Makalah Konsep Askep Malaria, Kukuh H.S [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah penyakit tropik Dosen pengampu Ellizah zihni zatihulwani S.Kep., Ns., M.Kep



Disusun Oleh : Kukuh Hendra setyoko 2019030006



Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang 2021



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Malaria” ini dengan sebaik-sebaiknya sesuai waktu yang telah ditentukan. Di dalam makalah ini, akan dipaparkan mulai dari konsep teori penyakit flu burung sampai konsep asuhan keperawatan pada pasien flu burung. Tiada gading yang tak retak. Atas penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang membangun, khususnya dari ibu Eliza Zihni Zatihulwani, S.Kep.,Ns.,M.Kep. guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat, menambah pengetahuan, serta wawasan bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.



Jombang, 18 September 2021 Penulis



i



KATA PENGANTAR......................................................................................



i



DAFTAR ISI....................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUA...................................................................................



1



1.1 Latar Belakang................................................................................



1



1.2 Tujuan Penulisan............................................................................



1



BAB II PEMBAHASAN..................................................................................



3



2.1 Definisi Malaria..............................................................................



3



A. Pengertian..................................................................................



3



B. Anatomi Fisiologi Darah............................................................



3



C. Klasifikasi Malaria.....................................................................



8



D. Etiologi.......................................................................................



9



E. Manifestasi Klinik......................................................................



9



F. Patifisiologi.................................................................................



10



G. Pemeriksaan Penunjang..............................................................



12



H. Penatalaksanaan..........................................................................



13



2.2 Konsep Askep Malaria...................................................................



15



A. Pengkajian...................................................................................



15



B. Diagnosa......................................................................................



18



C. Intervensi.....................................................................................



18



D. Implementasi...............................................................................



20



E. Evaluasi.......................................................................................



20



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...........................................................................................



22



B. Saran.....................................................................................................



22



DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................



23



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Malaria merupakan masalah kesehatan di banyak negara di seluruhdunia. Indonesia merupakan daerah endemis malaria, walaupun telahdilakukan program pelaksanaan dan pemberantasan penyakit malaria sejaktahun 1959, namun hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masihcukup tinggi (Departemen Kesehatan, 2015). Kondisi global dari kejadian penyakit malaria saat ini membutuhkanlebih banyak perhatian daripada masa-masa sebelumnya (Sorontou, 2014). Laporan dari WHO memperkirakan sebanyak 300 hingga 500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 3 juta kasus malaria berat (malaria komplikasi) dan kematian akibat malaria. Sumber lain menyebutkan bahwa sebanyak 1,5 juta hingga 2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya terutama anak-anak dan ibu hamil (Kemenkes RI, 2015). Di Indonesia selama tahun 2003 dilaporkan telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) malaria di beberapa daerah dengan 205 orang meninggal dunia dari3069 penderita dengan angka kematian 6,7%. Resistensi terhadap obat-obat antimalaria merupakan faktor prinsip dari kejadiantersebut yang dapat menimbulkan masalah yang amat serius bagi kesehatanmasyarakat. Resistensi parasit malaria sering dihubungka dengan adanya pengobatan/terapi yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan adanyamutasi genetik dari parasit malaria sebagai salah satu bentuk respon biologi yang terjadi secara natural. Penyakit malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur.Angka mortalitas akibat penyakit ini dibeberapa daerah di Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,9 – 50 %. Seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah endemis malaria dan penyakit ini menduduki rangking ke 2 dari 10 besar dari penyakit utama di Puskesmas. Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2006 s/d 2007, Insiden penyakit malaria yang diukur berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) sejak tahun 2006 s/d 2007 cenderung meningkat (Departemen Kesehatan RI, 2017). 1.1 Tujuan 1. Tujuan umum 1



Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan kasus malaria.



2



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi A. Pengertian Malaria Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi, binatang melata. Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2014). Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia (Depkes, 2017). B. Anatomi Fisiologi Darah 1. Darah Darah melakukan banyak fungsi penting untuk kehidupan dan dapat mengungkapkan banyak tentang kesehatan kita. Darah adalah jenis jaringan ikat, terdiri atas sel-sel (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang terendam pada cairan kompleks plasma. Darah membentuk sekitar 8% dari berat total tubuh. Pergerakan konstan darah sewaktu mengalir dalam pembuluh darah menyebabkan unsur-unsur sel tersebar merata di dalam plasma. Di bawah ini akan dipaparkan tentang darah meliputi, fungsi darah, komposisi darah (plasma, sel darah), proses pembekuan darah, penggolongan darah, kelainan pada darah (Sa’adah, 2018).



2. Fungsi Dan Komposisi Darah a) Fungsi Darah Fungsi darah masuk ke dalam tiga kategori, yaitu transportasi, pertahanan, dan 3



regulasi, yang akan dibahas berikut ini. Menurut Sa’adah, 2018: 1) Darah adalah media transportasi utama yang mengangkut gas, nutrisi dan produk limbah. Oksigen dari paru-paru diangkut darah dan didistribusikan ke sel-sel. Karbondioksida yang dihasilkan oleh sel-sel diangkut ke paruparu untuk dibuang setiap kali kita menghembuskan nafas. Darah juga mengangkut produk-produk limbah lain, seperti kelebihan nitrogen yang dibawa ke ginjal untuk dieliminasi. Selain itu, darah mengambil nutrisi dari saluran pencernaan untuk dikirimkan ke sel-sel. Selain transportasi nutrisi dan limbah, darah mengangkut hormon yang disekresikan berbagai organ ke dalam pembuluh darah untuk disampaikan ke jaringan. Banyak zat yang diproduksi di salah satu bagian tubuh dan diangkut ke bagian yang lain, untuk dimodifikasi. Sebagai contoh, prekursor vitamin D diproduksi di kulit dan diangkut oleh darah ke hati dan kemudian ke ginjal untuk diproses menjadi vitamin D aktif. Vitamin D aktif diangkut darah ke usus kecil, untuk membantu penyerapan kalsium. Contoh lain adalah asam laktat yang dihasilkan oleh otot rangka selama respirasi anaerob. Darah membawa asam laktat ke hati yang akan diubah menjadi glukosa. 2) Darah berperan dalam menjaga pertahanan tubuh dari invasi patogen dan menjaga dari kehilangan darah. Sel darah putih tertentu mampu menghancurkan patogen dengan cara fagositosis. Sel darah putih lainnya memproduksi dan mengeluarkan antibodi. Antibodi adalah protein yang akan bergabung dengan patogen tertentu untuk dinonaktifkan. Patogen yang dinonaktifkan kemudian dihancurkan oleh sel-sel darah putih fagosit. Ketika ketika cedera, terjadi pembekuan darah sehingga menjaga terhadap kehilangan darah. Pembekuan darah melibatkan trombosit dan beberapa protein seperti trombin dan fibrinogen. Tanpa pembekuan darah, kita bisa mati kehabisan darah sekalipun dari luka yang kecil. 3) Darah memiliki fungsi regulasi dan memainkan peran penting dalam homeostasis. Darah membantu mengatur suhu tubuh dengan mengambil panas, sebagian besar dari otot yang aktif, dan dibawa seluruh tubuh. Jika tubuh terlalu hangat, darah diangkut ke pembuluh darah yang melebar di 4



kulit. Panas akan menyebar ke lingkungan, dan tubuh mendingin kembali ke suhu normal. Bagian cair dari darah (plasma), mengandung garam terlarut dan protein. Zat terlarut ini menciptakan tekanan osmotik darah. Dengan cara ini, darah berperan dalam membantu menjaga keseimbangan. Buffer darah (bahan kimia tubuh yang menstabilkan pH darah), mengatur keseimbangan asam-basa tubuh dan tetap pada pH yang relatif konstan yaitu 7,4. b) Komposisi Darah Darah adalah jaringan, dan, seperti jaringan apapun, mengandung sel dan fragmen sel. Secara kolektif, sel-sel dan fragmen sel disebut elemen padat. Sel dan fragmen sel tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma. Oleh karena itu, darah diklasifikasikan sebagai jaringan ikat cair. Elemen padat pada darah adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit) tulang merah, yang dapat ditemukan di sebagian besar tulang anak tetapi hanya dalam tulang tertentu pada orang dewasa (Sa’adah, 2018). 3. Plasma Jika sampel darah disentrifugasi, terlihat pada bagian teratas cairan berwarna kuning pucat yang volumenya sekitar 55% dari volume total. Cairan tersebut dinamakan plasma. Plasma adalah media transportasi bagi sel-sel darah dan trombosit. Sekitar 90%dari plasma adalah air. Sisanya bagian yang terlarut meliputi protein, hormon, dan lebih dari 100 molekul berukuran kecil (termasuk asam amino, lemak, karbohidrat kecil, vitamin, dan berbagai produk limbah metabolisme), dan ion (Sa’adah, 2018). Kelompok terbesar zat terlarut dalam plasma terdiri dari protein plasma, yang melayani berbagai fungsi. Protein plasma penting adalah albumin, globulin, dan protein pembekuan (fibrinogen). Hampir dua pertiga dari protein plasma adalah albumin, yang terutama berfungsi untuk menjaga keseimbangan air agar sesuai antara darah dan cairan interstitial. Diproduksi di hati, Albumin juga mengikat molekul tertentu (seperti bilirubin dan asam lemak) dan obat-obatan (seperti penisilin) dan membantu transportasi mereka dalam darah (Sa’adah, 2018). 5



4. Sel darah merah (ERITROSIT) Sel-sel darah yang paling banyak adalah sel-sel darah merah atau eritrosit dengan persentase sekitar 99,9% dari seluruh elemen padat darah. Dalam darah, jumlah eritosit sekitar 700 kali lebih banyak dibandingkan sel-sel darah putih (leukosit) dan 17 kali lebih banyak dari keping darah (trombosit). Setiap laki-laki dewasa dalam 1 mikroliter atau 1 milimeter kubik (mm3) darahnya mengandung sekitar 4,5 – 6,3 juta eritrosit, sedangkan perempuan dewasa mengandung 4,2 – 5,5 juta eritrosit. Jumlah eritrosit yang lebih tinggi pada laki-laki karena laki-laki memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi daripada perempuan, dan konsentrasi eritrosit yang lebih besar diperlukan untuk menyediakan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme sel-sel. Setetes darah mengandung sekitar 260 juta eritrosit, dan rata-rata darah orang dewasa mengandung 25 triliun eritrosit. Jumlah eritrosit sekitar sepertiga dari keseluruhan jumlah sel yang terdapat dalam tubuh manusia. 5. Haemoglobin Haemoglobin terdiri atas dua bagian, yaitu globin suatu protein polipeptida yang sangat berlipat-lipat. Gugus nitrogenesa non protein mengandung besi yang dikenal sebagi hem (heme) yang masing-masing terikat pada satu polipeptida. Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul oksigen. Dengan demikian setiap molekul haemoglobin dapat mengangkut empat oksigen. Karena oksigen kurang larut dalam darah, 98,5% oksigen yang diangkut dalam darah terikat pada Hb. Ketika darah mengalir melalui paru-paru, oksigen berdifusi dari ruang udara di paru-paru ke dalam darah. Oksigen memasuki eritrosit dan bergabung dengan hemoglobin membentuk oksihemoglobin (Hb02), yang memberikan warna merah terang untuk darah. 6. Sel darah putih (LEUKOSIT) Sel darah putih (leukosit) berbeda dari eritrosit dalam hal struktur, jumlah maupun fungsinya. Ukuran leukosit lebih besar dibandingkan eritrosit dan 6



memiliki inti. Leukosit tidak memiliki haemoglobin sehingga tidak berwarna. Jumlah leukosit tidak sebanyak eritrosit, berkisar 5 – 10 juta per milimeter darah atau rara-rata 7 juta sel/milimeter darah yang dinyatakan dengan 7000 /mm³. Leukosit merupakan sel darah yang paling sedikit jumlahnya sekitar 1 sel leukosit untuk setiap 700 eritrosit. Jumlah leukosit dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan pertahanan yang selalu berubah-ubah. Leukosit memiliki fungsi menahan invasi oleh pathogen melalui proses fagositosis; mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang muncul di dalam tubuh; Membersihkan sampah tubuh yang berasal dari sel yang mati atau cedera. Terdapat lima tipe leukosit, yaitu granulosit (neutrofil, eusinofil, basofil) yang sifatnya polimorfonuklear (memiliki inti lebih dari satu lobus) dan granulosit (monosit, limfosit) yang memiliki hanya satu lobus pada intinya (mononuklear), seperti yang terlihat pada Gambar 10 di bawah ini. Leukosit di produksi dalam sumsum tulang merah, dan produksi setiap tipe leukosit diatur oleh protein yang disebut colony-stimulating factor (CSF). Granulosit dan monosit dihasilkan hanya di sumsum tulang, sedangkan limfosit juga dihasilkan di jaringan limfoid (jaringan yang mengandung limfosit seperti kelenjar limfe dan tonsil). Berbagai jenis leukosit diproduksi dengan berbagai tingkat kecepatan, bergantung pada jenis dan luas serangan yang dihadapi. Pada orang dengan sumsum tulang yang berfungsi normal, jumlah leukosit dapat menjadi dua kali lipat dalam hitungan jam, jika memang diperlukan. Banyak leukosit hanya hidup beberapa hari, kemungkinan mati karena bertempur melawan patogen. Leukosit lainnya dapat hidup selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. 7. Keping darah (TROMBOSIT) a) Struktur dan fungsi trombosit Trombosit bukan merupakan sel utuh tapi merupakan potongan keping sel yang terlepas dari tepi sel luar suatu sel besar (diameter 60 μm) disumsum tulang yang disebut megakariosit. trombosit terdiri dari sejumlah kecil sitoplasma yang dikelilingi oleh membran plasma. Trombosit berbentuk 7



cakram dan rata-rata diameter sekitar 3 μm. Permukaan trombosit memiliki glikoprotein dan protein yang memungkinkan trombosit untuk menempel pada molekul lain, seperti kolagen dalam jaringan ikat. Dalam setiap mililiter darah pada keadaan normal terdapat sekitar 250.000 trombosit (kisaran 150.000 – 350.000/mm³). Trombosit tidak mempunyai inti, namun terdapat organel dan enzim sitosol untuk menghasilkan energi dan mensintesis produk sekretorik yang disimpan dalam granul. Trombosit mengandung aktin dan miosin dalam konsentrasi tinggi sehingga trombosit dapat berkontraksi. Harapan hidup trombosit sekitar 5-9 hari dan setelah itu akan dihancurkan oleh makrofag. Trombosit diproduksi dalam sumsum merah. Trombosit tidak keluar dari pembuluh darah, tetapi sepertiga dari trombosit total selalu tersimpan di rongga-rongga berisi darah di limfa yang akan dikeluarkan oleh limfa jika terjadi perdarahan. Trombosit memainkan peran penting dalam mencegah kehilangan darah dengan cara: (1) membentuk keping/butiran, yang menutup lubang kecil di pembuluh darah dan (2) merangsang dibentuknya kontruksi bekuan yang membantu menutup luka besar di pembuluh darah. C. KLASIFIKASI MALARIA 1. Malaria Falsiparum Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian. 2. Malaria Vivaks Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium vivax. 3. Malaria Ovale Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks. 8



4. Malaria Malariae Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3 hari. 5. Malaria Knowles Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria falsiparum. D. ETIOLOGI Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari ordo Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini empat spesies plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria tropika yakni nyamuk anopheles, Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika. (Gunawan S. 2014). Jenis Plasmodium yang sering menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale (Departemen Kesehatan RI, 2017). E. MANIFESTASI KLINIS Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias Malaria” (Malaria paroxysm). Secara berurutan. Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus, khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang- kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau berasal dari 9



daerah malaria. Menurut Depkes, 2017 yaitu: a. Stadium menggigil Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah, bibir dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam. b. Stadium demam Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat. Penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC. Stadium ini berlangsungantara 2-4 jam. c. Stadium berkeringat Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadangkadang samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun tidur badan terasa lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam. F. PATOFISIOLOGI Menurut depkes (2017) patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi 10



hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal. Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum



akut



berhubungan



langsung



dengan



mortalitas,



hipoglikemia,



hiperparasitemia dan beratnya penyakit. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut



P.



falciparum



dapat



membentuk



tonjolan-



tonjolan



(knobs)



pada



permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh. Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan- tonjolan tersebut. Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu : 11



a.



Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung



parasit malaria b.



Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah



manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital). G. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat, karena pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2014). Diagnosa malaria dibagi dua (Depkes, 2017), yaitu : a. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah) Darah Lengkap dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit, dan trombosit. Biasanya pada kasuskasus malaria, dijumpai kadar eritrosit dan hemoglobin yang menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler. b. Tes Antigen : p-f test Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). 12



Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test). c. Tes Serologi Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metodemetode



tes



serologi



antara



lain



indirect



haemagglutination



test,



immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin. H. Penatalaksanaan a. Non Farmakologi The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria: 1) Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur 13



2) Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar 3) Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat 4) Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk b. Terapi Farmakologi Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria. 1) Pemberian obat anti malaria a) Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra- eritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin b) Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritroit, yaitu primakuin c) Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin d) Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin e) Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.



14



2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, mual, muntah, lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan anemia. b. Riwayat penyakit sekarang Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, Kulit kuning dan perut kelihatan membesar bila sudah dalam kondisi parah, hilangnya nafsu makan dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. c. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker, infeksi kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple. d. Riwayat penyakit keluarga Perlu dikaji apakah kedua orang tua menderita malaria, maka anaknya berisiko menderita malaria. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. 3. Aktivitas sehari-hari a. Aktivitas/ istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. 15



b. Sirkulasi Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah. c. Eliminasi Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine Tanda : Distensi abdomen d. Makanan dan cairan Gejala : Anoreksia mual dan muntah Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine. e. Neuro sensori Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan. Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma. f. Pernapasan. Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan . Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas g. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik. 4. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum Klien biasanya terlihat lemah dan tampak pucat, perut membuncit akibat hepatomegali, bentuk muka mongoloid, ditemukan ikterus. b. TTV  TD: Hipotensi  Nadi: Takikardi (>100x/menit)  RR: Takipneu (>24 x/menit)  Suhu:Bisa naik (> 40˚C) 16



c. Review of system BI (Breath) Pasien dengan Malaria Bila gejala telah lanjut klien mengeluh sesak nafas, pernafasan dangkal, cepat, melaui hidung disertai penggunaan otot bantu pernafasan. B2 (Blood) Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien Malaria dapat ditemukan tekanan darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna), Hipokrom (jumlah sel berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah yang tidak normal), Pada sel target terdapat fragmentosit dan banyak terdapat sel normablast,Kadar haemoglobin rendah dijumpai pada malaria berat disertai syndroma anemia, yaitu kurang dari 6 mg/dl. B3 (Brain) Status mental pada pasien malaria kondisi lanjut bisa terjadi penurunan kesadaran, gelisah, kejang. B4 (Bladder) Pada klien dengan malaria biasanya ditemukan BAK lebih sering, bisa terjadi urine berwarna gelap, Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih). B5 (Bowel) Selaput mukosa kering, kesulitan dalam menelan, kembung, nyeri tekan pada epigastrik, nafsu makan menurun, mual muntah, pembesaran limpa, pembesaran hati, abdomen tegang, terdapat pembesaran limpa dan hati (hepato dan splemagali). B6 (Bone) Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah, selain itu warna kulit kekuning- kuningan. Nyeri otot / sendi, kelemahan, penurunan aktifitas. 17



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa yang sering muncul pada pasien malaria adalah sebagai berikut: 1. Hipertermi 2. Defisit nutrisi 3. Nyeri akut 4. Gangguan mobilitas C. INTERVENSI NO 1



2



DIAGNOSA Hipertermi



Defisit nutrisi



INTERVENSI Observasi 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis.dehidrasi terpapar lingkungan panas 2. penggunaan incubator) 3. Monitor suhu tubuh 4. Monitor kadar elektroliT 5. Monitor haluaran urine Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih) 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila) 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 8. Batasi oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3. Identifikasi makanan yang disukai 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik 6. Monitor asupan makanan 7. Monitor berat badan 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 18



3



Nyeri akut



Terapeutik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu Observasi 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 19



4



Gangguan mobilitas



5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Observasi 2. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 3. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi 4. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 5. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk) 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi A. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi B. Anjurkan melakukan ambulasi dini C. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)



D. IMPLEMENTASI Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008). E. EVALUASI Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara 20



berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi, 2008).



21



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi, binatang melata. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia (Depkes, 2017). Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias Malaria” (Malaria paroxysm). Secara berurutan. Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus, khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang- kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau berasal dari daerah malaria B. Saran 22



DAFTAR PUSTAKA Wahyuni sri 2019 /di akses pada 04 oktober 2021 https://ruslanstikpan.com/assets/uploads/alumni/cbee0026c5762ffdf20b284dae94cb38.pdf Definisi malaria di akses pada 04 oktober 2021 https://scholar.google.co.id/scholar? q=definisi+malaria&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart PPNI 2018. Standart intervensi keperawatan indonesia; definisi dan tindakan keperawatan, edisi 1. Jakarta; DPP PPNI PPNI 2018. Standart diagnosa keperawatan indonesia; definisi dan indikator diagnosik, edisi 1. Jakarta; DPP PPNI



23