A. 2016. Pemeriksaan laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran, 12, 124.



22